Anda di halaman 1dari 9

Aliran Maturidiyah

A. Latar Belakang

Al- Maturidiyah merupakan salah satu aliran sunni yang dinisbatkan kepada imam Al
Maturidy bernama Muhammad bin Muhammad bin Mahmud, yang dikenal dikalangan
masyarakat dengan nama Abu Mansur Al Maturidy. Belum ada catatan yang dapat menunjukkan
dengan pasti kapan tokoh ini lahir, tapi para ulama banyak yang berpendapat bahwa beliau lahir
pada pertengana abad ke tiga di daerah samarkand dan wafat pada tahun 333 H.

Sesungguhnya Al Maturidy itu adalah sebaya dengan Al Asyary. Hanya saja berbeda
tempat tinggal. Al Asyari hidup di Basrah Irak, pengikut mizhab SyafiI. sedangkan Al Maturidy
bertempat tinggal di Samarkand, pengikut mazhab Hanafi. Karena itu tidak mengherankan kalau
pengikut Al Asyary pada umumnya adalah orang-orang yang bermazhab Syafi,i. dan pengikut-
pengikut Al Maturidy adalah orang-orang yang bermazhab Hanafi.

System berfikir Al Maturidy tidak berbeda banyak dengan Asyari. Banyak segi-segi
persamaannya , di samping ada sekitar 10 masalah yang mereka pendapat antara lain : masalah
taqdir. Asyari tampak lebih dekat kepada Jabariyah, sedangkan Al Maturidy tampak lebih dekat
kepada Qadariyah. Persamaannya, keduaanya sama-sama gencar menentang Muttazilah dan
membela kepercayaan-kepercayaan yang ada dalam Alquran.1

Perbedaan lainnya Al- Asyarie dengan Al Maturidy sangat sedikit sekali, bahkan dapat
dikatakan bahwa antara Al Asyarie dan Al Maturidy nyaris meiliki kesamaan kalau tidak bisa di
sebut sama. Bahkan Muhammad Abduh mengatakan bahwa perbedaan antara Al Maturidiyah
dan Al Asyariyah tidak lebih dari sepuluh permasalahan dan perbedaan di dalamnya pun
hanyalah perbedaan kata-kata. Akan tetapi ketika kita mengkaji lebih dalam aliran Asyariyah dan
Maturidiyah maka perbedaan-berdeakan tersebut semakin terlihat wujudnya. Tak dapat
dipungkiri bahwa keduanya berupaya menentukan akidah berdasarkan ayat-ayat tuhan yang
terangkum dalam al- Quran secara rasional dan logis. Keduanya memberikan porsi besar pada
akal dalam menginterpretasikan al- Quran dibandingkan yang lainnya. Menurut Al-Asyariyah
untuk mengetahui Allah wajib dengan syari sedangkan Maturidiyah sependapat dengan Abu
Hanifah bahwa akal berperan penting dalam konteks tersebut. Hal itu merupakan salah satu
contoh perbedaan keduanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metodologi yang
diterapkan Maturidiyah meletakkan akal dengan porsi besar, sedangkan asyariyah lebih
berpegang pada naql, sehingga para pengkaji mengkaialm bahwa Asyariyah berada pada titik
antara Muktazilah dan Ahlul Fiqh wal Hadist, adapun Maturidiah barada pada posisi antara

1 Dr. Abdul Rozak, M.Ag, Ilmu Kalam.(Bandung, 2007 ). Hlm : 1252. http:// Faham%20Aliran
%20Maturidiyah%20%20%20BELAJAR%20PSIKOLOGI.htm tgl 21 maret 2013
Muktazilah dan Al Asyariyah. Maka dengan demikian ada sekte Muktazilah, Ahlul Hadist,
kemudian Muktazilah Maturidiyah dan Al Muhadtsun Al Asyairah.2

Maturidiyah berpegang pada akal berdasarkan petunjuk dari syariat, berbeda dengan Ahlul Fiqh
dan Hadist yang berpegang teguh pada naql tidak yang lain, khawatir terjadi kesalahan pada
pandangan akal sehingga dapat menyesatkan. Pendapat Ahlul Hadist ini hantam dengan hujjah
dalam kitab tauhid bahwa ini merupkan gaungguan syaithan. Urgensi analisa tidak bisa diganggu
gugat, bagaimana mungkin mengingkari akal yang berfungsi untuk menganalisa, sedangkan
Allah menyeru hambanya untuk selalu berfikir, bertafakkur dalam melihat dan menganalisa
seluruh apa yng terjadi di alam ini, maka ini adalah bukti konkret bahwa berfikir dan bertafakkur
adalah sumber ilmu. Merkipun demikian maturidiah mengambil hukum berdasarkan akal yang
tidak bertentangan dengan syariat,, jikalau terjadi pertentangan antar keduanya maka yang
diambil adalah hukum syariat. Jelas meskipun akal dijadikan landasan berpikir dalam
menentukan hukum akan tetapi semua itu harus bermuara dari nash.
Al Maturidiyah berpendapat bahwa segla sesuatu pasti memiliki value, maka akal tentu dapat
membedaan mana nilai yang baik (good value) atau buruk (bad value) dari sesuatu itu. Menurut
mereka materi itu ada tiga. Pertama, yang mengandung nilai baik (good value), kedua,
mengandung nilai buruk (bad value) dan yang ketiga, mengandung nilai baik maupun buruk,
adapun syariat menjadi penentu utama dalam menentukan bad value atau good value itu.
Pendapat ini seirama dengan Muktazilah, hanya saja muktazilah condong lebih tegas, mereka
menyatakan bahwa good value yang diketahui oleh akan menjadi suatu kewajiban yang harus
dilakukan begitupun dengan bad value yang diakui akal harus ditinggalkan.

Dalam aliran Maturidiyah sebenarnya dikenal dua corak aliran, yakni aliran Samarkand
dan Bukhara. Letak perbedaannya pada tingkat pengakuan akal sebagai instrumen penafsiran
kebenaran. Aliran Samarkand dikenal lebih dekat dengan Muktazilah dalam beberapa
pemikirannya, seperti penerimaannya atas takwil terhadap ayat-ayat yang memuat sifat-sifat
antroposentris dari Tuhan. Sementara aliran Bukhara dalam hal ini lebih dekat dengan
metodologi berfikirnya Asyariyah

.
Sejarah lahirnya aliran Al-Maturidiyaha

Latar belakang lahirnya aliran ini, hampir sama dengan aliran Al-Asyariyah, yaitu
sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran dari aliran Muktazilah, walaupun sebenarnya
pandangan keagamaan yang dianutnya hampir sama dengan pandangan Mutazilah yaitu
lebih menonjolkan akal dalam sistem teologinya.3

2
Pendiri dari aliran ini adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi
yang lahir di Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke sembilan Masehi dan meninggal
pada tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-pahamnya mempunyai
banyak persamaan dengan paham-paham yang diajarkan oleh Abu Hanifah. Aliran teologi ini
dikenal dengan nama Al-Maturidiyah, yang sesuai dengan nama pendirinya yaitu Al-Maturidi.

C. Pokok Pokok Ajaran Al-Maturidiyah

1. Akal dan wahyu

Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Quran dan akal. Dalam
hal ini, ia sama dengan Al-Asyari. Namun porsi yang diberikannya kepada akal lebih besar dari
pada yang diberikan oleh Al Asyari.

Menurut Al-maturidi, mengetahui tuhan dan kewajiban mengetahui tuhan dapat diketahui
dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-
Quran yang memerintahkan agar amanusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh
pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang
mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh
pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan memerintahkan \]manusia untuk melakukannya.
Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan
mengenai Alllah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintahkan ayat-ayat tersebut.namun
akal, menurut Al-maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.

Dalam masalah baik dan buruk Al-maturidi berpendapat bahwa penentuan baik dan
buruknya sesuatu itu terletak pada Sesutu itu sendiri, sedngkan perintah atau larangan syariah
hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Ia mengakui bahwa
akal tidak selalu mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, namun terkadang pula
mampu mengetahui sebagian baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu
diperlikan untuk dijadikan sebagai pembimbing.

Almaturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:

Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu;

Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu;

Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran
wahyu.

3 Ibid. Hlm 124


Tentang mengetahui kebaikan atau keburukan sesuatu dengan akal, Al-Maturidi sependapat
dengan Mutazilah. Hanya saja bila mutazilah mengatakan bahwa perintah melakukan yang baik
dan meninggalkan yang buruk itu didasarkan pada pengetahuan akal, Al-Maturidi mengatakan
bahwa kewajiban tersebut harus diterima dari ketentuan ajaran wahyu saja. Dalam persoalan ini,
Al-Maturidi berbeda pendapat dengan Al-Asyari. Menurut Al-Asyari, baik atau buruk itu
terdapat pada sesuatu itu sendiri. Sesuatu itu dipandang baik karena perintah syara dan
dipandang buruk karena larangan syara. Jadi, yang baik itu baik karena perintah Allah dan yang
buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah
dari Mutazilah dan Al-Asyari.

2. Kehendak Mutlak Tuhan dan Keadilan Tuhan

Dalam memahami kehendak mutlak dan keadilan Tuhan, aliran ini terpisah menjadi dua,
yaitu maturidiyah Samarkand dan maturidiyah Bukhara. Pemisahan ini disebabkan perbedaan
keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan pemberian batas terhadap jkekuasaan
mutlak Tuhan. Karena menganut paham Free will dan Free act serta adanya batasan bagi
kekuasaan mutlak Tuhan, kaum maturidiyah Samarkand mempunyai posisi yang lebih dekat
kepada Mutazilah, tetapi kekuatan akal dan batasan yang dberikan kepada kekuasaan mutlak
Tuhan lebih kecil dari pada yang diberikan aliran Mutazilah.

Kehendak mutlak Tuhan, menurut maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan.
Tuhan adil mengandung arti bahwa degala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk
berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh karena
itu, Tuhan tidak akan memberi beban yang terlalu berat kepada manusia dan tidak sewenang-
wenang dalam memberi hukum karena Tuhan tidak dapat berbuat zalim. Tuhan akan
memberikan upah atau hukuman kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.

Adapun maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa tuhan mempunyai kekuasaan mutlak.


Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang
dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan. Dengan demikian,
dapat diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tak ada satu
dzat pun yang lebih berkuasa daripada-Nya. Dan tidak ada batasan-batasan bsagi-Nya.
Tampaknya aliran Maturidiyah samarkan lebih dekat dengan Asyariyah.

Lebih jauh lagi maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa ketidak adilan tuhan haruslah di
pahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutkak Tuhan. Secara jelas Al-Bazdawi
mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk
menciptakan kosmos, TUhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti bahwa alam tidak
diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan
bukan diletakkan untuk kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.

3. Pemikiran Kalamnya
Sebagai seorang teolog besar, pemikiran teologinya tercermin dalam kitab karangannya
kitab al-tauhid, dan yang di kaji dalam buku ini, dibatasi pada beberapa masalah saja, yaitu
tentang : sifatullah, kalamullah, ruyatullah dan murtakib al-kabirah yang sebelumnya akan di
jelaskan pada uraian berikut:

a. Sifat-Sifat Tuhan

Berkaitan dengan massalah sifat Tuhan, dapat ditemukan persamaan pemikiran antara Al-
Maturidi dan Al-Asyari, seperti dalam pendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti
sama, basher dan sebagainya. Walaupun begitu, pengertian Al-Maturidi tentang sifat Tuhan
berbeda dengan Al-Asyari. Al-Asyari mengartikan sifat Tuhan sebagai sesuatu yang bukan
dzat, malainkan melekat pada dzat itu sendiri, sedangkan menurut Al-Maturidi, sifat tidak
dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula dari Esensi-Nya. 4

Tampaknya paham Al-Maturidi tentang makna sifat Tuhan cenderung mendekati paham
Mutazilah. Perbedaannya, Al-Maturidi mengakui adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan
Mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.

Sementara itu Maturidiyah Bukhara, yang juga mempertahankan kekuasaan mutlak


Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Persoalan banyak yang kekalmereka
selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan yang terdapat
dalam esensi Tuhan dan bukan melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri; juga dengan mengatakan
bahwa Tuhan bersama-sama sifat-Nya adalah kekal, tetapi sifat-sifat itu sendiri tidaklah kekal.

Aliran maturidiyah Bukhara berbeda dengan asyariyah. Sebagaimana aliran lain,


Maturidiyah Bukhara juga berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat jasmani. Ayat-
ayat Al-Quran yang menggambarkan Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani haruslah diberi
takwil.

Maturudiyah Samarkand sependapat dengan Mutazilah dalam menghadapi ayat-ayat


yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini, Al-Maturidi
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki adalah kekuasaan
Tuhan.

4. Melihat Tuhan

Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitakan oleh
Al-quran, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22 dan 23. Al-Maturidi lebih
lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan
mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak sama
dengan keadaan di dunia.

4 Prof. Dr. K.H. Sahilum Dkk. Pemikiran kalam ( Jakarta , 2012 ). Hlm : 261
Maturidiyah Samarkand sejalan dengan Asy-Ariyah dalam hal Tuhan dapat dilihat.
Sebagaimana yang dijelaskan Al-Maturidi bahwa melihat Tuhan itu merupakan hal yang pasti
dan benar, tetapi tidak dapat dijelaskan Al-Maturidi bahwa melihat Tuhan itu merupakan hal
yang pasti dan benar, tetapi tidak dapat dijelaskan bagaimana cara melihatnya. Ayat 103 surat al-
anam yang dijadikan dalil oleh Al-Maturidi dalam mendukung pendapatnya tentang Tuhan
dapat dilihat dengan mata.

Demikian pula maturidiyah Bukhara juga sependapat dengan Asy-ariyah dan maturidi
Samarkand bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Al-Bazdawi mengatakan bahwa
Tuhan kelakmemperlihatkan diri-Nya untuk kita lihat dengan mata kepala, menurut apa yang ia
kehendaki.

5. Kalam Tuhan

Aliran Maturidiyah Bukhara dan Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa Al-quran


itu adalah kekal tidak diciptakan. Maturidiyah Bukhara berpendapat, sebagaimana dijelaskan
oleh Bazdawi, kalamullah (Al-Quran) adalah sesuatu yang berdiri dengan dzatnya, sedangkan
yang tersusun dalam bentuk surat yang mempunyai akhir dan awal, jumlah dan bagian, bukanlah
kalamullah secara hakikat, tetapi disebut Al-Quran dalam pengertian kiasan (majaz).

Maturidiyah Samarkand mengatakan bahwa Al-Quran adalah kalamullah yang bersifat kekal
dari Tuhan, sifat yang berhubungan dengan dzat Tuhan dan juga qadim. Kalamullah tidak
tersusun dari huruf dan kalimat sebab huruf dan kalimat itu diciptakan.

Menurut Al-maturidi, mutazilah mamandang Al-Quran sebagai yang tersusun dari


huruf-huruf dan kata-kata, sedangkan Al-Asyari memandangnya dari segi makna abstrak. Kalam
Allah menurut Mutazilah bukan merupakan sifat-Nya dan bukan pula dari dzatNya. Al-Quran
sebagai sabda Tuhan bukan sifat, tetapi perbuatan yang diciptakan Tuhan dan tidak bersifat
kekal. Pendapat ini diterima Al-Maturidi, hanya saja Al-Maturidi lebih suka menggunakan
istilah hadis sebagai pengganti Makhluk untuk sebutan Al-Quran.5

6. Perbuatan manusia

Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas
kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena
ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena itu, Tuhan
tidak wajib berbuat ash-shalah wa al-ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). Setiap
perbuatan Tuhan tang bersifat mencipta dan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada
manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban
tersebut antara lain:
5 Ibid, ( pemikran kalam ). Hlm: 264
Aliran Maturidiyah berpendapat bahwa pada dasarnya yang menerbitkan perbuatan itu
adalah dua qudrah, yaitu qudrah Tuhan dan Qudrah hamba, tetapi yang menjadikan perbuatan itu
adalah qudrah Allah semata.[6]

Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di luar


kemampuannya karena hal tersebut tidak sesusi dengan keadilan, dan manusia juga diberi
kemerdekaan oleh Tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya.

Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah
ditetapkan-Nya

7. Pengutusan Rasul

Akal selamanya tidak mampu mengetahui kewajiban yang dibebankan kepada manusia,
seperti kewajiban mengetahui baik dan buruk serta kewajiban lainnyadari syariat yang dibeban
kepada manusia. Oleh karena itu, menurut AL-Maturidi, akal memerlukan bimbingan ajaran
wahyu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut. Jadi, pengutusan rasul berfungsi sebagai
sumber informasi.tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan rasul berarti manusia telah
membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuannya kepada akalnya.

Pandangan Al-Maturidi ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Mutazilah yang berpendapat
bahwa pengutusan rasul ketengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat
berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.

8. Pelaku dosa besar (Murtakib Al-Kabir)

Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di
dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan
memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal didalam neraka adalah
balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik. Dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik
tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar
(selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad. Menurut Al-Maturidi, iman itu
cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu,
amal tidak akan menambah atau mengurangi esensi iman, kecuali hanya menambah atau
mengurangi sifatnya saja.[7]

Al-maturidi megatakan bahwa yang benar mengenai orang mukmin yang berdosa ialah
menyerahkan persoalan persoalan mereka kepada Allah. Jika Allah menghendaki, maka dia
mengampuni mereka sebagai karunia, kebaikan dan rahmatnya, sebaliknya jika Allah
menghendaki, maka dia menyiksa mereka sesuai dengan kadar dosa mereka, Namun, mereka
tidak akan dikekalkan dalam neraka. Dengan demikian, orang mukmin berada diantara harapan
dan kecemasan. Allah boleh saja menghukum dosa kecil, sebagaimana dia telah berfirman:

Anda mungkin juga menyukai