EKOSISTEM PANTAI
DISUSUN OLEH :
NIM : 2014130004
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekosistem merupakan keanekaragaman suatu komunitas dan lingkungannya yang berfungsi
sebagai suatau satuan ekologi di alam, komunitas organik yang terdiri atas tumbuhan dan hewan
bersama habitatnya, keadaan khusus tempat komunitas suatu organisme lain dan komponen organisme
tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi.
Pantai adalah tepi laut atau pesisir dan juga merupakan perbatasan antara daratan dengan laut.
Pantai juga tempat hidup beberapa organisme, selain itu juga sebagai sarana wisata dan sebagai sarana
memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat setempat.
Dari uraian di atas maka ekosistem pantai merupakan suatu komunitas yang menjadi habitat
beberapa organisme yang hidup di daerah sekitar pantai. Dengan kata lain pantai merupakan faktor
abotik yang perlu dijaga kelestariaannya agar faktor biotik yang menggantungkan hidupnya pada
daerah pantai dapat menciptakan suatu hubungan timbal balik. Dan manusia sebagai makhluk hidup
yang berakal mempunyai potensi paling besar dibandingkan hewan ataupun makhluk lainnya dalam
rangka mempertahankan ekosistem alam. Meskipun keberadaan manusia dianggap sebagai makhluk
yang potensial dalam menjaga kelestarian ekosistem, namun tidak sedikit manusia yang hanya
memanfaatkan kekayaan alam tetapi tidak memberikan timbal balik yang postif bagi alam. Hal yang
demikian itulah yang sekarang ini menjadi masalah pelik yang sulit dipecahkan, bahkan keadaan
pantai pun semakin terancam, sebab semakin banyak pantai yang sudah dijadikan objek wisata tapi
kurang dijaga kebersihannya sehingga dapat mengganggu keberangsungan organisme yang berada di
sekitar pantai.
B. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penyusunan makalah ekosistem pantai di antaranya menyangkut
pengertian, jenis-jenis, makhluk hidup penghuni ekosistem pantai, manfaat, dan mengetahui apakah
ada dampak negatif dari kegiatan manusia pada kelestarian ekosistem pantai serta penanggulangan
pencemaran pada ekosistem pantai.
C. Manfaat Penulisan
Dari setiap penulisan suatu makalah pasti adanya manfaat yang bisa didapatkan seperti halnya
penulisan makalah ini, antara lain:
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
ekosistem pantai yang meliputi pengertian dan apa saja yang ada pada ekosistem pantai tersebut. Dari
penulisan ini diharapkan apa yang kita ketahui tentang ekosistem pantai agar mahasiswa maupun
masyarakat umum untuk melindungi dan melestarikan ekosistem pantai.
BAB II
PEMBAHASAN
Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan
sebagai berikut :
1. Formasi pres caprae
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah
tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin;
tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius
(rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi
ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola
Fruescens (babakoan).
2. Formasi Baringtonia
Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia,
Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka
kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan
adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk
mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut
gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus,
Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering
tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
Secara ekologis, wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat
dan laut, dimana batas ke arah daratan mencakup daerah-daerah yang tergenang air dan
maupun tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut, seperti : pasang
surut, percikan gelombang, angin laut dan interusi garam, sedangkan batas ke laut adalah
daerah - daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alamiah dan kegiatan manusia di daratan
seperti : aliran air tawar (river run off and surface run off), sedimentasi, pencemaran dan
lainnya (Dahuri, 2003)1.
1 Dahuri, Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2003.
2 Ibid.
daripada di air. Adapun faktor-faktor pembatas yang menjadi indikator di wilayah pesisir
dapat disebutkan sebagai berikut:
b. Kegiatan ombak dapat memperluas batas zona intertidal. Ini terjadi karena
penghempasan air yang lebih tinggi di pantai dibandingkan yang terjadi pada saat
pasang surut yang normal. Deburan ombak yang terus-menerus ini membuat
organime laut dapat hidup di daerah yang lebih tinggi di daerah yang terkena terpaan
ombak daripada di daerah tenang pada kisaran pasang surut yang sama. Kegiatan
ombak juga mempunyai pengaruh kecil lainnya, yakni mencampur atau mengaduk
gas-gas atmosfir ke dalam air, jadi meningkatkan kandungan oksigen sehingga daerah
yang diterpa ombak tidak pernah kekurangan oksigen. Karena interaksi dengan
atmosfer terjadi secara teratur dan terjadi pembentukan gelembung serta pengadukan
substrat, penetrasi cahaya di daerah yang diterpa ombak dapat berkurang. Akan tetapi
secara ekologi hal ini tidak begitu jelas.
C. Jenis Pantai
Menurut Nybakken (2001)3 di lihat dari struktur tanah dan bahan penyusunnya, pantai
intertidal dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu:
a. Pantai Berbatu
Pantai berbatu merupakan salah satu jenis pantai yang tersusun oleh batuan induk
yang keras seperti batuan beku atau sedimen yang keras atau secara umum tersusun oleh
bebatuan. Keadaan ini berlawanan dengan penampilan pantai berpasir dan pantai berlumpur
yang hampir tandus. Dari semua pantai, pantai ini memiliki berbagai organisme dengan
keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan.
b. Pantai Berpasir
3 Nybakken, Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.
Pantai berpasir merupakan lingkungan yang sangat dinamis, dimana struktur fisik
habitatnya digambarkan dengan adanya interaksi antara pasir, gelombang, dan pasang surut
air laut. Pantai berpasir merupakan salah satu jenis pantai yang dinamis karena
kemampuannya untuk menyerap energy gelombang. Energy gelombang ini dikeluarkan
melalui pergerakan airnya yang membawa pasir pantai ke luar wilayah pantai pada saat
gelombang besar dan membawanya kembali ke wilayah pantai pada saat gelombang dalam
keadaan tenang.
Pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas
rekreasi. Pantai pasir kelihatan tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik. Organisme tentu
saja tidak tampak karena faktor-faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk
kondisi dimana seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat. Adapun kelompok
makhluk hidup yang mendiami habitat ekosistem pantai berpasir terdiri dari kelompok
invertebrate dan makrofauna bentik.
c. Pantai Berlumpur
Pantai berlumpur ini merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak,
keduanya cenderung mempunyai butiran yang lebih halus dan mengakumulasi lebih banyak
bahan organik sehingga menjadi berlumpur. Pantai berlumpur memiliki substrat yang
sangat halus dengan diameter kurang dari 0.002 mm. Pantai berlumpur tidak dapat
berkembang dengan hadirnya gerakan gelombang. Karena itu, pantai berlumpur hanya
terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindungi dari aktivitas gelombang laut
terbuka.
Gambar 4. Pantai Berpasir
Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel
sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur berada di berbagai tempat, sebagian di
teluk yang tertutup, gobah, pelabuhan, dan terutama estuaria. Pantai berlumpur cenderung
untuk mengakumulasikan bahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup banyak makanan
yang potensial untuk organisme penghuni pantai, tetapi berlimpahnya partikel organik yang
halus yang mengendap di daratan lumpur juga mempunyai kemampuan untuk menyumbat
permukaan alat pernapasan.
Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem
darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang
surut laut.
Di daerah pasang surut sendiri dapat terbentak hutan, yaitu hutan bakau. Hutan bakau
biasanya sangat sukar ditempuh manusia karena banyaknya akar dan dasarnya terdiri atas
lumpur. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau
yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur
yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat
digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan
bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak
terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan
Cylocarpus.
Tumbuhan pada hutan pantai cukup beragam. Tumbuhan tersebut bergerombol
membentuk unit-unit tertentu sesuai dengan habitatnya. Suatu unit vegetasi yang terbentuk
karena habitatnya disebut formasi. Setiap formasi diberi nama sesuai dengan spesies
tumbuhan yang paling dominan. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural
sehingga dapat melekat erat di substrat keras.
Berdasarkan tempatnya atau daerahnya,ekosistem hutan pantai dapat dibedakan
menjadi,yaitu:
1. Pada daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni
oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting
dan burung pantai.
2. Pada daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini
dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan
karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.
3. pada daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni
oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
Berdasarkan susunan vegetasinya, ekosistem hutan pantai dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu formasi Pres-Caprae dan formasi Baringtonia.
1. Formasi Pres-Caprae
Pada formasi ini, tumbuhan yang dominan adalah Ipomoea pes-caprae, tumbuhan
lainnya adalah Vigna, Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime, Euphorbia
atoto, Pandanus tectorius (pandan), Crinum asiaticum (bakung), Scaevola frutescens
(babakoan).
2. Formasi Baringtonia
Vegetasi dominan adalah pohon Baringtonia (butun), tumbuhan lainnya adalah
Callophylum inophylum (nyamplung), Erythrina, Hernandia, Hibiscus tiliaceus (waru laut),
Terminalia catapa (ketapang).
Di ekosistem pantai batu yang merupakan ekosistem yang terbentuk dari bongkahan-
bongkahan batu granit yang besar atau berupa batuan padas yang terbentuk dari proses
konglomerasi , biasanya didominasi vegetasi jenis Sargassum atau Eucheuma. Sedangkan
tumbuhan berbiji yang hidup di daerah ini beradaptasi pada habitat tanah berpasir. Sedangkan
ekosistem pantai lumpur yang terbentuk dari pertemuan antara endapan lumpur sungai
dengan tumbuhannya adalah Tricemia, Skeratia, dan rumput laut atau Enhalus acoroides.
Ekosistem ini merupakan habitatnya berbagai jenis biota ikan gelodok
Gambar 5. Beberapa contoh flora dan fauna di ekosistem pantai
Pantai adalah tempat para nelayan memulai hari untuk mencari ikan dan banyak sekali sumber daya
hewani yang beraneka ragam. Pantai yang landai merupakan daerah potensial untuk budi daya udang
windu dan ikan bandeng.
Indonesia memiliki wilayah laut yang lebih luas daripada dataran sehingga memungkinkan beberapa
wilayah Indonesia yang dekat dengan pesisir pantai dapat digunakan sebagai areal tambak garam. Jika
area tambak garam ini dibudidayakan secara maksimal maka garam yang dihasilkan dapat menjadi
komoditas bernilai jual dan berkualitas.
Daerah pantai sering kali dianggap sebagai lahan yang tidak produktif untuk pertanian. Namun jika
dikaji lebih dalam ternyata di Indonesia sudah banyak pantai yang dijadikan tempat pertanian pasang
surut.
Pohon kelapa dan pisang merupakan dua jenis tanaman yang mudah tumbuh di mana pun sehingga
dua jenis tanaman ini dapat di tanam di pantai.
5. Objek wisata
Hewan hewan laut seperti kerang sering dijadikan sebagai kerajinan tangan warga di pesisir pantai.
Ancaman paling besar bagi kelestarian ekosistem pantai adalah segala aktifitas
manusia yang dapat berdampak pada wilayah pantai. Hasil akhir dari aktifitas manusia yang
dapat berdampak buruk pada ekosistem pantai diantara lain adalah sampah limbah domestik,
limbah sektor perikanan, pembangunan fasilitas-fasilitas wisata
Sampah sampah yang banyak terapung di laut dapat terbawa ke tepi oleh ombak
maupun arus laut. Kemudian pada saat surut, sampah sampah tersebut akan tertinggal di
antara biota biota daerah terumbu karang, ataupun tertimbun pasir pantai. Timbunan
sampah sampah ini kadang dihanyutkan kembali aleh ombak dan arus laut, sehingga pantai
ataupun biota yang tertempel dapat bersih kembali. Tetapi terkadang ketika penghanyutan
kembali, sampah sampah tersebut tidak terbawa semua, bahkan kadang bertambah banyak
sehingga akhirnya terjadi kebusukan di lokasi tersebut. Hal ini ditinjau dari segi estetika
maupun efek biologisnya jelas sangat merugikan.
Dalam usaha perikanan selain menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi, tetapi juga
ikut berperan dalam menghasilkan limbah. Limbah yang dominan dari usaha perikanan
adalah limbah dan pencemaran yang berupa limbah cair yang membususk sehingga
menghasilkan bau amis/busuk yang sangat mengganggu estetika lingkungan. Limbah yang
dihasilkan dari industri pengolahan hasil perikanan umumnya dapat digolongkan menjadi :
a Limbah padat : basah dan kering
b Limbah cair
c Limbah sampingan
Limbah padat basah yaitu berupa potongan potongan ikan yang tidak dimanfaatkan.
Limbah ini berasal dari proses pembersihan ikan sekaligus mengeluarkan isis perutnya yang
berupa jerohan dan gumpalan gumpalan darah. Selain itu limbah ini juga berasal dari proses
cleaning, yaitu membuang kepala, ekor, kulit dan bagian tubuh ikan yang lain, seperti sisik
dan insang.
Limbah padat kering berupa sisa/potongan karton kemasan, plastic, kertas, kaleng, tali
pengemas, label kemasan dan potongan sterofoam dan sebagainya. Kondisi limbah ini dapat
dalam keadaan bersih (belum terkontaminasi oleh bahan lain) maupun sudah terkontaminasi
bahan lain seperti ikan/udang, bahan pencuci produk, darah dan lendir ikan.
Adanya limbah tersebut menimbulkan masalah yang serius terhadap lingkungan bila
tidak dikelola dengan baik. Permasalah yang mungkin timbul adanya bau amis yang disertai
bau bususk karena proses pembusukannya sehingga mengundang datangnya berbagai vector
penyakit diantaranya adalah lalat dan tikus.
Limbah cair berupa sisa cucian ikan/udang, darah dan lender ikan, yang banyak
mengandung minyak ikan sehingga menimbulakan bau amis yang menyengat. Limbah cair
juga berasal dari sanitasi dan toilet pada lokasi usaha tersebut.
Limbah sampingan berupa jenis jenis ikan hasil tangkapan yang tidak/kurang
ekonomis untuk diolah lanjut sehingga kemudian dibuang ke laut tanpa melaui IPAL
(instalasi pengolahan air limbah). Biasanya ini biasa dilakukan oleh pengolahan tradisional
yang dilaksanakan dirumah rumah yang berlokasi di pinggir pantai, ataupun di atas
permukaan air laut.
Selanjutnya adalah ancaman yang berasal dari proses pembagunan fasilitas-fasilitas
wisata. Misalnya saja pembangunan hotel atau penginapan yang ada disekitar pantai atau
restoran di sekitar pantai. Ini mengakibatkan wilayah pantai yang awalnya didominasi oleh
tumbuhan kini menjadi bangunan-bangunan baru yang menyebabkan tak ada lagi tombuhan
yang dapat menahan pasir-pasir pantai agar tak terjadi abrasi.
Selain hal diatas yang dapat mengancam kelestarian ekosistem pantai juga adalah
Kegagalan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup ditengarai akibat adanya tiga kegagalan
dasar dari komponen perangkat dan pelaku pengelolaan. Pertama, akibat adanya kegagalan
kebijakan (lag of policy) yang menjadikan aspek lingkungan hanya menjadi variabel minor.
Padahal, dunia internasional saat ini selalu mengaitkan segenap aktivitas ekonomi dengan isu
lingkungan hidup, seperti green product, sanitary safety, dan sebagainya. Salah satu contoh
dari kegagalan kebijakan tersebut adalah berkenaan dengan kebijakan penambangan pasir
laut. Di satu sisi, kebijakan tersebut dibuat untuk membantu menciptakan peluang investasi
terlebih pasarnya sudah jelas. Namun di sisi lain telah menimbulkan dampak yang cukup
signifikan dan sangat dirasakan langsung oleh nelayandan pembudidaya ikan di sekitar
kegiatan. Bahkan secara tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat di daerah lain.
Misalnya terjadi gerusan/abrasi pantai,karena karakteristik wilayah pesisirbersifat dinamis.
Kedua, adanya kegagalan masyarakat (lag of community) sebagai bagian dari
kegagalan pelaku pengelolaan lokal akibat adanya beberapa persoalan mendasar yang
menjadi keterbatasan masyarakat. Kegagalan masyarakat terjadi akibat kurangnya
kemampuan masyarakat untuk dapat menyelesaikan persoalan lingkungan secara sepihak,
disamping kurangnya kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk memberikan masukan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan berkewajiban mengelola dan melindungi
lingkungan. Ketidakberdayaan masyarakat tersebut semakin memperburuk posisi tawar
(bargaining position)masyarakat sebagai pengelola lokal dan pemanfaat SDA dan lingkungan.
Misalnya saja, kegagalan masyarakat melakukan penanggulangan masalah pencemaran yang
diakibatkan oleh kurang perdulinya publik swasta untuk melakukan internalisasi eksternalitas
dari kegiatan usahanya. Contoh kongkrit adalah banyaknya pabrik-pabrik yang membuang
limbah yang tidak diinternalisasi ke DAS yang pasti akan terbuang ke laut atau kebocoran
pipa pembuangan residudari proses ekstrasi minyak yang tersembunyi, dan sebagainya.
Ketiga, penanggulangan permasalahan lingkungan yang ada masih bersifat parsial dan
kurang terkoordinasi. Dampaknya, proses penciptaan co-existenceantar variabel lingkungan
yang menuju keharmonisan dan keberlanjutan antar variabel menjadi terabaikan. Misalnya,
solusi pembuatan tanggul-tanggul penahan abrasi yang dilakukan di beberapa daerah Pantai
Utara (Pantura) Jawa, secara jangka pendek mungkin dapat menanggulangi permasalahan
yang ada, namun secara jangka panjang persoalan lain yang mungkin sama atau juga
mungkin lebih besar akan terjadi di daerah lain karena karakteristik wilayah pesisir dan laut
yang bersifat dinamis.
Tidak semua efek dari pembuangan sampah ke laut buruk. Pada kasus pembuangan
sampah berupa kerangka mobil bekas, ban roda atau bahan karung dapat turun kedasar laut
dan menjadi habitat buatan untuk organisme laut. Binatang binatang laut dapat tinggal
didalam atapun berada didekat struktur. Keberadaan habitat buatan ini dapat mempengaruhi
perubahan lokal pada habitat dan distribusi ikan disekitar lokasi tersebut. Untuk itu
diperlukan kegiatan memilah memilah sampah, organik dan anorganik atau sampah yang
masih bisa dimanfaatkan kembali.
Upaya penanggulangan pencemaran laut akibat sampah dapat juga dilakukan dengan
Gerakan Bersih Pantai dan Laut. Pembersihan sampah dilakukan pada wilayah/ daerah aliran
sungai, muara, pantai dan laut, serta pemukiman masyarakat pesisir dan kemudian
memisahkannya menjadi sampah organik dan non organik. Hal ini dilakukan secara periodik
dengan mengerahkan komponen masa, dari kelompok anak anak sekolah dasar hingga
mahasiswa, organisasi pemuda, nelayan, pembudidaya ikan, masyarakat umum, serta segenap
organisasi organisasi dan partai akan cukup efektif sebagai media informasi, disamping
tindakan nyata yang dilakukan, kepada masyarakat akan pentingnya lingkungan yang bersih
dan sehat, termasuk juga lingkungan pesisir dan laut.
Bentuk kampaye dan penyebarluasan informasi mengenai pencemaran pesisir dan laut
harus selalu digalakan terhadap seluruh masyarakat, berikut berbagai aspek yang terkait
dengan bahayanya, seperti dengan mengurangi limbah plastik, mengurangi limbah B3,
menggunakan bahan ramah lingkungan, menjaga kebersihan pantai dan laut terutama dari
sampah non organik agar mengurangi beban nelayan karena dirugikan oleh adanya limbah
terutama sampah. Sedangkan pembersihan pantai akibat limbah dari tumpahan minyak,
dimana pantai merupakan wilayah yang berhubungan langsung dengan manusia, sehingga
pembersihan tumpahan minyak menjadi suatu keharusan yang dituntut oleh banyak pihak.
Secara umum ada tiga metode yang dapat dipakai untuk membersihkan minyak yaitu :
a. Pembersihan secara fisik, dengan cara menyapu/mengangkut material pantai yang terkena
minyak. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat grader, buldoser, front loader atau
jika skalanya kecil dapat dengan menggunakan sekop dan keranjang. Penggunaan alat
berat kadang menyebabkan sejumlah bessar pasir terangkut.
Untuk daerah pantai berbatu pembersihannya lebih sulit dilakukan karena tumpahan
minyak dapat masuk kesela sela batu dan teresap sampai ke dalam pori pori batu.
Sehingga untuk kasus kasus tertentu, dibiarkan saja merupakan langkah yang baik.
Pembersihan minyak yang ada pada batu dapat menggunakan alat high pressure water jets
atau dengan steam. Cara ini memang menghilangkan minyak tetapi berpengaruh juga pada
organisme yang hidup di batu.
b. Dispersan, ada dua fungsi penggunaan dispersan, yaitu dispersan dengan konsentrasi
rendah digunakan untuk mencegah minyak masuk ke dalam pantai (disebarkan pasang
surut) dan dispersan dengan konsentrasi tinggi digunakan untuk pembersihan tumpahan
minyak. Namun penggunaan dispersan menyebabkan kerusakan lain, yaitu dispersan
terlalu masuk kedalam material pasir daripada tersebar ke arah laut. Ditambah sifak
toksisitas dari dispersan sendiri membawa pengaruh buruk terhadap ekosistem sekitar.
e. Metode lain adalah, membiarkannya pada tempat terbuka sampai beberapa minggu.
Kemudian kadar oksigen, kelembapan, dan nutrien yang cukup akan menyebabkan minyak
terbiodegradasi.
Solusi secara garis besar, haruslah dimulai dari pemerintah, walaupun yang
mencemari lingkugan adalah rakyat bukan pemerintah. Pemerintah bekerjasama dengan
pengusaha, karena dengan adanya pabrik pabrik dapat mendukung anggaran pembelanjaan
daerah yang salah satunya merupakan hal yang harus dipenuhi. Sehingga, pemerintah
seharusnya mengambil jalan tengah yang bijaksana jika pemerintah mewajibkan tiap tiap
pabrik harus mempunyai filter atau penyaring terhadap limbah yang dihasilkannya, yang
sekarang lazim di sebut IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Sehingga air limbah yang
tercemar itu tidak langsung menuju ke air yang merupakan sumber kehidupan bagi makhluk
hidup yang ada di sekitarnya termasuk manusia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pantai serta ekosistemnya merupakan asset bagi negeri, dengan menjaga kelestarian
pantai menjadi bersih dari segala limbahdan pencemaran maka siapa pun yang berada di
lingkungan pantai dapat merasakan manfaat kenyamanannya dan dapat menikmati
keindahannya tanpa terganggu dengan kerusakan-kerusakan dari pencemaran limbah ataupun
tumpahan minyak. Ini tidaklah cukup hanya dilakukan oleh penduduk sekitar tapi semua
kalangan masyarakat turut berperan untuk menjaga kelestarian pada ekosistem pantai.
Dengan menjaga kebersihan ekosistem pantai, maka kita juga membantu menjaga asset
negeri ini.