Anda di halaman 1dari 4

PENILAIAN TERHADAP TERJADI ASPIRASI YANG DIINDUKSI

OLEH PENYAKIT PARU SAAT PASIEN MENGALAMI KERACUNAN


OBAT AKUT ; Loghman Hakim Hospital, Poisoning center

ABSTRAK

Latar belakang :

Pada saat Aspirasi paru dari cairan isi lambung, berbagai macam kondisi terjadi
mulai dari respon inflamasi akut (aspirasi pneumonitis) ke proses infeksi
(pneumonia aspirasi). Hal tersebut menyebabkan kegagalan dari mekanisme
proteksi bebasnya jalan nafas setelah keracunan zat toksisitas.

METODE

Penilaiaan aspirasi yang diinduksi oleh penyakit paru pada pasien dengan
keracunan akut di evaluasi selama 12 bulan

HASIL

410 peserta mengikuti penelitian. Dari mereka, 249 (61%) adalah laki-laki dan
161 (39%) perempuan. Mereka berkisar antara 17-55 tahun. Modus adalah 25-
39 tahun dengan frekuensi 38%. Itu rata-rata SD usia adalah 32,3 14,5
(Perempuan 34% dan Laki-laki 27% masing-masing). Usia rata-rata SD
perempuan lebih rendah dari laki-laki (27,3 12,4 vs berusia 34,4 14,4
tahun). Terdapatnya episode muntah di nilai positif 62% (254) pasien. Pasien
melaporkan sendiri adanya episode muntah atau disaksikan oleh orang lain
dalam saat keracunan pada jam pertama . Kelainan Radiografi toraks diamati
sebagian besar di kedua paru-paru (45%, 185). Mereka terdiri dari multifokal
infiltrat merata di paru-paru 44% (178), infiltrasi bilateral difus 35% (144), dan
konsolidasi perihilar bilateral 18% (72) dan konsolidasi lobular 4% (16)
terutama di kedua bagian paru- paru (45%,185). Aspirasi berhubungan dengan
terjadinya komplikasi pada paru-paru paru yaitu pneumonitis 43,5% (178)
termasuk ARDS 35% (144), pneumonia 18% (72), dan paru-paru abses 4%
(16). Pada penelitian ini adanya hubungan yang signifikan terhadap kejadian
muntah (P = 0. 04).

KESIMPULAN

Kelainan paru pada aspirasi merupakan manifestasi paru-paru yang paling


umum dari toksisitas obat. Kelainan pemeriksaan x-ray pada thoraks
berhubungan dengan adanya muntah merupakan petunjukuntuk menemukan
komplikasi paru t akibat toksisitas obat akut .
Implication untuk kebijakan kesehatan / praktek / penelitian / pendidikan
kedokteran: Aspirasi-Induced Cedera paru-paru di kalangan akut Obat Keracunan
Pasien
Silakan mengutip tulisan ini sebagai: Khodabandeh F, Agin K. Penilaian
Aspirasi-Induced Cedera paru-paru di kalangan akut Obat Keracunan Pasien;
Loghman Rumah Sakit Hakim, Keracunan Pusat. International Journal of
Medical Toksikologi dan Kedokteran Forensik. 2016; 6 (4): 209-16.
Agin Kh et al Penilaian alergi Penanda dan atopik Fenotipe antara Sulphur
Mustard ...

PENGANTAR

Menghirup banyak zat dalam paru-paru sering dikaitkan dengan cedera paru
yang disebabkan oleh aspirasi, yang dikatikan dengan efek toksik langsung atau
rangsangan dari respon inflamasi (1).
Aspirasi isi lambung ke dalam saluran pernapasan bawah adalah peristiwa
umum pada pasien dengan penyakit kritis, dan dapat menyebabkan gejala sisa
(1).

Hal tersebut menyebabkan kerusakan paru akibat asam lambung, makanan dan
zat yang tertelan lainnya (misalnya, arang yang teraktifasi sebagai pengobatan
pada overdosis). Bagaimana pun juga, aspirasi merupakan diagnosis yang masih
menjadi permasalahan dalam penegakan diagnosisnya . Konsekuensi dari
berbagai aspirating paru berkisar dari mulai dari tidak ada cedera sama sekali,
hingga berbagai sindrom klinis bahkan kematian. Hal ini tergantung pada jenis
volume dan pH dari zat yang diaspirasi(2).

Aspirasi jelas terjadi di hingga 70% di pasien penurunan kesadaran, yang bisa
memilikiefek buruk yang signifikan pada morbiditas danmortalitas pada pasien
non-diintubasi (2). Pasien rawat inap juga berisiko lebih besar untuk
berkembangnya komplikasi pernafasan setelah terjadinya aspirasi
paru. Perkembangnya komplikasi dihubungkan dengan penurunan tingkat
kesadaran seperti pada kondisi over dosis obat, kejang, jangka panjang
penggunaan
selang makanan nasogastrik, tracheostomy, kurangnya keterampilan motorik
oral, batuk rejan dan gag refleks, imobilitas, dan penurunan fungsi pernafasan
(1). Mayoritas kejaadian keracunanoleh karna diri sendiri adalah terkait dengan
mengkonsumsi obat psikiatri (Antidepresan, mood stabilisator,sedatif /
Antianxiety, Antipsikotik) yang mengganggu tingkat kesadaran dan depresi
pernapasan (2).
Pasien keracunan akut dengan gangguan mental memiliki resiko lebih besar
untuk mengalami komplikasi gangguan respirasi setelah aspirasi paru
(3). Namun, patofisiologi dan faktor risiko aspirasi pneumonitis dan aspirasi
pneumonia serupa dalam berbagai aspek. Aspirasi pneumonitis lebih mungkin
terjadi pada pasien dengan overdosis obat (4). Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menentukan prevalensi aspirasi yang diinduksi oleh penyakit paru-paru
seperti peneumonitis aspirasi pada pasien yang keracunan obat akut.

MATERI DAN METODE

Populasi dari studi prospektif cross sectional melibatkan 410 pasien dengan
Riwayat keracunan obat / kimia, diterima melalui instalasi gawat darurat
keracunan di rumah sakit -Loghman Hakim, adalah rumah sakit pendidikan di
tahran, selama 12 bulan yang di mulai dari 1 agustus 2013-31 juli 2014
Penelitian ini melibatkan pasien keracunan dari kedua kedua jenis kelamin pada
usia 16 tahun dan lebih. Pendekatan umum dan manajemenawal pada pasien
yang diduga atau dipastikan keracunan meliputi, riwayat perjalanan penyakit,
pemeriksaan fisik dan ditunjukkan tes laboratorium. Informasi demografis di
dapatkan dari Pola keracunan (jenis, dosis, rute interval antara overdosis, dan
gejala yang menyertai ) dan riwayat saksi muntah yang tercatat. Selama rawat
inap. Penelitian terdiri dari dua tahap, menggunakan penilaian klinis dan
evaluasi ronten thoraks pada pasien yang dugaan aspirasi.pemeriksan rontgen
thoras dilakukan pada pasien yang memiliki gejala aspirasi akut (satu atau lebih
dari berikut gejala: batuk, dahak, dyspnea, dan nyeri dada). temuan positif pada
CXR didefinisikan sebagai adanya konsolidasi, efusi pleura, abses atau
empiema dalam gejala pernapasan akut. Pengumpulan data dilakukan di
instalasi gawat darurat berdasarkan rekam medik. sumber berasal dari
anamnesis pasien berupa riwayat keracunan obat akut atau zat kimia, pada
pasien yang berusia 16 tahun keatas. Data tersebut di dapatkan berdasarkan
profil demografi, pola keracunan menurut tingkat kesadaran pada SKALA
AVPU, gejala pernafasan, riwayat muntah, tatalaksana emergensi
( dekontaminasi lambung, penggunaan arang aktif), nasogastic tube, waktu dan
tempat ( premasuk rumah sakit, saat di rumah sakit) dari dilakukannya intubasi
endotrakela tube. Datadi buat dalam bentuk tabel dan dianalisis menggunakan
spss versi 13. Uji Chi square dan uji tepat Fischer dilakukan pada
data tersebutb . Tingkat signifikan ditetapkan pada P <0.05.

Anda mungkin juga menyukai