Anda di halaman 1dari 19

Case Report Sesation

GAGAL JANTUNG

Oleh :
Devi Yunita Purba
1010312096

Preseptor :
dr. Anggia Perdana, Sp.A, M.Biomed

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2017

1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Gagal jantung pada bayi dan anak adalah suatu sindrom klinis yang ditandai
oleh ketidakmampuan miokardium memompa darah ke selurh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk pertumbuhan. Gagal jantung
dapat disebabkan oleh penyakit jantung bawaan maupun didapat yang diakibatkan
oleh beban volume(preload) atau beban tekanan (afterload) yang berlebih, atau
penurunan kontraktilitas miokard. Penyebab lain misalnya adalah supraventrikular
takikardi, blok jantung komplit, anemia berat, kor pulmonal akut, dan hipertensi akut.

1.2 Epidemiologi

1.3 Etiologi
Penyebab gagal jantung berbeda-beda menurut kelompok umu, yakni pada masa
neonatus, bayi, dan anak.
Periode neonatus
Penyebab penting gagal jantung pada 1 atau 2 minggu pertama adalah lesi jantung kiri
seperti sindrom hipoplasia jantung kiri, koarktasio aorta, atau stenosis aorta berat. Lesi
dengan pirau dari kiri ke kanan biasanya belum memberi gejala gagal jantung dalam 2
minggu pertama pascalahir. Bayi prematur, duktus arteriosus persisten yang besar dapat
menyebabkan gagal jantung pada hari-hari pertama pascalahir. Pada minggu ketiga atau
keempat pirau ke kiri dan kanan semakin bertambah sehingga sebagian pasien sudah
menderita gagal jantung. Disritmia berat dan kelainan hematologik pada neonatus mungkin
dapat menyebabkan gagal jantung pada bulan pertama.
Periode bayi
Usia bayi 1 bulan sampai dengan 1 tahun penyebab gagal jantung yang paling banyak
adalah kelainan struktural, termasuk defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten, atau
defek septum arteriosus. Gagal jantug pada ;esi yang lebih kompleks, seperti transposisi,
ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda, atresia trikuspid, atau trunkus arteriosus. Penyakit
miokardium juga menyebabkan gagal jantung pada periode ini namun frekuensinya lebih
jarang.
Periode anak

2
Gagal jantung pada penyakit jantung bawaan jarang dimulai setelah usia 1 tahun.
Penyebab utama gagal jantung pada periode ini adalah penyakit jantung didapat, di Indonesia
sebagian besar adalah demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Penyebab lain berupa
miokarditis, endokarditis, penyakit ginjal, hipertensi, tirotoksikosis, kardiomiopati, serta
intoksikasi sitostatik.
1.4 Patogenesis
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh
ditentukan oleh curah jantung, yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: preload, afterload,
kontraktilitas miokardium, dan frekuensi denyut jantung.
1.5 Manifestasi Klinis
Gejala pada bayi biasanya berupa tidak kuat minum, lekas lelah, bernafas
cepat, banyak berkeringat, dan berat badan sulit naik. Gejala ini semakin nyata saat
usia bayi memasuki bulan kedua atau ketiga. Anak yang lebih besar dapt mengeluh
lekas lelah dan tampak kurang aktif, toleransi berkurang, batuk, mengi, sesak nafas
dapat ringan sampai dengan berat.
Bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama akan mengalami
gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan. Tanda
yang penting adalah takikardi serta takipnea. Pada prekordium dapat teraba aktivitas
jantung yang meningkat. Bising jantung sering ditemukan pada auskultasi, yang
tergantung pada kelainan struktural yang ada. Terdapat irama derap merupakan
penemuan yang berarti pada neonatus dan bayi. Rhonki juga sering ditemukan pada
gagal jantung.
Bendungan vena sistemik ditandai oleh peninggian tekanan vena jugular, serta
refluk hepato-jugular. Kedua tanda ini sulit diperiksa pada neonatus dan bayi kecil.
Hepatomegali merupakan tanda penting lainnya, biasanya teraba hati 2 cm atau lebih
di bawah arkus kosta. Edema jarang ditemukan pada bayi dan anak kecil. Ujung-
ujung ekstremitas akan teraba dingin, terutama pada gagal jantung akut.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Foto thorak
Gagal jantung hampir selalu disertai dengan kardiomegali. Pada foto thorak
juga akan tampak bendungan vena pulmonal.
Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosis struktural
serta kelainan hemodinamik bayi dan anak yang menderita gagal jantung. Berbagai

3
kelainan gagal jantung dapat ditegakkan diagnosisnya secara akurat melalui
pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan M-mode. Pemeriksaan doppler dan
doppler berwarna akan menambah informasi seccara bermakna. Ekokardiografi 2-
dimensi membantu dalam menentukan kelainan struktural, sementara ekokardiografi
M-mode menentukan dimensi ruang jantung, tebal dinding belakang ventrikel,
septum ventrikel, serta pembuluh darah besar.
Ekokardiografi
1.7 Diagnosis
Ananmnesis
Sesak napas terutama saat beraktivitas. Sesak napas dapat mengakibatkan kesulitan
makan/minum dan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gagal tumbuh
Sering berkeringat (peningkatan tonus simpatis)
Ortopnea : sesak napas yang mereda pada posisi tegak
Dapat dijumpai mengi
Edema di perifer ata pada bayi, biasanya di kelopak mata
Pemeriksaan Fisik
Tanda gangguan miokard
Takikardi: laju jantung di atas 160 kali/menit. Jika laju jantung > 200 kali/menit perlu
dicurigai ada takikardi supraventrikular
Kardiomegali pada pemeriksaan fisik atau foto thorak
Peningkatan tonus simpatis: berkeringat, gangguan pertumbuhan
Irama derap (gallop)

Tanda Kongesti vena paru (gagal jantung kiri):


Takipnea
Sesak napas, terutama saat aktivitas
Ortopnea
Mengi atau rhonki
Batuk
Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan):
Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul
Peningkatan tekanan vena jugularis

4
Edema perifer
Kelopak mata bengkak
Pemeriksaan Penunjang:
Foto thorak: hampir selalu ada kardiomegali
EKG: hasil tergantung penyebab, terutama melihat adanya hipertrofi atrium dan ventrikel
dan gangguan irama misalnya takikardi supraventrikular
Ekokardiografi: melihat kelainan anatomis dan kontraktilitas jantung, bermanfaat untuk
melihat penyebab
Darah rutin
Elektrolit
Analisa gas darah

1.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan gagal jantung fitujukan untuk:
Menghilangkan faktor penyebab, misalnya penutupan duktus arteriosus persisten
Menghilangkan faktor presipitasi, misalnya mengobati infeksi, anemia, aritmia
Mengatasi gagal jantungnya sendiri
Umum:
Oksigen
Tirah baring, posisi setengah duduk. Terkadang diperlukan sedasi
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Restriksi garam jangan terlalu ketat, pada anak garam<0,5g/hari
Timbang berat badan tiap hari
Hilangkan faktor yang memperberat: demam, anemia, infeksi
Medikamentosa:
Terdapat tiga jenis obat yang digunakan untuk gagal jantung:
Inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas miokard
Diuretik untuk mengurangi preload atau volume diastolik akhir
Vasodilator untuk mengurangi afterload atau tahanan yang dialami saat ejeksi ventrikel
1.9 Komplikasi

1.10 Prognosis

5
6
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : RR
Umur : 9 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ibu Kadung :
No. Rekam medik :
Tanggal masuk :

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak nafas semakin meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Batuk sejak 2 minggu sebelum masuk RS, berdahak, tidak disertai pilek.
- Sesak nafas sejak 10 hari sebelum masuk RS, tidak menciut, tidak dipengaruhi cuaca dan
makanan. Anak sesak saat berjalan sekeliling rumah, anak biasanya tidur dengan du
bantal, tapi sejak 10 hari tidur dengan 4 bantal, anak sering terbangun pada malam hari
karena sesak
- Sembab pada kedua tungkai sejak 1 minggu sebelum masuk RS
- Perut bertambah besar sejak 1 minggu sebelum masuk RS
- Muntah sejak 3 hari sebelum masuk RS, sebanyak 2-3x/hari, muntahan berupa sisa
makanan dan tidak menyemprot
- Demam tidak ada, kejang tidak ada
- Nafsu makan menurun sejak anak sakit
- BAK warna dan jumlah biasa, tidak ada urin berwarna kemerahan
- BAB warna dan konsistensi biasa

Riwayat Penyakit Dahulu :


Anak telah dikenal menderita penyakit jantung rematik sejak Oktober 2016 dan telah
dilakukan echocardiografi dengan hasil MR, AR, Prolaps Mitral, TR, PR. Anak rutin
mendapat terapi Benatin Penicilin 1.200.000 IU, IM setiap 1x28 hari. Dan mendapat
Furosemid 1x30 mg, Spironolakton 2x25 mg, Ramipril 1x1,25 mg.

7
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat perkawinan, obstetri, imunisasi, tumbuh kembang :


Pasien anak ke-2 dari 4 bersaudara, lahirspontan, cukup bulan, BBL 4000 gram, PBL
lupa, langsung menangis kuat
Riwayat imunisasi dasar lengkap
Pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal
Higiene dan sanitasi lingkungan baik

Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Buruk
Kesadaran : Sadar
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 139 x/menit
Suhu : 37 C
Pernafasan : 42 x/menit
Tinggi badan : 130 cm
Berat badan : 32,5 kg
Status gizi : BB/U = %
TB/U = %
BB/TB = %
Gizi Baik, berdasarkan Z score
- Sianosis : ada
- Edema : ada
- Anemis : konjunctiva anemis (-/-)
Ikterus : tidak ada
Kulit : Teraba hangat,
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran kelenjer getah bening
Kepala : Bulat simetris
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

8
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
diameter 2mm/2mm, reflek cahaya +/+ normal
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung ada
Tenggorokan : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : mukosa bibir dan mulut basah
Leher : JVP5+2 cmH20
Dada
Paru
Inspeksi : normochest, simetris, retraksi di epigastrium dan interkosta
Palpasi : fremitus sama dengan kiri
Perkusi : sonor kanan dan kiri
Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi kasar di lapangan atas paru kanan dan kiri
Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat 1 jari lateral LMCS RIC VI
Palpasi : ictus cordis teraba pada1 jari lateral LMCS RIC VI
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : irama teratur, bising jantung sistolik grade 3/6 terjelas si apeks
Abdomen
Inspeksi : distensi abdomen tidak ada
Palpasi : supel, hepar teraba 2/3-2/3 , pinggir tumpul, permukaan rata, konsistensi
kenyal padat, undulasi (+)
Perkusi : timpani, shifting dullness (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan, status pubertas A1P1M1
Anus : colok dubur tidak dilakukan
Anggota gerak : akral hangat, Crt < 2detik
Edema pretibia
Reflek fisiologis +/+ normal
Reflek patologis -/- normal

PEMERIKSAAN LABORATORIUM ( 12 April 2017)


Pemeriksaan Darah Lengkap

9
Hb : 10,9 gr/dl
Leukosit : 9460/mm3
Hitung jenis : 0/0/0/60/30/10
Trombosit : 415.000/mm3
Eritrosit : 4,9 juta /mm3
Hematokrit : 36 %
Na : 135 mmol/L
K : 3,8 mmol/L
Ca : 9,2 mg/dL

PEMERIKSAAN RONTGEN THORAX


Dari Rontgent Thorax AP/L tampak jantung membesar (pembesaran ventrikel
kiri, ventrikel kanan, atrium kiri, atrium kanan), hillus melebar dengan kranialisasi
vaskuler, sinus dan diafragma baik, CTR : 63,3%, kesan : kardiomegali dengan edema
paru.

DIAGNOSIS KERJA
CHF Fungsional Kelas III ec. PJR
PJR ec. MR,TR,PR,AR

PENATALAKSANAAN
ML 1800 kkal
Furosemid 1x30 mg
Spironolakton 2x25 mg
Ramipril 1x1,25 mg

FOLLOW UP :
13/04/2017: 07.00 WIB (Rawatan pertama)
S/ Anak masih terlihat sesak, tidak bertambah dari sebelumnya, anak tidur dengan
tempat tidur ditinggikan. Tidur tidak nyenyak karena badan terasa pegal dan nyeri.
Batuk ada, tidak berkurang. Demam tidak ada, muntah tidak ada.
O/ KU Kes Nadi Nafas Suhu TD
sedang Sadar 120x/ menit 48x/menit 37oC 120/80 mmHg
Mata : konjungtivatidak anemis, sklera tidak ikterik

10
Thorax : retraksi minimal
Cor : bisig sistolik grade 3/6terjelas di apeks
Pulmo : bronkovesikuer, tidak ada rhonki dan wheezing
Abdomen : distensi tidak ada, hepar teraba 1-3/4: tumpul
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibia +/+
A/ CHF Fungsional Class II-III ec. PJR
PJR dengan AR, MR, Prolaps AML, PR, TR
P/ Pantau urinalisis (pasang kateter)
Naikkan dosis ramipril 1x2,5 mg po

17/04/2017: 07.00 WIB (Rawatan pertama)


S/ Anak masih terlihat sesak, tidak bertambah dari sebelumnya, intake masuk cukup,
edema belum berkurang, BAK cukup, kaki kiri terasa nyeri bekas suntikan
O/ KU Kes Nadi Nafas Suhu TD
sedang Sadar 110x/ menit 36x/menit 37oC 120/80 mmHg
Mata : konjungtivatidak anemis, sklera tidak ikterik
Thorax : retraksi tidak ada
Cor : bising sistolik grade 3/6terjelas di apeks
Pulmo : bronkovesikuer, tidak ada rhonki dan wheezing
Abdomen : distensi tidak ada, hepar teraba 1-3/4: tumpul
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibia +/+
A/ CHF Fungsional Class II-III ec. PJR
PJR dengan AR, MR, Prolaps AML, PR, TR
P/ Terapi lanjut

18/04/2017: 07.00 WIB (Rawatan pertama)


S/ Anak masih terlihat sesak, berkurang dari sebelumnya, intake masuk cukup, toleransi
baik, edema belum berkurang, BAK cukup, diuresis :2,8 cc/kgBB/jam
O/ KU Kes Nadi Nafas Suhu TD
sedang Sadar 100x/ menit 34x/menit 37oC 120/80 mmHg
Mata : konjungtivatidak anemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra+/+
Thorax : retraksi tidak ada
Cor : bising sistolik grade 4/6, thrill (+)
Pulmo : bronkovesikuer, tidak ada rhonki dan wheezing

11
Abdomen : distensi tidak ada, hepar teraba 1-3/4: tumpul
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibia +/+
A/ CHF Fungsional Class II-III ec. PJR
PJR dengan AR, MR, Prolaps AML, PR, TR
P/ Terapi lanjut
Minum : kebutuhan cairan 70-85 cc/kgBB/hari = 1890-2295 cc/hari

19/04/2017: 07.00 WIB (Rawatan pertama)


S/ Anak masih terlihat sesak, tidak bertambah dari sebelumnya, tampak sembab pada
tungkai dan mata, perut tampak membuncit berkurang dari sebelumnya. Tidak ada
demam, kejang, mual, muntah, perdarahan. Intake masuk diberikan per oral, dengan
asupan minum dibatasi hanya 1,5 L/hari. BAK ada, julah cukup, diuresis: , BAB
biasa.
O/ KU Kes Nadi Nafas Suhu TD
sedang Sadar 108x/ menit 30x/menit 37oC 110/70 mmHg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra+/+
Thorax : retraksi tidak ada
Cor : bising sistolik grade 3/6
Pulmo : vesikuer, tidak ada rhonki dan wheezing
Abdomen : distensi tidak ada, hepar teraba3/4-2/4: tumpul
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibia +/+
A/ CHF Fungsional Class III-IV ec. PJR
PJR dengan AR, MR, Prolaps AML, PR, TR
P/ MB DJ 1800 kkal, Garam 1gr/hari
Minum maksimal 1,5L/hari
Furosemid 2x30 mg po
Spironolakton 2x25 mg po
Ramipril 1x2,5 mg po
Lactulac syr 2x1 cth
20/04/2017: 07.00 WIB (Rawatan pertama)
S/ Demam kejang tidak ada, sesak nafas tidak bertambah dari sebelumnya, sembab pada
tungkai sudah mulai berkurang, intake masuk baik, diuresis 2cc/kgBB/hari. BAB anak
biasa.
O/ KU Kes Nadi Nafas Suhu TD

12
sedang Sadar 110x/ menit 27x/menit 37oC 110/60 mmHg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thorax : retraksi tidak ada
Cor : bising sistolik grade 4/6, terjelas di apeks
Pulmo : vesikuer, tidak ada rhonki dan wheezing
Abdomen : distensi tidak ada, hepar teraba3/4-2/4: tumpul
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibia +/+
A/ CHF Fungsional Class I-II ec. PJR
PJR dengan AR, MR, Prolaps AML, PR, TR
P/ Lanjut terapi

20/04/2017: 07.00 WIB (Rawatan pertama)


S/ Demam kejang tidak ada, sesak nafas tidak bertambah dari sebelumnya, sembab pada
tungkai sudah mulai berkurang, intake masuk baik, diuresis 2,4cc/kgBB/hari. BAB
anak biasa.
O/ KU Kes Nadi Nafas Suhu TD
sedang Sadar 114x/ menit 25x/menit 37oC 100/60 mmHg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thorax : retraksi tidak ada
Cor : bising sistolik grade 4/6, terjelas di apeks
Pulmo : vesikuer, tidak ada rhonki dan wheezing
Abdomen : distensi tidak ada, hepar teraba3/4-2/4: tumpul
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibia +/+
A/ CHF Fungsional Class I-II ec. PJR
PJR dengan AR, MR, Prolaps AML, PR, TR
P/ Lanjut terapi

13
BAB III

ANALISIS KASUS

Telah dirawat seorang pasien anak perempuan usia 3 bulan di PICU RSUP Dr. M Djamil
Padang pada tanggal 30 September 2016 dengan diagnosis Aspirasi Pneumonia. Pasien
didiagnosis Aspirasi Pneumonia berdasarkan temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Pasien adalah anak ke 3 dari 3 bersaudara, lahir SC atas indikasi ibu PEB, lahir usia
gestasi 36-37 minggu dengan berat badan lahir yaitu 1900 gram, panjang badan lupa dan
langsung menangis saat lahir. Anak belum lengkap mendapat imunisasi dasar. Usia pasien
saat masuk RS adalah 3 bulan. Secara epidemiologi angka kejadian pneumonia tersering
menyerang pada anak usia dibawah lima tahun terutama di Asia Tenggara, salah satunya
Indonesia, pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah 5 tahun. 1,2 Hampir dua pertiga kasus kegagalan saluran pernapasan di
masa anak akan bermanifestasi pada tahun pertama kehidupan, setengahnya terjadi pada
neonatus. Tingginya insiden pada masa bayi dikaitkan dengan imaturitas struktur anatomi
saluran napas.7

Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa sesak napas tiba- tiba 2 jam sebelum
masuk rumah sakit, tidak menciut, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, dan makanan, dan
disertai kebiruan. Batuk sejak 1 hari sebelum masuk RS, berdahak, disertai pilek. Demam
sejak 12 jam sebelum masuk RS, tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, tidak berkeringat dan
tidak disertai kejang. Berdasarkan tinjauan pustaka, keluhan yang dialami pasien mengarah
pada pneumonia. Gejala klinis pada pneumonia bisa didahului infeksi saluran napas atas,
rinitis, batuk yang terjadi dalam beberapa hari, diikuti dengan timbulnya takipneu. Pada
pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya demam dengan suhu yang lebih rendah dari
pada yang disebabkan oleh bakteri. Pada infeksi yang berat bisa disertai sianosis dan
kelelahan pernafasan. Pada pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi, biasanya gejala terjadi
secara cepat, lebih berat, dan bertahan lama. Gejala klinis muncul dalam hitungan menit
hingga 1- 2 jam setelah terjadi aspirasi.1

14
Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, anak sadar.
Dari tanda vital didapatkan takipneu (68 kali/ menit), 158 kali/ menit dan suhu 38,6 oC,
tekanan darah 90/60 mmHg. Anak tampak kebiruan, konjunctiva anemis, terdapat nafas
cuping hidung. Pada inspeksi thorax tampak retraksi epigastrium dan retraksi intercostal.
Pada auskultasi didapatkan suara nafas bronkovesikular, melemah dan terdapat ronki basah
kasar dihemitorak dekstra superior. Anak dengan status gizi baik.
Pada pneumonia takipneu merupakan manifestasi klinis yang paling jelas pada
pneumonia.1 Untuk anak usia 2 hingga 12 bulan, batasan nafas cepat jika > 50 kali/menit.9
Pada pasien didapatkan frekuensi nafas 68 kali/ menit. Takipneu pada anak bisa disebabkan
oleh adanya infeksi, gangguan mekanis baik obstruksi ataupun restriksi dari saluran nafas,
kelainan pada jantung, dan penyebab lainnya. Berdasarkan tinjauan pustaka jalur ventilasi
kolateral baru terbentuk setelah usia 3 tahun sehingga bayi dan anak cenderung mudah
mengalami sesak akibat obstruksi jalan napas.7
Pneumonia menyebabkan elastisitas paru berkurang, sehingga ventilasi paru
menurun, untuk mengkompensasi keadaan ini otot pernapasan dipaksa bekerja lebih keras
untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen. Peningkatan usaha nafas akan diikuti
dengan retraksi interkostal, subcostal, suprasternal, nafas cuping hidung, dan sering juga
disertai dengan ikut sertanya otot- otot bantu pernafasan. Pada keadaan yang berat bisa
disertai dengan sianosis dan kelelahan pernafasan, terutama pada bayi. Pada pemeriksaan
fisik tanda yang ditemukan tergantung dari derajat pneumonia. Pada awal perjalanan
penyakitnya bisa didapatkan penurunan suara nafas, dan ronki pada paru yang terkena.1

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan anemia normositik normokrom,
leukopenia, peningkatan neutrofil batang, penurunan hematokrit dan peningkatan retikulosit,
hiperglikemia.
Anemia normositik normokrom ringan sering ditemukan dan biasanya disebabkan oleh
adanya penyakit kronik, infeksi, hemolisis, atau gangguan sumsum tulang. Jika retikulosit
meningkat, kemungkinan anemia disebabkan oleh proses hemolitik atau kehilangan darah.
Hemolisis bisa disebabkan oleh adanya infeksi. Pada pneumonia anemia juga dapat terjadi
karena pemecahan dari sel darah merah yang terkumpul dalam alveoli. Differential count
dengan kesan shift to the left dan I/T (Immature to Total neutrofil) rasio >2 memperihatkan

15
kemungkinan adanya infeksi akut. Pemeriksaan darah lengkap pada penderita pneumonia
biasanya menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat (lebih dari 10.000/mm3, kadang-
kadang mencapai 30.000/mm3), yang mengindikasikan adanya infeksi atau inflamasi. Tapi
pada 20% penderita tidak terdapat leukositosis.3
Pada pneumonia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam
batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15.000 40.000/mm3 dengan predominan PMN.
Leukopenia <5.000/mm3 menunjukkan prognosis yang buruk. Terkadang disertai dengan
anemia ringan dan LED yang meningkat. Leukopenia merupakan signal penting terhadap
ancaman sepsis.2
Hiperglikemi pada pasien ini merupakan stress hiperglikemia yang terjadi pada
keadaan kritis, dimana Hipotalamus Pituitary Adrenal teraktivasi dan melepaskan kortisol
dari kelenjer adrenal yang akan menyebabkan peningkatan glukagon yang berperan dalam
glukoneogenesis. Sitokin seperti TNF-a dan IL 1 secara independen dan sinergis juga
berperan dalam meningkatkan produksi glukosa di hati serta menginhibisi pelepasan insulin
(IL-1) dan menyebabkan resistensi insulin (TNF-a). Kondisi hiperglikemi merupakan
kompensasi terhadap stress tubuh dimana keadaan ini bersifat sementara dan dapat
menguntungkan karena menyediakan suplai glukosa untuk energi yang adekuat bagi organ-
organ tubuh.12
Pasien tergolong anak dengan sakit berat, dengan adanya takipneu dan retraksi
dinding dada maka diperlukan pemeriksaan AGD.2 Hasil AGD pasien pada tanggal
30/10/2016 jam 20.13 dengan kesan asidosis metabolik (pH rendah + HCO3 rendah),
hipoksemia dengan saturasi 75 %, hipokalemi, hipokalsemi.
Pemeriksaan analisa gas darah pada pasien pneumonia termasuk PaO 2, PaCO2, dan
saturasi oksigen dapat menunjukkan adanya hipoksemia. Kadar PaCO 2 dapat rendah dan
dapat terjadi asidosis metabolik.5 Muntah mengeluarkan asam dan akan menyebabkan
peningkatan kadar bikarbonat.11 Tapi pada pasien ini terjadinya muntah disangkal. Pada
pneumonia, parenkim paru mengalami peradangan sehingga cairan, eritrosit, leukosit, dan
sel- sel lain masuk ke dalam alveoli. Gangguan ventilasi, difusi, perfusi menyebabkan
hipoksemia. Penurunan konsentrasi oksigen didarah (terutama dalam rentang 30 mmHg 60
mmHg) merangsang kemoreseptor di badan karotis yang akan menjalarkan sinyal ke saraf
pusat pernafasan di otak untuk meningkatkan pernafasan.8 Alkalosis metabolik dapat
disebabkan karena hipoksemia, pada keadaan ini tatalaksana asidosis ditujukan pada penyakit
primernya yaitu oksigenasi.7

16
Hipokalemi dapat disebabkan oleh asupan yang rendah, pengeluaran kalium
berlebihan, kalium masuk kedalam sel.11 secara teori, pada keadaan asidosis akan terjadi
peningkatan sekresi K+ dari intraseluler ke ekstraseluler yang menyebabkan hiperkalemi.
Tetapi pada pasien ini terjadi hipokalemi dengan asidosis metabolik, hal ini mendukung
hipotesis terjadinya aspirasi cairan lambung yang menyebabkan pneumonia. Pada kondisi
kehilangan cairan lambung menyebabkan cairan ekstraseluler berkurang, keadaan ini akan
merangsang sekresi aldosteron melalui sistem renin angiotensin aldosteron. Aldosteron akan
merangsang eksresi K+ dan membantu mempertahankan hipokalemi.10

Pemeriksaan Rontgen Thorax


Pada pneumonia berat sebaiknya dilakukan pemeriksaan rontgen thorax. Di IGD
biasanya hanya meminta rontgen AP, karena ambilan lateral tidak meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas penegakan diagnosis pneumonia pada anak.2 Rontgen thorax AP pada pasien
ini diambil saat pasien masih di IGD dengan gambaran infiltrat luas di kedua lapangan paru,
terutama di hemitoraks dekstra kanan. Pada bayi paling sering lokasi pneumonia akibat
aspirasi di superior paru kanan, karena bronkus kanan lebih landai dari pada bronkus kiri.
Gambaran ini memperkuat diagnosis pneumonia pada pasien ini. Pada perjalanan penyakit
aspirasi pneumonia, 24- 48 jam selanjutnya akan terjadi peningkatan infiltrasi neutrofil pada
parenkim paru, pengelupasan mukosa, dan konsolidasi alveolus yang sering berhubungan
dengan peningkatan infiltrat pada rontgent thorax.1

Tatalaksana
Gangguan paru pneumonia merupakan salah satu indikasi penggunaan ventilator
mekanik.7 Pasien ditatalaksana dengan CPAP PEEP 6 FiO2 30 % dengan kanula nasal untuk
mengatasi sesak nafas, pengaturan PEEP digunakan untuk mempertahankan tekanan akhir
ekspirasi tetap di atas tekanan atmosfer agar sistem pernapasan berada pada dalam komplians
terbaik (perubahan tekanan terkecil untuk menghasilkan perubahan volume terbesar), CPAP
dihubungkan dengan kanula nasal.7 Tujuan pemberian oksigen dengan konsentrasi lebih 21 %
adalah meningkatkan tekanan oksigen alveolar, menurunkan usaha nafas yang diperlukan
untuk mempertahankan tekanan oksigen alveolar, menurunkan kerja miokardium yang
diperlukan untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri.
Diberikan larutan isotonis IVFD KaEN 1 B, anak dengan berat badan 4,8 kg diberikan
105 cc/kgBB/ hari (504 cc/ hari= 21 tetes/ menit), anak sementara dipuasakan untuk
mencegah aspirasi berulang yang akan memperparah penyakitnya. Infeksi biasanya bukan

17
menjadi penyebab awal kerusakan paru setelah aspirasi cairan lambung, aspirasi merusak
pertahanan paru, dan menjadi predisposisi timbulnya bacterial pneumonia sekunder.1
Sehingga pasien diterapi dengan Ampicilin 4 x 250 mg IV dan Gentamisin 2 x 12 mg IV,
dimana secara epidemiologi jenis pneumonia terbanyak adalah pneumonia tipikal yang
responsif terhadap beta laktam. Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan pedoman
pelayanan kesehatan anak di RS yang diterbitkan oleh WHO dan Kemenkes RI. Pasien
dirawat di PICU karena membutuhkan bantuan ventilasi mekanik, perawatan dan pemantauan
intensif.7

Follow up
30/09/2016 : 23.30
Sesak sudah mulai berkurang, sianosis sudah tidaka ada, tanda vital dalam batas
normal. Hasil AGD kedua pada tanggal 01/10 2016 jam 00.43 (setelah terpasang CPAP)
dengan kesan alkalosis respiratorik (pCO2<<) mix asidosis metabolik (HCO 3<<) dengan pH
normal, hiperoksemia dengan saturasi O2 99 %, hipokalemi, hipokalsemi.
Alkalosis respiratorik seringkali disebabkan oleh sindrom hiperventilasi, overventilasi pada
pasien dengan ventilasi meksnik, kelainan atau penyakit akibat sepsis.11 Hiperventilasi
menyebabkan peningkatan pengeluaran CO2 dari paru sehingga menurunkan pCO2 didarah.8
Eliminasi CO2 berlebihan menyebabkan alkalosis respiratorik.11 Pada pasien ini telah
terpasang CPAP dengan PEEP 6 FiO2 30 %, kemungkinan overventilasi dengan ventilasi
mekanik.

04/10/2016

Sesak sudah berkurang, retraksi interkostal tidak ada, retraksi epigastrium masih ada,
konjungtiva tidak anemis, anak menunjukkan perbaikan. Hasil AGD dalam batas normal.

18
DAFTAR PUSTAKA

19

Anda mungkin juga menyukai