Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata
rantai antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah ujung-ujung saraf
penerima rangsangan. Reseptor terdapat pada alat indera. Efektor adalah sel
saraf yang mengirimkan tanggapan atas rangsang. Rangsangan (impuls)
menyebabkan terjadinya perubahan dalam tubuh atau bagian tubuh.
Rangsangan dapat berasal dari luar tubuh. Indra penerimanya disebut reseptor
luar (ekteroreseptor). Rangsangan dari dalam tubuh sendiri dapat berupa rasa
lapar. Indra penerimanya disebut reseptor dalam (interoreseptor) (Armadi,
2012).
Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh
milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan
(Carlsson dkk, 2000). Sistem saraf terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu neuron
dan neuroglia. Neuron merupakan struktur dasar dan unit fungsional pada
sistem saraf (Fox, 2004). Sel neuroglia merupakan sel penunjang tambahan
neuron yang berfungsi sebagai jaringan ikat dan mampu menjalani mitosis
yang mendukung proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane 2003).
Proliferasi diperlukan dalam kondisi kultur untuk mengetahui metabolisme
yang terjadi dalam sel seperti siklus pertumbuhan, respon sel terhadap
antioksidan dan paparan zat toksik yang menyebabkan kerusakan pada sel.
Pada tingkat yang paling sederhana, organisasi sistem saraf hanya
tersusun atas sebuah neuron dengan dendrit dan akson. Meskipun masih
sangat sederhana, dengan susunan sistem saraf yang demikian ternyata hewan
mampu menanggapi berbagai perubahan di lingkungannya (Isnaeni, 2006).
Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-
sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut, maka terjalin
komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh
berfungsi sebagai unit yang harmonis.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana fungsi dan struktur jarungan syaraf?
1.2.2 Apa saja bagian-bagian dari sistem saraf?
1.2.3 Bagaimana mekanisme terjadinya rangsangan saraf?
1.2.4 Bagaimana peran sistem saraf sebagai pengendali gerak tubuh?
1.2.5 Apa penyebab terjadinya gangguan saraf?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk memahami pengertian, fungsi dan struktur dari jaringan saraf.
1.3.2 Untuk mengetahui organ-organ penyusun sistem saraf.
1.3.3 Untuk mengetahui mekanisme terjadinya rangsangan.
1.3.4 Untuk mengetahui peran sistem saraf sebagai pengendali gerak tubuh.
1.3.5 Untuk mengetahui macam-macam gangguan yang menyerang sistem
saraf dan penyebab terjadinya.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Dapat menjelaskan pengertian, fungsi dan struktur dari jaringan saraf.
1.4.2 Mampu mengidentifikasi organ-organ penyusun sistem saraf dan
fungsinya.
1.4.3 Mampu menjelaskan peran sistem saraf sebagai pengendali gerak tubuh
dan mengidentifikasi mekanisme terjadinya rangsangan.
1.4.4 Mampu mengidentifikasi macam-macam gangguan yang menyerang
sistem saraf.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungsi dan Struktur Jaringan Saraf


2.1.1 Secara umum jaringan saraf memiliki fungsi sebagai berikut.
1. Sebagai alat komunikasi di dalam tubuh:
Fungsi ini terlihat dari kemampuan jaringan saraf dalam
menerima dan merubah rangsangan (stimulus) menjadi impuls dan
selanjutnya menyalurkan keseluruh saraf dan berakhir pada saraf
pusat.
2. Sebagai alat koordinasi:
Semua aktivitas saraf yang dimiliki ini diperlukan adanya
koordinasi yang dilakukan oleh jaringan saraf itu sendiri.
Kedua fungsi ini sangat erat hubungannya dalam menjalankan
keselarasan fungsional untuk segala kegiatan hidup sehari-hari,
sehingga individu tersebut dapat menyesuaikan dirinya terhadap
perubahan yang terjadi di sekitarnya.
2.1.2 Struktur anatomi fisiologi jaringan saraf
Seluruh sistem saraf (jaringan saraf) disusun oleh sel-sel saraf
yang disebut neuron, yang disokong oleh jaringan ikat spesial yang
disebut neuroglia. Neuron ini sangat berbeda-beda dalam bentuknya,
tetapi mempunyai gambaran tertentu. Tiap neuron terdiri dari :

Gambar 1.
Struktur Neuron
1. Badan sel
(soma) yang mengandung nucleus dan sitoplasma. Badan sel saraf
terdapatnya terbatas hanya pada bahan kelabu (substantia grisea).

3
2. Serabut saraf (2 macam) :
a. Dendrit (dendron = pohon) merupakan Penonjolan serabut yang
relatif pendek dan bercabang- cabang yang mengirimkan impuls
ke badan sel saraf. Dendrit jumlahnya dalam sebuah sel bervariasi
dari satu sampai beberapa dendrit dan kebanyakan panjangnya 1
mm. Dendrit berfungsi untuk memperluas permukaan neuron,
mirip dengan cabang-cabang pohon. Dendrit biasanya lebih
pendek dibandingkan dengan axon, bercabang-cabang secara
kontunyu hingga terkecil. Permukaan dendrit maupun badan sel
tertutupoleh spina atau gemmula yang merupakan hubungan
synaps dengan axon terminal dari sel syaraf lainnya. Isi
sitoplasma sama dengan sitoplasma badan sel. Benda Nissl hanya
terbatas pada bagian proximal dendrit.
b. Neurit/akson (axis cylinder) merupakan bagian penghantar dari
saraf yang berbentuk panjang dan mampu mengirimkan impuls
dari badan sel ke jaringan lain. Axon mempunyai diameter yang
berkisar kurang dari 1 um sampai lebih dari 20 um. Axon atau
axis silinder timbul dari axon hillock di perikarion. Prosesus yang
tunggal ini permukaannya licin dan diameter ukurannya konstan.
Sebelum berakhir pada efektor terlebih dahulu bercabang-cabang
membentuk telodendron. Membran plasma axon disebut juga
axolemma. Segmen permulaan tempat munculnya dari badan sel
merupakan tempat permulaan myelinisasi, selain itu di tempat ini
mempunyai ambang exitasi yang lebih rendah dibandingkan pada
dendrit dan badan sel. Nodus ranvier terdapat pada beberapa
tempat disepanjang axon bermyelin dan merupakan tempat
diskontinyu dari selubung myelin.. Pada tempat tersebut axon
disebungi oleh processus sitoplasmik sel glia. Pada Nodus
Ranvier axon menebal. Secara fungsional Nodus Ranvier
merupakan konduksi saltatorik impuls yaitu tempat meloncatnya
gelombang depolarisasi dari satu nodus ke nodus berikutnya.
Organel seperti mitokondria, neurotubulus, neurofilamen, SER,
dan benda Nissl tidak dijumpai pada axon hillock maupun pada

4
axon. Karena panjangnya prosesus maka akan terjadi masalah
transportasi impuls maupun zat-zat lainnya. Aliran material ada 2
macam yaitu material yang mengalir dari badan sel disebut
somatopugal (retrograde) dan aliran materian ke badan sel disebut
somatopetal (anterograde). Aliran somatopugal ada 2 macam
yaitu: aliran axoplasmik lambat dan aliran axoplasmik cepat.
Sebagian besar material dalam axoplasma bergerak lambat
dengan kecepatan 0,5 5 mm/hari, hal ini diperlukan dalam
mengangkut material yang besdar untuk pemeliharaan,
penggantian organela yang sud ah tua atau untuk reparasi axon.
Namun ada juga material yang mengalir dengan kecepatan 10
200 mm/hari yang merupakan aliran cepat. Aliran cepat ini
menggunakan bantuan organel neurotubulus sebagai alat
transport. Material yang diangkut dengan cepat ini digunakan
untuk keperluan berlangsungnya fungsi synaps axon. Sehubungan
sifat badan sel yang tanggap terhadap perubahan axon terjadi juga
aliran somatopetal (anterograde).Axon-axon yang mempunyai
diameter lebih dari 1 um biasanya mempunyai sarung yang
disebut myelin atau sarung medullaris.
3. Selubung Mielin merupakan lapisan lemak di luar akson yang
merupakan kumpulan sel Schwann. Myelin adalah pembungkus
yang putih dan silindris, bervariasi tebalnya pada serabut saraf yang
berbeda-beda. Myelin merupakan sarung insulasi, yang tersusun
terutama dari lipid dan juga protein. Fungsinya sebagai pelindungi
akson dan memberi nutrisi
4. Sel Schwann : sel yang membentuk selubung lemak di seluruh
serabut saraf mielin.Membran plasmanya disebut neurilemma (selu-
bung yang tipis dan halus).
5. Nodus Ranvier : akson yang tidak terbungkus mielin. Fungsi :
mempercepat penghantaran impuls.
2.1.3 Jenis jenis Sel Saraf
Sel saraf menurut bentuk dan fungsinya terbagi atas sebagai berikut:

5
1. Sel saraf sensoris (neuron aferen)
Bentuknya berbeda dari neuron aferen dan interneuron, di
ujung perifernya terdapat reseptor sensorik yang menghasilkan
potensial aksi sebagai respon terhadap rangsangan spesifik.
Sel saraf ini menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke
sistem saraf pusat, dendritnya berhubungan dengan reseptor
(penerima rangsangan ) dan ujung aksonnya berhubungan dengan sel
saraf asosiasi. Klasifikasi reseptor sensoris menurut jenis
stimulusnya yaitu :
a. Mekanoreseptor mendeteksi stimulus mekanis seperti rasa nyeri,
suara, dan indra peraba.
b. Termoreseptor mendeteksi perubahan temperatur seperti panas
dan dingin.
c. Nosiseptor mendeteksi kerusakan jaringan baik fisik maupun
mekanik seperi nyeri
d. Elektromaknetik reseptor mendeteksi cahaya yang masuk ke mata
seperti warna,cahaya
e. Khemoreseptor mendeteksi pengecapan, penciuman, kadar O2
dan CO2.
2. Sel saraf motoris
Sel saraf ini mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke
otot/skelet yang hasilnya berupa tanggapan terhadap rangsangan.
Badan sel saraf berada di sistem saraf pusat dan dendritnya
berhubungan dengan akson sel saraf asosiasi dan aksonnya
berhubungan dengan efektor(bagian motoris yang menghantarkan
sinyal ke otot/skelet).
Aktivitas sistem motoris tergantung dari aktivitas neuron
motoris pada medula spinalis. Input yang masuk ke neuron motorik
menyebabkan 3 kegiatan dasar motorik yaitu :
a. Aktivitas volunter( di bawah kemauan)
b. Penyesuaian posisi untuk suatu gerakan tubuh yang stabil

6
c. Koordinasi kerja dari berbagai otot untuk membuat gerakan yang
tepat dan mulus.
3. Sel saraf intermedit/Asosiasi (Interneuron)
Ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini menghubungkan
neuron sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke
interneuron lainnya. Beberapa interneuron dalam otak terkait dengan
fungsi berfikir, belajar dan mengingat.
Sel saraf ini terbagi 2 yaitu :
a. Sel saraf ajustor yaitu menghubungkan sel saraf sensoris dan
motoris
b. Sel saraf konektor yaitu untuk menghubungkan neuron yang satu
dengan neuron yang lainnya.
Jenis Sel Saraf menurut jumlah ukurannya terbagi atas sebagai berikut.

Gambar 2. Jenis-jenis sel saraf


1. Neuron Unipolar
Hanya mempunyai satu cabang pada badan sel sarafnya.
selanjutnya cabang akan terbelah dua sehingga bentuk dari neuron
unipolar akan menyerupai huruf T. Satu sebagai dendrit,
sementara yang lain sebagai akson. Neuron unipolar pada umumnya
merupakan neuron sensory.
2. Neuron Bipolar
Mempunyai dua cabang pada badan sel sarafnya di sisi yang
saling berlawanan. Satu berperan sebagai dendrit, sementara yang
lain berperan sebagai akson. Sel saraf neuron bipolar mempunyai

7
bentuk yang agak lonjong/elips. Neuron bipolar pada umumnya
merupakan neuron intermediet.
3. Neuron Multipolar
Jenis sel saraf yang paling umum dan paling banyak ditemui.
Dendrit lebih dari satu, namun hanya memiliki sebuah akson,
berbentuk multigonal. Pada umumnya berfungsi sebagai motoneuron
lain dari tubuh, seperti otot, kulit, ataupun kelenjar.

2.2 Sistem Saraf


Secara umum sistem saraf terdiri dari dua bagian yaitu sistem saraf
pusat (SSP) dan Sistem saraf tepi (SST).
2.2.1 Sistem Saraf Pusat
Sistem Saraf Pusat meliputi otak (Ensefalon) dan sumsum tulang
belakang ( Medula spinalis ). Keduanya merupakan organ yang sangat
lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan.
1. Otak (Ensefalon)
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai
pusat pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak
didalam rongga kranium tengkorak dan dibungkus oleh tiga lapis
selaput kuat yang disebut Meninges. Perkembangan otak manusia,
semula otak berbentuk silinder (bumbung/tabung). Otak berkembang
dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala
pembesaran, otak awal, yang disebut otak depan, otak tengah dan
otak belakang.

Gambar 3. Struktur otak


secara umum

8
Otak depan berkembang menjadi telencephalon (cerebrum,
rhinencephalon, dan corpus striatum) dan diencephalon
(epithalamus, thalamus, dan hypothalamus). Otak Tengah disebut
dengan mesencephalon (tectum, tegmentum, subtansia nigra, crura).
Otak belakang terbagi menjadi dua segmen yaitu metencephalon
(pons, cerebellum) dan myelencephalon (medula oblongata). Untuk
memudahkan penggambaran otak sering dikelompokkan atas tiga
yaitu otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak
(Wandia, I Nengah. 2013).
a. Otak Besar (cerebrum)
Otak besar (cerebrum) merupakan bagian terbesar dari
encephalon, dipisahkan dibelakang dari otak kecil (cerebellum)
oleh fissura transversa cerebri (Wandia, I Nengah. 2013).
Cerebrum mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak, yang
masing-masing disebut fosa kranialis anterior dan kranialis
tengah. Cerebrum atau otak besar, di bagian kortex cerebri
terdapat banyak kumpulan sel-sel syaraf sehingga membentuk
Substansi Grissea atau ganglia basalis. Pada korteks tersebut
tersusun lipatan-lipatan tak teratur sehingga menambah luas
permukaan cerebrum. Sedang pada bagian medulla terdapat axon-
axon yang diselaputi oleh myelin sehingga membentuk substansi
alba (putih) karena lemak myelin tersebut. Otak besar merupakan
pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Yaitu Berpikir,
berbicara, melihat, bergerak, mengingat, dan mendengar termasuk
kegitan tubuh yang disadari. Otak besar dibagi menjadi dua
belahan (hemisferium) yaitu belahan kanan dan belahan kiri oleh
fissura longitudinalis (Wandia, I Nengah. 2013). Otak besar
belahan kanan mengatur dan mengendalikan kegiatan tubuh
sebelah kiri, sedangkan otak belahan kiri mengatur dan
mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan. Berdasarkan
tempatnya Cerebrum dibagi menjadi emapt bagian, yaitu : Bagian
Dahi ( Lobus frontalis ), Bagian Ubun Ubun ( Lobus

9
parietalis ), Bagian Pelipis ( Lobus temporalis ), Bagian Belakang
Kepala ( Lobus oksipetalis ).
Fungsi Cerebrum adalah sebagai: 1) pengontrol mental,
tingkah laku, pikiran, kesadaran, moral, kemauan, kecerdasan,
kemampuan berbicara, bahasa dan beberapa perasaan khusus.
Fungsi tersebut dilakukan oleh korteks cerebri yang mengandung
pusat-pusat tertinggi. 2) mengendalikan otot-otot tulang, sebab
kortex cerebri tempat semua impuls motoris.3) menilai dan
menafsirkan impuls yang masuk termasuk sensibilitas kulit,
sentuhan, sakit, tekanan, suhu, getaran, jaringan, bentuk dan
ukuran, serta sensibilitas otot dan sendi. Fungsi ini
dipertanggungjawabkan oleh kortex cerebri yang merupakan
tempat menerima impuls sensoris.

Gambar 4.
Struktur
otak besar (cerebrum) dan otak kecil (cerebellum)
b. Otak kecil (cerebellum)
Cerebellum adalah bagian terbesar dari otak belakang yang
menempati fosa kranialis posterior dan diatapi oleh tentorium-
serebeli, yang merupakan lipatan dura mater yang
memisahkannya dari lobus oksipitalis serebri. Cerebellum
berkembang dari bagian dorsal rhombencephalon, simetris. Otak
kecil terletak di cavum cranii bagian (Wandia, I Nengah. 2013).
Otak kecil dibungkus dan dipisahkan oleh tentorium cerebelli.
Cerebellum terdiri atas tiga bagian yaitu sebuah vermis (bagian
yang berada di tengah dan dua buah hemispherium (kiri dan

10
kanan) (Wandia, I Nengah. 2013). Fungsi dari cerebellum adalah
untuk mengatur sikap dan aktivitas sikap badan, pusat pengaturan
rangsangan proprioseptif di luar kesadaran, pusat integrasi untuk
koordinasi gerakan (mengatur agar gerakan otot berlangsung
dalam waktu yang tepat). cerebelum berperan penting dalam
menjaga keseimbangan dan pusat keseimbangan tubuh. Bila
serabut kortiko-spinal yang melintas dari kortex serebri ke
sumsum tulang belakang mengalami penyilangan, dan demikian
mengendalikan gerakan sisi yang lain dari tubuh, maka hemisfer
serebri mengendalikan tonus otot dan sikap pada sisinya sendiri
(Pearce, Evelyn C. 1985).
c. Batang otak
Batang otak tersusun atas medulla oblongata, pons,
mesencephalon, dan diencephalon. Di permukaan dorsal di sekitar
pons dan medulla oblongata terdapat fossa rhomboideus (Wandia,
I Nengah. 2013).
1) Sumsum lanjutan (medula oblongata)
Sumsum lanjutan atau sumsum penghubung terbagi
menjadi dua lapis, yaitu lapisan dalam dan luar berwarna
kelabu karena banyak mengandung neuron. Lapisan luar
berwarna putih, berisi neurit dan dendrit (Pearce, Evelyn C.
1985). Medula Oblongata membentuk bagian bawah batang
otak serta mengubungkan pons dengan sumsum tulang
belakang, terletak dalam fosa kranialis posterior adn bersatu
dengan sumsum tulang belakang tepat dibawah foramen
magnum tulang oksipital. Sifat utama Medula Oblongata
adalah bahwa disitu jalur motorik desendens (menurun)
melintasi batang otak dari sisi yang satu menuju sisi yang lain
yang disebut duktus motorik. Perpotongan seperti diatas yang
dilakukan jalur sensorik pada medula juga terjadi dan disebut
duktus sensorik. Medula Oblongata mengandung nukleus atau
badan sel dari berbagai saraf otak yang penting dan

11
mengandung pusat-pusat vital yang mengendalikan
pernapasan dan kardiovaskuler. Medulla oblongata mengontrol
fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah,
pernafasan, dan pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga
mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan
berkedip.

Gambar
5. Medulla

oblongata, pons, dan mesencephalon


2) Pons
Pons adalah bagian dari otak belakang, yang terletak di
atas medulla oblongata. pons membentuk penonjolan serabut
yang sangat jelas pada permukaan ventral rhombencephalon.
Pons terlibat dalam kontrol motor dan analisis sensorik
seperti, informasi dari telinga yang pertama memasuki otak di
bagian pons. Pons memiliki bagian yang penting bagi tingkat
kesadaran dan untuk tidur. Beberapa struktur dalam pons
terkait dengan otak kecil, sehingga terlibat dalam gerakan dan
postur.
3) Otak Tengah (Mesencephalon)
Otak tengah merupakan penghubung antara otak depan
dan otak belakang, bagian otak tengah yang berkembang
adalah lobus optikus yang berfungsi sebagai pusat refleksi
pupil mata, pengatur gerak bola mata, dan refleksi akomodasi
mata. Bagian yang menghubungkan antara kortex cerebri

12
dengan batang otak dan medulla spinalis adalah capsula
interna yang penuh dengan serabut motorik dan sensorik. Pada
saat melintasi substansi kelabu, syaraf-syaraf tersebut terpadu
erat. Jika terjadi thrombosis arteri pada capsula interna, dapat
mengakibatkan hemiplegia (kerusakan salah satu sisi tubuh).
Jalur lintas motorik :
Capsula interna -> dasar otak tengah -> pons varolli ->
medulla oblongata -> medulla spinalis -> organ.
Jalur lintas sensorik :
Organ -> medulla spinalis -> medulla oblongata -> pons
varolli -> otak tengah -> thalamus -> kortex sensoris
hemisphaerum cerebri.
Fungsi otak tengah : Mengendalikan kesetimbangan dan
gerakan-gerakan mata
4) Diencephalon
Diencephalon membentuk bagian terdepan batang otak.
Diencephalon tersusun atas 3 bagian utama yaitu epithalamus,
thalamus, dan hypothalamus, yang masing-masing
berkembang berhubungan dengan bagian atap, dinding, dan
dasar dari ventrikel 3.

Gambar 6. diencephalon
a) Epithalamus
Epithalamus merupakan bagian paling dorsal,
tersusun atas glandula pineal (epiphysis cerebri), satria
habenula, habenula, dan komisura habenula.
b) Thalamus
Thalamus sebagai penerima impuls sensorik yang
dapat ditafsirkan pada tingkat subkortikal atau disalurkan
pada daerah sensorik.
c) Hypothalamus

13
Hipothalamus mempunyai beberapa nukleus yang
berhubungan dengan hipophise pada sistem endokrin.,
nukleus-nukleus tersebut mengendalikan fungsi-fungsinya,
seperti lapar, haus, pengaturan suhu tubuh.
2. Sumsum Tulang Belakang ( medulla spinalis )
Medulla spinalis bermula dari medulla oblongata menuju ke
arah otak caudal melalui foramen magnum dan berakhir pada daerah
pinggang. Penampangnya dari atas ke bawah semakin kecil kecuali
pada daerah leher dan daerah pinggang menebal/melebar. Dari
penebalan tersebut plexus-plexus syaraf bergerak guna mensyarafi
anggota badan atas dan bawah, dan untuk daerah dada tidak
membentuk plexus tetapi tersebar membentuk syaraf intercostalis
(Nesheim et al. 1972). Fungsi sumsum tulang belakang adalah
mengatur reflex fisiologis, seperti kecepatan napas, denyut jantung,
suhu tubuh, tekanan, darah, dan kegiatan lain yang tidak disadari.

Gambar 7. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)

Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak


bagian luar berwarna putih (substansi alba), sedangkan bagian dalam
berbentuk kupu-kupu yang berwarna kelabu (substansi grissea).
Pada bagian berwarna putih berfungsi untuk menghantarkan impuls
menuju otak dan akan disampaikan ke Efektor. Pada penampang
melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang

14
terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah
disebut tanduk ventral. Bagian tanduk ini terdapat pada bagian
berwarna kelabu. Impuls sensorik dari reseptor dihantar masuk ke
sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motorik
keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju
Efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung
(asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari Neuron
Sensorik dan akan menghantarkannya ke saraf motorik. Medulla
spinalis keluar syaraf-syaraf spinal yang tersusun menurut segmen
tubuh.

8 pasang syaraf spinal leher


12 pasang syaraf spinal dada
5 pasang syaraf pinggang
5 pasang syaraf spinal kelangkang
Beberapa syaraf pinggang tungging
Setiap syaraf spinal yang keluar dari medulla spinalis terdiri
dua akar yaitu:
Akar depan (radix anterior)
Akar belakang (radix posterior)
Kedua radix tersebut mempunyai kumpulan sel syaraf yang
disebut simpul syaraf spinal (ganglion spinale). Kedua radix tersebut
saling bertaut satu sama lain membentuk sebuah syaraf spinal yang
kemdian meninggalkan canalis vertebralis melalui foramen
intervertebralis. Kemudian segera bercabang menjadi cabang ke
depan, ke belakang dan cabang penghubung.
2.2.2 Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi tersusun dari semua saraf yang membawa pesan
dari dan ke sistem saraf pusat. Kerjasama antara sistem pusat dan sistem
saraf tepi membentuk perubahan cepat dalam tubuh untuk merespon
rangsangan dari lingkunganmu. Sistem saraf ini dibedakan menjadi
sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.
1. Sistem saraf somatic (saraf sadar)

15
Sistem saraf somatis disebut juga dengan sistem saraf sadar.
Sistem Saraf Tepi merupakan saraf penghubung antara Sistem Saraf
Pusat dengan Organ tubuh. Sistem Saraf Tepi terdiri dari serabut
saraf dan ganglion (simpul saraf). Sel-sel saraf ini berfungsi
membawa impuls saraf atau rangsang saraf Menuju dan dari Sistem
Saraf Pusat. Sistem saraf somatis terdiri dari 12 pasang saraf
kranial dan 31 pasang saraf sumsum tulang belakang (spinal)
(Siswanto, M.Kes, Drh. 2013). Terdapat 12 pasang serabut syaraf
cranial, bersifat sensorik atau motorik, juga campuran antara lain :

a. N olfaktorius (sensorik), syaraf pembau


b. N opticus (sensorik), syaraf penglihat
c. N oculomotoris (motoris), mensyarafi otot mata externa dan
penghantar syaraf parasimpatis untuk melayani o. siliaris dan o.
Oris
d. N choclearis (motoris) ke arah sebuah otot mata, m obliquus
externa
e. N trigeminus (sensoris) mensyarafi kulit wajah, o.kunyah
f. N abduscens (motoris) mensyarafi satu otot mata yaitu rectum
lacriminalis
g. N fascialis (motoris) mensyarafi otot - otot mimik wajah dan kulit
kepala.
h. N acusticus (sensoris) untuk pendengaran
i. N glossopharingeus (motorik dan sensorik) mensyarafi lidah dan
tekak dan kelenjar parotis
j. N vagus (sensoris dan motoris) mensyarafi semua organ tubuh
k. N accesoris (motoris) terbelah menjadi dua, yang pertama
menyertai n vagus, yang lainnya sebagai n motoris menuju ke otot
sternocleiodosmatoideus dan m. Trapezius
l. N hypoglosus (motoris) mensyarafi otot - otot lida
Kedua belas pasang saraf otak akan menuju ke organ tertentu,
misalnya mata, hidung, telinga, dan kulit. Saraf sumsum tulang
belakang keluar melalui sela-sela ruas tulang belakang dan
berhubungan dengan bagian-bagian tubuh, antara lain kaki, tangan,
dan otot lurik. Saraf-saraf dari sistem somatis menghantarkan
informasi antara kulit, sistem saraf pusat, dan otot-otot rangka.

16
Proses ini dipengaruhi saraf sadar, berarti kamu dapat memutuskan
untuk menggerakkan atau tidak menggerakkan bagian-bagian tubuh
di bawah pengaruh sistem ini.
Contoh dari sistem saraf somatis adalah sebagai berikut.
1. Ketika kita mendengar bel rumah berbunyi, isyarat dari telinga
akan sampai ke otak. Otak menterjemahkan pesan tersebut dan
mengirimkan isyarat ke kaki untuk berjalan mendekati pintu dan
mengisyaratkan ke tangan untuk membukakan pintu.
2. Ketika kita merasakan udara di sekitar kita panas, kulit akan
menyampaikan informasi tersebut ke otak. Kemudian otak
mengisyaratkan pada tangan untuk menghidupkan kipas angin.
3. Ketika kita melihat kamar berantakan, mata akan menyampaikan
informasi tersebut ke otak, otak akan menterjemahkan informasi
tersebut dan mengisyaratkan tangan dan kaki untuk bergerak
membersihkan kamar.
2. Sistem saraf otonom
Sistem saraf autonom adalah bagian dari sistem saraf perifer
yang tidak berada dalam pengawasan kehendak. Organ yang
diinervasi oleh sistem saraf autonom misalnya jantung, lambung,
kelenjar pencernaan, intestinum dan sebagainya, tidak bisa dikontrol
oleh keinginan kita. Saraf-saraf autonom dijumpai pada saraf-saraf
kranial ke-3, ke-7, ke-9 dan k-10 (saraf ke-10/vagus yang paling
penting).
Sara-saraf spinalis tidak mempunyai serabut-serabut autonom
pada bagian leher, tetapi bagian yang lebih di bawah mempunyai
serabut-serabut autonom untuk tiap-tiap segment, terdapat perbedaan
yang menarik dalam struktur saraf motoris dan saraf autonom, yaitu
badan sel neuron motoris selalu terletak dalam S.S.P. dan serabut-
serabut sarafnya yang panjang berjalan dengan tidak terpotong-
potong menuju otot, sedang serabut-serabut saraf autonom juga
berasal dari neuron dalam S.S.P., tetapi mereka selalu berjalan
menuju ke sel saraf lainnya di luar S.S.P., dan mereka membentuk

17
suatu synapsis dan serabut saraf ke-dua inilah yang membawa
impuls ke effektor (Siswanto, M.Kes, Drh. 2013). Keistimeaan
fungsional dari sistem saraf autonom adalah dibaginya menjadi 2
bagian :
1. Sistem parasympathis disebut juga dengan sistem saraf
kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan
daerah sakral. Susunan saraf parasimpatik berupa jaring-jaring
yang berhubung-hubungan dengan ganglion yang tersebar di
seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang
dikuasai oleh susunan saraf simpatik. Sistem saraf parasimpatik
memiliki fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf
simpatik. Misalnya pada sistem saraf simpatik berfungsi
mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem saraf
parasimpatik akan memperlambat denyut jantung.
2. Sistem sympathis disebut juga sistem saraf torakolumbar, karena
saraf preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai
dengan ke-12. Saraf ini berasal dari chorda spinalis bagian thorax
dan lumbar dan saraf-sarafnya membentuk satu pasangan ganglia
segera di luar columna vertebralis. Serabut-serabut sekundernya /
post-ganglioner lalu melanjut menuju ke organ-organ sasarannya.
Semua organ internal menerima serabut-serabut sistem saraf
autonom dan kedua serabut ini mempunyai pengaruh yang berla-
wanan, bila yang satu merangsang maka yang lain menghambat
aktivitas organ tersebut. Misalnya denyut jantung dihambat oleh
n.vagus (parasympathis) dan dipercepat oleh saraf sympathicus.
Saraf berpengaruh terhadap cor dengan melepaskan zat kimia,
yaitu n.para-sympathicus (vagus) mengeluarkan acetylcholine,
dan n.sympathicus mengeluarkan : adrenalin. Tetapi adrenalin
tidak selamanya menstimulasi dan acetylcholine tidak selamanya
menghambat. Sebagai contoh : gland. salivarius distimulasi oleh
n.parasympathicus dan dihambat oleh n.sympathicus.

2.3 Mekanisme Terjadinya Rangsangan Saraf

18
Rangsangan yang diterima sel saraf dapat berasal dari dalam tubuh
maupun luar tubuh. Rangsangan yang merambat disebut impuls. Dalam sel
saraf terjadi proses penghantaran impuls secara konduksi. Impuls diterima
oleh reseptor kemudian akan dihantarkan oleh dendrit menuju badan sel saraf.
Saat impuls sampai pada akson, impuls akan diteruskan ke dendrit neuron
lain. Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabel
yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran, tetapi
menghambat ion lainnya. Membran plasma neuron tersebut
berfungsi melindungi cairan sitoplasma yang berada di dalamnya. Hanya ion-
ion tertentu akan dapat bertranspor aktif melewati membran plasma menuju
membran plasma neuron lain.
2.3.1 Penghantaran impuls melalui sel saraf
Apabila tidak terdapat rangsangan atau neuron dalam keadaan
istirahat (keadaan tidak terstimulasi), sitoplasma di dalam membran
plasma bermuatan listrik negatif, sedangkan cairan di luar membran
bermuatan positif. Membran luar sel saraf bermuatan positif karena
kelebihan kation atom Na+ sedangkan membran dalam sel saraf
bermuatan negatif karena banyak ion K+ yang keluar akson. Keadaan
seperti ini disebut polarisasi atau potensial istirahat. Terjadinya kondisi
demikian karena peran pompa ion Na+ dan ion K+ yang mempunyai
sifat membran akson yang lebih permeabel terhadap ion K+ dan kurang
permeabel terhadap ion Na+. Sehingga ion Na+ dipompa ke luar dan
ion K+ dipompa ke dalam. Karena sifat membran akson yang
permeabel terhadap ion K+, maka ion K + dapat kembali keluar.
Keadaan ini mengakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80mV
yang dapat diukur disepanjang membran plasma karena bagian dalam
membran lebih negatif daripada bagian luar. Kecepatan perjalanan
gelombang perbedaan potensial bervariasi antara 1 sampai dengart 120
m per detik, tergantung pada diameter akson dan ada atau tidaknya
selubung mielin. Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat
(resting potential). (Snell. 2007)

19
Jika terjadi rangsang kuat, permeabilitas membran akan berubah.
Akibatnya polarisasi membran juga berubah. Polarisasi mengalami
pembalikan pada lokasi tertentu yang disebut depolarisasi. Kemudian,
apabila neuron dirangsang dengan kuat, permeabilitas membran plasma
terhadap ion Na+ berubah meningkat. Peningkatan permeabilitas
membran ini menjadikan ion Na+ berdifusi ke dalam membran,
sehingga muatan sitoplasma berubah menjadi positif. Fase seperti ini
dinamakan depolarisasi atau potensial aksi. Sementara itu, ion K+ akan
segera berdifusi keluar melewati membran plasma. Fase ini dinamakan
repolarisasi. Perbedaan muatan pada bagian yang mengalami polarisasi
dan depolarisasi akan menimbulkan arus listrik.
Kondisi depolarisasi ini akan berlangsung secara terus-
menerus, sehingga menyebabkan arus listrik. Dengan demikian, impuls
saraf akan terhantar sepanjang akson. Setelah impuls terhantar, bagian
yang mengalami depolarisasi akan meng alami fase istirahat kembali
dan tidak ada impuls yang lewat. Waktu pemulihan ini dinamakan fase
refraktori atau undershoot Selanjutnya proses pembalikan polarisasi
diulang hingga menyebabkan rantai reaksi. Dengan demikian, impuls
berjalan sepanjang akson. Setelah impuls berlalu, membran neuron
memulihkan keadaannya seperti semula. Selama masa pemulihan ini,
impuls tidak bisa melewati neuron tersebut. Waktu ini disebut waktu
refraktori.

20
Gambar 8.

Mekanisme terjadinya rangsangan

2.3.2 Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis


Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron
lain dinamakan sinapsis. Setiap terminal akson membengkak
membentuk tonjolan sinapsis. Di dalam sitoplasma tonjolan sinapsis
terdapat struktur kumpulan membran kecil berisi neurotransmitter; yang
disebut vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan sinapsis
disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung dendrit dari sel berikutnya
yang membentuk sinapsis disebut post-sinapsis. Bila impuls sampai
pada ujung neuron, maka vesikula bergerak dan melebur dengan
membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan melepaskan
neurotransmitter berupa asetilkolin. Neurontransmitter adalah suatu zat
kimia yang dapat menyeberangkan impuls dari neuron pra-sinapsis ke
post-sinapsis. Neurontransmitter ada bermacam-macam misalnya
asetilkolin yang terdapat di seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di
sistem saraf simpatik, dan dopamin serta serotonin yang terdapat di
otak. Asetilkolin kemudian berdifusi melewati celah sinapsis dan
menempel pada reseptor yang terdapat pada membran post-sinapsis.

21
Penempelan asetilkolin pada reseptor menimbulkan impuls pada sel
saraf berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka
akan diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh
membran post-sinapsis.
Bagaimanakah penghantaran impuls dari saraf motor ke otot?
Antara saraf motor dan otot terdapat sinapsis berbentuk cawan dengan
membran pra-sinapsis dan membran post-sinapsis yang terbentuk dari
sarkolema yang mengelilingi sel otot. Prinsip kerjanya sama dengan
sinapsis saraf-saraf lainnya.

Gambar 9. Lokasi, anatomi, dan cara kerja sinapsis


2.3.3 Impuls saraf
Sel-sel di dalam tubuh dapat memiliki potensial membran akibat
adanya distribusi tidak merata dan perbedaan permeabilitas dari Na+,
K+, dan anion besar intrasel. Potensial istirahat merupakan potensial
membran konstan ketika sel yang dapat tereksitasi tidak
memperlihatkan potensial cepat. Sel saraf dan otot merupakan jaringan
yang dapat tereksitasi karena dapat mengubah permeabilitas membran
sehingga mengalami perubahan potensial membran sementara jika
tereksitasi. Ada dua macam perubahan potensial membran:
1. Potensial berjenjang yakni sinyal jarak dekat yang cepat
menghilang. Potensial berjenjang bersifat lokal yang terjadi dalam
berbagai derajat. Potensial ini dipengaruhi oleh semakin kuatnya
kejadian pencetus dan semakin besarnya potensial berjenjang yang
terjadi. Kejadian pencetus dapat berupa:
a. Stimulus

22
b. Interaksi ligan-reseptor permukaan sel saraf dan otot
c. Perubahan potensial yang spontan (akibat ketidakseimbangan
siklus pengeluaran pemasukan/ kebocoran-pemompaan)
Apabila potensial berjenjang secara lokal terjadi pada
membran sel saraf atau otot, terdapat potensial berbeda di daerah
tersebut. Arus (secara pasif )mengalir antara daerah yang terlibat dan
daerah di sekitarnya (di dalam maupun di luar membran). Potensial
berjenjang dapat menimbulkan potensial aksi jika potensial di daerah
trigger zone di atas ambang. Sedangkan jika potensial di bawah
ambang tidak akan memicu potensial aksi.
Daerah-daerah di jaringan tempat terjadinya potensial
berjenjang tidak mempunyai bahan insulator sehingga terjadi
kebocoran arus dari daerah aktif membran ke cairan ekstrasel (CES)
sehingga potensial semakin jauh semakin berkurang. Contoh
potensial berjenjang:
a. Potensial pasca sinaps
b. Potensial reseptor
c. Potensial end-plate
d. Potensial alat pacu
2. Potensial aksi merupakan pembalikan cepat potensial membran
akibat perubahan permeabilitas membran. Potensial aksi berfungsi
sebagai sinyal jarak jauh. Selama potensial aksi, depolarisasi
membran ke potensial ambang menyebabkan serangkaian perubahan
permeabilitas akibat perubahan konformasi saluran-saluran gerbang-
voltase. Perubahan permeabilitas ini menyebabkan pembalikan
potensial membran secara singkat, dengan influks Na+ (fase naik;
dari -70 mV ke +30 mV) dan efluks K+ (fase turun: dari puncak ke
potensial istirahat). Sebelum kembali istirahat, potensial aksi
menimbulkan potensial aksi baru yang identik di dekatnya melalui
aliran arus sehingga daerah tersebut mencapai ambang. Potensial
aksi ini menyebar ke seluruh membran sel tanpa menyebabkan
penyusutan. Cara perambatan potensial aksi:
a. Hantaran oleh aliran arus lokal pada serat tidak bermielin
potensial aksi menyebar di sepanjang membran.

23
b. Hantaran saltatorik yang lebih cepat di serat bermielin impuls
melompati bagian saraf yang diselubungi mielin
b.3.4 Mekanisme gerak sadar dan gerak refleks
Mekanisme refleks dimulai dari diterimanya rangsang oleh
reseptor yang kemudian diteruskan melalui saraf sensoris ke sumsum
tulang belakang. Dari sumsum tulang belakang rangsang diteruskan
melalui saraf motoris ke efektor sehingga terjadi gerak refleks.
Skema Alur Gerak Refleks:

Gambar 10. Skema Gerak Refleks


Gerak sadar mempunyai mekanisme yang berbeda dengan gerak
refleks. Mekanisme gerak sadar dimulai dari diterimanya rangsang oleh
reseptor kemudian diteruskan melalui saraf sensoris ke otak. Oleh otak
rangsang akan diteruskan melalui saraf motoris ke efektor.
Skema Alur Geak Sadar:

Gambar 11. Skema Gerak Sadar


Sumsum Tulang Belakang Sumsum tulang belakang merupakan
lanjutan medula oblongata. Sumsum tulang belakang (medula spinalis),
seperti halnya otak, diselaputi meninges. Jika medula spinalis diiris
melintang, pada bagian tengahnya terdapat substansi kelabu berbentuk
H dan bagian luar berwarna putih. Substansi kelabu terbagi atas akar
ventral (ventral root) dan akar dorsal (dorsal root). Akar ventral

24
mengandung badan neuron motoris yang aksonnya menuju efektor.
Akar dorsal mengandung saraf sensoris dan aksonnya menuju reseptor.
Bagian putih yang mengelilingi bagian kelabu mengandung dendrit dan
akson. Fungsi medula spinalis adalah sebagai penghubung impuls dari
dan ke otak, serta memberi kemungkinan terjadinya gerak refleks.
Berdasarkan tempat konektornya, refleks dibedakan menjadi dua,
yaitu refrleks spinalis dan cranialis.
a. Refleks tulang belakang (refleks spinalis) yaitu jika konektor
terdapat pada tulang belakang. Contoh: gerakan menarik tangan saat
menyentuh benda panas atau kaki terkena duri.

Gambar 12. Refleks Spinalis


b. Refleks otak (refleks cranialis) yaitu jika konektornya terdapat di
otak. Contoh: gerakan terpejam karena kilat.

2.4 Sistem Saraf sebagai Pengendali Gerak Tubuh


Sel saraf bekerja dengan cara menimbulkan dan menjalarkan impuls
(potensial aksi). Impuls dapat menjalar pada sebuah sel saraf, tetapi juga
dapat menjalar ke sel lain dengan melintasi sinaps. Penjalaran impuls
melintasi sinaps dapat terjadi dengan cara transmisi elektrik atau transmisi
kimiawi (dengan bantuan neurotransmitter) (Isnaeni, 2006: h. 82).

25
Komunikasi antara satu neuron dengan neuron lainnya atau dengan otot
dan kelenjar melalui proses transmisi sinaptik. Pada transmisi sinptik terjadi
sinaps (hubungan) dimana akson dari suatu neuron sel presinaps akan
berhubungan dengan dendrit, akson, atau badan sel neuron postsinaps.
Terdapat dua jenis transmisi sinaptik: transmisi sinaptik elektrik dan transmisi
sinaptik kimiawi (Halwatiah, 2009: h. 29).
Menurut (Pratama, 2012) berdasarkan fungsinya sistem saraf dapat
dibedakan atas tiga jenis :
1. Sel saraf sensorik adalah sel saraf yang membawa impuls berupa
rangsangan dari reseptor (penerima rangsang), ke sistem saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang). Sel saraf sensorik disebut dengan sel saraf indera,
karena berhubungan dengan alat indera.
2. Sel saraf motorik adalah sel saraf yang membawa impuls berupa
tanggapan dari susunan saraf pusat (otak atau sumsum tulang belakang) menuju
ke atau kelenjar tubuh. Sel saraf motorik disebut juga dengan sel saraf penggerak
karena berhubungan erat dengan otot sebagai alat gerak.
3. Sel saraf penghubung disebut juga dengan sel saraf konektor. Hal ini
disebabkan karena fungsinya meneruskan rangsangan dari sel saraf sensoris ke sel
saraf ke sel saraf motorik.
Menurut (Hala, 2007: h. 88) fungsi utama sistem saraf adalah :
1. Untuk mendeteksi, menganalisa, menggunakan, dan menghantarkan
semua informasi yang ditimbulkan oleh rangsang sensoris (seperti panas
dan cahaya) dan perubahan mekanis dan kimia yang terjadi di dalam
lingkungan internal dan eksternal.
2. Untuk mengorganisir dan mengatur, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung, sebagian terbesar fungsi tubuh, terutama kegiatan motoris, visceral,
endokrin dan mental.
2.4.1 Pola mekanisme pengendalian gerak oleh system saraf
Neuron tersusun dalam sirkuit yang terdiri dari dua atau atau lebih
jenis fungsional. Sirkuit neuron yang paling sederhana hanya
melibatkan sinapsis antara dua jenis neuron, neuron sensoris dan neuron
motoris. Masing-masing neuron sensoris mengirimkan sinyal dari

26
reseptor sensoris ke neuron motoris, yang selanjutnya mengirimkan
sinyal ke efektor. Hasilnya seringkali adalah suatu respons otomatis
yang sederhana, yang disebut refleks (Campbell, 2004: h. 202).
Refleks terjadi lewat suatu lintasan tertentu disebut lengkung
refleks, dengan komponen reseptor, neuron sensorik, neuron
penghubung (di dalam otak dan medulla spinalis), neuron motorik dan
efektor. Sebagian besar merupakan refleks yang rumit, melibatkan lebih
dari satu neuron penghubung (Tim Dosen, 2012: h. 8).
Proses reflex diawali dengan rangsangan pada reseptor. Di sel
reseptor ini akan terjadi proses transduksi yaitu terjadinya perubahan
berbagai bentuk energy rangsanag menjadi energy listrik. Potensial
listrik yang timbul disebut sebagai potensial reseptor yang dapat berupa
depolarisasi atau hiperpolarisasi.
Proses pengendalian di saraf pusat terjadi dengan lebih majemuk
karena hubungan antara neuron melalui sinaps yang sangat kompleks.
Di saraf pusat dapat terjadi eksitasi maupun inhibisi secara berurutan
maupun serempak bergantung kepada rangkaian hubungan neuron serta
jenis neurotransmitter yang di lepaskan serta durasi dan saat
pelepasannya.
Bentuk lain pengendalian system saraf dapat terjadi di hubungan
saraf eferen dengan organ efektor yaitu hubungan saraf dengan otot
rangka, otot polos otot jantung dan kelenjar. Kegiatan organ efektor
tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah dan durasi penglepasan
neurotransmitor oleh ujung saraf eferen serta kemampuan receptor site
di organ reseptor untuk berikatan dan bereaksi dengan neurotransmitor.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengendalian perilaku hewan
oleh system saraf dapat terselenggara di beberapa simpul jalur refleks
secara terkoordinasi dan relative cepat sehingga respons tubuh yang
merupakan gabungan beranekaragam respon sel/jaringan/organ sasaran
dapat selalu serasi dengan perubahan lingkungan dari waktu ke waktu.

2.5 Gangguan pada Sistem Saraf

27
2.5.1 Gangguan Pada Sistem Saraf Pusat
Gangguan terhadap sistem saraf dapat terjadi karena faktor infeksi
dan non infeksi. Gangguan karena faktor infeksi dapat terjadi karena
adanya agen infeksius yang menyerang fungsi saraf. Dapat berasal dari
virus, bakteri atau parasite. Beberapa contoh agen infeksi yang terhadap
sistem saraf adalah :
1. Rabies : karena infeksi dari lyssa virus
2. Japanese B encephalitis : infeksi dari flavivirus
3. NewcastleDisease : infeksi dari paramixovirus
4. Bovinespongioformencefalopathie : karena infeksi prion
5. Distemper
6. Neurosisticerkosis : infeksi dari Taenia
Patologi dari sistem saraf dapat dikelompokanmenjadi 5 kategori:
Peradangan, Degenerasi, Malformasi, Trauma dan Neoplasia.
1. Peradangan (Inflamasi)
Edema, aeperti jaringan lain, edema selalu menyertai
perubahan inflamasi awal pada SSP. Bisa ditebak, hal ini paling
sering terlihat bersama trauma atau infeksi akut, tetapi juga bisa
menjadi ciri-ciri dari beberapa intoksikasi.
Dua faktor bergabung untuk memberikan perbedaan edema
pada SSP: pertama, SSP (yaitu otak dan kordaspinalis) terbungkus
dalam tulang, dan kedua, tidak terdapat pembuluh limfe di dalam
SSP. Tulang pembungkus berarti otak dan / atau kordaspinalis hanya
memiliki ruang terbatas untuk berkembang, dan kurangnya
pembuluh limfe berarti cairan edema hanya bisa berkurang secara
perlahan.
Edema di SSP membawa ancaman yang seriusakibat
penekanan dan nekrosis iskemik pada jaringan yang terkena; akibat
dari tekanan atau kompresi ini sering menjadi perhatian utama ketika
mengobati penyakit akut SSP.
Sebuah contoh umum dari edema lokal terlihat pada
kordaspinaliskarena trauma, hal ini dapat menyebabkan nekrosis
iskemik lokal yang mengarah pada kelumpuhan meskipun kordanya
mungkin belum secara langsung rusak oleh trauma. Edemadifusa

28
terlihat lebih sering di otak dan biasanya akibat dari keracunan atau
hipoksia yang mendalam, yang dapat menyebabkan nekrosis pada
seluruh korteks serebral. Jika parah, herniasi (penonjolan) dari otak
melalui foramen magnus mungkin terjadi. Tanda-tanda klinis
termasuk pingsan, kebutaan kortikal, penekanan kepala dan
papilloedema (pembengkakan cakram optik).
Penting untuk disadari bahwa, seperti halnya dengan banyak
penyakit lainnya dari SSP, lesi patologi sering terlihatpada penyakit
inflamasi. Jadi diagnosis penyakit inflamasi dalam SSP biasanya
membutuhkan pemeriksaan histopatologi. Proses yang paling umum
dari peradangan yang mungkin ditemukan adalah:
a. Peradangan supuratif
Peradangan supuratif (pus = nanah) dalam SSP biasanya
berbentuk meningitis atau abses. Untuk mendeteksi meningitis
supuratif, inspeksi secara dekat sering dibutuhkan: nanah hanya
dapat terlihat jauh di dalam sulkus atau mungkin condong ke
daerah basal di bawah otak. Ventrikel dan pleksus koroid juga
dapat meradang bersamaan dengan meningen. Kecuali abses
berada dalam kontak dengan meninges, jaringan fibrosa tidak
memainkan peran penting dalam menutupi abses di SSP (ingat sel
astroglial tidak membentuk kolagen). Tugas penutupan luka lebih
tergantung pada proliferasi astroglial di sekitar lokasi, hal
inimerupakan proses yang lambat dan cenderung menghasilkan
kebocoran yang dapat memperburuk edema lokal yang sudah ada.
Infeksi bakteri pada SSP (meningitis atau abses) biasanya
hematogenus dan yang paling sering terjadi pada hewan ternak
muda. Infeksi bakteri biasanya muncul dari pusat supuratif di
tempat lain (infeksi umbilical, pneumonia, luka yang khas),
meskipun ada juga beberapa patogen tertentu yang penting seperti
pada anak babi yang terinfeksi oleh Streptococcussuis. Cukup
sering lesi muncul bersamaan pada sendi sinovial dan / atau
permukaan serosalvisceral (polyserositis). Kadang-kadang,

29
bakteri masuk ke SSP melalui luka yang ada di dekatnya,
terutama padabiri-biri jantan petarung memungkinkan masuknya
infeksi ke sinus frontalis. Radang supuratif dari SSP sering fatal,
namun hewan dapat bertahan hidup jika diobati secara dini atau
jika infeksi masih terlokalisir. Komplikasi termasuk penyebaran
infeksi melalui CSF atau penyumbatan aliran CSF oleh eksudat
menyebabkan hydrocephalus.
Sebuah pola yang unik dari peradangan supuratif terjadi
pada ruminansia karena Listeriamonocytogenes; organisme ini
menghasilkan mikroabses di parenkim batang otak (yaitu
ensefalitis bakteri) khususnya menghasilkan tanda-tanda penyakit
vestibular sentral.
b. Inflamasinon-supuratif
Proses inflamasi ini didominasi oleh infiltrasi limfositik
dan biasanya mengindikasikan infeksi virus. Inflamasinon-
supuratif biasanya berada dalam parenchyma sehingga gambaran
keseluruhan merupakan salah satu dari ensefalitis atau
encephalomyelitis daripada meningitis. Tidak ada perubahan
patologi anatomi, tapi dua temuan histologis yang penting adalah:
1) Perivaskularcuffing: merupakan penemuan yang paling
mencolok dan mengacu pada akumulasi limfosit di sekitar
pembuluh darah, ini menunjukkan respon imun spesifik.
2) Badan inklusi: pada neuron atau glia terkadang dapat
mengindikasi virus tertentu misalnya distemper, rabies
(intracytoplasmicnegribodies) dan pseudorabies atau penyakit
Audjeskys (inklusiherpesvirusintranuklear).
Temuan lain termasuk kehilangan myelinkarena cedera
oligodendroglia atau "dyingback" dari akson menyusul kerusakan
badan sel saraf. Pada infeksi viruscaninedistemper dan
caprinearthritis-ensefalitis, terjadi kehilangan myelinyang sangat
parah dan mungkin melibatkan serangan imunologi. Gliosis
(proliferasi sel glial untuk membentuk "bekas luka" glial) dan

30
penampilan dari sel fagositik untuk menyingkirkan virus
pembunuh neuron.
c. Peradangan Granulomatosa
Ketika peradangan granulomatosa terjadi di SSP pada
dasarnya hal inisama dengan peradangan granulomatosa pada
jaringan lain. Foki secara umum tersusun dari makrofag yang
tersebar secara acak di seluruh parenkim tersebut. Jamur adalah
penyakit infeksi umum yang menyebabkan tipe peradangan ini.
Sebuah contoh penting terjadi pada kucing, yaitu ensefalitis
granulomatosa karena jamur tipe khamir
Cryptococcusneoformans. Kasus penting pada anjing dikenal
sebagai granulomato sameningo encephalomyelitis (GME).
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit SSP paling umum
pada spesies ini. Namun etiologinya tidak diketahui. Sekali lagi
sering tidak ada lesi patologi anatomi.
Protozoa seperti Toxoplasma atau Neospora dapat
menginfeksi SSP, memproduksi lesi seperti granuloma kecil.
Perhatikan bahwa pemeriksaan CSF dapat membantu dalam
diagnosis penyakit SSP dengan memberikan informasi tentang
jenis sel yang terlibat dan, sesekali, organisme penyebab bahkan
dapat dilihat.
Neuritis terkadang dilihat sebagai gangguan primer
(misalnya caudaequinaneuritis pada kuda dan polyradiculoneuritis
pada anjing), infiltratenya biasanya mononuklear dan disertai
dengan degenerasi Wallerian.
2. Degenerasi
Ada 4 proses degeneratif yang penting terlihat pada jaringan
saraf:
a. Malacia: nekrosis di SSP
b. DegenerasiWallerian: degenerasi akson dan myelin.
c. Demyelinasi: degenerasimyelin saja.
d. Perubahan spongiosa: vakuolasisubstasiaalba atau grisea.

31
Malacia dan degenerasiWallerian merupakan proses yang tidak
spesifik dan biasanya terjadi setelah beberapa kejadian. Keempat
proses dapat menjadi indikator yang penting atau kerusakan karena
racun.
a. Malacia
Istilah ini digunakan (tampaknya untuk alasan historis)
untuk menggambarkan nekrosis dalam SSP, secara harfiah berarti
pelunakan. Seringkali awalan ditambahkan untuk menunjukkan
daerah misalnya polio-encephalomalacia. Penyebab malacia mirip
dengan penyebab nekrosis di tempat lain (trauma, hipoksia, racun,
dll); selain itu, terdapat kekurangan tiamin yang merupakan
penyebab nekrosis yang khaspada SSP.
Bisa ditebak, malacia di SSP mengikuti urutan yang sama
seperti nekrosis pada jaringan lain:
1) Edema dan perdarahan
2) Penghapusan jaringan mati oleh otolisis dan fagositosis
3) Akhirnya, kista berisi cairan terbentuk
seiringdebrisdisingkirkan; kista tersebut dibatasi oleh astroglia,
bukan jaringan parut (ingat tidak ada fibroblas dalam SSP).
Penyebab penting dari malacia meliputi:
1) Trauma: terutama kordaspinalis (misalnya tonjolan disc)
2) Racun: misalnya FSE atau fokalsymmetricalencephalomalacia
pada domba dan anak-anak diduga karena racun epsilon
dihasilkan oleh Clostridiumperfringens tipe D.
3) Iskemia / hipoksia: malasia diikuti obstruksi vaskular pada
manusia adalah penyakit utama ("stroke"), tetapi kurang umum
pada hewan. Salah satu contoh pada hewan adalah emboli
fibrocartilagenous kadang-kadang ditemukan di kordaspinalis
dari anjing dan babi.
b. Demyelinasi
Di sini, seperti namanya, hanya selubung yang myelin
hilang, akson masih utuh. Akson dapat bertahan selama beberapa
waktu di tahap ini, tetapi kecepatan konduksi sangat berkurang,
namun, terdapat kemungkinan myelinasi kembali terjadi dalam

32
beberapa kasus. Demyelinasi kurang umum terjadi dibandingkan
degenerasiWallerian tetapi dapat dilihat setelah kerusakan karena
racun, virus atau autoimun. Sapi dengan arthrogryposis bisa
terlihat mengalamidemyelinasipadaventral (saluran motorik)
kordaspinalis namun dengan pemeriksaan lebih dekat ditemukan
hilangnya saraf motorik dengan dysmyelinasi menyertainya.
c. DegenerasiWallerian
Istilah ini mengacu pada hilangnya sebuah akson dan
selubung myelin; yang dapat terjadi baik pada SSP atau SST dan
merupakan proses non-spesifik dari pembersihan jaringan aksonal
yang mati. Hal ini dapat dilihat pada trauma, dan beberapa
kondisi keracunan atau virus. DegenerasiWallerian dimulai
dengan pembengkakan akson (dilihat sebagai "spheroids") dan
myelin (dilihat sebagai 'ellipsoids mengandung myelinoclasts),
keduanya kemudian pecah dan debris tersebut akhirnya
disingkirkan oleh fagositosis' sel gitter '. Jika badan sel tetap utuh,
perbaikan kadang-kadang mungkin terjadi dengan tumbuhnya
akson baru yang merupakan remyelinasi. Lesi menempati ruang
dari kordaspinalis menyebabkan degenerasiWallerian pada distal
lesi (misalnya penyakit piringan intervertebralis pada anjing,
sindrom wobbler pada kuda, tulang belakang, abcesses dan
axonopathyFriesian pada sapi).
Spheroids karena pembengkakan aksonal bisa karena
degenerasiwallerian, seperti pada penyakit yang melibatkan akson
saja, dengan tidak melibatkan selubung myelin. Aksonopathy
termasuk distrofineuroaksonal turunan dan aksonopathy
segmental ditemukan pada domba merino.
d. Perubahan Spongiosa
Vakuolasi adalah SSP memiliki implikasi yang sangat
berbeda tergantung apakah itu dalam substansiaalba atau grisea.
Perubahan spongy pada substansiaalba merupakan hasil dari
edema di selubung myelin dan ditemukan pada keracunan dari

33
oligodendrosit (contohnya termasuk penyakit turunan urine sirup
maple pada sapi, overdosis rafoxanide seperti closantel untuk
cacing kait dan fluke pada domba dan kambing,
ensefalopatihepatik dan beberapa tanaman beracun seperti
tanaman yang mengandung alkaloid pyrrolizidine, Heliotrope,
kutukan Pattersons dan Fireweed). Kebutaan sering merupakan
tanda utama karena edema dan kompresi saraf optik di foramen
optik.
Perubahan spongiosasubstansiagrisea terlihat pada
sekelompok penyakit yang dikenal sebagai
encephalopathiesspongiform. Penyakit ini adalah bersifat lambat,
fatal, penyakit menular dengan masa inkubasi yang sangat
panjang. Agen yang bertanggung jawab adalah agen non-
antigenik dan berukuran seperti virus, namun mampu bereplikasi.
Diagnosis bergantung pada histopatologi.
Encephalopathiesspongiform pada hewan jarangdi Australia,
namun Scrapie (bentuk yg berhubung dengan domba) tersebar
luas di luar negeri. Di Inggris, bovinespongiformencephalopathy
(BSE) memiliki peran penting dalam ekonomi sejak
kemunculannya pada tahun 1986 dan demonstrasi berikutnya
sebagai zoonosis 10 tahun kemudian. Program Surveilans TSE di
Australia membutuhkan penghapusan otak domba dengan gejala
pruritis dan ternak dengan penyakit saraf pusat, sebagai sarana
untuk menunjukkan bebas dari TSE.
3. Malformasi
Seperti organ lain, malformasipadaSSP mungkin bersifat
genetik atau sebagai akibat dari paparan agen teratogenik pada
embrio atau janin (obat, racun tanaman, virus, hipoksia,hipertermia,
dll). Struktur yang berkembang pesat biasanya paling rentan
terhadap kerusakan inutero, sehingga sifat malformasi tergantung
pada saat struktur yang berkembang di mana hewan yang belum
lahir terekspose. Sebuah ilustrasi terlihat ketika kawanan sapi rentan

34
dalam berbagai tahap kehamilan terkena virus Akabane. Anak sapi
yang lahir beberapa bulan berikutnya, berbagai malformasi dapat
dilihat, dimulai dengan lesi ringan pada anak sapi dari sapi yang
terinfeksi pada akhir kehamilan yang mungkin memiliki ensefalitis
ringan, untuk anak sapi terinfeksi pertengahan kehamilan (120-160
hari IU) dengan arthrogryposis akibat hilangnya neuron motorik di
kordaspinalis (yang paling membutuhkan bantuan melahirkan) dan
anak sapi finishing dari sapi terinfeksi menjelang akhir trimester
pertama (80-105 hari IU) dengan berbagai tingkat keparahan dari
porencephaly atau hydranencepahly. Beberapa bentuk penting
malformasi adalah:
a. Hipoplasia:
Kerusakan sel karena mikroorganisme dapat menghasilkan
struktur berukuran lebih kecil dari normal (hipoplasia). Sebuah
contoh klasik dari hal ini adalah penyakit cerebellar karena lesi
dari displasiacerebellar (lesi dari berbagai tingkat keparahan
berbeda dari aplasia ke hipoplasia dapat terjadi) karena infeksi
parvovirus pada kucing dan pestivirus pada sapi.
b. Hydrocephalus:
Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, kondisi ini mungkin
bawaan atau diperoleh. Hidrosefalus kongenital terlihat ketika
terjadi kerusakan sel germinal yang melapisi ventrikel otak (sub-
ependymal sel), pertumbuhan jaringan gagal terjadi dan ventrikel
berkembangoleh CSF. Hidrosefalus kongenital ekstrim sulit
dibedakandenganhydranencephalydimana otak hampir digantikan
oleh kantung berisi cairan. Hewan dengan hidrosefalus kongenital
biasanya memiliki dahi kubah (misalnya Chihuhua anjing) namun
kebanyakan anak sapi dengan hydranencephaly tidak memiliki
dahi kubah, kecuali lesi disertai dengan hidrosefalus dari
penyumbatan aliran CSF. Hydrocephalus dapatan menunjukkan
bahwa telah terjadi penyumbatan aliran CSF;pleksus koroid terus
memproduksi CSF tetapi cairan tidak dapat keluar menyebabkan

35
peningkatan tekanan bertahap dalam ventrikel yang pada akhirnya
menyebabkan nekrosis tekanan jaringan di sekitarnya dan
perluasan ventrikel.
4. Trauma
Seperti pada jaringan lain, edema merupakan bagian dari
respon vaskular akut terhadap trauma. Untuk alasan yang disebutkan
sebelumnya, mencegah atau menghilangkan efek tekanan dari edema
merupakan perhatian utama dalam pengelolaan awal kasus trauma.
a. Otak
Cedera ringan saja dapat menghasilkan gegar otak
(hilangnya kesadaran dan aktivitas refleks) di mana tidak ada lesi
morfologi. Jika lebih parah, akan terjadi memar (perdarahan) atau
laserasi lebih dalam dan risiko infeksi, pembentukan hematoma
dapat mengakibatkan kompresi fokal yang serius. Setelah trauma,
debrisdifagosit dan daerah tersebut ditangani oleh astroglial
jaringan parut. Pada lesi yang lebih besar, akan terdapat daerah
malasia yang secara perlahan difagositosis meninggalkan kista
yang mengandung cairan kuning (warna haemosiderin).
b. Korda Spinalis
Edema lokal (dengan konsekuensi yang tidak diinginkan),
perdarahan, malacia dan degenerasiWallerian terlihat dalam
berbagai kombinasi pada trauma kordaspinalis. Trauma korda
akut merupakan hal umum pada hewan kecil akibat bermain di
jalanan, dan pada ternak muda akibat fraktur
vertebralispatologikal disertai lokalisasi infeksi septikemia
(misalnya E. coli, Salmonella). "Sindrom Wobbler" terjadi pada
Thoroughbreds muda dan ras anjing besar dan melibatkan
kelainan tulang dan / atau kelainan sendi pada tulang leher.
Trauma kronis yang dihasilkan menyebabkan kerusakan progresif
pada korda dan secara histologi dianggap sebagai degenerasi jenis
Wallerian. Penyakit cakram intevertebralis melibatkan kalsifikasi
dan peningkatan kerapuhan dari cakram, yang kemudian dapat

36
mengalamikehancuran (rupture). Jika rupture terjadi di daerah
dorsal, material cakram dapat menyebabkan kompresi ringan
sampai parah pada korda. Proses ini dikenal dengan sebutan
slippeddisc atau cakram yang terselip.
5. Neoplasia
Tumor pada neuron dewasa tidak terjadi. Tumor otak primer
atau tumor kordaspinalis terdiri dari meningioma,
oligodendrogliomas, astrocytomas dan yang timbul di ventrikel
(papiloma pleksus koroideusdanependymomas). Terkadang pada
hewan muda, tumor muncul dari sisa-sisa atau jaringan embrio.
Sepuluh sampai 20% dari tumor SSP terdiferensiasi dengan buruk
sehingga akan sulit untuk dibedakan. Tumor pada otak dan korda
juga bias merupakan metastatasis dari tumor yang timbul di daerah
lain. Lebih dari 20% kuda tua, granulomalipididiopatik dapat
ditemukan dalam ventrikel lateral. Kelainan ini dapat menyerupai
tumor yang tumbuh tapi biasanya secara klinis tidak berkembang.
Neoplasma SSP sering berkembang dengan lambat sehingga
kompensasi memungkinkan menghambat permulaan dari gejala;
permulaan gejala, dapat diawali dengan perdarahan. Gejala klinis
yang paling umum terlihat dengan neoplasiaintrakranial yang
menyerang dan gejala edemaotak;gejalalokal (misalnya defisit saraf
kranial) juga terjadi. Kelumpuhan serangan bertahap terlihat dengan
neoplasia mempengaruhi korda. Pada SST, tumor mungkin timbul
dari unsur perineural dan biasanya terbentuk schwannomas atau
neurofibroma;daerah umum termasuk pleksus brakialis anjing,
subcutisperiocular kuda dan pleksus brakialis dan viscera dari sapi
(bovineschwannoma atau neurofibroma).
2.5.2 Gangguan Pada Serebrum
Penyakit atau kerusakan yang timbul setelah cedera atau yang
menyusul kecelakaan serebro-vaskuler pada otak, tergantung dari
daerah dan neuron yang terserang.

37
1. Paralis motorik jenis spastik, dengan gejala kaku-otot dan refleks-
meninggi merupakan akibat dari neuron atas yang terkena cedera.
Hemiplegis hanya dapat menyerang lengan dan tungkai sebelah saja,
sedang otot wajah, kepala, leher dan badan kendati badan tidak
terkena
2. Paralis sensorik, sebagai akibat dari cedera pada halur sensorik.
Gerak refleksi tidak normal, ketidaknormalan ini melibatkan juga
refleks organik pupil mata yang mengalami kontrasi atau tidak dapat
berkontraksi.
2.5.3 Gangguan Pada Struktur Saraf Lainnya
1. Ganglion Basalis. Penyakit parkison, paralisis agitans diduga
disebabkan oleh degenerasi ganglion-ganglion basalis.
2. Batang otak, pons dan medula oblongata. Pusat-pusat vital
pengendalian pernapasan dan tekanan darah terletak di sini, sehingga
suatu kerusakan pada daerah ini akan menyebabkan kematian.
Jumlah jalur saraf yang berpusat disini sedemikian banyaknya,
sehingga suatu cedera kecil sekalipun yang terjedi di situ dapat
menyebabkan kelemahan dan hilangnya perasaan.
3. Kerusakan pada sumsum tulang belakang. Seringkali disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas adalah cedera serius yang dapat berakibat
menyeluruh atau sebagian. Apabila cedera itu mengenai daerah
servikal pada lengan, badan dan tungkai maka penderita itu tidak
tertolong. Apabila saraf frenikus tidak terserang cedera maka
diafragma mungkin tidak terserang, sebaliknya bila saraf frenikus
terserang maka dibutuhkan pernapasan buatan.
4. Spastisitas dan kekakuan. Pada saat keadaan paralia lemas berlalu,
otot mendapat kembali tonusnya, kendati masih lemah. Anggota
gerak yang terserang menjadi spastik dan kaku. Gerak refleks terjadi
khususnya pada bagian yang mempunyai hubungan dengan
kelompok otot flexor dan abduktor, walaupun tidak terdapat
pengendalian sadar atas gerakan ini. Kemampuan pengendalian
sadar hilang. Pada tahap ini ada kemungkinan terjadi deformitas.
5. Terputusnya serabut saraf campuran yang lazim terjadi pada
kecelakaan lalu lintas, dapat menyebabkan daerah-daerah yang

38
dilayaninya kehilangan kemampuan bergerak, oleh karena ini
merupakan cedera neuron motorik bawah yang menyebabkan
hilangnya perasaan.
6. Neuritis adalah istilah gabungan yang digunakan dengan dengan
adanya gangguan pada saraf tepi, entah itu karena peradangan,
keracunan, seperti pada neuritis alkohol maupun karena tekanan.
Simptom yang timbul karena peradangan ada macam-macam
biasanya berupa rasa sakit yang justru menghebat pada malam hari,
dan tidak berkurang kendati si penderita beristirahat. Jenis-jenis
neuritis dinamakan sesuai dengan plexus atau urat saraf yang
terserang, misalnya :
a. Neuritis plexus brakhialis yang mungkin disebabkan infeksi,
cedera ataupun tekanan.
b. Neuritis nervus radialis, dapat cidera apabila lengan dibiarkan
bergelantungan pada sisi alat pengusung atau meja operasi.
c. Tekanan pada nervus ulnaris, dapat timbul karena bertelekan
pada siku pada saat berbaring.
d. Kompresi nervus medianus dalam saluran karpal.
7. Neuritis siatika atau lebih dikenal dengan siatika
Timbulnya siatika sering kali diduga disebabkan tekanan yang
berasal dari prolapsus diskus intervertebralis atau karena cedera
lain pada bagian bawah kolumna vertebra.
Nervus popliteus lateralis apabila tungkai dibalut gips, dapat
tertekan pada saat gips itu melingkari kepala fibula.
8. Ensefaliatis adalah peradangan pada jaringan otak, yang biasanya
disebabkan infeksi virus.
9. Meningitis adalah peradangan pada selaput otak.
a. Bedah saraf adalah cabang atau jenis pembedahan yang sangat
khusus serta berkembang pesat. Termasuk kedalamnya adalah
semua pembedahan yang dilakukan terhadap otak, sumsum tulang
belakang dan saraf tepi.
10. Kraniotomi adalah melubangi tengkorak, yang umumnya
dilaksanakan bila terdapat tumor, darah atau gumpalan darah ataupun
fraktur pada kubah yang dapat menekan otak.

39

Anda mungkin juga menyukai