PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi di tanah air tercinta ini, ibarat warisan haram tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari
sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang silih
berganti. Bahkan seperti sudah menjadi budaya yang sangat sulit untuk dihilangkan, Hampir
semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan penyebab korupsi meliputi
dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor
eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal
terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, aspek sikap atau
perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga yang dapat mendorong
seseorang untuk berperilaku korup.
Faktor eksternal bisa dilacak dari aspek ekonomi misalnya pendapatan atau gaji tidak
mencukupi kebutuhan, aspek politis misalnya instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan
mempertahankan kekuasaan, aspek managemen & organisasi yaitu ketiadaan akuntabilitas dan
transparansi, aspek hukum, terlihat dalam buruknya wujud perundang-undangan dan lemahnya
penegakkan hukum serta aspek sosial yaitu lingkungan atau masyarakat yang kurang mendukung
perilaku anti korupsi.
1.3 Tujuan
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie
adalah korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara. Selanjutnya
Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam
berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan
manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil
dari definisi yang berbunyi financial manipulations and deliction injurious to the economy are
often labeled corrupt.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri pelaku
atau dari luar pelaku. Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa ketika perilaku materialistik dan
konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih mendewakan materi maka dapat
memaksa terjadinya permainan uang dan korupsi Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan
seluruh pejabat kemudian `terpaksa` korupsi kalau sudah menjabat.
Nur Syam memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukan korupsi adalah
karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika
dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa
diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi.
Dengan demikian, jika menggunakan sudut pandang penyebab korupsi seperti ini, maka
salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap
kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan.
Pandangan lain dikemukakan oleh Arifin yang mengidentifikasi faktor-faktor penyebab
terjadinya korupsi antara lain:
aspek perilaku individu
aspek organisasi,
aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada.
Terhadap aspek perilaku individu, Isa Wahyudi memberikan gambaran, sebab-sebab
seseorang melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula
dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadaran untuk melakukan.
Lebih jauh disebutkan sebab-sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain :
sifat tamak manusia,
moral yang kurang kuat menghadapi godaan,
gaya hidup konsumtif,
tidak mau (malas) bekerja keras.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Erry Riyana Hardjapamekas menyebutkan
tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
a) Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa,
b) Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil,
c) Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan,
d) Rendahnya integritas dan profesionalisme,
e) Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum
mapan,
f) Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan
g) Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.
Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik, hukum dan
ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi yang
mengidentifikasikan empat faktor penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor
ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.
Faktor hukum dapat dilihat dari dua sisi, di stu sisi dari aspek perundang-undangan dan sisi lain
lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya subtansi hukum, mudah ditemukan dalam aturan-
aturan yang diskriminatifdan tidak adil; rumusan yang tidak jelas-tegas (non lex certa)
sehingga multi tafsir; kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajad
maupun yang lebih tinggi). Sanksi yang tida equivalen dengan perbuatan yang dilarang
sehingga tidak tepat sasaran serta dirasa terlalu ringan atau terlalu berat; penggunaan konsep
yang berbeda-beda untuk sesuatu yang sama, semua itu memungkinkan suatu peraturan tidak
kompatibel dengan realitas yang daa sehiingga tidaak fungsinal aatau tidak produktif dan
mengalami resistensi.
Penyebab kaadaan ini sangat beragam, namun yang domiinan adalah: pertama, tawar-menawar
dan pertarungan kepentingan antara kelompok dan golongan di perlemen, sehingga
memunculkan aturan yang bias dan diskriminatif. Kedua, praktek politik uang dalam pembuatan
hukum berupa suap-menyuap (political bribery), utamanya menyangkut perundang-undangan
dibidang ekonomii dan bisniis. Akibatnya timbul peraturan yang elastis dan multitafsir serta
tumpang-tindih dengan aturan lain sehingga mudah dimanfaatkan untuk menyelamatkan pihak-
pihak pemesan.
Salaras dengan hal itu Susila (dalam Hamzah: 2004) menyambut tindakan korupsi mudah timbul
kkarena ada kelemahan di dalam peraturan perundang-undang, yang mencakup: (a) adanya
peraturan perundang-undanganyang bermuuat kepentingan pihak-pihak tertentu (b) kualitas
peraturan perundang-undangan kurang memadai, (c) peraturan kurang disosialisasikan, (d)
sanksi yang terlalu ringan, (e) penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandanan bulu, (f)
lemahnya bidang evalusi dan revisi peraturan perundang-undangan..
Bibit Samad Riyanto (2009) mangatakan lima hal yang di anggap berpotensi menjadi penyebab
tindakan korupsi. Pertama adalah sistem politik, yang ditandai dengan munculnya peraturan
perundang-undangan, seperti perda, dan peraturan lain ; kedua, adalah intensitas moral seseorang
atau kelompok; ketiga adalah remunerasi atau pendapatan (penghasilan) yang minim; keempat
adalah pengawasan baik bersifat internal-eksternal; dan kelima adalah budaya taat aturan.
Dari beberapa hal yang disampaikan, yang paling penting adalah budaya sadar akan aturan
hukum. Dengan sadar hukum, makaa maasyarakaan akan mengerti konskuensi dari apa yang di
lakukan. Sementara itu Rahmad Saleh merinci ada empat faktor dominan penyebab
merajalelanya korupsi di indonesia, yaknii faktor penegak hukum, mental aparatur, kesadaran
masyarakat yang masih rendah, dan rendahnya political will (rahmad Saleh : 2006).
Faktor ekonoomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat
dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang mencukupi kebutuhan. Pendapatan ini tidak mutlak
benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, sebagaimana dikutip oleh Sulistyantoro, korupsi
seharusnya hanya dilakukan oleh orang yang memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan
logika lurusnya hanya dilkukan oleh komunis masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup.
Namun saat iini korupsi di lakukan olehorng kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro :
2004).
Selain rendahnya gaji pegawai, bbanyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab terjadinya
korupsi, diantaranya adalah kekuasaan pemerintah yang di bareni dengan faktor kesempatan bagi
pegawai pemerintah untuk memenuhi kekayaan mereka dan kroninya. Terkaiit faktor ekonomi
dan terjadinya korupsi, banyak pendapat yang menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar
masalahh korupsi. Pernyataan demikian tidak benar sepenuhnya, sebab banyak korupsi yang di
lakukan oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan mereka tidak tergolong orang miskin. Dengan
demiikian buukan disebabkan oleh kemiskinan, tetapi juustru sebaliknya, kemiskinan disebabkan
oleh korupsi (pope : 2003).
Menurut Henry Kissinger korupsi politisi membuat sepuluh persen lainnya terlihat buruk. Dari
keinginan pribadi untuk keuntungan yang tidak adil, untuk ketidakpercayaan dalam sistem
peradilan, untuk tidakkestabilan lengkap dalam identitas bangsa, ada banyak faktor motivasi
orang kekuasaan, anggota perlemen termasuk warga biasa, untuk terlibat dalam perilaku korupsi.
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem
pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana
korupsi terjadi biasanya memberi adil tejadinya korupsi karena membuka peluang atau
kesempatan untuk terjadi korupsi (tunggal 2000). Bilaman organisasi tersebut tidak membuka
peluang sedikitpun bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan terjadi.
Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang dari organisasi ini meliputi: (a)
kurang adanya teladan dari pimpinan, (b) tidak adanya kultur organisasi yang benar, (c) sistem
akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, (d) menajemen cendrung menutupi korupsi
di dalam organisasinya.terkait dengan itu Lyman W. Porter (1984) menyebut lima fungsi penting
dalam organizational goals: (1) facus attention; (2) provide a source of
legitimacy (3) affect the strecture of the organization (4) serve as a standard
(5) provide clues about the organization.
Focus attention, dapat dijadikan oleh para anggota sebagai semacam guideline untuk
memusatkan usaha-usaha dan kegiatan-kagiatan anggota-anggota dan organisasi sebagai
kesatuan. Melalui tujuan organisasi, para anggota dapat memilih arah yang jelas tentang segala
kegiatan tentang apa yang tidak, serta apa yang harus dikerjakan dalam kerangka organisasi.
Tindak tanduk atas kegiatan organisasi, oleh karenanya senantiasa berorientasi kepada tujuan
organisasi, baik di sadari maupun tidak.
Dalam fungsinya sebagai dasr legitimasi atau pembenaran tujuan organisasi dapat dijadikan oleh
para anggota sebagai dasar keabsahan dan kebenaran tindakan-tindakan dan keputusan-
keputusannya. Tujuan organisasi juga berfungsi menyediakan pedoman-pedoman (praktis) bagi
para anggotanya. Dalam fungsinya demiikian tujuan organisasi menghubungkan para anggotanya
dengan berbagai tata cara daam kelompok. Ia berfungsi untuk membantu para anggotanya
menentukan cara terbaik dalam melaksanakan tugas dan melakukan suatu tindakan.
Dari beberapa uraian di atas, tindak korupsi pada dasarnya bukanlah peristiwa yang berdiri
sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-faktor
penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi
lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan demikian secara
garis besar penyebab korupsi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
2.4.1 Faktor Internal, Merupakan Faktor Pendorong Korupsi Dalam Diri, Yang Dapat
Dirinci Menjadi:
2.4.2 Faktor Eksternal, Pemicu Periluku Korupsi Yang Disebabkan Oleh Faktor Di Luar
Diri Pelaku.
2. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan
kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan
sebatas formalitas.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap bisa
menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya.
Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap.
8. Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada korupsi,
karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
9. Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno bahwa
agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku
masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya
berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi
dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang
besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk
agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan
dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain.
Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam
penelitiannya bahwa penyebab terjadinya tindak pidana korupsi di India adalah kelemahan moral
(41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2 %), hambatan struktur
sosial (7,08 %). Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya tindak pidana
korupsi adalah sebagai berikut :
a. Peninggalan pemerintahan kolonial.
b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.
c. Gaji yang rendah.
d. Persepsi yang populer.
e. Pengaturan yang bertele-tele.
f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.
Ainan (1982) menjelaskan beberapa sebab terjadinya tindak pidana tindak pidana korupsi
yaitu :
a. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.
b. Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
c. Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau
suap.
d. Dimana berbagai macam tindak pidana tindak pidana korupsi dianggap biasa, tidak dianggap
bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi.
e. Di India, misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak dapat dihindarkan.
f. Menurut kebudayaannya, orang Nigeria Tidak dapat menolak suapan dan korupsi, kecuali
mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya.
g. Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah,
mengapa orang harus mempersoalkan korupsi.
Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya tindak
pidana korupsi adalah sebagai berikut :
a. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang
lamban dan sebagainya.
b. Warisan pemerintahan kolonial.
c. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran
bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah.
d. Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada
rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
e. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
f. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik
yang normal.
g. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
h. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
i. Lemahnya ketertiban hukum.
j. Lemahnya profesi hukum.
k. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
l. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
m. Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang
cukup ke pemilihan umum.
n. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
BAB III
PENUTUP
3.1kesimpulan
A. Korupsi adalah perbuatan yang busuk, tidak jujur, dan amoral. Korupsi adalah suatu perilaku
yang dengan sengaja memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu kelompok dengan cara
yang menyimpang dan illegal, dimana perilaku tersebut merugikan negara atau pemerintah atau
rakyat atau sebuah instansi. Korupsi dipandang haram dalam agama Islam, dan korupsi juga
merupakan hal yang melanggar hukum, dimana para pelaku korupsi harus dikenakan hukuman
pidana sesuai peraturan dalam Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999. Terdapat 6 (enam) bentuk
korupsi, yaitu: memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi, menyalahgunakan kewenangan
jabatan, suap-menyuap, pemerasan, perbuatan curang, dan gratifikasi.
B. Penyebab utama korupsi adalah perilaku inidividu itu sendiri. Apabila individu tersebut memiliki
cara pandang yang menyimpang dalam melihat kekayaan, maka hal itu dapat mendorong
individu untuk melakukan korupsi. Individu yang termasuk dalam golongan tersebut adalah
mereka yang bersifat tamak, kurang iman, dan konsumtif. Kemudian perilaku individu tersebut
didukung dengan adanya kesempatan. Kesempatan itu dapat berasal dari beberapa aspek, seperti
aspek lingkungan, politik, hukum, ekonomi, dll.
- Perlunya penanganan korupsi agar tidak menimbulkan efek yang merugikan masyarakat.
- Bagaimana mulai membangun dan membentuk generasi yang bebas korupsi dimasa yang akan
datang.
- Bagaimana kita akan membentuk pribadi pribadi yang jujur, bersih, dan punya integritas anti
korupsi.
3.2 Saran
- Mudah mudahan kita bisa melakukan langkah langkah penanggulangan atau paling tidak
pencegahan.
- Mari kita bangun generasi masa depan yang jujur, bersih, dan bebas korupsi.
- Pencegahan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan disekitar kita.
Kalau bukan dari sekarang kapan lagi kalua bukan dari kita siapa lagi.