Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh basil
aerob yang tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau spesies lain yang dekat seperti
M. bovis dan M. africanum. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat pula
menyerang susunan saraf pusat, sistem limfatik, sistem pernapasan, sistem genitourinaria,
tulang, persendian, bahkan kulit.1
TB dapat menyerang orang dewasa maupun anak-anak .Berbeda dengan TB
dewasa, gejala TB anak sering kali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat
dipercaya. Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang
diikuti overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment.
Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa
dengan sputum basil tahan asam positif sehingga penanggulangan TB ditekankan pada
pengobatan pengobatan TB dewasa. Akibatnya penanganan TB anak kurang diperhatikan.
TB pada anak didefinisikan sebagai tuberkulosis yang diderita oleh anak <15
tahun. Seorang anak dikatakan terpapar TB jika anak memiliki kontak yang signifikan
dengan orang dewasa atau remaja yang terinfeksi TB, pada tahap ini test tuberkulin
negatif, rontgen toraks negatif. Infeksi terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei
Mycobacterium tuberculosis dan kuman tersebut menetap secara intraseluler pada
jaringan paru dan jaringan limfoid sekitarnya, pada tahap ini rontgen toraks bisa normal
atau hanya terdapat granuloma atau kalsifikasi pada parenkim paru dan jaringan
limfoidnya serta didapatkan uji tuberkulin yang positif. Sementara itu, seseorang
dikatakan sakit TB jika terdapat gejala klinis yang mendukung serta didukung oleh
gambaran kelainan rontgen toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan menderita
tuberkulosis.
TB ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TB). Ketika
penderita TB batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka memercikkan kuman TB
atau basil ke udara. Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan menghirup
sejumlah kecil kuman TB. Penderita TB dengan status TB BTA (Basil Tahan Asam)
positif dapat menularkan sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya.
Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB. Seseorang yang tertular dengan
kuman TB belum tentu menjadi sakit TB. Kuman TB dapat menjadi tidak aktif (dormant)
selama bertahun-tahun dengan membentuk suatu dinding sel berupa lapisan lilin yang
tebal. Bila sistem kekebalan tubuh seseorang menurun, kemungkinan menjadi sakit TB
menjadi lebih besar. Seseorang yang sakit TB dapat disembuhkan dengan minum obat
secara lengkap dan teratur.

2.2 Etiologi
Bakteri utama penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium
tuberculosis. Berikut ini adalah taksonomi dari M. tuberculosis:

Sumber: National Center for Biotechnology Information(NCBI)12


M. tuberculosis berbentuk basil atau batang ramping lurus yang berukuran kira-
kira 0,2-0,4 x 2-10 m, dan termasuk gram positif. Pada medium kultur, koloni bakteri
ini berbentuk kokus dan filamen. Identifikasi terhadap bakteri ini dapat dilakukan melalui
pewarnaan tahan asam metode ziehl-neelsen maupun tanzil, yang mana tampak sebagai
basil berwarna merah di bawah mikroskop.13
Gambar 2.1 Basil tuberkel (merah) di bawah mikroskop dengan pewarnaan tahan asam13

Pada umumnya, genus mycobacterium kaya akan lipid, mencakup asam mikolat
(asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfatida. Lipid dalam batas-batas
tertentu bertanggung jawab terhadap sifat tahan-asam bakteri. Selain lipid,
mycobacterium juga mengandung beberapa protein yang dapat memicu reaksi tuberkulin,
dan mengandung berbagai polisakarida.13
Mycobacterium tidak menghasilkan toksin, tetapi termasuk organisme yang
virulen sehingga bila masuk dan menetap dalam jaringan tubuh manusia dapat
menimbulkan penyakit. Bakteri ini terutama akan tinggal secara intrasel dalam monosit,
sel retikuloendotelial, dan sel-sel raksasa.13

2.3 Epidemiologi
TB merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia, terutama di kawasan
Asia dan Afrika. Sekitar 55% dari seluruh kasus global TB terdapat pada negara-negara
di benua Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi kecil tersebar di
berbagai negara di benua lainnya.2 Secara global, pada tahun 2008 tercatat 9,4 juta kasus
baru TB, dengan prevalensi 11,1 juta, dan angka kematian berkisar 1,3 juta pada kasus
TB dengan HIV negatif dan 0,52 juta pada kasus TB dengan HIV positif. Sementara itu,
hingga tahun 2007, Indonesia berada di urutan ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di
dunia, dan termasuk ke dalam 22 high-burden countries dalam penanggulangan TB.1
Tabel 2.1 berikut ini menunjukkan kedudukan Indonesia dalam beban TB yang
ditanggung di antara 22 negara lainnya di tahun 2007.

Tabel 2.1 Insiden, Prevalensi, dan Mortalitas kasus TB di 22 negara yang termasuk
sebagai high-burden countries2
Kasus konfirmasi TB berdasarkan umur di Amerika Serikat pada tahun 2002
menunjukkan bahwa tingkat insidensi kasus TB lebih tinggi pada mereka yang berumur
di atas 65 tahun, sebagaimana yang ditunjukkan pada grafik 2.1.14

Grafik 2.1 Grafik kasus tuberkulosis berdasarkan kelompok usia di Amerika Serikat
tahun 2002
Sementara di Eropa, sekitar 80% orang yang terinfeksi TB ternyata berumur di
atas 50 tahun. Peningkatan insiden TB pada orang yang berusia lanjut juga terjadi di
daerah lain di dunia, seperti di kawasan Asia Tenggara.Di Indonesia, angka insidensi TB
secara perlahan bergerak ke arah kelompok usia lanjut (dengan puncak pada 55-64
tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64
tahun.15,16

2.4 Patofisiologi
Terdapat 4 stadium infeksi TB saat mikroba tersebut mulai masuk ke dalam
alveolus.
Stadium 1
Makrofag akan memfagosit basil tuberkel dan membawanya ke kelenjar limfe
regional (hilus dan mediastinum). Basil ini kemudian akan berkembang biak,
dihambat atau dihancurkan, tergantung tingkat virulensi organisme dan pertahanan
alamiah dalam hal ini kemampuan mikrobisidal makrofag. Makrofag yang terinfeksi
mengeluarkan komplemen C5a, yang memanggil monosit ke area infeksi. Makrofag
yang mengandung basil yang bermultiplikasi dapat mati dan memanggil lebih
banyak monosit.15

Stadium 2
Terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-21, basil tetap akan memperbanyak diri
sementara sistem imun spesifik belum teraktivasi dan monosit masih terus bermigrasi
ke area infeksi.15
Stadium 3
Terjadi setelah 3 minggu, ditandai oleh permulaan imunitas selular dan respon Tdth.
Makrofag alveolar, yang pada saat itu telah menjadi limfokin yang diaktivasi oleh
limfosit T, menunjukkan peningkatan kemampuan untuk membunuh basil tuberkel
intraselular. Proses ini menghasilkan kompleks ghon dan nekrosis kaseosa yang
dapat terbentuk.15
Stadium 4
Menunjukkan reaktivasi (sekunder atau post primer) stadium TB. Pada stadium
terakhir ini, basil akan lebih memperbanyak diri secara ekstraselular. Basil tuberkel
akan menyebar ke peredaran darah secara hematogen. Basil tuberkel biasanya tetap
dalam kondisi stabil sebagai dorman, sepanjang sistem imun penjamu masih intak.
Sekitar 10% individu yang terinfeksi berkembang menjadi penyakit TB pada waktu
tertentu dalam hidupnya, tetapi risiko ini lebih tinggi pada individu dengan penyakit
defisiensi imun seperti HIV/AIDS, sering mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan
usia lanjut. Faktor lainnya seperti kurang gizi, kemiskinan, individu alkoholik, juga
dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit TB.15

2.5 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis, radiologi,
dan laboratorium.
a. Anamnesis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi
TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke unit
pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.17
b. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam (subfebris), badan kurus atau berat
badan menurun, dan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia. Pada
tuberkulosis paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi
otot-otot interkostal.18
c. Pemeriksaan radiologi
Radiografi dada merupakan alat yang penting untuk diagnosis dan evaluasi
tuberkulosis. Akan tetapi, tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Foto toraks penderita TB
dapat memberikan gambaran berupa kompleks Ghon yang membentuk nodul perifer
bersama dengan kelenjar limfe hilus yang mengalami kalsifikasi. Infiltrasi
multinodular pada segmen apikal posterior lobus atas dan segmen superior lobus
bawah merupakan lesi yang paling khas pada tuberkulosis paru.17,18
d. Pemeriksaan laboratorium:
Tes tuberkulin/PPD yang paling sering digunakan adalah tes Mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purifed Protein Derivative) intrakutan
berkekuatan 5 TU (intermediate strength).18
Pada pemeriksaan darah saat tuberkulosis baru mulai (aktif) ditemukan jumlah
leukosit sedikit meninggi, limfosit dibawah normal, dan peningkatan laju endap
darah.18
Pada pemeriksaan sputum, kriteria sputum BTA (Bakteri Tahan Asam) positif
adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -
pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.17,18
Pemeriksaan biakan sangat berperan dalam mengidentifikasi M.tuberkulosis pada
penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan
masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan
dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan
dalam beberapa situasi: 1) Pasien TB yang masuk tipe pasien kronis, 2) Pasien TB
ekstra paru dan pasien TB anak, dan 3) Petugas kesehatan yang menangani pasien
dengan kekebalan ganda.17
Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA bakteri
tuberkulosis dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi bakteri yang tidak
tumbuh pada sediaan biakan.18

Secara singkat, alur diagnosis TB paru dapat digambarkan pada skema 2.1 berikut
ini.
Skema 2.1 Alur Diagnosis TB Paru17

2.6 Terapi
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT.17,19 Jenis, sifat, dan dosis OAT lini-1 dapat dilihat pada tabel 2.2
berikut ini.

Tabel 2.2 Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang direkomendasikan
sesuai dengan berat badan17
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:17
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, dan OAT tidak dapat
digunakan secara tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.17
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:17
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru TB
paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, atau pasien TB
ekstra paru.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Paduan OAT ini diberikan untuk
pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya, yakni pasien yang kambuh,
pasien gagal OAT, dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
Kategori Anak: 2HRZ/4HR.
Terdapat beberapa tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,
yaitu:15
Baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT < 4 minggu.
Kambuh (Relaps): penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Putus berobat (Default): penderita yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
atau lebih dengan BTA positif.
Gagal (Failure): penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.

2.7 Tuberkulosis dengan Multidrug-Resistant (TB-MDR)


TB-MDR adalah keadaan penyakit tuberkulosis yang bakteri penyebabnya telah
menjadi resisten sekurang-kurangnya terhadap dua jenis OAT yang paling efektif yaitu
isoniazid dan rifampicin.8 Ada beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT
termasuk jenis MDR-TB, yaitu:
penggunaan obat yang tidak adekuat,
pemberian obat yang tidak teratur,
evaluasi dan cakupan yang tidak adekuat,
penyediaan obat yang tidak reguler, dan
program yang belum berjalan serta kurangnya tata organisasi di program.9
Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR)
diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti-tuberkulosis lini-2,
misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon.
Pengobatan untuk pasien ini setidaknya menggunakan empat obat yang masih efektif dan
pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan. Menurut WHO, pengobatan TB-
MDR diberikan selama 18-24 bulan setelah sputum konversi.8,17
Dibandingkan dengan OAT lini-1, OAT lini-2 ini jumlahnya terbatas,
efektivitasnya belum jelas, dan tidak tersedia secara gratis untuk pasien TB-MDR.
Sampai saat ini, belum ada data atau penelitian yang memberikan bukti tentang
keberhasilan pengobatan TB-MDR dengan OAT lini-2. Lebih jauh lagi, rejimen obat,
dosis, dan lama pengobatan OAT lini-2 untuk TB-MDR yang tidak sesuai dapat
mengakibatkan TB-XDR (extensively drug-resistant TB). TB-XDR ini ditandai dengan
resistensi bakteri terhadap isoniazid dan rifampicin, ditambah dengan resistensi satu obat
apapun dari golongan fluoroquinolone, dan salah satu dari OAT jenis injeksi (amikasin,
kanamisin, atau capreomisin).8

2.8 Upaya Penanggulangan TB

Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly observed Treatment
Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis
paling efektif (cost-efective).
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan
demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan
pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap
hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Dalam perkembangannya dalam upaya ekspansi penanggulangan TB, kemitraan
global dalam penanggulangan TB (stop TB partnership) mengembangkan strategi
sebagai berikut :
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan riset

2.9 Indikator Program TB

a. Angka Penjaringan Suspek


Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu
wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan
pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari
waktu ke waktu (triwulan/tahunan)

Rumus:
Jumlah suspek yg diperiksa
Jumlah penduduk X 100.000

Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek (TB .06)
UPK yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya rumah sakit, BP4 atau
dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung.

b. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek


Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang
diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai
diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.
Rumus:
Jumlah pasien TB BTA positif yg ditemukan
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa X 100%

Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinan
disebabkan :
Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria
suspek, atau
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( negatif palsu ).
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan :
Penjaringan terlalu ketat atau
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).

c. Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif diantara Semua Pasien TB Paru


Tercatat/diobati
Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua pasien
Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien
Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang diobati.
Rumus:
Jumlah pasien TB BTA positif (baru + kambuh)
Jumlah seluruh pasien TB (semua tipe) X 100%

Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu berarti
mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang
menular (pasien BTA Positif).

d. Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB


Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat.
Rumus :
Jumlah pasien TB Anak (<15 thn) yg ditemukan
Jumlah seluruh pasien TB yg tercatat X 100%
Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam
mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu besar dari
15%, kemungkinan terjadioverdiagnosis.

e. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR)


Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding
jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.
Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada
wilayah tersebut.
Rumus:
Jumlah pasien baru TB BTA Positif yang dilaporkan dalam TB.07
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA Positif X 100%

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka
insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk.
Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal
70%.

f. Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)


Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat
diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu.
Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan kecenderungan penemuan
kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut.

Rumus :
Jumlah pasien TB (semua tipe) yg dilaporkan dlm TB.07
Jumlah penduduk X 100.000

Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau


menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.
g. Angka Konversi (Conversion Rate)
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami
perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini
berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah
pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar.

Contoh perhitungan angka konversi untuk pasien baru TB paru BTA positif :
Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yg konversi
Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yg diobati X 100%

Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara
mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobat dalam 3-6 bulan
sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan dahak
negatif, setelah pengobatan intensif (2 bulan).
Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari
laporan TB.11.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.

h. Angka Kesembuhan (Cure Rate)


Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru
BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru
BTA positif yang tercatat.
Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatan ulang dengan
tujuan:
Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap obat terjadi
di komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat baris
kedua (second-line drugs).
Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi pada
pasien dengan HIV.
Cara menghitung angka kesembuhan untuk pasien baru BTA positif.
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg sembuh
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati X 100%

2.10 Situasi TB di Indonesia

Indonesia sekarang berada pada ranking kedua negara dengan beban TB tertinggi di
dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 330729 (WHO, 2016)
Keberhasilan pengobatan mencapai 84 % dari data pada tahun 2014.
Angka MDR-TB diperkirakan mencapai 1519 kasus MDR TB setiap tahunnya.
Dan TB XDR Mencapai 22 kasus.
Usaha keras yang dilakukan berhasil membawa Indonesia sebagai negara pertama
di Regional Asia Tenggara yang mencapai target TB global yang dicanangkan waktu itu
yaitu Angka Penemuan Kasus (Crude Detection Rate/CDR) diatas 70% dan Angka
Keberhasilan Pengobatan (Treatment Success Rate/ TSR) diatas 85% pada tahun 2006.
Dalam RPJMN 2015 - 2019, Indonesia tetap memakai prevalensi TB, yaitu 272 per
100.000 penduduk secara absolut (680.000 penderita) dan hasil survey prevalensi TB
2013 - 2014 yang bertujuan untuk menghitung prevalensi TB paru dengan konfirmasi
bakteriologis pada populasi yang berusia 15 tahun ke atas di Indonesia menghasilkan : 1).
Prevalensi TB paru smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas adalah
257 (dengan tingkat kepercayaan 95% 210 - 303) 2). Prevalensi TB paru dengan
konfirmasi bakteriologis per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas adalah 759
(dengan interval tingkat kepercayaan 95% 590 - 961) 3). Prevalensi TB paru dengan
konfirmasi bakteriologis pada semua umur per 100.000 penduduk adalah 601 (dengan
interval tingkat kepercayaan 95% 466 - 758); dan 4). Prevalensi TB semua bentuk untuk
semua umur per 100.000 penduduk adalah 660 ( dengan interval tingkat kepercayaan
95% 523 - 813), diperkirakan terdapat 1.600.000 (dengan interval tingkat kepercayaan
1.300.000 - 2.000.000) orang dengan TB di Indonesia.
Meskipun secara nasional menunjukkan perkembangan yang meningkat dalam
penemuan kasus dan tingkat kesembuhan, pencapaian di tingkat provinsi masih
menunjukkan disparitas antar wilayah.
Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka penemuan kasus
(CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70% CDR dan 85%
kesembuhan.

Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus
BTA positif. Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%. Angka-
angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang
sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan
yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.

2.11 Program Penanggulangan TB di Indonesia

Pelaksanaan upaya pengendalian TB di Indonesia secara administrative berada di


bawah dua Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan, yaitu Bina Upaya Kesehatan, dan
P2PL (Subdit Tuberkulosis yang bernaung di bawah Ditjen P2PL). Pembinaan Puskesmas
berada di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan dan merupakan tulang punggung layanan
TB dengan arahan dari subdit Tuberkulosis, sedangkan pembinaan rumah sakit berada di
bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan.
Sasaran strategi nasional pengendalian TB mengacu pada rencana strategis
kementerian kesehatan dari 2010 sampai dengan tahun 2014 yaitu menurunkan prevalensi
TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk. Sasaran keluaran
adalah: (1) meningkatkan persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan
dari 73% menjadi 90%; (2) meningkatkan persentase keberhasilan pengobatan kasus baru
TB paru (BTA positif) mencapai 88%; (3) meningkatkan persentase provinsi dengan
CDR di atas 70% mencapai 50%; (4) meningkatkan persentase provinsi dengan
keberhasilan pengobatan di atas 85% dari 80% menjadi 88%.
Guna mencapai sasaran-sasaran di atas maka strategi-strategi yang akan
dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan perluasan pelayanan DOTS yang bermutu
2) Menangani TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan masyarakat miskin serta rentan lainnya
3) Melibatkan seluruh penyedia pelayanan kesehatan milik pemerintah, masyarakat dan
swasta mengikuti International Standards of TB Care
4) Memberdayakan masyarakat dan pasien TB
5) Memperkuat sistem kesehatan, termasuk pengembangan SDM dan manajemen program
pengendalian TB
6) Meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB
7) Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi stratejik

Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting
dalam sistem informasi penanggulangan TBC. Untuk itu pencatatan & pelaporan perlu
dibakukan berdasar klasifikasi dan tipe penderita. Semua unit pelaksana program
penanggulangan TBC harus melaksanakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang
baku.Formulir pencatatan dan laporan yang digunakan dalam penanggulangan TBC
Nasional adalah:

TB 1. Kartu pengobatan TB

TB 2. Kartu identitas penderita

TB 3. Register TB kabupaten

TB 4. Register Laboratorium TB

TB 5. Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak

TB 6. Daftar tersangka penderita (suspek) yang diperiksa dahak SPS

TB 7. Laporan Triwulan Penemuan Penderita Baru dan Kambuh

TB 8. Laporan Triwulan Hasil Pengobatan Penderita TB Paru yang terdaftar 12


- 15bulan lalu

TB 9. Formulir rujukan/pindah penderita


TB 10. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan

TB 11. Laporan Triwulan Hasil Pemeriksaan Dahak Akhir Tahap Intensif untuk
penderita terdaftar 3 - 6 bulan lalu

TB 12. Formulir Pengiriman Sediaan Untuk Cross Check

TB 13. Laporan Penerimaan dan Pemakaian OAT di kabupaten

Daftar Pustaka
1. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta 2002
2.

Anda mungkin juga menyukai