Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN INDIVIDU

DEPARTEMEN MEDIKAL
Trauma Thorak

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Surgikal

OLEH
FIRDAUS KRISTYAWAN
150070300011145
KELOMPOK 21

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
A. Definisi
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik
trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru
terdesak dan terjadinya perdarahan.
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru
dapat terjadi kolaps.

B. Klasifikasi
Trauma thoraks bisa terbagi dua yaitu :
a) Trauma thoraks yang langsung dapat mengancam jiwa

1. Tension pneumothoraks

Terjadi karena adanya one way valve (fenomena pentil) dimana kebocoran udara
yang berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk kedalam
rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi. Sehingga tekanan intra pleura meninggi,
paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke kontralateral dan menghambat
pengembalian darah vena ke jantung, dan akan menekan paru kontralateral.
2. Pericardial tamponade

Sering disebabkan oleh luka tembus, namun cedera tumpul juga dapat
menyebabkan perikardium terisi darah, baik dari jantung, pembuluh darah besar
maupun dari pembuluh darah perikard.
3. Open Pneumothoraks (Pneumothoraks Terbuka)

Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan pneumothoraks
terbuka. Tekanan intrapleura akan sama dengan tekanan atmosfer. Jika defek pada
dinding dada lebih besar dari 2/3 diameter trakea maka udara akan cenderung
mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil
dibandingkan dengan trachea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan
hipoksia dan hiperkapnia.

4. Hemothoraks masif

Terjadi bila terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500cc di dalam rongga
pleura. Sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik
atau pembuluh darah pada hilus paru.
5. Flail chest
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Terjadi bila adanya fraktur iga yang multipel pada dua
atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur (Oakley, 1998).
b) Trauma thoraks yang potensial dapat mengancam jiwa

1. Ruptur aorta

Sering menyebabkan kematian segera setelah kecelakaan mobil dengan tabrakan


frontal atau jatuh dari ketinggian. Untuk penderita yang selamat sesampainya
dirumah sakit kemungkinan sering dapat diselamatkan bila ruptur aorta dapat
diidentifikasi dan secepatnya dilakukan operasi (Williams, 2004).
2. Cedera tracheobronkial

Sering disebabkan oleh cedera tumpul dan terjadi pada 1 inci dari karina. Sering
ditemukan hemoptisis, emfisema subkutis dan tension pneumothoraks dengan
pergeseran mediastinum. Adanya pneumothoraks dengan gelembung udara yang
banyak pada WSD setelah dipasang selang dada harus dicurigai adanya cedera
trakeo bronkial.
3. Cedera tumpul jantung

Dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau ventrikel ataupun
kebocoran katup.
4. Cedera diafragma

Ruptur diafragma traumatik lebih sering terdiagnosa pada sisi kiri karena obliterasi
hepar pada sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kanan sehingga mengurangi
kemungkinan terdiagnosisnya ataupun terjadinya ruptur diafragma kanan

5. Kontusio paru

Merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada pada golongan potentially
lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang
sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian

C. Epidemiologi
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 16-44 tahun di
seluruh dunia (WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian (1,2 juta pertahun)
kecelakaan di jalan raya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa
pada tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab
kematian dini dan kecacatan (Peden, 2004).

D. Etiologi
1. Trauma tembus
a. Luka Tembak
b. Luka Tikam / Tusuk
2. Trauma tumpul
a. Kecelakaan kendaraan bermotor
b. Jatuh
c. Pukulan pada dada

E. Manifestasi
Pemeriksaan Fisik :

1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Adanya suara sonor/hipersonor/timpani.
Bising napas yang berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada jejas / luka bekas trauma.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

F. Patofisiologi
TERLAMPIR

G. Pemeriksaan Diagnostik
a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) menyatakan akumulasi
udara/cairan pada area pleural
b. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
c. Pa O2 normal / menurun.
d. Saturasi O2 menurun (biasanya).
e. Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
f. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
g. Diagnosis fisik :
Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan
continues suction unit.
Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotomi.

H. Penatalaksanaan
Konservatif
a) Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari
pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan
paska trauma harus tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan
tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat
berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ
jantung.
b) Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka
dan tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme
pathogen.
c) Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur.
Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat,
maka penderita dapat diberi broad spectrum antibiotic, misalnya Ampisillin
dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika
penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai
dengan kebutuhan dan program pengobatan konservatif.

Invasif / Operatif
a. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik
adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.
( Brunner dan Suddarth, 1996).
b. WSD (Water Seal Drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum
dengan menggunakan pipa penghubung.
Bullow Drainage / WSD

Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :

a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shock.

b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat
kembali seperti yang seharusnya.

c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" tetap baik.

Perawatan WSD dan pedoman latihanya :


a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari
sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya
slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.

b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat
akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
- Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak
terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian
masuknya slang dapat dikurangi.

- Pergantian posisi badan.


Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil
dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut,
merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di
bawah lengan atas yang cedera.

d. Mendorong berkembangnya paru-paru.


Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
Latihan napas dalam.
Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk
waktu slang diklem.
Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.


Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika
banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan
keadaan pernapasan.

f. Suction harus berjalan efektif :


Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2
jam selama 24 jam setelah operasi.

Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka,


keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika
suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2
terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di
cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang
bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan
di dinding paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang
keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya
gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan
slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri,
dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal :
slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.

I. Komplikasi
a. Iga: fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
b. Pleura, paru-paru, bronkhi: hemo/hemopneumothoraks-emfisema
pembedahan.
c. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep
jantung.
d. Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong
tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung
darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan
denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat
penekanan pada jantung
e. Esofagus : mediastinitis.
f. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal

J. Asuhan Keperawata Umum

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko gangguan pertukaran gas b/d adanya penimbunan darah & debris pada paru.
2. Bersihan nafas tidak efektif b/d penimbunan secret dan reflek batuk menurun.
3. Resiko terjadinya gangguan perfusi jaringan b/d penurunan cardiac out
4. Resiko terjadi infeksi b/d adanya luka operasi.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Resiko gangguan pertukaran gas b/d adanya penimbunan darah & debris pada paru.
Tujuan: Ventilasi adekuat dengan AGD dalam rentang normal.

TINDAKAN RASIONALISASI

1. Kaji pengeluaran darah dan debris pada Mengetahui bila terjadi penimbunan pada
bullow bronciolus dan alveoli
2. Pertahankan drainage
Mengurangi resiko terjadinya penimbunan darah
dan debris sel pada bronciolus dan alveoli.
3. Monitoring ventilator yang meliputi volume
permenit, rangkaian selang ventilator, Mempertahankan ventilasi yang optimal.
tekanan ventilator.
4. Monitoring saturasi O2
5. Kaji tanda-tanda vital setiap jam.
Mengetahui bila terjadi hipoksia

Bila kekurangan O2 akan terjadi peningkatan


Monitoring gas darah secara kontinyu setia hari
tanda-tanda vital.
atau sewaktu-waktu bila diperlukan.
Mengetahui bila terjadi asidosis atau alkalosis

2. Bersihan nafas tidak efektif b/d penimbunan secret dan reflek batuk menurun.
Tujuan:

Bunyi nafas bersih


Ronchi (-)
Kanul traceostomi bebas sumbatan.
RENCANA TINDAKAN RASIONALISASI

1. Kaji suara nafas tiap 2 4 jam dan Mengevaluasi ketidak efektifan jalan nafas.
sewaktu-waktu kalau diperlukan.
2. Lakukan penghisapan bila terdengar
ronchi, dengan cara:
Untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas
Jelaskan pada pasien tentang
sehingga pertukaran gas dapat terjadi secara
tujuan tindakan pengisapan.
optimal.
Berikan oksigenasi dengan O2 100%
sebelum dilakukan pengisapan, minimal
3-5 kali.
Bekerja dengan memperhatikan tekhnik
septic dan aseptic.
Dengan tindakan tersebut maka secret yang ada
Lakukan penghisapan berulang-ulang pada cabang-cabang bronkus dapat berkumpul dan
sampai suara nafas bersih. terdorong keluar pada ekspirasi, sehingga mudah
3. Lakukan claping dan fibrasi. dihisap.

Membantu mengencerkan secret.


4. Pertahankan suhu humidifier

3. Resiko terjadinya gangguan perfusi jaringan b/d penurunan cardiac out


Tujuan:
Perfusi jaringan dapat dipertahankan dengan baik (hangat, merah dan kering).
RENCANA TINDAKAN RASIONALISASI

1. Kaji keadaan perfusi jaringan setiap 2 jam Mengetahui secara dini terjadinya penurunan
2. Observasi tanda-tanda vital setiap jam perfusi.
3. Kolaborasi dengan team medis dalam
pemberian tranfusi (WB) dan cairan Dengan tranfusi dapat menyeimbangkan sistem
intravena. hemodinamik tubuh.
4. Monitoring intake dan output.
5. Observasi perdarahan yang terjadi melalui
drain. Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh.
6. Periksa Hb setiap hari atau sewaktu-waktu
bila diperlukan. Dengan tindkan tersebut dapat diketahui bila terjadi
perdarahan pada rongga dada / abdomen.

Penurunan Hb menandakan masih terjadi


perdarahan.

4. Resiko terjadi infeksi b/d adanya luka operasi.


Tujuan :

Tidak ada tanda-tanda terjadinya infeksi baik sistemik maupun local.


Terjadi proses penyembuhan luka.
RENCANA TINDAKAN RASIONALISASI

1. Kaji tanda-tanda infeksi Deteksi dini terjadinya infeksi sekunder


2. Rawat luka operasi dan bullow dua
kali sehari Mengurangi resiko invasi kuman pathogen
3. Kolaborasi pemberian diet TKTP

Diet TKTP mampu meningkatkan daya tahan


4. Bekerja selalu dengan tubuh.
memperhatiakan konsep septic aseptic.
5. Periksa culture secret dan darah.

Mengeliminir resiko invasi kuman pathogen.


6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
Untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan
pemberian antibiotika koloni kuman pathogen.

Antibiotika mampu membunuh bakteri


pathogen.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.


Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah.
Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian
keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Suzanne C.& Brenda G.Bare. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai