Anda di halaman 1dari 32

LI.

1 MEMAHAMI & MENJELASKAN ANATOMI GINJAL

LO.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN MAKROSKOPIK

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi columna
vertebralis, di bawah liver dan limphe. Di bagian superior ginjal terdapat adrenal gland (juga
disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang
peritonium yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12
hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat
untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas.
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan.

Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah
oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga keduabelas, sedangkan ginjal kiri
terletak setinggi iga kesebelas. Pada orang dewasa, panjang ginjal sekitar 12-13 cm,
lebarnya 6 cm, tebal 2,5 cm dan beratnya 140 gram ( pria=150 170 gram, wanita = 115-
155 gram).

Ren mempunyai selubung sebagai berikut:

1. Capsula fibrosa, meliputi dan melekat de


2. ngan erat pada permukaan luar ren.
3. Capsula adiposa, meliputi capsula fibrosa
4. Fascia renalis, merupakan kondensasi jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa
serta meliputi ren dan glandula suprarenalis. Di lateral, fascia ini melanjutkan diri sebagai
fascia transversalis.
5. Corpus adiposum pararenale, terletak di luar fascia renalis dan sering didapatkan dalam
jumlah besar. Corpus adiposum pararenale membentuk sebagian lemak retroperitoneal.

Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu Korteks dan
medula.

1. Korteks : bagian luar dari ginjal


2. Medula : Bagian dalam dari ginjal
3. Piramid : Medula yang terbagi-bagi menjadi baji segitiga
4. Kolumna Bertini ; Bagian korteks yang mengelilingi piramid.
5. Papilaris berlini : Papila dari tiap piramid yang terbentuk dari persatuan bagian
terminal dari banyak duktus pengumpul.
6. Pelvis: Reservoar utama sistem pengumpulan ginjal.
7. Kaliks minor: bagian ujung pelvis berbentuk seperti cawan yang mengalami
penyempitan karena adanya duktus papilaris yang masuk ke bagian pelvis ginjal.
8. Kaliks mayor: Kumpulan dari beberapa kaliks minor.
Persarafan Ginjal

Dilakukan oleh plexus symphaticus renalis dan serabut afferent melalui plexus renalis menuju
medulla spinalis N. Thoracalis X,XI,XII.

PELVIS

Berbentuk corong dan keluar dari ginjal melalui hillus renalis dan menerima dari calix major.

Perdarahan : diperdarahi oleh Arteri renalis cabang aorta abdominalis, Arteri Testicularis
cabang aorta abdominalis, Arteri Vesicalis superior cabang dari A. Illiaca interna.

Persarafan : dipersarafi oleh plexus renalis, Nervus Testicularis, Nervus Hypogastricus

Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing
satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak
sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra
T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub
bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas
tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:


Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/Malpighi (yaitu
glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus
kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus)
serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron
dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di
korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang
terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya
terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta abdominal,
sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui
hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-
segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior,
inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal
melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.
Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal
(filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang
ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu
menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-
inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai
vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki
kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu
peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica
urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen
T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior
dan inferior.
Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk
menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke
uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ
reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian
yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan
inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal,
sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae.
Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari
orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada perempuan,
a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis.
Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus
lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4,
yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria
memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan
dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu,
Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor
dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat
volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari
kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa dan
pars spongiosa.
Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang
berada di bawah kendali volunter (somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh
korpus spongiosum di bagian luarnya.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada pria.
Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara
klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di
bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki
fungsi reproduktif.

LO.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN MIKROSKOPIK

Ginjal
Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10-12 cm dan tebal 3,5-5 cm,
terletak di ruang belakang selaput perut tubuh (retroperitonium) sebelah atas. Ginjal kanan
terletak lebih ke bawah dibandingkan ginjal kiri.
Ginjal dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis. Pada sisi medial terdapat
cekungan, dikenal sebagai hilus, yang merupakan tempat keluar masuk pembuluh darah dan
keluarnya ureter. Bagian ureter atas melebar dan mengisi hilus ginjal, dikenal sebagai piala
ginjal (pelvis renalis). Pelvis renalis akan terbagi lagi menjadi mangkuk besar dan kecil yang
disebut kaliks mayor (2 buah) dan kaliks minor (8-12 buah). Setiap kaliks minor meliputi
tonjolan jaringan ginjal berbentuk kerucut yang disebut papila ginjal. Pada potongan vertikal
ginjal tampak bahwa tiap papila merupakan puncak daerah piramid yang meluas dari hilus
menuju ke kapsula. Pada papila ini bermuara 10-25 buah duktus koligens. Satu piramid
dengan bagian korteks yang melingkupinya dianggap sebagai satu lobus ginjal.
Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan simpai
jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain
tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks dan
ada bagian korteks yang masuk ke medula. Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks
dan medula ginjal adalah
1. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu
A. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir)
dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
B. Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus
kontortus distal.
2. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus
yaitu pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus
ekskretorius (duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.

Korpus Malphigi
Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan glomerulus.
Kapsul Bowman sebenarnya merupakan pelebaran ujung proksimal saluran keluar ginjal
(nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh jumbai kapiler (glomerulus) sampai
mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut
lapis parietal (pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis)
yang melekat erat pada jumbai glomerulus .Ruang diantara ke dua lapisan ini sebut ruang
Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke
dalam tubulus kontortus proksimal.
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna yang lebih
tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan
gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul
Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung cairan ultra filtrasi
dan meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars
parietal kapsul Bowman.
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus kontortus
proksimal yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan
dengan arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini disebut kutub vaskular.
Arteriol yang masuk disebut vasa aferen yang kemudian bercabang-cabang lagi menjadi
sejumlah kapiler yang bergelung-gelung membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi
oleh sel-sel khusus yang disebut sel podosit yang merupakan simpai Bowman lapis viseral.
Sel podosit ini dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian
bergabung lagi membentuk arteriol yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa
eferen, yang berupa sebuah arteriol.

Apartus Yuksta-Glomerular
Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya menjadi sel
epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya terdapat granula yang
mengandung ensim renin, suatu ensim yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah.
Sel-sel ini dikenal sebagai sel yuksta glomerular. Renin akan mengubah angiotensinogen
(suatu peptida yang dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I ini
akan diubah menjadi angiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme (ACE)
(dihasilkan oleh paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak
ginjal) untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan meningkatkan reabsorpsi
natrium dan klorida termasuk juga air di tubulus ginjal terutama di tubulus kontortus distal
dan mengakibatkan bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga dapat bekerja
langsung pada sel-sel tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsopsi natrium, klorida dan air.
Di samping itu angiotensin II juga bersifat vasokonstriktor yaitu menyebabkan kontriksinya
dinding pembuluh darah.
Sel-sel yuksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel makula densa,
yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang berjalan berhimpitan dengan
kutub vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus tersusun lebih padat daripada bagian lain.
Sel-sel makula densa ini sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di
tubulus kontortus distal. Penurunan tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya
produksi filtrat glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion natrium di dalam
cairan tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus
kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa (berfungsi sebagai osmoreseptor)
untuk memberikan sinyal kepada sel-sel yuksta glomerulus agar mengeluarkan renin. Sel
makula densa dan yuksta glomerular bersama-sama membentuk aparatus yuksta-glomerular.
Di antara aparatus yuksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen glomerulus
terdapat kelompokan sel kecil-kecil yang terang disebut sel mesangial ekstraglomerular
atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini masih belum jelas, tetapi diduga
sel-sel ini berperan dalam mekanisma umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi
ion natrium pada makula densa akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran
darah glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular di duga berperan dalam penerusan
sinyal di makula densa ke sel-sel yuksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan
hormon eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel darah merah
(eritrosit) di sumsum tulang.

Tubulus Ginjal (Nefron)


A. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang
lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel
kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan biasanya terletak
agak berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel
yang menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini terletak di
korteks ginjal.
Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85 persen
dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein
seperti bikarbonat, akan diresorpsi.
B. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens), bagian tipis
(segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal turun mempunyai
gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik
mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis ansa henle mempunyai
tampilan mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis
sel gepeng, sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya
tampak kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah untuk
memekatkan atau mengencerkan urin.
C. Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel
kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti
sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil
(kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian
ini terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin.
D. Duktus koligen
Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus
distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Duktus
koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa
duktus koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks
papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil sangat
besar, banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi
duktus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit
absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).
Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga bagian korteks yang
menjorok masuk ke dalam medula membentuk kolom mengisi celah di antara piramid ginjal
yang disebut sebagai kolumna renalis Bertini. Sebaliknya ada juga jaringan medula yang
menjorok masuk ke dalam daerah korteks membentuk berkas-berkas yang disebut prosessus
Ferreini.

Ureter
Secara histologik ureter terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan adventisia. Lapisan
mukosa terdiri atas epitel transisional yang disokong oleh lamina propria. Epitel transisional
ini terdiri atas 4-5 lapis sel. Sel permukaan bervariasi dalam hal bentuk mulai dari kuboid
(bila kandung kemih kosong atau tidak teregang) sampai gepeng (bila kandung kemih dalam
keadaan penuh/teregang). Sel-sel permukaan ini mempunyai batas konveks (cekung) pada
lumen dan dapat berinti dua. Sel-sel permukaan ini dikenal sebagai sel payung. Lamina
propria terdiri atas jaringan fibrosa yang relatif padat dengan banyak serat elastin. Lumen
pada potongan melintang tampak berbentuk bintang yang disebabkan adanya lipatan mukosa
yang memanjang. Lipatan ini terjadi akibat longgarnya lapis luar lamina propria, adanya
jaringan elastin dan muskularis. Lipatan ini akan menghilang bila ureter diregangkan.
Lapisan muskularisnya terdiri atas atas serat otot polos longitudinal disebelah dalam dan
sirkular di sebelah luar (berlawan dengan susunan otot polos di saluran cerna). Lapisan
adventisia atau serosa terdiri atas lapisan jaringan ikat fibroelsatin.
Fungsi ureter adalah meneruskan urin yang diproduksi oleh ginjal ke dalam kandung
kemih. Bila ada batu disaluran ini akan menggesek lapisan mukosa dan merangsang reseptor
saraf sensoris sehingga akan timbul rasa nyeri yang amat sangat dan menyebabkan penderita
batu ureter akan berguling-gulung, keadaan ini dikenal sebagai kolik ureter.

Kandung kemih
Kandung kemih terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan serosa/adventisia.
Mukosanya dilapisi oleh epitel transisional yang lebih tebal dibandingkan ureter (terdiri atas
6-8 lapis sel) dengan jaringan ikat longgar yang membentuk lamina propria dibawahnya.
Tunika muskularisnya terdiri atas berkas-berkas serat otot polos yang tersusun berlapis-lapis
yang arahnya tampak tak membentuk aturan tertentu. Di antara berkas-berkas ini terdapat
jaringan ikat longgar. Tunika adventisianya terdiri atas jaringan fibroelastik.
Fungsi kandung kemih adalah menampung urin yang akan dikeluarkan kedunia luar
melalui uretra.

Uretra
Panjang uretra pria antara 15-20 cm dan untuk keperluan deskriptif terbagi atas 3 bagian
yaitu:
A. Pars Prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara uretra pada kandung kemih
hingga bagian yang menembus kelenjar prostat. Pada bagian ini bermuara 2 saluran
yaitu duktus ejakulatorius dan saluran keluar kelenjar prostat.
B. Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat di antara otot rangka
pelvis menembus membran perineal dan berakhir pada bulbus korpus kavernosus
uretra.
C. Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang menembus korpus
kavernosum dan bermuara pada glands penis.
Epitel uretra bervariasi dari transisional di uretra pars prostatika, lalu pada bagian lain
berubah menjadi epitel berlapis atau bertingkat silindris dan akhirnya epitel gepeng berlapis
pada ujung uretra pars kavernosa yang melebar yaitu di fosa navikularis. Terdapat sedikit sel
goblet penghasil mukus. Di bawah epitel terdapat lamina propria terdiri atas jaringan ikat
fibro-elastis longgar.
Pada wanita uretra jauh lebih pendek karena hanya 4 cm panjangnya. Epitelnya bervarias
dari transisional di dekat muara kandung kemih, lalu berlapis silindris atau bertingkat hingga
berlapis gepeng di bagian ujungnya. Muskularisnya terdiri atas 2 lapisan otot polos tersusun
serupa dengan ureter
LI.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN FISIOLOGI GINJAL

a. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk
penguraian hemoglobin dan hormon.
b. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekresi ion natrium, kalium, kalsium,
magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan
ekskresinya melalui rute lain, seperti pada saluran gastrointestinal atau kulit.
c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi ion hidrogen
(H+), bikarbonat (HCO3-), dan amonium (NH4+) serta memproduksi urin asam atau basa,
bergantung pada kebutuhan tubuh.
d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin (EPO), yang mengatur
produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.
e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi pengaturan
tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam
mekanisme renin-angiotensi-aldosteron (RAA), yang meningkatkan tekanan darah dan
retensi air.
f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal,
melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas konsentrasi
nutrien dalam darah.
g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-
obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.

1. Menyaring Darah
Konsumsi makanan yang kita makan setiap hari sebagai penghasil energi setelah melalui
proses pencernaan pastilah akan menghasilkan banyak zat sisa dan limbah serta racun atau
toksin. Zat-zat tersebutlah yang akan dikeluarkan oleh ginjal karena jika tidak maka akan
sangat berbahaya bagi tubuh kita.

Nefron adalah salah satu bagian ginjal yang menjalankan fungsi ini. Apabila seseorang tidak
memiliki ginjal, maka orang tersebut akan mati karena tubuhnya teracuni oleh kotoran yang
dihasilkan oleh tubuh manusia itu sendiri. Untuk melakukan hal tersebut, ginjal harus
menyaring sekitar 200 liter darah dan menghasilkan 2 liter zat-zat sisa dan air per harinya.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa Anda buang air kecil sebanyak kurang lebih 2 liter per harinya.

2. Mempertahankan keseimbangan Kadar Asam dan Basa


Ginjal berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh dengan cara mengeluarkan kelebihan asam/basa melalui urine.

3. Mengekskresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh


Ginjal akan mengekskresikan (mengeluarkan) zat-zat yang merugikan bagi tubuh seperti
urea, asam urat, amoniak, creatinin, garam anorganik, bakteri, dan juga obat-obatan. Jika zat
tersebut tidak dikeluarkan maka akan menjadi racun yang dapat membahayakan kesehatan di
dalam tubuh.

4. Memproses Ulang Zat


Ginjal akan mengembalikan kembali zat yang masih berguna bagi tubuh kembali menuju
darah. Zat tersebut berupa glukosa, garam, air, dan asam amino. Proses pengembalian zat
yang masih berguna ke dalam darah disebut reabsorpsi.

5. Mengatur Volume Cairan dalam Darah


Ginjal dapat mengontrol jumlah cairan darah yang dipertahnkan agar tetap seimbang didalam
tubuh. Tanpa adanya control dari ginjal maka tubuh akan menjadi kering karena kekurangan
cairan darah atau sebaliknya, tubuh tenggelam karena kebanjiran cairan didalam tubuh yang
menumpuk tidak terbuang.

6. Mengatur Keseimbangan Kandungan Kimia dalam Darah


Salah satu contohnya yaitu mengatur kadar garam didalam darah.

7. Mengendalikan Kadar Gula dalam Darah


Ginjal amat penting untuk mengatur kelebihan atau kekurangan gula dalam darah dengan
menggunakan hormon insulin dan adrenalin. Ini penting untuk menghindari diabetes. Insulin
berfungsi sebagai hormon penurun kadar gula dalam darah jika kadar gula dalam darah
berlebih. Adrenalin berfungsi untuk menaikkan kadar gula dalam darah jika kadar gula di
dalam darah tidak mencukupi.

8. Penghasil Zat dan Hormon


Ginjal merupakan penghasil zat atau hormon tertentu seperti eritropoietin, kalsitriol, dan
renin. Hormon yang dihasilkan oleh ginjal yaitu hormon eritroprotein atau yang disingkat
dengan EPO berfungsi untuk merangsang peningkatan laju pembentukan sel darah merah
oleh sumsum tulang. Renin berfungsi untuk mengatur tekanan darah di dalam tubuh,
sementara kalsitriol merupakan fungsi ginjal untuk membentuk vitamin D, menjaga
keseimbangan kimia di dalam tubuh, serta untuk mempertahankan kalsium di dalam tulang
yang ada di dalam tubuh.

9. Menjaga Tekanan Osmosis


Ginjal menjaga tekanan osmosis dengan cara mengatur keseimbangan garam-garam di dalam
tubuh.

10. Menjaga Darah


Ginjal berfungsi sebagai penjaga kadar pH darah agar tidak terlalu asam. Ginjal
mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan
hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada
pH 8.
MEMAHAMI & MENJELASKAN MEKANISME PEMBENTUKAN URIN

1. Filtrasi (Penyaringan)
Filtrasi merupakan perpindahan cairan dari glomelurus menuju ke ruang kapsula bowman
dengan menembus membran filtrasi. Membran filtrasi terdiri dari tiga lapisan, yaitu sel
endotelium glomelurus, membran basiler, dan epitel kapsula bowman. Tahap ini adalah
proses pertama dalam pembentukan urine.

Darah dari arteriol masuk ke dalam glomerulus dan kandungan air, glukosa, urea, garam,
urea, asam amino, dll lolos ke penyaringan dan menuju ke tubulus.

Glomerulus adalah kapiler darah yang bergelung-gelung di dalam kapsula bowman. Ukuran
saringan pada glomerulus membuat protein dan sel darah tidak bisa masuk ke tubulus. Pada
glomerulus terdapat sel-sel endotelium yang berfungsi untuk memudahkan proses
penyaringan.

Filtrasi menghasilkan urine primer/filtrat glomerulus yang masih mengandung zat-zat yang
masih bermanfaat seperti glukosa, garam, dan asam amino. Urin primer mengandung zat
yang hampir sama dengan cairan yang menembus kapiler menuju ke ruang antar sel. Dalam
keadaan normal, urin primer tidak mengandung eritrosit, tetapi mengandung protein yang
kadarnya kurang dari 0,03%. Kandungan elektrolit (senyawa yang larutannya merupakan
pengantar listrik) dan kristaloid (kristal halus yang terbentuk dari protein) dari urin primer
juga hampir sama dengan cairan jaringan. Kadar anion di dalam urin primer termasuk ion Cl-
dan ion HCO3-, lebih tinggi 5% daripada kadar anion plasma, sedangkan kadar kationnya
lebih rendah 5% daripada kation plasma. selain itu urin primer mengandung glukosa, garam-
garam, natrium, kalium, dan asam amino.

2. Reabsorpsi (Penyerapan Kembali)


Reabsorpsi terjadi di dalam tubulus kontortus proksimal dan dilakukan oleh sel-sel epitelium
di tubulus tersebut. Fungsinya adalah untuk menyerap kembali zat-zat di urine primer yang
masih bermanfaat bagi tubuh seperti glukosa, asam amino, ion-ion Na+, K+, Ca, 2+, Cl-,
HCO3-, dan HbO42-. Air akan diserap kembali melalui proses osmosis di tubulus dan
lengkung henle. Zat-zat yang masih berguna itu akan masuk ke pembuluh darah yang
mengelilingi tubulus. Hasil dari reabsorpsi adalah urine sekunder/filtrat tubulus yang kadar
ureanya lebih tinggi dari urine primer.

Urine sekunder masuk ke lengkung henle.Pada tahap ini terjadi osmosis air di lengkung henle
desenden sehingga volume urin sekunder berkurang dan menjadi pekat. Ketika urine
sekunder mencapai lengkung henle asenden, garam Na+ dipompa keluar dari tubulus,
sehingga urea menjadi lebih pekat.

3. Augmentasi (Pengumpulan)
Setelah melewati lengkung henle, urine sekunder akan memasuki tahap augmentasi yang
terjadi di tubulus kontortus distal. Disini akan terjadi pengeluaran zat sisa oleh darah seperti
H+, K+, NH3, dan kreatinin. Ion H+ dikeluarkan untuk menjaga pH darah. Proses
augmentasi menghasilkan urine sesungguhnya yang sedikit mengandung air.

Urine sesungguhnya mengandung urea, asam urine, amonia, sisa-sisa pembongkaran protein,
dan zat-zat yang berlebihan dalam darah seperti vitamin, obat-obatan, hormon, serta garam
mineral.

Kemudian urine sesungguhnya akan menuju tubulus kolektivus untuk dibawa menuju pelvis
yang kemudian menuju kandung kemih (vesika urinaria) melalui ureter. Urine inilah yang
akan keluar menuju tubuh melalui uretra.

Tubulus Kontortus Proximal


Reabsorpsi Sekresi
67% Na+ yang difiltrasi secara aktif Sekresi H+ bervariasi, bergantung
direabsorpsi; Cl- mengikuti secara pada status asam-basa tubuh
pasif Sekresi ion organik
Semua glukosa dan asam amino
yang difiltrasi direabsorpsi oleh
transportasi aktif sekunder
PO4- dan elektrolit lain yang
difiltrasi direabsorpsi dalam jumlah
yang bervariasi;
65% H2O yang difiltrasi secara
osmosis direabsorpsi
Semua K+ yang difiltrasi
direabsorpsi

Tubulus Kontortus Distal


Reabsorpsi Sekresi
+
Rebasorpsi Na bervariasi, Sekresi H+ bervariasi, bergantung
dikontrol oleh aldosteron; Cl- pada status asam-basa tubuh
mengikuti secara pasif Sekresi K+ bervariasi, dikontrol oleh
Reabsorpsi H2O bervariasi, aldosteron
dikontrol oleh vasopresin
Duktus Koligen
Reabsorpsi Sekresi
Reabsorpsi H2O bervariasi, Sekresi H+ bervariasi, bergantung
dikontrol oleh vasopresin pada status asam-basa tubuh

BIOKIMIA GINJAL

Faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan urin,yaitu :

1. Vasopresin (ADH)

Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikankeseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang
ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan
menurunkan cairanekstrasel.

2. Aldosteron

Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus
ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi
kalium,natrium, dan sistem angiotensin renin.

3. Prostaglandin

Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berfungsi merespons
radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan
gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal
gukokortikoi. Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.

4. Renin

Selain itu ginjal menghasilkan Renin, yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada:
a. Konstriksi arteria renalis (iskhemia ginjal)
b. Terdapat perdarahan (iskhemia ginjal)
c. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra)
d. Innervasi ginjal dihilangkan
e. Transplantasi ginjal (iskhemia ginjal)

LI.3 MEMAHAMI & MENJELASKAN SINDROM NEFROTIK

LO.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN DEFINISI


Sindrom nefrotik merupakan suatu jenis gangguan pada organ ginjal yang menyebabkan tubuh Anda
mengeluarkan terlalu banyak protein ke dalam urine. Ini merupakan pertanda bahwa organ ginjal
Anda tidak bekerja dengan normal.

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai
dengan proteinuria masif ( 3 3,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin sewaktu > 300-350
mg/mmol), hipoalbuminemia (<25 g /l), hiperkolesterolemia(total kolesterol > 10 mmol/L), dan
manifestasi klinis edema periferal.

LO.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN ETIOLOGI

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau
toksin, dan akibat penyakit sistemik. Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik didasarkan
pada penyebab primer (gangguan glomerular karena umur), dan sekunder (penyebab
sindrome nefrotik).

a. Penyebab Primer
Umumnya tidak diketahui kausnya dan terdiri atas sindrome nefrotik idiopatik (SNI)
atau yang sering disebut juga SN primer yang bila berdasarkan gambaran dari
histopatologinya, dapat terbagi menjadi ;
1. Sindroma nefrotik kelainan minimal
2. Nefropati membranosa
3. Glomerulonephritis proliferative membranosa
4. Glomerulonephritis stadium lanjut

b. Penyebab Sekunder
a. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra, skistosoma1
b. Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma :paru, payudara, colon, myeloma
multiple, karsinoma ginjal1,3,5
c. Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease)1
d. Metabolik : Diabetes militus, amylodosis5
e. Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid, kaptopril, heroin1
f. Berdasarkan respon steroid, dibedakan respon terhadap steroid (sindrom nefrotik yang
sensitive terhadap steroid (SNSS) yang lazimnya berupa kelainan minimal, tidak perlu
biopsy), dan resisten steroid atau SNRS yang lazimnya bukan kelainan minimal dan
memerlukan biopsy.

Sindrom nefrotik terjadi akibat rusaknya pembuluh darah kecil (glomeruli) yang ada dalam
organ ginjal. Glomeruli sangat berperan penting bagi tubuh, yaitu menyaring aliran darah
yang melewati organ ginjal dan memisahkan hal-hal yang dianggap penting dan tidak penting
bagi tubuh. Selain itu, glomeruli juga akan menjaga kadar protein darah, terutama albumin.
Namun, bila glomeruli rusak, ia tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik dan
memungkinkan banyak protein hilang, masuk ke dalam urine, dan menimbulkan gangguan
pada organ ginjal (sindrom nefrotik).

Ada beberapa hal yang dianggap menjadi faktor penyebab rusaknya glomerulus serta
meningkatkan risiko sindrom nefrotik, seperti:

a. Focal segmental glomerulosclerosis

Sebuah kondisi yang ditandai dengan adanya jaringan parut pada beberapa daerah di glomerulus.
Hal ini muncul akibat penyakit lain, cacat genetik, atau terkadang tidak diketahui
penyebabnya.

b. Membranous nephropathy

Gangguan pada organ ginjal yang disebabkan oleh adanya penebalan pada membran dalam
glomeruli. Penyebab dari penebalan ini tidak diketahui secara pasti. Namun, beberapa kondisi
medis, seperti hepatitis B, malaria, lupus, dan kanker dikaitkan sebagai faktor penyebabnya.

c. Penyakit diabetes

Diabetes dapat merusak organ ginjal dan mempengaruhi glomeruli.

d. Systemic lupus erythematosus

Penyakit yang menyebabkan organ ginjal mengalami peradangan kronis dan menyebabkan
kerusakan serius.
e. Amiloidosis

Gangguan yang terjadi ketika zat protein amiloid terakumulasi dalam organ tubuh. Akibatnya, zat
tersebut akan menumpuk dan seringkali mempengaruhi fungsi dari organ-organ tubuh Anda,
salah satunya ginjal.

LO.3 MEMAHAMI & MENJELASKAN PATOFISIOLOGI

Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat
kerusakan glomerulus ( kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh besarnya molekul dan
muatan listrik, dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular).
Proteinuria sebagian berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dahn hanya
sebagaian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas
membrane basalis glomerulus menyebabkan peingkatan permeabilitas glomerulus terhadap
perotein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin1,2,6

b. Hipoalbuminemia
Hipoalbumin disebabka oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat ( namun tidak
memadai untuk mengganti kehilagan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal menurun
Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan
hipoalbumineia. Sebagai akibatnya hipoalbuminemia menurunkan tekanan onkotik plasma
koloid, meyebabkan peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh dan menigkatkan
edema.2

c. Hiperlipidemia
Kolesterol serum, VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density
lipoprotein), trigliserida meningkat sedangkan HDL (high density lipoprotein) dapat
meningkat, normal atau meningkat.Hal ini disebabkan sintesis hipotprotein lipid disintesis
oleh penurunan katabolisme di perifer.Peningkatan albumin serum dan penurunan tekanan
onkotik.2,4
d. Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C, dan
plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya factor V, VII, VIII, X, trombosit,
fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya
factor zymogen.2,4

Reaksi antigen antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus


meningkat diikuti oleh kebocoran protein (albumin).

Proteinuri :
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran
glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus
(proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin. Protein lain yang diekskresi adalah globulin
pengikat tiroid, IgG, IgA, antitrombin III dan protein pengikat vitamin D.

Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus.


Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus
normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan
size selective barrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh
hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh
hilangnya size selectivity.

Hipoalbuminemi
Keadaan ini disebabkan oleh kehilangan sejumlah protein tubuh melalui urine (proteinuria)
dan usus (protein loosing enteropathy), katabolisma albumin, pemasukan protein yang kurang
kerana nafsu makan yang menurun dan utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal
ginjal. Jika kompensasi hepar dalam mensintesa albumin tidak adekuat, akan terjadi
hipoproteinemi.

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan
kehilangan protein melalui urin. Pada SN, hipoalbuminemia disebabkan oleh protenuria
massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan
tekanan onkotik plasma, maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan
sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi
protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong
peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat
peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.

Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),
trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal
atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah)
Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan
penurunan tekanan onkotik.

Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal
dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel.

Edema
Teori underfil menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor utama terjadinya
edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma
sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Oleh
kerana itu, ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air.
Mekanisma kompensasi ini akan memperbaiki volume intravascular tetapi juga akan
mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berat.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium
oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan
laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium
dan edema. Kedua mekanisma tersebut ditemukan pada pasien SN.

Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa
pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun
secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.

Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan plasminogen
activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen,
peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor
zimogen (faktor IX, XI).

Kerentanan terhadap infeksi


Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal, penurunan
sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi
bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga
terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan
peritonitis

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui
yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri
dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila
kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara
fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang
diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan
volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini
mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah
dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan
merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan
merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus
kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma
berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas,
2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang
sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun
karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan
arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383)

LO.4 MEMAHAMI & MENJELASKAN MANIFESTASI KLINIK

Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
a. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
b. Proteinuria dan albuminemia.
c. Hipoproteinemi dan albuminemia.
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
e. Lipid uria.
f. Mual, anoreksia, diare.
g. Anemia, pasien mengalami edema paru.
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak
dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan
mikroskop cahaya.

b. Sindrom Nefrotik Sekunder


Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik,
purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada
tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

LO.5 MEMAHAMI & MENJELASKAN DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan
lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang
ditemukan hipertensi.

Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.
Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin
terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi
ginjal.

Studi diagnostik untuk sindrom nefrotik di antaranya adalah :

urinalisis
pemeriksaan sedimen Urine

pengukuran protein Urin

serum albumin

Serologi untuk infeksi dan kelainan kekebalan tubuh

ultrasonografi ginjal

biopsi ginjal

Pada bayi dengan sindrom nefrotik, pengujian genetik untuk mutasi NPHS1 dan
NPHS2 mungkin berguna. Ini adalah mutasi nephrin dan podocin, masing-masing.

Pada anak dengan steroid tahan sindrom nefrotik, pengujian untuk mutasi NPHS2
dapat diindikasikan.

Penelitian selanjutnya untuk biomarker kemih dimana penyebab dan keparahan


sindrom nefrotik dapat diidentifikasi.

DIAGNOSIS BANDING

Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema
Quincke.

Glomerulonefritis akut

Lupus sistemik eritematosus.

Diabetic Nephropathy

Focal Segmental Glomerulosclerosis

Glomerulonephritis, Chronic

Glomerulonephritis, Membranous

HIV Nephropathy

IgA Nephropathy

Light Chain-Associated Renal Disorders

Minimal-Change Disease

Nephritis, Radiation
Sickle Cell Nephropathy

LO.6 MEMAHAMI & MENJELASKAN PENATALAKSANAAN

Tata laksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan imunosupresif dan
atau imunomodulator, dan pengobatan suportif atau simtomatik. Penatalaksanaan ini meliputi
terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN sekunder),
mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, serta mencegah
dan mengatasi penyulit.2,5

Terapi Kortikosteroid
Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang
memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid.Pengobatan dengan kortikosteroid
dibedakan antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.2,5
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya pada
orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4
8minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4 bulan
berikutnya.Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24
minggunamun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan.2,5
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi
parsial dan resisten.Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (< 200 mg/24 jam),
albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang.
Remisi parsial jika proteinuria<3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350
mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris
tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan
kortikosteroid.5
Kelompok SNSS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu
SN non-relaps (30%), SN relaps jarang (10-20%), SN relaps sering dan SN dependen steroid
(40-50%).
Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami relaps
setelah mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah anak
yang mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali
dalam periode 12 bulan setelah pengobatan inisial. Sindrom nefrotik relaps sering ialah
penderita yang mengalami relaps >2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal
atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps
terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah
pengobatan dihentikan. 5,7
Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid
jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid
alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak
menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai
dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk dihentikan.5,7
Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu:Siklofosfamid,
Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor.Obat-
obat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid.5

Terapi suportif/simtomatik
Proteinuria
ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan
glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan
insufisiensi ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena
tidak memberikan progres yang baik.1,4
Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang
disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat
memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan
furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila
pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per
hari.Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik
dengan infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2
mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan
ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload).Penderita yang mendapat
infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.1,2,5,7
Dietetik
Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang
adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria
persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 2,25 g/kg per
hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat diberikan dalam bentuk
kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada
SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata.

Sindrom nefrotik serangan pertama

Perbaiki keadaan umum penderita :

Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi
diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi
ginjal.

Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.

Berantas infeksi.

Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah


diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan,
prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi
pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse


ditegakkan.
Perbaiki keadaan umum penderita.

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering


Adalah sindrom nefrotik yang kambuh 4 kali dalam masa 12 bulan.

1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,
akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid
dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila
pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi,
terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal

LO.7 MEMAHAMI & MENJELASKAN KOMPLIKASI

Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan efektif dapat menyebabkan berbagai
komplikasi dan beberapa di antaranya bisa berakibat fatal. Sejumlah komplikasi yang
berpotensi muncul meliputi:

Meningkatnya risiko infeksi dan penggumpalan darah.

Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah.

Anemia.

Kekurangan gizi, misalnya defisiensi vitamin D.

Hipertensi.

Gagal ginjal akut.

Penyakit ginjal kronis

LO.8 MEMAHAMI & MENJELASKAN PENCEGAHAN

Pada umumnya perawatan dan pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk mengurangi
gejala dan mencegah pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut :

a) Pengaturan minum Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan
cairan dan elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.

b) Pengendalian hipertensi Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan


tertentu, tekanan darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan
betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan garam.

c) Pengendalian darah Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak,


ini dapat dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit buah-buahan,
hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila hiperkalemia sudah
terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium, pemberian natrium bicarbonate secara
intra vena, pemberian cairan parental (glukosa), dan pemberian insulin.

d) Penanggulangan anemia Anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal
ginjal kronis, usaha pertama dengan mengatasi faktor defisiensi, untuk anemia normakrom
trikositik dapat diberikan supplemen zat besi oral, tranfusi darah hanya diberikan pada
keadaan mendesak misalnya insufisiensi karena anemia dan payah jantung.
e) Penanggulangan Asidosis Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari
nefrotik sindrom. Sebelum memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi
dulu misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Pengobatan natrium bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan parenteral, pada
permulaan diberi 100 mg natrium bicarbonate, diberikan melalui intravena secara perlahan-
lahan. Tetapi lain dengan dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.

f) Pengobatan dan pencegahan infeksi Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami
infeksi, hal ini dapat memperburuk faal ginjal. Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada
bakteriuria dengan memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus sedapat
mungkin dihindari karena dapat mempermudah terjadinya infeksi.

g) Pengaturan diit dan makanan Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan
syarat kebutuhan energi dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan sebaiknya
mengandung asam amino yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram protein yang
dapat menurunkan nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30 kal/kgBB dapat dikurangi
apabila didapati obesitas.

LO.9 MEMAHAMI & MENJELASKAN PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada kausa sindrom nefrotik. Pada kasus anak, prognosis adalah sangat baik
kerana minimal change disease (MCD) memberikan respon yang sangat baik pada terapi steroid dan
tidak menyebabkan terjadi gagal ginjal (chronic renal failure). Tetapi untuk penyebab lain seperti
focal segmental glomerulosclerosis (FSG) sering menyebabkan terjadi end stage renal disease
(ESRD). Faktor faktor lain yang memperberat lagi sindroma nefrotik adalah level protenuria,
control tekanan darah dan fungsi ginjal.

LI.4 MEMAHAMI & MENJELASKAN NAJIS URIN DAN DARAH SERTA CARA
MENSUCIKANNYA

Diantara adab-adab tersebut adalah:

1. Berdoa Sebelum Masuk WC

WC dan yang semisalnya merupakan salah satu tempat yang dihuni oleh setan. Maka
sepantasnya seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wataala dari
kejelekan makhluk tersebut. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
mengajarkan doa ketika akan masuk WC:

(
)

(Dengan menyebut nama Allah) Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
kejelekan setan laki-laki dan setan perempuan. (HR. Al-Bukhari no. 142 dan Muslim no.
375. Adapun tambahan basmalah diawal hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)
Doa ini dapat pula dibaca dengan lafazh:

(
)

(Dengan menyebut nama Allah) Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
segala bentuk kejahatan dan para pelakunya. (Lihat Fathul Bari dan Syarhu Shahih Muslim
pada penjelasan hadits diatas)

2. Mendahulukan Kaki Kiri Ketika Masuk WC Dan Mendahulukan Kaki Kanan


Ketika Keluar

Terdapat hadits Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata:

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyukai mendahulukan yang kanan pada setiap
perkara yang baik. (HR. Muslim)

3. Tidak Membawa Sesuatu Yang Terdapat Padanya Nama Allah subhanahu wataala
Atau Ayat Al-Qur`an kedalam WC

Sesuatu apapun yang terdapat padanya nama Allah subhanahu wataala, atau terdapat
padanya ayat Al-Quran, atau terdapat padanya nama yang disandarkan kepada salah satu dari
nama Allah subhanahu wataala seperti Abdullah, Muhammad dan yang lainnya, maka tidak
sepantasnya dimasukkan ke tempat buang hajat (WC). Allah subhanahu wataala berfirman:

Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketaqwaan hati. (QS. Al-Hajj: 32)

4. Berhati-hati Dari Percikan Najis

Tidak berhati-hati dari percikan kencing merupakan salah satu penyebab diadzabnya
seseorang di alam kubur. Tetapi perkara ini sering disepelekan oleh kebanyakan orang. Suatu
ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melewati dua kuburan, seraya beliau shalallahu
alaihi wasallam bersabda:

Sungguh dua penghuni kubur ini sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab melainkan
karena menganggap sepele perkara besar. Adapun salah satunya, ia diadzab karena tidak
menjaga dirinya dari kencing. Sedangkan yang lainnya, ia diadzab karena suka mengadu
domba. (HR. Al-Bukhari no. 216 dan Muslim no. 292)

Dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah memperingatkan:

Bersucilah kalian dari kencing. Sungguh kebanyakan (orang) diadzab di alam kubur
disebabkan karena kencing. (HR. Ad-Daraquthni)
5. Tidak Menampakkan Aurat

Menutup aurat merupakan perkara yang wajib dalam Islam. Oleh karena itu Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam melarang seseorang dalam keadaan apapun, termasuk ketika
buang hajat, untuk menampakkan auratnya di hadapan orang lain. Beliau shalallahu alaihi
wasallam bersabda:

Apabila dua orang buang hajat, maka hendaklah keduanya saling menutup auratnya dari
yang lain dan janganlah keduanya saling berbincang-bincang. Sesungguhnya Allah sangat
murka dengan perbuatan tersebut. (HR. Ahmad dishahihkan Ibnus Sakan, Ibnul Qathan,
dan Al-Albani, dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu)

Oleh karena itu, kebiasaan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam adalah menjauh dari
pandangan para sahabatnya ketika hendak buang hajat. Abdurrahman bin Abi Qurad
radhiallahu anhu berkata:

Aku pernah keluar bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ke tempat buang hajat.
Kebiasaan beliau ketika buang hajat adalah pergi menjauh dari manusia. (HR. An Nasai
No. 16. Dishahihkan Asy Syaikh Muqbil dalam Al-Jamius Shahih, 1/495)

6. Tidak Beristinja dengan Tangan Kanan

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang beristinja dengan tangan kanan


sebagaimana sabda beliau shalallahu alaihi wasallam:

Janganlah seseorang diantara kalian memegang kemaluan dengan tangan kanannya ketika
sedang kencing dan jangan pula cebok dengan tangan kanan. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim dari shahabat Abu Qotadah radhiallahu anhu)

Hadits inipun mengandung larangan memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika
sedang kencing. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan adab (etika yang
baik) dan kebersihan, termasuk ketika buang hajat sekalipun.

7. Boleh Bersuci dengan Batu (Istijmar)

Diantara bentuk kemudahan dari Allah subhanahu wataala ialah dibolehkan bagi seseorang
untuk bersuci dengan batu (istijmar). Abdullah bin Masud radhiallahu anhu berkata:

Suatu hari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam buang hajat, lalu beliau meminta
kepadaku tiga batu untuk bersuci. (HR. Al-Bukhari No. 156)

Juga hadits dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
bersabda:
Jika kalian bersuci dengan batu (istijmar), maka hendaklah dengan bilangan ganjil. (HR.
Muslim)

Para ulama menyebutkan kriteria batu yang dipakai adalah batu yang suci lagi kering. Tidak
boleh jika batu tersebut dalam keadaan basah. Dibolehkan juga menggunakan benda-benda
lain selagi bisa menyerap benda najis dari tempat keluarnya, yaitu qubul dan dubur, dengan
syarat berjumlah ganjil dan minimal 3 (tiga) buah.

8. Larangan Beristinja dengan Tulang dan Kotoran Binatang

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang beristinja dengan tulang atau kotoran
binatang, disamping keduanya merupakan benda yang tidak dapat menyucikan. Jabir bin
Abdillah radhiallahu anhu berkata:

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah melarang beristinja dengan tulang dan
kotoran binatang. (HR. Muslim)

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyebutkan hikmah pelarangan beristinja dengan


tulang sebagaimana disebutkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam bersabda:

Tulang adalah makanan saudara kalian dari kalangan jin. (HR. Al-Bukhari)

9. Tidak Menghadap Atau Membelakangi Kiblat Ketika Buang Hajat

Apabila seseorang dari kalian buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau
membelakanginya. Akan tetapi hendaknya ia menyamping dari arah kiblat. (HR. Al-
Bukhari No. 394 dan Muslim No. 264)

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa larangan buang hajat dengan menghadap kiblat
adalah apabila di tempat terbuka. Namun jika di tempat tertutup, maka dibolehkan
menghadap kiblat. Dalil yang menunjukkan bolehnya perkara tersebut adalah hadits dari Ibnu
Umar radhiallahu anhu, ia berkata:

Aku pernah menaiki rumah saudariku Hafshah (salah satu istri Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam) untuk suatu kepentingan. Maka aku melihat Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam sedang buang hajat dengan menghadap ke arah negeri Syam dan membelakangi
Kabah. (HR. Al-Bukhari No. 148 dan Muslim No. 266)

Demikian pula hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu, ia berkata:

Beliau shalallahu alaihi wasallam melarang kami membelakangi atau menghadap kiblat
ketika buang hajat. Akan tetapi aku melihat beliau kencing dengan menghadap kiblat
setahun sebelum beliau wafat. (HR. Ahmad, 3/365, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam
Al-Jamius Shahih, 1/493)
Pendapat inilah yang nampak bagi penulis lebih kuat. Dan ini pendapat yang dipilih Al-Imam
Malik, Ahmad, Asy-Syafii, dan mayoritas para ulama.

Namun dalam rangka berhati-hati, sebaiknya tidak menghadap kiblat ketika buang hajat
walaupun di tempat tertutup. Hal ini disebabkan karena perbedaan pendapat yang sangat kuat
diantara para ulama dalam masalah ini.

10. Berdoa Setelah Keluar WC

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengajarkan doa yang dibaca ketika keluar dari
tempat buang hajat. Aisyah radhiyallahu anha berkata:

Bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam jika keluar dari tempat buang hajat
membaca doa:

(Aku memohon pengampunanmu). (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu


Majah dan dishahihkan Al-Albani dalam Irwaul Ghalil No. 52)

Terdapat riwayat-riwayat lain yang menyebutkan beberapa bentuk doa yang dibaca setelah
buang hajat. Namun seluruh hadits-hadits tersebut didhaifkan para ulama pakar hadits. Al-
Imam Abu Hatim Ar-Razi berkata: Hadits yang paling shahih tentang masalah ini adalah
hadits Aisyah (yang telah disebutkan diatas). (Taudhihul Ahkam, 1/352)

1. Air kencing (manusia) itu najis, dan wajib mensucikan tempat yang mengenainya baik
itu badan, pakaian, wadah, tanah, atau selainnya.

2. Cara mensucikan air kencing yang ada di tanah adalah menyiramkannya dengan air,
dan tidak disyaratkan memindahkan debu dari tempat itu baik sebelum menyiramnya
maupun setelahnya. Hal serupa (penyuciannya) dengan air kencing adalah
(penyucian) najis-najis lainnya, dengan syarat najis-najis tersebut tidak berbentuk
padatan.

3. Penghormatan terhadap masjid dan pensuciannya, serta menjauhkan kotoran dan najis
darinya. Telah diriwayatkan oleh al-jamaah, kecuali imam Muslim bahwa beliau
shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada orang Badui tersebut, Sesungguhnya
masjid ini tidak layak dikotori sesuatu berupa kencing ini dan kotoran, tempat ini
hanyalah untuk berdzikir kepada Allah dan membaca Al Quran.

4. Toleransinya akhlak Nabi shallallahu alaihi wa sallam-. Beliau memberi petunjuk


kepada orang arab Badui tersebut dengan lemah lembut setelah dia selesai kencing,
yang membuat dia mengkhususkan doanya untuk nabi, dia berkata, Ya Allah,
rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah engkau rahmati seorangpun yang
ada bersama kami, sebagaimana yang terdapat di Shahih Al Bukhori.
5. Luasnya pandangan beliau dan pengenalan beliau tentang tabiat manusia serta
baiknya akhlak beliau bersama mereka sampai-sampai seluruh hati mereka mencintai
beliau, Allah taala berfirman, Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi
pekerti yang luhur (QS Al Qolam : 4).

6. Ketika ada berbagai kerusakan berkumpul, maka yang dilakukan adalah kerusakan
yang lebih ringan. Beliau shallallahu alaihi wa sallam- membiarkannya sampai
selesai kencing, agar tidak mengakibatkan mudhorat dengan terputusnya kencing
(secara mendadak) dan dari terkotorinya badannya, pakaiannya, dan menyebarnya
kencing tersebut ke daerah lain di dalam masjid tersebut, serta bahaya yang terjadi
pada tubuhnya khususnya saluran kencing

7. Jauhnya dari masyarakat dan kota menyebabkan kurangnya pengetahuan dan


kebodohan.

8. Anjuran lemah lembut dalam mengajarkan orang yang bodoh tanpa kekerasan

9. Bahwa yang dikenai hukum-hukum syarI berupa dosa atau hukuman di dalam
kehidupan hanyalah untuk orang yang tahu terhadap hukumnya, adapun orang yang
bodoh maka tidak tercela baginya, akan tetapi diajarkan padanya agar dia
mengerjakannya.
DAFTAR PUSTAKA

Wiguno Prodjosudjadi, Divisi Ginjal Hipertensi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
edisi ke-4, Aru W.Sudoyo, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006
Gunawan, C.A, Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Bagian/ SMF
Ilmu Penyakit Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas
Mulawarman / RSUD A.Wahab Sjahranie Samarinda
Sukandar E, Sulaeman R. Sindroma nefrotik. Dalam : Soeparman, Soekaton U,
Waspadji S et al (eds). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;
1990. p. 282-305.
Wong W. Idiopathic nephrotic syndrome in New Zealand children, demographic,
clinical features, initial management and outcome after twelve-month follow-up:
results of a three-year national surveillance study. J Paediatr Child Health. May
2007;43(5):337-41.
Kumar J, Gulati S, Sharma AP, Sharma RK, Gupta RK. Histopathological spectrum of
childhood nephrotic syndrome in Indian children. Pediatr Nephrol. Jul
2003;18(7):657-60.
Ozkaya N, Cakar N, Ekim M, Kara N, Akkk N, Yalinkaya F. Primary nephrotic
syndrome during childhood in Turkey. Pediatr Int. Aug 2004;46(4):436-8.
Kazi JI, Mubarak M. Pattern of glomerulonephritides in adult nephrotic patients
report from SIUT. J Pak Med Assoc. Nov 2007;57(11):574.
Barsoum R. The changing face of schistosomal glomerulopathy. Kidney Int.
2004;66:2472-2484.
Doe JY, Funk M, Mengel M, et al. Nephrotic syndrome in African children: lack of
evidence for tropical nephrotic syndrome?. Nephrol Dial Transplant. 2006;21:672-
676.
Pakasa NM, Sumaili EK. The nephrotic syndrome in the Democratic Republic of
Congo. N Engl J Med. Mar 9 2006;354(10):1085-6.
Sumaili EK, Krzesinski JM, Zinga CV, Cohen EP, Delanaye P, Munyanga SM, et al.
Prevalence of chronic kidney disease in Kinshasa: results of a pilot study from the
Democratic Republic of Congo. Nephrol Dial Transplant. Jan 2009;24(1):117-22.
Kopp JB, Winkler C. HIV-associated nephropathy in African Americans. Kidney Int
Suppl. Feb 2003;S43-9.
Emil A. Tanagho, Diagnosis of Medical Renal Disease, Smiths General Urology, 6th
edition, Janet Foltin, The McGraw Hill Companies, 2004, p : 530-532

Anda mungkin juga menyukai