Anda di halaman 1dari 44

PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV/

AIDS PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS)


DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA MULYA JAYA
JAKARTA TIMUR TAHUN 2015

Oleh :

NAMA : MIYATUN
NPM : 140510061

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
TAHUN 2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi

permasalahan kesehatan secara global. Dari tahun ke tahun insiden PMS semakin meningkat,

terbukti dari data yang diperoleh terlihat setiap tahun tidak kurang dari 250 kasus baru

ditemukan dan dari jumlah tersebut 30-50% merupakan penyakit-penyakit yang tergolong

PMS. Peningkatan insiden tersebut secara tidak langsung juga terjadi karena semakin

banyaknya kelompok perilaku-perilaku beresiko tinggi seperti Wanita Penjaja Seks (WPS)

(Setyawan, 2006).
PMS sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia,

baik di negara maju maupun di negara berkembang. Seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35

juta orang hidup dengan HIV positif yang meliputi 16 juta dewasa dan 3,2 juta anak < 15

tahun, jumlah infeksi HIV baru pada tahun 2013 sebanyak 2,1 juta, jumlah kematian AIDS

sebanyak 1,5 juta penduduk.(Ditjen PP dan PL,Kemenkes RI, 2014). Tingginya prevalensi

maupun insidens infeksi penyakit menular seksual tersebut berkaitan dengan praktek perilaku

pencegahan IMS dan HIV/AIDS yang masih sangat rendah, seperti rendahnya angka

penggunaan kondom pada seks berisiko, cukup tingginya angka berganti pasangan.

Sebanyak 14.793 penularan terjadi melalui hubungan heteroseksual (Ditjen PP dan PL,

Kemenkes RI, 2014)


PMS termasuk infeksi HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia

termasuk Indonesia. Diperkirakan pada saat ini terdapat sekitar 250 juta atau lebih penderita

infeksi PMS yang meliputi penyakit sifilis, herpes genetalis, gonore, HIV/AIDS dan lain-lain

terjadi diseluruh dunia setiap tahun dan jumlah tersebut menurut analisis terakhir WHO akan
semakin meningkat dari waktu ke waktu. HIV/AIDS mrupakan penyakit menular yang

disebabkan oleh infeksi Human immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan

tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh,

sehingga sangat mudah terinfeksi berbagai macam infeksi lain.


Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang diwilayah Asia yang telah

digolongkan menjadi Negara dengan tingkat epidemik yang terkonsentrasi atau concentrated

level epidemic (CLE) karena memiliki kantong-kantong epidemic dengan prevalensi lebih

dari 5 % pada subpopulasi berisiko terinfeksi HIV seperti Wanita Penjaja Seks, narapidana,

pengguna narkoba jarum suntik, donor darah dan ibu hamil. Peningkatan jumlah penderita

terinfeksi HIV berbanding lurus dengan jumlah CLE disuatu wilayah (Setyoadi, 2012).
Di Indonesia, HIV/AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1987 di Provinsi Bali.

Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai saat ini (September 2014) kasus HIV AIDS

tersebar di 386 (77,5%) dari 498 kabupaten kota diseluruh provinsi di Indonesia. Berbagai

upaya penanggulangan sudah dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan berbagai

lembaga didalam dan luar negeri. (Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, 2014). Jumlah kasus

HIV sejak tahun 1987 sampai dengan September 2014 mencapai 150.296 orang, dan kasus

AIDS 55.799 orang. Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak

859 kasus, tahun 2006 (7.195), tahun 2007 (6.048), tahun 2008 (10.362), tahun 2009 (9.739),

tahun 2010 (21.591), tahun 2011 (21.031) , tahun 2012 (21.511 kasus), tahun 2013 (29.037)

terlihat tampak adanya peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. (Ditjen PP dan

PL,Kemenkes RI, 2014)


Situasi epidemi HIV dan AIDS yang ada menunjukkan bahwa DKI Jakarta merupakan

provinsi dengan angka estimasi kelompok risiko tinggi tertular HIV tertinggi, dengan rerata

estimasi jumlah orang dewasa berisiko tinggi terinfeksi HIV sebesar 854.340 dan tingkat

prevalensi HIV 3,24/100. Jumlah estimasi orang dengan HIV dan AIDS sejumlah 27.670.
Jumlah ODHA yang dilaporkan sebanyak 2.565 kasus (Komisi Penanggulangan HIV AIDS

Prov. DKI Jakarta). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2012, pada

tahun 2012 tercatat jumlah kasus baru HIV yaitu sebesar 3.510 kasus HIV, 2.461 kasus HIV

pada laki-laki, dan 1.049 kasus HIV pada perempuan. Kota Administrasi Jakarta Pusat

merupakan wilayah dengan kasus HIV tertinggi, 661 kasus pada laki-laki dan 246 kasus pada

perempuan.(Laporan Program HIV/AIDS Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2012)


Jumlah kasus baru AIDS berdasarkan data laporan program HIV AIDS di Provinsi DKI

Jakarta tahun 2012 yaitu sebanyak 869 kasus. Menurut wilayah, Jakarta Timur merupakan

kota administrasi dengan penemuan kasus baru AIDS tertinggi pada tahun 2012, yaitu

sebesar 240 kasus, diikuti oleh Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat yang masing-masing sebesar

199 dan 196 kasus baru AIDS. Secara Nasional, Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi

dengan jumlah kasus baru AIDS tertinggi pada tahun 2012, kemudian diikuti oleh Papua dan

Jawa Timur. (Laporan Program HIV/AIDS Provinsi DKI Jakarta, 2012)


PMS merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui

hubungan kelamin. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa jamur, virus dan parasit.

Yang termasuk kelompok PMS adalah gonorhoe, sifilis, ulkus molle, kondiloma akuminata,

herpes genetalis dan HIV/AIDS. PMS dapat disebabkan oleh kuman yang berbeda, namun

sering memberikan keluhan dan gejala yang sama, contohnya cairan nanah yang keluar dari

saluran kencing laki-laki atau dari liang senggama perempuan, dan borok pada kelamin,

merupakan keluhan sekaligus gejala PMS yang umum dijumpai (Widiastuti, 2009).
Berdasarkan data tersebut dibutuhkan perhatian khusus dari semua sektor khusus nya

sektor kesehatan agar jumlah kasus baru HIV AIDS dapat ditekan dan diturunkan. Jumlah

kematian akibat AIDS pada tahun 2012 di Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 290 kematian.

Kecenderungan meningkatnya penyebaran penyakit kelamin ini akibat perilaku seksual yang

berganti-ganti pasangan, berkorelasi pula dengan kecenderungan semakin meningkatnya


angka WPS (Wanita Penjaja Seks) yang tertular PMS dan HIV AIDS, setelah ditutupnya

lokalisasi dan sulitnya pemerintah melakukan control karena tidak ada lagi kewenangan.

Dilain pihak hubungan seksual pra nikah cukup tinggi, sehingga penularan PMS dari para

WPS tersebut akan dengan cepat meningkatkan jumlah penderita. Pada dekade terakhir ini,

insidens PMS diberbagai negara di seluruh dunia mengalami peningkatan yang cukup cepat.

Peningkatan insidens PMS dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan demografik,

fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan dan pendidikan

seksual kurang tersebar luas, kontrol PMS belum dapat berjalan baik serta adanya perubahan

sikap dan perilaku (Daili, 2004).


WPS adalah suatu pekerjaan atau profesi dengan melacurkan diri, penjualan diri dengan

jalan memperjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk

memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran. Sebagian besar dengan alasan

komersial mereka siap melakukan apa saja untuk kepuasan pelanggan sampai pada perilaku

seks yang tidak sehat, sehingga kelompok ini beresiko untuk terkena PMS (Kartono, 2003).

WPS lebih berisiko menimbulkan PMS karena mereka sering bertukar pasangan seks.

Semakin banyak jumlah pasangan seksnya semakin besar kesempatan terinfeksi PMS dan

menularkan ke orang lain. Walaupun PMS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

organisme, namun ternyata dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh pola perilaku dan

gaya hidup seseorang (Smeltzer, 2002)


Seseorang yang memutuskan menjadi WPS sebenarnya bukan tujuan dalam mencari

nafkah, melainkan sebagai salah satu dari upaya untuk mencapai tujuan lain yang lebih utama

karena mereka tak pernah bercita-cita menjalani profesi sebagai WPS. Terjunnya seorang

perempuan menjadi WPS dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Menurut Kartono, faktor

utama yang mendorong seseorang berprofesi sebagai WPS adalah faktor keterbatasan
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Selain itu ada juga WPS yang

beranggapan dengan menjadi WPS cepat menghasilkan uang, tidak memiliki ketrampilan

kerja lain, faktor psikologi misalnya patah hati, balas dendam, dipaksa untuk menikah dan

ada juga tidak tahu kalau di jebloskan ke dalam pekerjaan seksual (Lestari, 2002).
Kasus PMS pada WPS cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil

estimasi tahun 2006 di Indonesia menunjukkan bahwa WPS sebesar 221.000 orang dan

pelanggan 3.160.000 orang dengan prevalensi PMS sangat tinggi di wilayah Bandung yaitu :

gonoroe 37,4%, klamidia 34,5%, dan sifilis 25,2%. Selanjutnya diikuti kota Surabaya yaitu :

klamidia 33,7%, sifilis 28,8%, dan gonoroe 19,8%. Lalu kota Jakarta yaitu : gonoroe 29,8%,

sifilis 25,2% dan klamidia 22,7% dan Medan 5,3% klamidia dan 2,4% sifilis (Adhitama,

2008).
Berdasarkan penelitian ILO-IPEC (International Labour Organitation International

Program on The Elimination of Child Labour) tahun 2003 di Indonesia tercatat 21.000

remaja putri menjadi WPS, sangat sedikit dari remaja putri tersebut yang sadar akan risiko

yang harus mereka hadapi, tidak saja berupa kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi,

terinfeksi penyakit menular seksual tapi juga berpeluang terpapar virus HIV/AIDS.

Perempuan sangat rentan terkena HIV/AIDS, bahkan remaja putri mempunyai kemungkinan

lima kali lebih banyak terkena kasus HIV dari pada laki-laki (Lestari,2002).
Walaupun telah ada kemajuan dalam perawatan infeksi HIV dan AIDS , tetapi virus ini

sampai sekarang masih menjadi isu kesehatan publik didalam komunitas diseluruh dunia,

pencegahan, deteksi dini dan perawatan agresif merupakan aspek yang penting dalam

penanganan klien dengan infeksi HIV dan AIDS (Smeltzer & Bare,2002).
Sampai saat ini, cara penularan PMS termasuk HIV yang paling utama melalui hubungan

seksual lain jenis atau heteroseksual. Perilaku seksual beresiko meningkatkan penyebaran

penyakit ini. WPS merupakan salah satu kelompok resiko tertular dan menularkan PMS
termasuk HIV. Penyakit menular seksual merupakan penyakit yang sangat mengganggu

kesehatan reproduksi seseorang. Upaya pencegahan penularan sudah dilakukan, diantaranya

penyuluhan tentang penularan, pengobatan dan strategi pencegahan PMS termasuk HIV.

Penggunaan kondom secara konsisten pada hubungan seksual beresiko merupakan salah satu

strategi pencegahan yang menjadi pilihan terbaik untuk mencegah penularan PMS dan HIV

pada WPS dan pelanggannya. Meskipun pengetahuan WPS tentang PMS termasuk HIV dan

cara pencegahannya sudah baik, tetapi penggunaan kondom pada WPS masih rendah.

Rendahnya penggunaan kondom pada WPS diperparah dengan ketidak konsistenan

pemakaian kondom WPS. Penggunaan kondom pada hubungan seksual beresiko merupakan

salah satu strategi pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan PMS dan

HIV pada kelompok beresiko termasuk kepada WPS dan pelanggannya. Bagaimanapun WPS

juga perempuan yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Meningkatkan kesadaran

penggunaan kondom pada WPS terbukti dapat menurunkan penularan PMS dan HIV (KPAN,

2010; WHO, 2004).


Perilaku penggunaan kondom di DKI Jakarta masih sangat rendah padahal penggunaan

kondom adalah salah satu cara yang paling efektif dalam pencegahan penularan PMS dan

HIV AIDS. Berdasarkan data Strategi dan Rencana Aksi Penanggulangan HIV AIDS

Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 Pemakaian kondom pada kelompok berperilaku risiko tinggi

masih sangat rendah yaitu berkisar antara 8 persen sampai 23 persen.(KPAP, 2013).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS pada WPS di

Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya masih rendah yaitu 67% berperilaku kurang baik
Oleh karena itu peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang Perilaku

Pencegahan Penyakit Menular Seksual Dan HIV/ AIDS Pada Wanita Wanita Penjaja

Seks Di Panti Sosial Karya Wanita Mulia Jaya Jakarta Timur Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Tingginya prevalensi maupun insidens HIV AIDS Di wilayah DKI Jakarta yaitu 854.340

dan tingkat prevalensi HIV 3,24/100. Jumlah estimasi orang dengan HIV dan AIDS sejumlah

27.670 dan rendahnya angka penggunaan kondom pada seks berisiko yaitu hanya 8 -23

persen, dan masih rendahnya perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS di Panti Sosial Karya

Wanita Mulya Jaya yaitu 67% berperilaku kurang baik.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan distribusi frekuensi perilaku pencegahan PMS

dan HIV AIDS dan faktor faktor yang mempengaruhinya di Panti Sosial Karya Wanita

Mulya Jaya Jakarta Timur Tahun 2015


2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan distribusi frekuensi perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS pada WPS

di Panti Sosial Karya Wanita Mulia Jaya Jakarta Timur Tahun 2015.
b. Menjelaskan distribusi frekuensi umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, ketersediaan

fasilitas kesehatan, ketersediaan kondom, keterpaparan informasi, dukungan tenaga

kesehatan dan persepsi ancaman terhadap PMS dan HIV AIDS.


c. Menjelaskan hubungan antara umur dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS

pada WPS di Panti Sosial Karya Wanita Mulia Jaya Jakarta Timur Tahun 2015.
d. Menjelaskan hubungan antara pendidikan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV

AIDS WPS di Panti Sosial Karya Wanita Mulia Jaya Jakarta Timur Tahun 2015.
e. Menjelaskan hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan PMS dan

HIV AIDS WPS di Panti Sosial Karya Wanita Mulia Jaya Jakarta Timur Tahun 2015.
f. Menjelaskan hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS

WPS di Panti Sosial Karya Wanita Mulia Jaya Jakarta Timur Tahun 2015.
g. Menjelaskan hubungan antara ketersediaan fasilitas kesehatan dengan perilaku

pencegahan PMS dan HIV AIDS WPS di Panti Sosial Karya Wanita Mulia Jaya

Jakarta Timur Tahun 2015.


h. Menjelaskan hubungan antara sarana (kondom) dengan perilaku pencegahan PMS

dan HIV AIDS WPS di Panti Sosial Karya Wanita Mulia Jaya Jakarta Timur Tahun

2015.
i. Menjelaskan hubungan antara keterpaparan informasi dengan perilaku pencegahan

PMS dan HIV AIDS WPS di Panti Sosial Karya Wanita Mulia Jaya Jakarta Timur

Tahun 2015.
j. Menjelaskan hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan perilaku pencegahan

PMS dan HIV AIDS WPS di Panti Sosial Karya Wanita Mulia Jaya Jakarta Timur

Tahun 2015
k. Menjelaskan hubungan antara persepsi ancaman/kerentanan terhadap PMS dan HIV

AIDS dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS WPS di Panti Sosial Karya

Wanita Mulia Jaya Jakarta Timur Tahun 2015


l. Menjelaskan variabel yang paling dominan mempengaruhi perilaku pencegahan PMS

dan HIV AIDS.

D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
a. Dapat digunakan sebagai pertimbangan atau masukan untuk menambah wawasan

tentang perilaku terhadap pencegahan penyakit menular seksual dah HIV AIDS
b. Sebagai bahan acuan untuk penelitian yang akan datang
2. Praktis
a. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Provinsi DKI

Jakarta dan KPAD (Komisi Penanggulangan AIDS Daerah) dalam mengambil

kebijakan dalam upaya pencegahan dan pemutusan mata rantai penularan penyakit

menular seksual khususnya penyakit menular seksual dan HIV.


b. Sebagai tambahan referensi penelitian di bidang kesehatan.
E. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku pencegahan PMS dan HIV

AIDS dan determinannya pada Wanita Penjaja Seks di Panti Sosial Karya Wanita Mulia
Jaya Jakarta Timur Tahun 2015. Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan

desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan karena masih tingginya angka kerjadian

HIV AIDS di wilayah Jakarta dan WPS merupakan kelompok masyarakat yang berisiko

tinggi terkena penyakit menular seksual dan HIV AIDS.

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan

dilakukan (Notoatmodjo, 2012).


Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan kerangka model Green

(1980) , health belief model dan teori Anderson tentang perilaku kesehatan. Variabel

diteliti berdasarkan kerangka teori adalah Variabel bebas yaitu Pengetahuan, Sikap,

sarana, prasarana dan keterpaparan informasi diambil dari teori L Green, selanjutnya

persepsi terhadap PMS diambil dari teori Health Belief Model, variabel berikutnya adalah

usia dan pendidikan diambil dari teori Anderson. Varibel variable tersebut diambil

dikarenakan berdasarkan penelitian yang relevan sebelumnya variable tersebut memiliki

hubungan yang signifikan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS
Variabel-variabel yang akan penulis teliti digambarkan dalam kerangka konsep

sebagai berikut

1. Umur
2. Pendidikan
3. Pengetahuan
4. Sikap
Variabel Independent
5. Sarana (ketersediaan Variabel Dependent
fasilitas kesehatan)
6. Prasarana(Ketersedia
an kondom)
7. Keterpaparan
informasi
8. Dukungan petugas
kesehatan
9. Persepsi ancaman/ Perilaku
kerentanan terhadap Pencegahan PMS
PMS dan HIV AIDS dan HIV AIDS
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

B. Definisi Operasional
Definsi operasional adalah batasan-batasan yang diamati dan diteliti untuk

mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel bersangkutan serta

pengembangan instrumen atau alat ukur (Notoatmodjo, 2012)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi
No Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variabel
Dependen
1 Perilaku Kuesioner Angket, dengan cara Skor total : 72 Ordinal
Tindakan atau 0 =Baik , jika
pencegahan mengisi kuesioner
praktek yang skor responden
PMS dan HIV yang terdiri dari 18
dilakukan PSK > median (54)
AIDS pernyataan, masing-
mengenai 1=Kurang, jika
masing memiliki 4
praktik skor responden
pilihan jawaban
pencegahan < median (54)
diantaranya:
PMS dan HIV
Selalu,kadang-
AIDS berupa
kadang, jarang, tidak
penggunaan
pernah.
kondom,dll Setiap jawaban akan
diberi skor 1-4 untuk
item yang
menggambar perilaku
pencegahan PMS dan
HIV AIDS
Definisi
No Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variabel Kategori ;
Independen
2 Umur Lama hidup Kuesioner Angket 0. Dewasa Ordinal
responden dari (>18 Tahun)
sejak lahir 1.Remaja (18
sampai pada Tahun)
saat diadakan
penelitian
3 Pendidikan Jenjang Study Kuesioner Angket 1. .>SMA Ordinal
yang ditempuh (Tinggi)
1. <SMA
sesuai dengan
(Rendah)
keterangan
responden saat
penelitian
4 Pengetahuan Hal-hal yang Kuesioner Angket dengan cara Kategori Ordinal
diketahui/ mengisi kuesioner Skor total : 14
0 =Baik , jika
pemahaman yang terdiri dari 14
skor responden
responden pertanyaan, setiap
> median
tentang jawaban benar diberi
(7,19)
pencegahan nilai 1 dan jawaban
1=Kurang, jika
PMS dan HIV salah diberi nilai 0
skor responden
AIDS
< median
(7,19)

Definisi
No Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
5 Sikap Tanggapan Kuesioner Angket dengan cara Kategori Ordinal
responden mengisi kuesioner Skor total : 96
0 =Baik , jika
dalam bentuk yang terdiri dari 24
skor responden
pernyataan pertanyaan masing-
> median (70)
setuju atau masing memiliki 4
1=Kurang, jika
tidaknya pilihan yaitu
skor responden
terhadap Favourable
< median (70)
praktik 4 : Sangat setuju
pencegahan 3 : Setuju
PMS dan HIV 2 : tidak setuju
AIDS 1 sangat tidak setuju
Unfavourable
1 : Sangat setuju
2 : Setuju
3 : tidak setuju
4 : sangat tidak setuju

6 Ketersediaan Jawaban Kuesioner Angket dengan cara Skor total : 5 Ordinal


0 =Tersedia ,
fasilitas responden mengisi kuesioner
kesehatan mengenai yang terdiri dari 5 jika skor
(Sarana) apakah pertanyaan dengan responden >
tersedianya skor 0-1 median (3,70)
1=Kurang
fasilitas
tersedia, , jika
kesehatan yang
skor responden
mendukung
< median
untuk
(3,70)
terjadinya
perilaku
pencegahan
Definisi
No Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
7 Ketersediaan Tersedia atau Kuesioner Angket dengan cara Skor total : Ordinal
kondom tidaknya mengisi kuesiner 10
0 =Tersedia ,
(Prasarana) kondom, yang terdiri dari 8
jika skor
dilokasi tempat pertanyaan
responden >
PSK bekerja pertanyaan point a
median (6)
diberi nilai 1-4 dan
1= kurang
pertanyaan point b
tersedia, , jika
diberi nilai 0-1
skor responden
< median (6)

8 Keterpaparan Pernyataan Kuesioner Angket dengan cara Skor total 15 Ordinal


informasi responden mengisi kuesioner 1. Terpapar,
terhadap yang terdiri dari 15 jika skor
pernah atau pertanyaan dengan responden
tidaknya pilihan jawaban Ya : > median
mendapatkan 1, Tidak : 0 (11)
2. Tidak
informasi
terpapar
tentang PMS
jika skor
dan HIV AIDS
responden
< median
(11)
9 Dukungan Pernyataan Kuesioner Angket dengan cara Kategori Ordinal
Tenaga responden mengisi kuesioner Skor total :5
0 =mendukung
kesehatan tentang ada yang terdiri dari 5
, jika skor
tidaknya pertanyaan dengan
responden >
keterlibatan pilihan jawaban Ya :
median (3,47)
tenaga 1, Tidak : 0
1=Tidak
kesehatan
mendukung, ,
dalam
jika skor
penyediaan
responden <
kondom,dan
median (3,47)
memberikan
informasi
mengenai
penggunaan
kondom dan
praktik
pencegahan
PMS lainnya
10 Persepsi Persepsi Kuesioner Angket dengan cara Skor total : Ordinal
ancaman / responden mengisi kuesinor 40
1. Mengancam
kerentanan terhadap yang terdiri dari 10
jika skor
terhadap PMS adanya pertanyaan masing-
responden >
dan HIV ancaman atau masing memiliki 4
median (31)
AIDS kerentanan pilihan yaitu
2. Tidak
terhadap PMS 4 : Sangat setuju
mengancam
3 : Setuju
jika skor
2 : tidak setuju
responden<
1 sangat tidak setuju
median (31)
C. Hipotesis

Hasil suatu penelitian pada hakikatnya adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian

yang telah dirumuskan didalam perencanaan penelitian. Adapun hipotesis dalam

penelitian ini adalah:


m. Umur berhubungan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS pada pekerja

seks komersial pada PSK di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Timur

Tahun 2015
n. Pendidikan berhubungan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS pada

pekerja seks komersial pada PSK di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta

Timur Tahun 2015


o. Pengetahuan berhubungan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS pada

pekerja seks komersial pada PSK di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta

Timur Tahun 2015.


p. Sikap berhubungan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS pada pekerja

seks komersial pada PSK di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Timur

Tahun 2015
q. Ketersediaan pelayanan kesehatan berhubungan dengan perilaku pencegahan PMS

dan HIV AIDS pada pekerja seks komersial pada PSK di Panti Sosial Karya Wanita

Mulya Jaya Jakarta Timur Tahun 2015


r. Ketersediaa kondom berhubungan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS

pada pekerja seks komersial pada PSK di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya

Jakarta Timur Tahun 2015


s. Keterpaparan informasi berhubungan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV

AIDS pada pekerja seks komersial pada PSK di Panti Sosial Karya Wanita Mulya

Jaya Jakarta Timur Tahun 2015


t. Dukungan tenaga kesehatan berhubungan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV

AIDS pada pekerja seks komersial pada PSK di Panti Sosial Karya Wanita Mulya

Jaya Jakarta Timur Tahun 2015


u. Persepsi ancaman terhadap PMS berhubungan dengan perilaku pencegahan PMS dan

HIV AIDS pada pekerja seks komersial pada PSK di Panti Sosial Karya Wanita

Mulya Jaya Jakarta Timur Tahun 2015

BAB III
HASIL PENELITIAN

A. Hasil Analisis Univariat


Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan masing-masing
variabel yang di teliti baik variabel independent maupun variabel dependent dan analisis ini
merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam melakukan analisis data dalam suatu
penelitian.
Dalam analisis univariat ini yang menjadi variabel dependent adalah Perilaku Pencegahan
PMS dan HIV AIDS dan variabel independent terdiri dari umur, pendidikan, pengetahuan,
sikap, sarana (ketersediaan pelayanan kesehatan), prasarana(Ketersediaan kondom), peran
petugas kesehatan, keterpaparan informasi, persepsi ancaman/ kerentanan terhadap PMS dan
HIV AIDS
Adapun gambaran hasil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Frekuensi Perilaku Pencegahan PMS dan HIV AIDS


Berdasarkan hasil pengolahan data dari 18 pertanyaan variabel perilaku
pencegahan PMS dan HIV AIDS didapatkan nilai mean 54, median 53, standar deviasi
4,112, skewness 0,526, std error skewness 0,361, minimum 46 dan maksmum 64.
Kategori baik jika 54 (mean) dan kurang < 54 (mean)
Tabel 5.1 A
Distribusi Frekuensi Perilaku Pencegahan PMS dan HIV AIDS Pada WPS di
Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Tahun 2015

Perilaku Pencegahan Frekuensi (n) Persentase (%)


PMS dan HIV AIDS
Baik 17 39,5
Kurang 26 60,5
Total 43 100

Berdasarkan tabel 5.1 A diketahui WPS yang memiliki perilaku pencegahan PMS
dan HIV AIDS baik adalah 17 orang ( 39,5 %) dan WPS yang memiliki perilaku
pencegahan PMS dan HIV AIDS kurang sebanyak 26 orang (60,5 %)

Tabel 5.1 B
Jawaban Responden tentang perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS
N Pertanyaan Proporsi Propors
O Selalu/ i
Kadang- Jarang/
kadang tidak
pernah
1 Membawa kondom saat akan berhubungan seksual 81,4% 18,6
2 Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual 74,42% 25,58%
dengan siapapun
3 Menolak hubungan seksual dengan pelanggan yang terlihat 67,44% 32,56%
kotor dan teraba panas atau ada tanda-tanda sakit kelamin
4 Menggunakan kondom secara benar sesuai dengan aturan 83,72% 16,28%
pakai agar dapat berfungsi dengan baik
5 Memeriksa kelayakan kondom terlebih dahulu sebelum 76,74% 23,26%
digunakan
6 Pelanggan selalu menggunakan kondom untuk mencegah 86,05% 13,95%
tertularnya PMS dan HIV
7 Hanya mau berhubungan seksual dengan pelanggan yang 86,05% 13,95%
mau menggunakan kondom saat berhubungan seksual
8 Tergiur dengan bayaran lebih untuk melayani pelanggan 11,63% 88,37%
yang tidak mau menggunakan kondom
9 Rutin melakukan vaginal doucing (gurah vagina) 23,26% 76,74%
menggunakan alat
10 Menggunakan sabun pembersih vagina saat membersihkan 67,44% 32,56%
vagina Anda
11 Menggunakan air rebusan daun sirih saat mencuci vagina 74,42% 25,58%
12 Mengunakan odol atau minyak wangi saat membersihkan 13,95% 86,05%
vagina
13 Menggunakan sabun pembersih vagina sebelum melakukan 62,79% 37,21%
hubungan seksual
14 Menggunakan sabun pembersih vagina setelah melakukan 88,37% 11,63%
hubungan seksual
15 Mencuci vagina menggunakan air rebusan daun sirih 81,4% 18,6%
sebelum melakukan hubungan seksual
16 Mencuci vagina menggunakan air rebusan daun sirih setelah 81,4% 18,6%
melakukan hubungan seksual
17 Mengunakan odol atau minyak wangi membersihkan vagina 16,28% 83,72%
sebelum melakukan hubungan seksual
18 Mengunakan odol atau minyak wangi membersihkan vagina 16,28% 83,72%
setelah melakukan hubungan seksual

Berdasarkan tabel 5.1B didapatkan bahwa responden yang berperilaku kurang


dari hasil analisis pertanyaan didapatkan bahwa 32,56 % tidak pernah / jarang menolak
pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom, 32,56% responden tidak
pernah/jarang membersihkan daerah vagina dengan sabun dan 25,58 % responden
jarang atau bahkan tidak pernah menggunakan kondom saat berhubungan seksual

2. Frekuensi Umur Responden


Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Umur Responden di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya
Tahun 2015

Umur Frekuensi (n) Persentase (%)


Dewasa 33 76,7
Remaja 10 23,3

Total 43 100

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui WPS yang memiliki umur kategori dewasa
sebanyak 33 orang (76,7%) dan yang memiliki umur kategori remaja sebanyak 10
orang (23,3%). Umur termuda adalah 15 tahun dan umur tertua adalah 56 tahun.

3. Frekuensi Pendidikan Responden


Tabel 5.3 Distribusi
Frekuensi Pendidikan Responden di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya
Tahun 2015

Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)


Tinggi ( SMA) 11 25,6
Rendah (<SMA) 32 74,4
Total 43 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui WPS yang berpendidikan tinggi sebanyak 11 orang
(25,6%) dan yang berpendidikan rendah sebanyak 32 orang (74,4%)

4. Frekuensi Pengetahuan Responden


Berdasarkan hasil pengolahan data dari 14 pertanyaan variabel pengetahuan PMS
dan HIV AIDS didapatkan nilai mean 7,19, median 7, standar deviasi 2,432, skewness
0,533, std error skewness 0,361, minimum 2 dan maksmum 13. Kategori baik jika
7,19 (mean) dan kurang < 7,19 (mean)

Tabel 5.4 Distribusi

Frekuensi Pengetahuan Responden di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya


Tahun 2015

Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)


Baik 14 32,6
Kurang 29
67,4
Total 43 100

Berdasarkan tabel 5.4A diketahui WPS yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 14
orang (32,6 %) dan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 29 (67,4% )

Tabel 5.4 B
Jawaban Responden tentang pengetahuan PMS dan HIV AIDS
N Pertanyaan Proporsi Proporsi
O Benar Salah
1 Pengertian penyakit kelamin 83,72% 16,28%
2 PMS yang disebabkan oleh virus 51,16% 48,84%
3 Tanda dan gejala Gonnore 65,12% 34,88%
4 Penyakit akibat virus HIV 46,51% 53,49%
5 Masa terjadinya sifilis 58,14% 41,86%
6 Virus herpes simpleks menyerang pada daerah mana 18,6% 81,4%
7 Bahan uji untuk pemeriksaan gonore 23,26% 76,74%
8 PMS yang disebabkan oleh jamur 37,21% 62,79%
9 Tanda dan gejala herpes simpleks 41,86% 58,14%
10 Cara penularan PMS dan HIV AIDS 34,88% 65,12%
11 Kegunaan kondom 44,19% 55,81%
12 Cara masuknya virus HIV 37,21% 62,79%
13 Cara mencegah PMS dah HIV 60,47% 39,53%
14 Perilaku yang berisiko PMS 55,81% 44,19%

Berdasarkan tabel 5.4 B didapatkan hasil bahwa pertanyaan no 6 mengenai virus herpes simpleks
adalah pertanyaan dengan proporsi jawaban benar paling rendah yaitu hanya 18,6% yang
menjawab benar, skor tertinggi yaitu pada pertanyaan no 1 mengenai pengertian penyakit
kelamin yaitu 83,72% responden yang menjawab benar.

5. Frekuensi Sikap Responden


Berdasarkan hasil pengolahan data dari 24 pertanyaan variabel sikap terhadap
pencegahan PMS dan HIV AIDS didapatkan nilai mean 70, median 69, standar deviasi
4,639, skewness -0.218, std error skewness 0,361, minimum 56 dan maksmum 80.
Kategori baik jika 70 (mean) dan kurang < 70 (mean)

Tabel 5.5 A
Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya
Tahun 2015

Sikap Frekuensi (n) Persentase (%)


Baik 21 48,8
Kurang 22 51,2
Total 43 100

Berdasarkan tabel 5.5A diketahui WPS yang memiliki sikap baik sebanyak 21 orang
(48,8%) dan yang memiliki sikap kurang sebanyak 22 orang (51,2% )

Tabel 5.5 B
Jawaban responden tentang sikap terhadap pencegahan
PMS dan HIV AIDS
No Proporsi Proporsi
Pernyataan Setuju Tidak
setuju
1 Memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual 100% 0%
adalah tanda kepedulian saya terhadap kesehatan diri
2 Kondom sangat tidak nyaman dipakai 0% 100%
3 Kondom mengurangi kenikmatan saat hubungan seks 0% 100%
4 Saya yakin bahwa memakai kondom dapat mencegah 95,3% 4,7%
penularan PMS dan HIV AIDS melalui hubungan
seksual
5 Sebelum menggunakan kondom sebaiknya memeriksa 79,1% 20,9%
segel kemasan dan tanggal kadaluarsa untuk
memastikan kondom dalam keadaan baik
6 Saya merasa aman jika melakukan hubungan seks 58,1% 41,9%
menggunkan kondom
7 Saya tidak akan melayani pelanggan jika berhubungan 67,4% 32,6%
seks tidak menggunakan kondom walaupun dibayar
lebih
8 Saya dan pasangan saya cukup repot jika 44,2% 55,8%
menggunakan kondom saat hubungan seks
9 Memakai kondom saat hubungan seks tidak ada 37,2% 62,8%
gunanya bagi saya
10 Dalam melayani hubungan seks dengan suami 86% 14%
/pacar/pelanggan saya akan memintanya memakai
kondom
11 Saya memilih bilas vagina dari pada memakai 25,6% 74,4%
kondom saat berhubungan seks untuk mencegan
penularan HIV dan PMS
12 Saya takut ditolak pelanggan jika memintanya 34,9% 65,1%
memakai kondom
13 Kondom digunakan dari awal sampai akhir hubungan 51,2% 48,8%
seks
14 Saya tidak perlu menggunakan kondom saat 46,5% 53,5%
berhubungan seks dengan suami / pacar saya
15 Kondom yang paling nyaman adalah kondom yang 37,2% 62,8%
palng tipis

16 Setiap berhubungan seks saya memakai kondom untuk 46,5% 53,5%


mencegah penularan penyakit kelamin dan HIV AIDS
17 Kondom dipasang saat akan ejakulasi 37% 63%
18 Kondom harus digunakan lengkap disepanjang penis 60,5% 39,5%
19 Membeli kondom merupakan hal yang memalukan 73.2% 26,8%
bagi saya
20 Dalam melayani pelanggan yang tidak tetap saya akan 86% 14%
memintanya memakai kondom
21 Saya memakai kondom saat berhubungan seks hanya 79,1% 20,9%
pada saat kondom dibagikan
22 Kondom dapat dipakai ulang setelah dicuci bersih 0% 100%
23 Memakai kondom menurunkan gairah seks saya 83% 17%
24 Kondom bisa diperoleh di puskesmas 95% 5%

Berdasarkan tabel 5.5 B didapatkan hasil bahwa 83% setuju bahwa kondom menurunkan gairah
seks, 44,2 % responden setuju bahwa memakai kondom cukup merepotkan ,73,2 % setuju bahwa
membeli kondom adalah hal yang memalukan, 34,9 % takut ditolak pelanggan jika meminta
menggunakan kondom.

6. Frekuensi Ketersediaan Fasilitas Kesehatan


Berdasarkan hasil pengolahan data dari 5 pertanyaan variabel ketersediaan fasilitas
kesehatan didapatkan nilai mean 3,70, median 4, standar deviasi 0,989, skewness
-0.118, std error skewness 0,361, minimum 2 dan maksmum 5. Kategori tersedia jika
3,70 (mean) dan kurang < 3,70 (mean)
Tabel 5.6 A
Distribusi Frekuensi Ketersediaan Fasilitas Kesehatan Pada Responden di Panti
Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Tahun 2015
Ketersediaan Fasilitas Frekuensi (n) Persentase (%)
Kesehatan
Tersedia 24 55,8
Kurang Tersedia 19 44,2
Total 43 100

Berdasarkan tabel 5.6A diketahui bahwa responden yang menjawab tersedianya


fasilitas pelayanan kesehatan di lokasi tempat WPS bekerja adalah 24 orang (55,8%)
dan yang menjawab kurangnya fasilitas kesehatan sebanyak 19 orang (44,2%)

Tabel 5.6 B
Jawaban Responden Tentang Ketersediaan Fasilitas Kesehatan
No Pernyataan Proporsi Proporsi
Ada Tidak ada
1. Tempat pelayanan kesehatan 100% 0
2. Rumah Sakit 70% 30%
3. Puskesmas 70% 30%
4. klinik dokter / bidan 72% 28%
5. Pernah Tidaknya menggunakan 58% 42%
fasilitas tersebut

Berdasarkan tabel 5.6 B tentang ketersediaan fasilitas kesehatan semua responden


menjawab ada tempat pelayanan kesehatan yang paling banyak tersedia adalah klinik
dokter / bidan sebanyak 72% dan 58% yang pernah menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut.

7. Ketersediaan Kondom (Prasarana)


Berdasarkan hasil pengolahan data dari 8 pertanyaan variabel ketersediaan fasilitas
kesehatan didapatkan nilai mean 6, median 5, standar deviasi 1,704, skewness 0,454,
std error skewness 0,361, minimum 3 dan maksmum 9. Kategori tersedia jika 6
(mean) dan kurang < 6 (mean)
Tabel 5.7 A Distribusi
Frekuensi Ketersediaan Kondom Pada Responden
di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Tahun 2015

Ketersediaan Kondom Frekuensi (n) Persentase (%)


Tersedia 17 39,5
Kurang Tersedia 26 60,5
Total 43 100

Berdasarkan tabel 5.7A diketahui bahwa responden yang menjawab tersedianya


kondom di lokasi tempat WPS bekerja adalah 17 orang (39,5%) dan yang menjawab
kurang tersedianya kondom sebanyak 26 orang (60,5%)

Tabel 5.7 B
Jawaban Responden Tentang Ketersediaan Kondom
No Pernyataan Proporsi Proporsi
Ya Tidak
1. Ketersediaan Kondom 63,37% 36,63%
2. Pelanggan membawa sendiri 79,1% 20,9%
3. Toko obat / apotik 55,8% 44,2%
4. Supermarket 46,5% 53,5%
5. Pedagang kaki lima 44,2% 55,8%
6. Teman sesama PSK 46,5% 53,5%
7. Yayasan /LSM 53,5% 46,5%
8. Lain-lain 18,6% 81,4%

Berdasarkan tabel 5.7 B mengenai ketersediaan kondom proporsi jawaban yang


menyatakan tersedia 63,37 % , proporsi terbanyak yaitu pelanggan membawa sendiri
kondom yaitu dengan proporsi 79,1% .

8. Frekuensi Keterpaparan Informasi


Berdasarkan hasil pengolahan data dari 15 pertanyaan keterpaparan informasi
didapatkan nilai mean 11, median 10, standar deviasi 2,047, skewness -0,070, std error
skewness 0,361, minimum 7 dan maksmum 14. Kategori tersedia jika 11 (mean) dan
kurang < 11 (mean)
Tabel 5.8 A Distribusi
Frekuensi keterpaparan Informasi Pada Responden di Panti Sosial
Karya Wanita Mulya Jaya Tahun 2015

Keterpaparan Frekuensi (n) Persentase (%)


Informasi
Terpapar 20 46,5
Tidak Terpapar 23 53,5
Total 43 100

Berdasarkan tabel 5.8 A diketahui bahwa responden yang telah terpapar informasi
tentang pencegahan PMS dan HIV AIDS adalah sebanyak 20 orang (46,5%) dan yang
tidak pernah terpapar informasi sebanyak 23 orang (53,5%).
Tabel 5.8 B
Jawaban Responden Tentang Keterpaparan Informasi
No Pernyataan Proporsi
Pernah
1. Pernah tidaknya mendengar / melihat acara yang berhubungan 81,4%
dengan PMS
2. Pernah tidaknya mendegar informasi PMS melalui radio 86,05%

3. Pernah tidaknya mendapat informasi PMS dan HIV AIDS lewat 76,74%
TV
4. Pernah tidaknya membaca tentang PMS dan HIV AIDS 79,07%
5. Pernah tidaknya membaca dikoran tentang PMS dan HIV AIDS 72,09%
6. Pernah tidaknya membaca di majalah tentang PMS dan HIV 65,12
AIDS
7. Pernah tidaknya membaca di brosur tentang PMS dan HIV AIDS 67,44
8. Pernah tidaknya membaca di poster tentang PMS dan HIV AIDS 67,44
9. Topik tentang pengertian PMS dan HIV AIDS 69,77
10 Jenis dan macam-macam penyakit kelamin 72,09
11 Tanda dan gejala penyakit kelamin 65,12
12 Cara penularan dan pencegahan PMS dan HIV AIDS 81,4
13 Pengertian kondom 72,09
14 Cara pemakaian kondom 76,74
15 Pernah tidaknya mendapat penyu 79,07

Berdasarkan tabel 5.8 B didapatkan hasil bahwa informasi tentang PMS dan HIV AIDS paling
banyak diperoleh melalui radio dan materi yang paling sedikit diinformasikan adalah tentang
tanda dan gejala penyakit kelamin yaitu 65,12%

9. Frekuensi Dukungan Petugas Kesehatan


Berdasarkan hasil pengolahan data dari 5 pertanyaan dukungan petugas kesehatan
didapatkan nilai mean 3,47, median 3,00, standar deviasi 0,984, skewness 0,337, std
error skewness 0,361, minimum 2 dan maksmum 5. Kategori tersedia jika 3,47
(mean) dan kurang < 3,74 (mean)
Tabel 5.9 A Distribusi
Frekuensi Dukungan Petugas Kesehatan Pada Responden di Panti
Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Tahun 2015

Dukungan Frekuensi (n) Persentase (%)


Petugas Kesehatan
Mendukung 17 39,5
Tidak mendukung 26 60,5
Total 43 100

Berdasarkan tabel 5.9A diketahui bahwa peran tenaga kesehatan yang mendukung
sebanyak 17 orang (17 %) dan yang tidak mendukung sebanyak 26 orang (60,5%)

Tabel 5.9 B
Jawaban Responden Tentang Dukungan Petugas Kesehatan
No Pernyataan Proporsi Propors
Iya i Tidak
1. Memberikan pengobatan penyakit kelamin 72% 28%
2. Memberikan penyuluhan PMS dan HIV 72% 28%
AIDS
3. Mengajarkan tentang cara menggunakan 67% 33%
kondom yang benar
4. Memberikan informasi cara pencegahan PMS 74% 26%
dan HIV AIDS
5. Memberikan kondom 60% 40%

Berdasarkan tabel 5.9 B didapatkan hasil bahwa dukungan petugas kesehatan paling
banyak ada berupa pemberian informasi cara pencegahan PMS dan HIV AIDS
sebanyak 74% dan dukungan paling rendah yaitu memberikan kondom sebanyak 60%

10. Frekuensi Persepsi Ancaman / Kerentanan Terhadap PMS dan HIV AIDS
Berdasarkan hasil pengolahan data dari 10 pertanyaan variabel persepsi ancaman/
kerentanan terhadap pencegahan PMS dan HIV AIDS didapatkan nilai mean 31,
median 32, standar deviasi 2,202, skewness -0.002, std error skewness 0,361, minimum
27 dan maksmum 35. Kategori mengancam jika 31 (mean) dan kurang < 31 (mean)
Tabel 5.10 A
Distribusi Frekuensi Persepsi Ancaman / Kerentanan Terhadap PMS dan HIV
AIDS Responden di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Tahun 2015
Persepsi Frekuensi (n) Persentase (%)
Ancaman/Kerentanan
Mengancam 22 51,2
Tidak Mengancam 21 48,8
Total 43 100

Berdasarkan tabel 5.10A diketahui WPS yang memiliki persepsi bahwa PMS dan
HIV AIDS mengancam bagi dirinya sebanyak 22 orang (51,2%) dan yang memiliki
persepsi tidak menggancam sebanyak 21 orang (48,8%)

Tabel 5.10 B
Jawaban Responden Tentang persepsi ancaman terhadap PMS dan HIV AIDS
Proporsi
No Pernyataan Proporsi Tidak
Setuju Setuju
1. Tidak menggunakan kondom setiap melakukan 93% 7%
hubungan seksual dengan siapapun berisiko tertular
penyakit menular seksual dan HIV AIDS
2. Pekerja seks komersial berisiko lebih besar untuk 98% 2%
tertular penyakit menular seksual dan HIV AIDS
3. Hubungan seksual yang tidak aman merupakan 89% 11%
faktor yang paling besar dalam penularan PMS
(penyakit kelamin) dan HIV AIDS
4. Setiap wanita berisiko tertular PMS dan HIV AIDS 90% 10%
jika tidak melakukan tindakan pencegahan
5. Melakukan cuci vagina menggunakan alat (vaginal 49% 51%
douching) akan memperparah penyakit menular
seksual
6 Penyakit HIV AIDS adalah penyakit yang sangat 94% 6%
berbahaya dan belum ada obatnya
7 Penyakit menular seksual dan HIV AIDS adalah 82% 8%
penyakit yang sangat mudah menular melalui
hubungan seksual yang tidak aman
8 Saya merasa sangat takut jika tertular PMS dan HIV 91% 9%
AIDS
9 Saya merasa perlu melakukan pencegahan PMS dan 73% 27%
HIV AIDS
10 Penyakit kelamin dan HIV AIDS sangat berbahaya 92% 8%
bagi kesehatan dan sulit disembuhkan jika tidak
selalu melakukan pencegahannya seperti selalu
menggunakan kondom

Berdasarkan tabel 5.9 B didapatkan hasil bahwa persepsi ancaman terhadap PMS dan HIV AIDS
terbanyak adalah pada pernyataan no 2 yaitu Pekerja seks komersial berisiko lebih besar untuk
tertular penyakit menular seksual dan HIV AIDS sebanyak 98%.
B. Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk melihat apakah ada hubungan yang
bermakna antara variabel independen yaitu perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS
dengan variabel independen yaitu umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, sarana
(ketersediaan pelayanan kesehatan), prasarana(Ketersediaan kondom), peran petugas
kesehatan, keterpaparan informasi, persepsi ancaman/ kerentanan terhadap PMS dan
HIV AIDS. Seajauh mana hubungan varaiabel tersebut bermakna secara statistik.
Adapun hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Distribusi umur dan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS

Tabel 5.11
Distribusi responden menurut umur dan perilaku pencegahan PMS dan HIV
AIDS di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Tahun 2015
Perilaku Pencegahan
Total OR (95%CI)
PMS dan HIV AIDS
Umur p Value
Baik kurang
N % n % n %
Dewasa 14 42,4 19 57,6 33 100 0,714 1,719
(18 tahun) (0,377-7,849)
Remaja 3 30 7 70 10 100
(<18 tahun)
Total 17 39,5 26 60,5 43 100
Hasil analisis hubungan antara umur dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV

AIDS, diperoleh bahwa ada sebanyak 14 (42,4%) responden yang berusia 18 tahun

yang berperilaku baik dan sebanyak 7 (70%) responden yang berusia <18 tahun

berperilaku kurang baik. Hasil uji statistic di peroleh nilai p value 0,714 maka dapat

disimpulkan tidak ada hubungan antara umur dengan perilaku pencegahan PMS dan

HIV AIDS.

2. Distribusi pendidikan dan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS

Tabel 5.12
Distribusi responden menurut pendidikan dan perilaku pencegahan PMS dan
HIV AIDS di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya
Tahun 2015
Perilaku Pencegahan
Total OR
PMS dan HIV AIDS
Pendidikan p
Baik Kurang (95%CI)
n % n % n % Value
Tinggi 8 72,7 3 27,3 11 100 0,014 6,815
Rendah 9 28,1 23 71,9 32 100 (1,4-31,6)
Total 17 39,5 26 60,5 43 100
Hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan perilaku pencegahan PMS dan

HIV AIDS, diperoleh bahwa ada sebanyak 8 (72,7%) responden yang berpendidikan

tinggi dan memiliki perilaku baik dan sebanyak 23 (71,9%) responden yang

berpendidikan rendah berperilaku kurang baik. Hasil uji statistik di peroleh nilai P value

0,014 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku

pencegahan PMS dan HIV AIDS. Responden yang berpendidikan rendah 6,815 kali

berisiko berperlaku kurang baik terhadap pencegahan PMS dan HIV AIDS.

3. Distribusi Pengetahuan dan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS

Tabel 5.13
Distribusi responden menurut pengetahuan dan perilaku pencegahan PMS dan
HIV AIDS di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya
Tahun 2015
Perilaku Pencegahan
Total OR
PMS dan HIV AIDS
Pengetahuan p
Baik Kurang (95%CI)
n % n % n % Value
Baik 9 64,3 5 35,7 14 100 0,048 4,725
Kurang 8 27,6 21 72,4 29 100 1,20-18,4
Total 17 39,5 26 60,5 43 100

Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan PMS

dan HIV AIDS, diperoleh bahwa ada sebanyak 9 (64,3%) responden yang
berpengetahuan baik memiliki perilaku baik dan sebanyak 21 (72,4%) responden yang

berpengetahuan kurang memiliki perilaku kurang baik. Hasil uji statistik di peroleh nilai

p value 0,048 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan dengan

perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS. Responden yang berpengetahuan kurang 4,725

kali berisiko berperilaku kurang baik terhadap pencegahan PMS dan HIV AIDS.

4. Distribusi sikap dan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS

Tabel 5.14
Distribusi responden menurut sikap dan perilaku pencegahan PMS dan HIV
AIDS di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya
Tahun 2015
Perilaku Pencegahan
Total OR
PMS dan HIV AIDS
Sikap p Value
Baik Kurang (95%CI)
n % n % N %
Baik 12 57,1 9 42,9 21 100 0,046 4,533
Kurang 5 22,7 17 77,3 22 100 (1,2-16,9)
Total 17 39,5 26 60,5 43 100

Hasil analisis hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV

AIDS, diperoleh bahwa ada sebanyak 12 (57,1%) responden yang memiliki sikap baik

berperilaku baik dan sebanyak 17 (77,3%) responden yang memiliki sikap kurang

berperilaku kurang baik pula. Hasil uji statistik di peroleh nilai P value 0,046 maka dapat

disimpulkan ada hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV
AIDS. Responden yang memiliki sikap kurang baik berisiko 4,533 kali berperilaku

kurang baik terhadap pencegahan PMS dan HIV AIDS.

5. Distribusi ketersediaan fasilitas kesehatan dan perilaku pencegahan PMS dan


HIV AIDS

Tabel 5.15
Distribusi responden menurut ketersediaan fasilitas kesehatan dan perilaku
pencegahan PMS dan HIV AIDS di Panti Sosial Karya Wanita
Mulya Jaya Tahun 2015
Perilaku Pencegahan
Ketersediaan Total OR
PMS dan HIV AIDS
Faskes p
Baik kurang (95%CI)
n % n % n % Value
Tersedia 11 45,8 13 54,2 24 100 0,525 1,833
Kurang 6 31,6 13 68,4 19 100 (0,5-6,4)
Tersedia
Total 17 39,5 26 60,5 43 100

Hasil analisis hubungan antara ketersediaan fasilitas kesehatan dengan perilaku


pencegahan PMS dan HIV AIDS, diperoleh bahwa ada sebanyak 11 (45,8%) responden
yang mengatakan tersedianya fasilitas kesehatan yang berperilaku baik dan sebanyak 13
(68,4%) responden yang mengatakan kurang tersedianya fasilitas kesehatan berperilaku
kurang baik. Hasil uji statistik di peroleh p value 0,525 maka dapat disimpulkan tidak ada
hubungan antara fasilitas kesehatan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS.
6. Distribusi ketersediaan kondom dan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS

Tabel 5.16
Distribusi responden menurut ketersediaan kondom dan perilaku pencegahan
PMS dan HIV AIDS di Panti Sosial Karya Wanita
Mulya Jaya Tahun 2015
Perilaku Pencegahan
Ketersediaan Total OR
PMS dan HIV AIDS
Kondom p Value
Baik kurang (95%CI)
n % n % n %
Tersedia 8 47,1 9 52,9 17 100 0,619 1,679
Kurang 9 52,9 17 65,4 26 100 (0,4-5,8)
Tersedia
Total 17 39,5 26 60,5 43 100

Hasil analisis hubungan antara ketersediaan kondom dengan perilaku pencegahan

PMS dan HIV AIDS, diperoleh bahwa ada sebanyak 8 (47,1%) responden mengatakan

tersedianya kondom berperilaku baik dan sebanyak 17 (65,4%) responden mengatakan

kurang tersedianya kondom yang berperilaku kurang baik. Hasil uji statistik di peroleh

nilai p value 0,619 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara ketersediaan

kondom dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS.


7. Distribusi keterpaparan informasi dan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS

Tabel 5.17
Distribusi responden menurut keterpaparan informasi dan perilaku pencegahan
PMS dan HIV AIDS di Panti Sosial Karya Wanita Mulya
Jaya Tahun 2015
Perilaku Pencegahan
Keterpaparan Total OR
PMS dan HIV AIDS
Informasi p
Baik Kurang (95%CI)
Value
n % n % n %
Terpapar 12 60 8 40 20 100 0,025 5,4
Tidak Terpapar 5 21,7 18 78,3 23 100 (1,4 -20.5)
Total 17 39,5 26 60,5 43 100

Hasil analisis hubungan antara keterpaparan informasi dengan perilaku

pencegahan PMS dan HIV AIDS, diperoleh bahwa ada sebanyak 12 (60%) responden

mengatakan telah terpapar informasi yang berperilaku baik dan sebanyak 18 (78,3%)

responden tidak terpapar informasi yang berperilaku kurang baik. Hasil uji statistic di

peroleh nilai p value 0,025 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara keterpaparan

informasi dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS. Responden yang sudah

terpapar dengan berbagai informasi tentang PMS dan HIV AIDS memungkinkan 5,4 kali

berperlaku baik terhadap pencegahan PMS dan HIV AIDS.


8. Distribusi dukungan tenaga kesehatan dan perilaku pencegahan PMS dan HIV
AIDS

Tabel 5.18
Distribusi responden menurut dukungan tenaga kesehatan dan perilaku
pencegahan PMS dan HIV AIDS di Panti Sosial Karya
Wanita Mulya Jaya Tahun 2015
Perilaku Pencegahan
Dukungan Total OR
PMS dan HIV AIDS
Tenaga p
Baik kurang (95%CI)
Kesehatan n % n % n % Value
Mendukung 12 70,6 5 29,4 17 100 0,002 10,080
Tidak 5 19,2 21 80,8 26 100 (2,4-42,0)
Mendukung
Total 17 39,5 26 60,5 43 100

Hasil analisis hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan perilaku

pencegahan PMS dan HIV AIDS, diperoleh bahwa ada sebanyak 12 (70,6%) responden

mengatakan adanya dukungan tenaga kesehatan yang berperilaku baik dan sebanyak 21

(80,8%) responden mengatakan tidak adanya dukungan tenaga kesehatan yang

berperilaku kurang baik. Hasil uji statistic di peroleh nilai p value 0,002 maka dapat

disimpulkan ada hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan perilaku pencegahan

PMS dan HIV AIDS. Adanya peran tenaga kesehatan memungkinkan responden 10,080

berperilaku baik terhadap pencegahan PMS dan HIV AIDS


9. Distribusi persepsi ancaman / kerentanan terhadap PMS dan HIV AIDS dan
perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS

Tabel 5.19
Distribusi responden menurut persepsi ancaman / kerentanan terhadap PMS dan
HIV AIDS dan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS di Panti
Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Tahun 2015
Perilaku Pencegahan
Persepsi Total OR
PMS dan HIV AIDS
p
Ancaman Baik kurang (95%CI)
n % n % N % Value
Kerentanan
Mengancam 13 59,1 9 40,9 22 100 0,012 6,139
Tidak (1,5-24,4)
4 19 17 81 21 100
Mengancam
Total 17 39,5 26 60,5 43 100

Hasil analisis hubungan antara persepsi ancaman kerentanan dengan perilaku

pencegahan PMS dan HIV AIDS, diperoleh bahwa ada sebanyak 13 (59,1%) responden

memiliki persepsi ancaman terentanan yang berperilaku baik dan sebanyak 17 (81%)

responden berpersepsi tidak mengancam yang berperilaku kurang baik. Hasil uji statistik

di peroleh nilai p value 0,012 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara persepsi

ancaman/ kerentanan dengan perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS. Responden yang

memiliki persepsi bahwa dirinya rentan atau terancam memiliki kemungkinan 6,139 kali

berperilaku baik terhadap pencegahan PMS dan HIV AIDS.


C. Hasil Analisis Multivariat

Setelah dilakukan analisis bivariat, selanjutnya dilakukan analisis multivariat yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen yang paling dominan dengan

variabel dependen.

Pada analisis multivariat, langkah pertama adalah melakukan analisis bivariat

terhadap semua variabel independen. Bila hasil bivariat pada tes omnibus bagian blok

menghasilkan nilai p < 0,25, maka variabel tersebut langsung masuk dalam multivariat.

Tetapi apabila nilai p > 0,25 namun secara subtansi penting maka akan tetap dimasukkan

dalam sebagai kandidat dalam uji multivariat. Seleksi uji bivariat menggunakan uji logistik

sederhana. Hasil uji terhadap variabel independen penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.20.

Tabel 5.20
Hasil Nilai Seleksi Bivariat Variabel Independen terhadap Perilaku Pencegahan
PMS dan HIV AIDS Pada WPS di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Tahun 2015
Variabel Independen Nilai p Keterangan Untuk ke
Tahap Multivariat

Umur 0.071 Diikutsertakan

Pendidikan 0.092 Diikutsertakan

Pengetahuan 0.121 Diikutsertakan

Sikap 0.983 Tidak Diikutsertakan

Persepsi Ancaman 0.023 Diikutsertakan

Ketersediaan Fasilitas Kesehatan 0.730 Tidak Diikutsertakan

Ketersediaan Kondom 0.612 Tidak Diikutsertakan


Keterpaparan Informasi 0.697 Tidak Diikutsertakan

Dukungan tenaga kesehatan 0.227 Diikutsertakan

Berdasarkan hasil seleksi bivariat didapatkan bahwa ada 5 variabel yang memiliki p
valuenya < 0,25 yaitu variabel umur, pendidikan, pengetahuan, persepsi ancaman/ kerentanan
dan peran tenaga kesehatan sehingga ke 5 variabel ini akan diikutsertakan dalam pemodelan
mutlivariat.

Tabel 5.21

Pemodelan Tahap I

Variabel p value OR
Umur 0,063 14,89
Pendidikan 0,052 14,228
Pengetahuan 0,061 12,213
Persepsi 0,017 35,93
Dukungan Nakes 0,049 7,82

Dari hasil seleksi multivariat tahap I ada 3 variabel yang memiliki P value > 0,005 yaitu
variabel umur, pendidikan dan pengetahuan selanjutnya satu persatu variabel akan dikeluarkan
secara berturut turut mulai dari variabel yang nilan P value yang paling besar. Variabel umur
yang paling besar p valuenya maka variabel tersebut dikeluarkan dari pemodelan

Tabel 5.22
Pemodelan Tahap 2
Variabel Umur dikeluarkan

OR Perubahan OR (%) p Value


Variabel OR Baru
Lama
Umur 14,89
Pendidikan 14,228 8,468 47,11 0.067
Pengetahuan 12,213 6,187 47,75 0.076
Persepsi 35,93 12,627 64,8 0.018
Dukungan Nakes 7,82 6,058 22,25 0.046

Dari analisis perbandingan nilai OR ternyata ada variabel yang perubahan OR > 10 %,
dengan demikian variabel umur dimasukan kembali kedalam pemodelan. Selanjutnya variabel
pengetahuan dikeluarkan dari pemodelan.

Tabel 5.23
Pemodelan Tahap 3
Variabel Pengetahuan dikeluarkan dari Pemodelan

OR Perubahan OR p value
Variabel OR Baru
Lama (%)
Umur 14,89 8,687 41,65 0,087
Pendidikan 14,228 11,470 19,38 0,031
Pengetahuan 12,213
Persepsi 35,93 12,613 64,89 0,013
Dukungan Nakes 7,82 11,415 45,97 0,013

Ternyata setelah variabel pengetahuan dikeluarkan OR variabel umur,pendidikan,


persepsi dan dukungan tenaga kesehatan berubah > 10 % dengan demikian variabel pengetahuan
dimasukan kembali kedalam model. Kemudian variabel pendidikan dikeluarkan dari model
karena p valuenya > 0,05 dan hasilnya sebagai berikut

Tabel 5.24
Pemodelan Tahap 4
Variabel Pendidikan dikeluarkan dari Pemodelan

OR Lama Perubahan OR p value


Variabel OR Baru
(%)
Umur 14,89 7,351 50,63 0,075
Pendidikan 14,228
Pengetahuan 12,213 9,538 21,90 0,037
Persepsi 35,93 14,667 59,17 0,012
Dukungan 50,33 0,011
7,82 11,756
Nakes

Pada pemodelan tahap 4 ternyata setelah variabel pendidikan dikeluarkan OR variabel


umur , pengetahuan, persepsi dan peran nakes berubah > 10 % dengan demikian variabel
pendidikan dimasukan kembali kedalam model. Dengan demikian pemodelan selesai.

Tabel 5.25
Pemodelan Akhir Multivariat
Variabel P value OR
Umur 0,063 14,89
Pendidikan 0,052 14,228
Pengetahuan 0,061 12,213
Persepsi 0,017 35,93
Dukungan Nakes 0,049 7,82

Data hasil pemodelan akhir multivariat didapatkan variabel persepsi ancaman/kerentanan


terhadap PMS dan HIV AIDS yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku pencegahan
PMS dan HIV AIDS dengan nilai p value 0,017 OR = 35,93. Dengan demikian orang memiliki
persepsi ancaman/kerentanan terhadap PMS dan HIV AIDS 35,93 kali akan berperilaku baik
dibandingkan orang yang tidak memiliki persepsi ancaman terhadap PMS dan HIV AIDS. Nilai
koefisien determinasi ( R square ) 0,68 artinya persepsi ancaman dan dukungan tenaga kesehatan
memberi pengaruh terhadap perilaku pencegahan PMS dan HIV AIDS sebesar 68% sedangkan
32% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini atau dapat dikatakan
model ini berkontribusi 68 %.

Anda mungkin juga menyukai