DEPARTEMEN MEDIKAL
Trauma Thorak
OLEH
FIRDAUS KRISTYAWAN
150070300011145
KELOMPOK 21
B. Klasifikasi
Trauma thoraks bisa terbagi dua yaitu :
a) Trauma thoraks yang langsung dapat mengancam jiwa
1. Tension pneumothoraks
Terjadi karena adanya one way valve (fenomena pentil) dimana kebocoran udara
yang berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk kedalam
rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi. Sehingga tekanan intra pleura meninggi,
paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke kontralateral dan menghambat
pengembalian darah vena ke jantung, dan akan menekan paru kontralateral.
2. Pericardial tamponade
Sering disebabkan oleh luka tembus, namun cedera tumpul juga dapat
menyebabkan perikardium terisi darah, baik dari jantung, pembuluh darah besar
maupun dari pembuluh darah perikard.
3. Open Pneumothoraks (Pneumothoraks Terbuka)
Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan pneumothoraks
terbuka. Tekanan intrapleura akan sama dengan tekanan atmosfer. Jika defek pada
dinding dada lebih besar dari 2/3 diameter trakea maka udara akan cenderung
mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil
dibandingkan dengan trachea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan
hipoksia dan hiperkapnia.
4. Hemothoraks masif
Terjadi bila terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500cc di dalam rongga
pleura. Sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik
atau pembuluh darah pada hilus paru.
5. Flail chest
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Terjadi bila adanya fraktur iga yang multipel pada dua
atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur (Oakley, 1998).
b) Trauma thoraks yang potensial dapat mengancam jiwa
1. Ruptur aorta
Sering disebabkan oleh cedera tumpul dan terjadi pada 1 inci dari karina. Sering
ditemukan hemoptisis, emfisema subkutis dan tension pneumothoraks dengan
pergeseran mediastinum. Adanya pneumothoraks dengan gelembung udara yang
banyak pada WSD setelah dipasang selang dada harus dicurigai adanya cedera
trakeo bronkial.
3. Cedera tumpul jantung
Dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau ventrikel ataupun
kebocoran katup.
4. Cedera diafragma
Ruptur diafragma traumatik lebih sering terdiagnosa pada sisi kiri karena obliterasi
hepar pada sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kanan sehingga mengurangi
kemungkinan terdiagnosisnya ataupun terjadinya ruptur diafragma kanan
5. Kontusio paru
Merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada pada golongan potentially
lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang
sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian
C. Epidemiologi
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 16-44 tahun di
seluruh dunia (WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian (1,2 juta pertahun)
kecelakaan di jalan raya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa
pada tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab
kematian dini dan kecacatan (Peden, 2004).
D. Etiologi
1. Trauma tembus
a. Luka Tembak
b. Luka Tikam / Tusuk
2. Trauma tumpul
a. Kecelakaan kendaraan bermotor
b. Jatuh
c. Pukulan pada dada
E. Manifestasi
Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Adanya suara sonor/hipersonor/timpani.
Bising napas yang berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada jejas / luka bekas trauma.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
F. Patofisiologi
TERLAMPIR
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) menyatakan akumulasi
udara/cairan pada area pleural
b. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
c. Pa O2 normal / menurun.
d. Saturasi O2 menurun (biasanya).
e. Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
f. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
g. Diagnosis fisik :
Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan
continues suction unit.
Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotomi.
H. Penatalaksanaan
Konservatif
a) Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari
pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan
paska trauma harus tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan
tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat
berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ
jantung.
b) Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka
dan tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme
pathogen.
c) Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur.
Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat,
maka penderita dapat diberi broad spectrum antibiotic, misalnya Ampisillin
dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika
penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai
dengan kebutuhan dan program pengobatan konservatif.
Invasif / Operatif
a. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik
adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.
( Brunner dan Suddarth, 1996).
b. WSD (Water Seal Drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum
dengan menggunakan pipa penghubung.
Bullow Drainage / WSD
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat
kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" tetap baik.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat
akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
- Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak
terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian
masuknya slang dapat dikurangi.
I. Komplikasi
a. Iga: fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
b. Pleura, paru-paru, bronkhi: hemo/hemopneumothoraks-emfisema
pembedahan.
c. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep
jantung.
d. Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong
tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung
darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan
denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat
penekanan pada jantung
e. Esofagus : mediastinitis.
f. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko gangguan pertukaran gas b/d adanya penimbunan darah & debris pada paru.
2. Bersihan nafas tidak efektif b/d penimbunan secret dan reflek batuk menurun.
3. Resiko terjadinya gangguan perfusi jaringan b/d penurunan cardiac out
4. Resiko terjadi infeksi b/d adanya luka operasi.
1. Resiko gangguan pertukaran gas b/d adanya penimbunan darah & debris pada paru.
Tujuan: Ventilasi adekuat dengan AGD dalam rentang normal.
TINDAKAN RASIONALISASI
1. Kaji pengeluaran darah dan debris pada Mengetahui bila terjadi penimbunan pada
bullow bronciolus dan alveoli
2. Pertahankan drainage
Mengurangi resiko terjadinya penimbunan darah
dan debris sel pada bronciolus dan alveoli.
3. Monitoring ventilator yang meliputi volume
permenit, rangkaian selang ventilator, Mempertahankan ventilasi yang optimal.
tekanan ventilator.
4. Monitoring saturasi O2
5. Kaji tanda-tanda vital setiap jam.
Mengetahui bila terjadi hipoksia
2. Bersihan nafas tidak efektif b/d penimbunan secret dan reflek batuk menurun.
Tujuan:
1. Kaji suara nafas tiap 2 4 jam dan Mengevaluasi ketidak efektifan jalan nafas.
sewaktu-waktu kalau diperlukan.
2. Lakukan penghisapan bila terdengar
ronchi, dengan cara:
Untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas
Jelaskan pada pasien tentang
sehingga pertukaran gas dapat terjadi secara
tujuan tindakan pengisapan.
optimal.
Berikan oksigenasi dengan O2 100%
sebelum dilakukan pengisapan, minimal
3-5 kali.
Bekerja dengan memperhatikan tekhnik
septic dan aseptic.
Dengan tindakan tersebut maka secret yang ada
Lakukan penghisapan berulang-ulang pada cabang-cabang bronkus dapat berkumpul dan
sampai suara nafas bersih. terdorong keluar pada ekspirasi, sehingga mudah
3. Lakukan claping dan fibrasi. dihisap.
1. Kaji keadaan perfusi jaringan setiap 2 jam Mengetahui secara dini terjadinya penurunan
2. Observasi tanda-tanda vital setiap jam perfusi.
3. Kolaborasi dengan team medis dalam
pemberian tranfusi (WB) dan cairan Dengan tranfusi dapat menyeimbangkan sistem
intravena. hemodinamik tubuh.
4. Monitoring intake dan output.
5. Observasi perdarahan yang terjadi melalui
drain. Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh.
6. Periksa Hb setiap hari atau sewaktu-waktu
bila diperlukan. Dengan tindkan tersebut dapat diketahui bila terjadi
perdarahan pada rongga dada / abdomen.
DAFTAR PUSTAKA