RETENSI URINE
a. Definisi
Retensi urin merupakan penumpukan urin dalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan
kandung kemih secara sempurna. Hal ini menyebabkan distensi vesika
urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang menglamai
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan
distensi, vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000-4000
ml urine. (Azis, 2008 )
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih
sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth,2010).
b. Etiologi
1. Kelemahan otot detrusor : Kelainan medulla spinalis dan Kelainan saraf perifer.
2. Hambatan / obstruksi uretra :
a. Batu uretra.
b. Klep uretra.
c. Striktura uretra.
d. Stenosis meatus uretra.
e. Tumor uretra.
f. Fimosis.
g. Parafimosis.
h. Gumpalan darah.
i. Hiperplasia prostat.
j. Karsinoma prostat.
k. Sklerosis leher buli-buli.
3. Inkoordinasi antara Detrusor-Uretra : Cedera kauda ekuina.
4. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
5. Trauma sumsum tulang belakang
6. Tekanan uretra yang tinggi karena otot destrusor yang lemah
7. Sphincter yang kuat
8. Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat). (Azis ,
2008 )
Adapun penyebab dari sumber lain penyakit retensio urine adalah sebagai berikut :
a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis. Kerusakan
saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada
operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel,
tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM
atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
c. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil,
tumor pada leher vesika, atau fimosis.
d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi urethra
(infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
e. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat
antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin
hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat adrenergic (Propanolol), preparat
antihipertensi (hidralasin).
c. Patofisiologi
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti
ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.
Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat
miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau
seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak
adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot
detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau
kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine
sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat
mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus
sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut,
peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik.
Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi
poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi
bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa
kateterisasi urethra
d. Klasifikasi
Retensi urin dapat terbagi maenjadi 2 bagian yaitu sebagai berikut.
1. Akut
Penderita < 6 bulan, secara tiba-tiba tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa
sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan, seringkali urin belum menetes atau sedikit-sedikit, nyeri, terdapat abstruksi
atau penumpukan batu di vesika urinaria tersebut
2. Kronis
Penderita > 6 bulan, secara perlahan-lahan dan dalam waktu yang lama tidak
dapat miksi, merasakan nyeri di daerah suprapubik hanya sedikit / tidak ada sama
sekali walaupun buli-buli penuh, tidak nyeri, terdapat kerusakan pada saraf di vesika
urinaria tersebut.
Retensi urin dapat terjadi sebagian, yaitu penderita masih bisa mengeluarkan
urin, tetapi terdapat sisa kencing yang cukup banyak di kandung kemih ; pada retensi
urin total, penderita sama sekali tidak dapat mengeluarkan urin.
e. Menifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari retensi urin meliputi sebagai berikut
1. Diawali dengan urine mengalir lambat.
2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4. Rasa tidak nyaman hingga rasa nyeri yang hebat pada perut bagian bawah hingga
daerah genital.
5. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
6. Tumor pada perut bagian bawah.
7. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 - 3000 cc
8. Tidak dapat kencing.
9. Kadang-kadang urin keluar sedikit-sedikit, sering, tanpa disadari, tanpa bisa ditahan
(inkontinensi paradoksa).
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti
ansietas,kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa
dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi
menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga
tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau
menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor
karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher
vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat
dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi
proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan patologi
urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal,
spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik.
Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi
poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi
bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa
kateterisasi urethra. Pasien merasa perut kembung karena urine sisa meningkat dan
pengosongan kandung kemih tidak efisien di dalam bladder akibat
menurunnya relaksasi otot spingter internal sehingga urine tertahan di
dalam blader lebih lama dan perut pasien terasa kembung dan penuh.
Pasien merasa mual dan muntah karena adanya pengosongan
kandung kemih yang tidak efektif, menyebabkan refluk balik dan
terkumpulnya urine dalam kandung kemih dapat berisiko
menyebabkan hidronefrosis dengan pembesaran ginjal akhirnya
menyentuh saraf abdominalis sehingga menyebabkan gejala mual
muntal.
f. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan specimen urine.
2. Pengambilan: steril, random, midstream
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan Nitrit.
4. Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih )
5. IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen dengan bahan kontras.
6. Foto polos abdomen : menunjukkan bayangan buli-buli penuh, mungkin terlihat
bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli.
7. Uretrografi : akan tampak adanya striktur uretra.
8. Pemeriksaan darah rutin : Hb, leukosit, LED, Trombosit.
9. Pemeriksaan Faal Ginjal : kreatinin, ureum, klirens kreatinin.
10. Pemeriksaan urinalisa : warna, berat jenis, pH.
g. Komplikasi
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
2. Pielonefritis
3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine
6. ISK ( Infeksi Saluran kemihm)
7. RUV/VUR
h. Penatalaksanaan
Urin dapat dikeluarkan dengan cara Kateterisasi atau Sistostomi. Penanganan pada
retensi urin akut berupa : kateterisasi bila gagal dilakukan Sistostomi.
1. Kateterisasi uretra
Kateterisasi uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli melalui uretra.
Indikasi kateterisasi :
a. Mengeluarkan urin dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal, baik yang
disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan darah)
yang menyumbat uretra.
RETENSI URINE
a. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Riwayat Penyakit Terdahulu
a. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu dikaji adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan yans
sama dengan klien dan adanya riwayat penyakit perkemihan pada keluarga klien
seperti riwayat penyakit ginjal, ataupun keganasan pada traktus urinarius dan
BPH.
b. Riwayat kesehatan klien
Klien dikaji adanya penyakit-penyakit yang pernah diderita sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal yang perlu dikaji pada riwayat kesehatan sekarang klien yaitu:
a. Frekuensi miksi
b. Kelainan ketika miksi
c. Rasa sakit di daerah sekitar genitalia
d. Adanya mual muntah
e. Keadaan urine seperti, warna, bau, kepekatan urine
f. Adanya hematuria
g. Adanya keluhan nyeri saat berkemih
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi: dilakukan inspeksi pada seluruh tubuh dan terutama pada area genitalia.
b. Palpasi: dilakukan di daerah abdomen terutama di daerah suprapubis. Pada
palpasi ditemukan adanya akumulasi urine di region suprapubis sehingga akan
terasa penuh (agak keras). Selain itu juga perlyu dilakukan palpasi di area CVA
untuk mengetahui adanya gangguan pada area ginjal.
c. Auskultasi: dilakukan auskultasi pada daerah aorta abdominalis dan arteri renalis
untuk mengetahui adanya gangguan sirkulasi ke ginjal dan traktus urinarius. Jika
terdapat gangguan sirkulasi, akan terdengar bunyi bruid.
d. Perkusi : dilakukan ketok ginjal didaerah CVA untuk mengetahui gangguan pada
ginjal yang dapat dapat menyebabkan retensi urine.
e. Tingkat kesadaran: diukur menggunakan skala GCS.
f. Pemantauan BB
g. Pemantauan TTV
h. Aktifitas/Istrahat
Gejala Tidak bisa tidur/istrahat dengan tenang jika rasa nyeri timbul
Tanda Gelisah
i. Eliminasi
Gejala Penurunan dorongan aliran urine, keragu-raguan pada awal
berkemih, kandung kemih terasa penuh, tidak dapat
berkemih kecuali dengan cara mengejan, urin keluar
sedikit-sedikit.
j. Makanan/cairan
Gejala Klien mengeluh tidak nafsu makan, klien mengeluh mual
dan muntah
k. Seksualitas
Gejala Penurunan kemampuan dalam melakukan hubungan seksual
l. Nyeri/Kenyamanan
Gejala Klien mengeluh nyeri saat berkemih
m. Integritas Ego
Gejala Klien mengeluh tentang penyakitnya, klien mengeluh
khawatir dengan penyakitnya
5. Kondisi psikologis
a. Persepsi dan reaksi klien terhadap penyakitnya.
b. Tingkat adaptasi klien terhadap penyakitnya.
6. Social budaya dan spiritual
a. Hubungan interaksi klien dengan orang lain
b. Sosialisasi klien terhadap lingkungannya
c. Kepercayaan klien saat mengalami penyakitnya.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung
kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
2. Nyeri akut b.d radang urethra, distensi
bladder.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
tirah baring, nyeri, kelemahan otot.
c. Intervensi
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah retensi urine dapat
teratasi.
Kriteria evaluasi :
a. Berkemih dengan jumlah yang cukup
b. Tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi Rasional
4. Awasi dan catat waktu dan jumlah 4. Retensi urin meningkatkan tekanan
tiap berkemih.. dalam saluran perkemihan atas.
Intervensi Rasional