Anda di halaman 1dari 12

Kejayaan Islam Pada Masa Bani Abbasyiah

A. Awal Berdirinya Bani Abbasiyah


Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah
keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah
al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah
pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awal 132 H.
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pasukan Marwan ibn
Muammad (pasukan Dinasti Umayyah) melawan pasukan Abdul Abbas. Pemberontakan
tersebut terjadi akibat ketidak puasan mereka tehadap khalifah-khalifah sebelumnya. Dan
akhirnya di menangkan oleh pasukan Abbas. Pasukan pemberontak terdiri dari kalangan
Khawarij, Syiah, Mawali, dan Bani Abbas.
Para Mawali bekerja sama dengan Bani Abbas, komando tertinggi gerakan Bani
Abbas tidak menyisakan keluaga Umayah, karena perburuannya terhadap keluarga Umayyah
itu, ia dijuluki dengan As-Safah yang berartiyang menumpahka darah.
Abu Abbas kemudian didaulat menjadi khalifah pertama Bani Abbasiyah. Tahun 750 M
diproklamasikan berdirinya pemerintahan Bani Abbasiyah di Kufah. Khalifah petamanya
adalah Abu Abbas Ash Shaffah yang di baiat di Masjid Kufah.
B. Pendidikan Islam Pada Masa Keemasan
Masa Bani Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah
The Golden Age. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam
bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai
cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari
bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-
cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.
Pemerintah Bani Abbasiyah berkuasa selama 5 abad, yaitu dari tahun 750-1258 M.
Pada awalnya pusat pemerintahan di kota kufah kemudian pindah ke Hira lalu ke Abar
(Hasyimiyah) dan akhirnya ke Baghdad. Baghdad adalah ibu kota pemerintah Bani
Abbasiyah yang paling strategis, kota ini di bangun oleh Abu jafar al Mansur dengan bentuk
bulat, arsitek pembangunan adalah Hajjaj bin Art dan Amron bi Wahdah. Baghdad menjadi
kota internasional dan disebut sebagai kota seribu malam.
Ahli sejarah membagi pemerintahan bani Abbasiyah menjadi 5 priode yang didasarkan
pada kondisi politik pemerintahan.
1. Periode Pertama (tahun 750 847 M)
Pada periode ini terdapat pengaruh persia yaitu masuknya keluarga Barmak dalam
pemerintahan Bani Abbasiyah dan dalam bidang ilmu pengetahuan. Puncak kejayaan terjadi
pada periode ini yaitu ketika di pinpin oleh khalifah Harun Al Rasyid. Semua sektor
perekonomian maju, ilmu pengetehuan berkembang pesat sehingga rakyat menjadi sejahtera.
2. Periode kedua (tahun 874 945 M)
Bangsa Turki yang menjadi tentara mulai mendominasi pemerintahan Bani Abbasiyah.
Mereka memilih dan menentukan khalifah sesuai dengan kehendaknya. Pada masa ini Bani
Abbasiyah mulai mengalami kemunduran.
3. Periode ketiga (tahun 945 1055 M)
Pada masa Bani Abbasiyah di bawah kekuasaan Bani Buwaihi. Khalifah posisinya
makin lemah hanya seperti pegawai yang digaji saja karena Bani Buwaihi berpaham Syiah
sedangkan Bani Abbasiyah berpaham Sunni.
4. Periode keempat (tahun 1055 1199 M)
Periode ini ditandai dengan masuknya Bani Saljuk dalam pemerintahan Bani Abbasiyah
karena telah mengalahkan Bani Buwaihi. Keadaan khalifah mulai membaik terutama bidang
agama karena Bani Saljuk dengan Bani Abbasiyah sama-sama sepaham Sunni.
5. Periode kelima (tahun 1199 1258 M)
Pemerintahan Bani Abbasiyah tidak berada di bawah kekuasaan siapapun tetapi wilayah
kekuasaannya hanya tinggal Baghdad dan sekitarnya. Pada tahun 1258 M, tentara Mongol
dipinpin oleh Hulagu Khan masuk kota Baghdad menghancurleburkan kota Baghdad dan
isinya, sehingga berakhirlah Bani Abbasiyah.
Sebenarnya zaman keemasan Bani Abbasiyah telah dimulai sejak pemerintahan
pengganti Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur yaitu pada masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M)
dan mencapai puncaknya di masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid. Di masa-masa itu
para Khalifah mengembangkan berbagai jenis Kesenian, terutama kesusastraan pada
khususnya dan kebudayaan pada umumnya. Berbagai buku bermutu diterjemahkan dari
peradaban India maupun Yunani. Dari India misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku
Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim.
Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya pada bidang sastra dan seni saja juga
berkembang Ilmu-ilmu Naqli dan Ilmu Aqli. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh
besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, dalam ilmu bahasa muncul antara lain Ibnu Malik At-
Thai seorang pengarang buku nahwu yang sangat terkenal Alfiyah Ibnu malik, dalam bidang
sejarah muncul sejarawan besar Ibnu Khaldun serta tokoh-tokoh besar lainnya yang memiliki
pengaruh yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.

C. Bidang Perkembangan/Keemasan Islam Pada Zaman Abbasiyah.


1. Perkembangan Intelektual.
Secara garis besar Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak
kejayaan pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid. Hal ini dapat dilihat dari adanya gerakan
penerjemahan buku dari berbagai bangsa dan bahasa. Sehingga dengan gerakan
penerjemahan buku tersebut, lahirlah para tokoh Islam sesuai dengan keahliannya.
a. Ilmu Umum
1) Ilmu Filsafat
Al-Kindi atau Abu Yusuf Yaqub Bin Ishak ( 809-873 M), seorang filsuf bangsa Arab.
Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.
Ibnu Maskawai (wafat tahun 523 H).
Ibnu Shina ( 980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat,
Qoman, Saddiya dan lain-lain
Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al-Munqizh
Minadl-Dlalal ,Tahafutul Falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin, dan lain-lain.
Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya: Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah, dan
lain-lain.
b. Bidang Kedokteran
Ali bin Rabban At Torabi. Merupaka dokter pribadi khalifah Al Mutawakkil yang
menulis buku Firdaus.
Ali bin Abbas Al Majusi, salah satu karyanya adalah Al kitab Al Maliki.
Ibnu Sina, ia disebut oleh kaum muslimin sebagai pangeran dokter.
Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal mengenai cacar dan campak
yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
c. Bidang Matematika
Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad.
Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0).
d. Bidang Astronomi
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal
dalam perbintangan ini seperti :
Al Farazi : pencipta Astro lobe
Al Gattani/Al Betagnius
Abul wafat : menemukan jalan ketiga dari bulan
Al Farghoni atau Al Fragenius.

2. Perkembangan Peradaban di Bidang Fisik


Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat,
karena upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat kita lihat dari
bangunan bangunan yang berupa:
a) Kuttab
b) Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan pujangga
untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c) Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan
perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
d) Masjid
e) Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan ekonomi:
pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.

3. Perkembangan peradaban di bidang politik dan pemerintahan


Dalam menjalankan roda pemerintahan Khalifah Dinasti Abbasiyah mengangkat
menteri (wasir) dan membentuk kementrian (wizarat). Menteri adalah pembantu utama
khalifah, ia berhak mengangkat dan memecat pegawai. Khalifah juga mengangkat hakim
yang bertugas menyelesaikan masalah muamalah. Untuk membantu lancarnya
kepemerintahan dibentuklah Diwanul Kitabah (Sekertariat Negara) dengan dibantu oleh :
katibur Rasail, katibul Kharraj, katibul Jund, katibul Syurthan, katibul Qada.
Selain itu, juga dibentuk departemen-departemen yang dikepalai oleh menteri,
departemen-departemen itu antara lain : diwan al kharraj, diwan az-Ziman, diwan al jund,
diwan barid, diwan ar Rasail. Dalam pemerintahan dinasti Umayyah ada juga yang disebut
hajib, yang bertugas mengawasi dan memberikan persetujuan terhadap program kerja
menteri. Wilayah Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi beberapa provinsi yang dinamakan
imarat, gubernurnya bergelar Amir.

4. Bidang Militer
Militer Dinasti Abbasiyah terdiri atas tiga bagian, yaitu pasukan pemanah, pasukan
infanteri, dan pasukan berkuda/kavaleri. Pasukan pemanah bersentakan anak panah dan
busurnya, tugas pasukan ini adalah mengacaukan musuh dari jarak jauh. Pasukan invanteri
bersenjatakan pedang, tombak, helm, dan tamengya. Mereka bertugas memukul mundur
pasukan musuh pada pertempuran jarak dekat. Pasukan berkuda bersenjatakan pedang dan
lembing, mereka bertugas mengobrak-abrik pertahanan lawan melalui depan, samping, dan
belakang. Selain pasukan-pasukan di atas ada lagi pasukan pengawal khalifah, mereka ini
pasukan elite yang bergaji tinggi.
Angkatan bersenjata Dinasti Abbasiyah didominasi oleh orang Arabdan Persiah pada
awalnya, namun pada tahun-tahun selanjutnya didominasi oleh Arab, Turki, dan persiah. Dan
masa sebelum berakhir daulat ini pasukan bersenjatanya didominasi oleh Persiah dan Turki.

5. Sistem pendidikan islam pada masa kejayaan


Masa kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan berkembang pesatnya kebudayaan
Islam yang ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan
madrasah-madrasah formal serta universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam.
Pendidikan tersebut sangat berpengaruh dalam membentuk pola kehidupan, budaya dan
menghasilkan pembentukan dan perkembangan dalam berbagai aspek budaya kaum
muslimin.
Adapun sistem pendidikan Islam pada masa kejayaan meliputi :
1. Kurikulum
Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari oleh
siswa. Lebih luas lagi, kurikulum bukan hanya sekedar rencana pelajaran, tetapi semua yang
secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Kurikulum dalam lembaga pendidikan Islam pada mulanya berkisar pada bidang studi
tertentu. Namun seiring perkembangan sosial dan cultural, materi kurikulum semakin luas.
Pada masa kejayaan Islam, mata pelajaran bagi kurikulum sekolah tingkat rendah adalah al-
Quran dan agama, membaca, menulis, dan berenang. Sedangkan untuk anak-anak amir dan
penguasa,
Kurikulum tingat rendah sedikit berbeda. Di istana-istana biasanya ditegaskan
pentingnya pengajaran ,ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, disamping ilmu-ilmu
pokok seperti al-Quran, syair, dan fiqih. Setelah usai menempuh pendidikan rendah, siswa
bebas memilih bidang studi yang ingin ia dalami di tingkat tinggi.
Ilmu-ilmu agama mendominasi kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan formal,
seperti masjid, dengan al-Quran sebagai intinya. Ilmu-ilmu agama harus dikuasai agar dapat
memahami dan menjelaskan secara terperinci makna al-Quran yang berfungsi sebagai fokus
pengajaran.
2. Metode Pengajaran
Dalam proses belajar mengajar, metode pengajaran merupakan salah satu aspek
pengajaran yang penting untuk mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru
kepada para pelajar. Metode pengajaran yang dipakai dapat dikelompokkan ke dalam tiga
macam, yaitu lisan, hafalan, dan tulisan. Metode lisan bisa berupa dikte, ceramah, dan
diskusi. Metode menghafal merupakan ciri umum dalam sistem pendidikan Islam pada masa
ini. Untuk dapat menghafal suatu pelajaran, murid-murid harus membaca berulang-ulang
sehingga pelajaran melekat di benak mereka. Sedangkan metode tulisan adalah pengkopian
karya-karya ulama.
3. Rihlah Ilmiyah
Salah satu ciri yang paling menarik dalam pendidikan Islam di masa itu adalah sistem
Rihlah Ilmiyah, yaitu pengembaraan atau perjalanan jauh untuk mencari ilmu.

A. Simpulan
Adapun yang dapat saya simpulkan dari makalah ini, yaitu:
1. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn
Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi
Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H, Setelah mengalahkan pasukan Marwan ibn
Muhammad(pasukan Dinasti Umayyah).
2. Masa Bani Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah
The Golden Age. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam
bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai
cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari
bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-
cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.
3. Bidang Perkembangan/Keemasan Islam Pada Zaman Abbasiyah, terdiri dari a.
perkembangan intelektual. b. perkembangan peradaban dibidang fisik,didalamnya terdapat
bangunan-bangunan yang dipakai untuk menuntut ilmu.seperti:kuttab,darul
hikmah,masjid,dll. c. perkembangan peadaban dibidang politik dan pemerintahan, dengan
mengangkat menteri-menteri dan nenbentuk kementerian, dan juga membentuk departemen-
departemen yng di kepalai oleh menteri. d. bidang militer,terdiri dari:pasukan pemanah,
pasukan infanteri,dan pasukan berkuda
4. Masa kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan berkembang pesatnya kebudayaan
Islam yang ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan
madrasah-madrasah formal serta universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam.
Pendidikan tersebut sangat berpengaruh dalam membentuk pola kehidupan, budaya dan
menghasilkan pembentukan dan perkembangan dalam berbagai aspek budaya kaum
muslimin.kebudayaan itu dipengaruhi oleh dua faktor,yakni faktor intern(yang dibawa dari
ajaran Islam itu sendiri) dan faktor ekstern(yang dibawah luar ajaran Islam.
5. Sistem pendidikan Islam terdiri atas tiga bagian,yaitu petama,Kurikulum adalah
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari oleh siswa.kedua, metode
pengajaran, merupakan salah satu aspek pengajaran yang penting untuk mentransfer
pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada para pelajar. Ketiga, Rihlah Ilmiyah,
yaitu pengembaraan atau perjalanan jauh untuk mencari ilmu.
Telah tercatat dalam sejarah bahwa Islam telah berjaya dan mengalami kemajuan dalam
segala bidang selama beratus-ratus tahun, namun disisi lain umat islam juga pernah
mengalami kemunduran dan keterbelakangan.

Dinasti Bani Abbasiyah, sebagai dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam
setelah dinasti Bani Umayyah, dalam sejarah perjalanannya mengalami fase-fase yang sama
dengan dinasti Umayyah, yakni fase kelahiran, perkembangan, kejayaan, kemudian
memasuki masa-masa sulit dan akhirnya mundur dan jatuh.

Kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah yang menjadi awal kemunduran dunia Islam
terjadi dengan proses kausalitas sebagaimana yang dialami oleh dinasti sebelumnya. Konflik
internal, ketidak mampuan khalifah dalam mengkonsolidasi wilayah kekuasaannya, budaya
hedonis yang melanda keluarga istana dan sebagainay, disamping itu juga terdapat ancaman
dari luar seperti serbuan tentara salib ke wilayah-wilayah Islam dan serangan tentara Mongol
yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Dalam makalah ini penulis akan membahas sebab-sebab
kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah serta dinamikanya.

Tak ada gading yang tak retak. Mungkin pepatah inilah yang sangat pas untuk dijadikan
cermin atas kejayaan yang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah begitu
bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya iapun
mulai menurun dan akhirnya runtuh. Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab
keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu:

A. Faktor Internal

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, faktor-faktor penyebab


kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode
pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, sehingga benih-benih itu tidak
sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah
kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah
lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah
menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut:[1]

1. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani
Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri,
dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua
sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama,
sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka
merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya
ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas
ashabiyah tradisional.

Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah
dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan
bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka
menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.

Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu,
para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki
dijadikan pegawai dan tentara. Khalifah Al-Mutashim (218-227 H) yang memberi peluang
besar kepada bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi
orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun
menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami.[2]

Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi
tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah.
Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan
orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada
periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki pada
periode keempat (447-590H).[3]

2. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri

Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas,
meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan
India. Walaupun dalam kenyataannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah,
secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan.
Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.[4]

Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal,
dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat
mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan
sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan
peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.[5] Selain itu, penyebab utama
mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan
kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.[6] Akibatnya
propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas.
Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah
Abbasiyah, di antaranya adalah:

1. Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars


(254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-
318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad (320-447).

2. Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan


(320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabang-
cabangnya

3. Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah
(564-648 H).

4. Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia


(18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316
H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-
545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).

5. Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.[7]

3. Kemerosotan Perekonomian

Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana
yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta.
Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan
industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut
mengalami kemunduran yang drastis.[8]
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara
pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh
makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu
perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang
memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak
antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis
pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.[9]

Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit.


Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah,
faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

4. Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan

Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka
kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme,
Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini
menggoda rasa keimanan para khalifah.

Khalifah Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi


Khawarij yang mendirikan Negara Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H.[10] Setelah
al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi
orang-orang Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan
mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu
tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq
berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai
kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin
dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.

Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah,
sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang
oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam
Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik
yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan
agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862
M.), kembali memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut.[11] Syi'ah
pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun.
Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah
yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.

Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara
Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti
Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan
melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan
sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit
kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa dinasti Seljuk yang menganut paham
Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan
didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya.[12]

B. Faktor Eksternal

Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan
kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan
khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.

1. Perang Salib

Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang
kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk yang
menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan
orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus
Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang
kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau periode telah banyak
menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara
tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli
dan kota Tyre.[13]

2. Serangan Mongolia ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah

Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh
di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624
H).

Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai
negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil.[14] Pada
bulan September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada Khalifah agar menyerah dan
mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan
memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, Hulagu khan menghancurkan tembok
ibukota.[15] Sementara itu Khalifah al-Mutashim langsung menyerah dan berangkat ke base
pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian
mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu beserta pasukannya menghancurkan kota Baghdad
dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar
dua juta orang.[16] Dan Dengan terbunuhnya Khalifah al-Mutashim telah menandai babak
akhir dari Dinasti Abbasiyah.

KESIMPULAN

Dari uraian masalah di atas, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemunduran dinasti Abbasiyah, secara umum disebabkan oleh dua faktor; Internal
dan Eksternal.

- Secara internal dapat dirinci sebagai berikut:

1. Tampilnya penguasa lemah yang sulit mengendalikan wilayah yang sangat luas
ditambah sistem komunikasi yang masih sangat lemah dan belum maju menyebabkan
lepasnya daerah satu per satu.

2. Kecenderungan para penguasa untuk hidup mewah, mencolok dan berfoya-foya


kemudian diikuti oleh para hartawan dan anak-anak pejabat ikut menyebabkan roda
pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.

3. Dualisme pemerintahan, secara de jure dipegang oleh Abbasiyah, tetapi secara de


facto digerakkan oleh oleh tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh
al-mutashim untuk mengambil kendali pemerintahan.

4. Praktek korupsi oleh penguasa diiringi munculnya nepotisme yang tidak profesional
di berbagai propinsi.
5. Perang saudara antara al-Amin dan al-Mamun secara jelas membagi Abbasiyah
dalam dua kubu, yaitu kubu Arab dan Persia, Pertentangan antara Arab-non Arab,
perselisihan antara muslim dengan non-muslim, dan perpecahan di kalangan umat
Islam sendiri.

- Secara ekternal disebabkan oleh karena Abbasiyah menghadapi perlawanan yang sangat
gencar dari dunia luar. Pertama, mereka mendapat serangan secara tidak langsung dari
pasukan Salib di Barat. Kedua, serangan secara langsung dari orang Mongol yang berasal
dari Timur ke wilayah kekuasaan Islam.

Anda mungkin juga menyukai