Oleh:
Dr Jeffry Andrianus
Pembimbing:
Dr. Teddy H. Wardana, SpOT
Definisi
Sindroma fat emboli klasik ditandai dengan adanya trias kegagalan respirasi, gangguan
neurologis dan adanya ptechie yang khas. Sindroma fat emboli biasanya terjadi tersering
disebabkan oleh trauma dibidang orthopaedi, terutama disebabkan karena trauma pelvis dan
tulang panjang. Tanda klasik dari sindroma fat emboli tidak selalu muncul semuanya, oleh
karena itu terkadang sulit untuk mendiagnosa sindroma fat emboli.
Etiologi
Terdapat hubungan yang erat antara fraktur dengan kejadian sindroma fat emboli,
terutama fraktur pada pelvis dan tulang panjang. Pasien dengan trauma multipel juga memiliki
insiden yang lebih besar untuk terjadinya sindroma fat emboli. sindroma fat emboli juga bisa
terjadi akibat ekstravasasi isi kanal medula pada tulang sebagai akibat tekanan tinggi pada proses
reaming saat pemasangan nail.
Patofisiologi
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya sindroma fat emboli masih kontroversi. Emboli
lemak yang berukuran kecil sering terdapat pada vaskular paru dan sistemik pada kasus
terjadinya fraktur. Tetapi jumlah emboli lemak yang terdapat pada vaskular tidak memiliki
korelasi untuk terjadinya sindroma fat emboli. Terjadinya sindroma fat emboli memerlukan tiga
faktor: sumber dari terjadinya emboli lemak, embolisisasi dari globulus lemak pada kapiler paru
dan aktivasi dari lemak untuk terjadinya sindroma fat emboli.
Teori yang lain adalah teori biomekanik akibat produksi droplet lemak yang dikemukakan
oleh Lehman dan Moore pada tahun 1927. Teori ini menyatakan bahwa terdapat perubahan
fisikokemis dari lemak yang terdapat pembuluh darah, yang menyebabkan terjadinya koalisin
globulus lemak intravaskular. Mediator fase akut seperti C-reactive protein akan menyebabkan
perubahan sifat fisik dan kimia dari lemak, yang menyebabka aglutinasi chylomicron menjadi
berukuran lebih besar ( dari 1 m menjadi 10-40 m). globulus lemak yang membesar ini akan
menyumbat mikrovaskular dariparu. Teori ini mendukung terjadinya sindroma fat emboli yang
disebabkan oleh non trauma
Sindroma fat emboli lebih dapat dipahami sebagai bahan yang toksik terhadap jaringan.
Asam lemak bebas yang dibebaskan sbagai akibat proses hidrolisis pada saat terjadinya proses
trauma, atau saat pemecahan lemak pada paru merupakan bahan yang menginduksi aktivitas
pneumocytes dan endotel dari pembuluh darah paru. Kedua proses diatas menyebabkan
terjadinya kaskade proses inflamasi pada paru, pelepasan mediator-mediator kimia yang
menyebabkan aktivasi platelet dan fibrin yang menyebabkan terjadinya trombo-emboli paru dan
hidrolisis lemak yang menyeabkan kerusakan endotel yang lebih parah. Proses tersebut
menyebabkan kerusakan paru akut atau acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Pada penelitian terakhir tentang sindroma fat emboli, memperlihatkan Phospolipase A2,
radikal bebas dan sitokin proinflamasi berperan terhadap terbentuknya ARDS akibat sindroma
fat emboli. Emboli yang terjadi pada otak, kulit , retina, ginjal dan tempat lain kemungkinan
sebagai akibat partikel lemak langsung menyebar ke sirkulasi organ. Mekanisme lain seperti
aktivasi kaskade pembekuan oleh aktivitas thromboplastin yang menyebabkan terjadi
Disaminated intravascular Coagulation (DIC), juga turut berperan dalam proses sindroma fat
emboli.
Diagnosa
Setiap pasien dengan fraktur pada pelvis atau tulang panjang, harus dipikirkan
kemungkinan terjadinya sindroma fat emboli. Tanda klasik dari sindroma fat emboli adalah
adanya kegagalan respirasi, disfungsi neurologi dan ptechie yang khas. Manifestasi awal
biasanya terjadi 24-72 jam setelah kejadian trauma, namun beberapa kasus dapat terjadi lebih
awal.
Kegagalan respirasi ditandai dengan terjadinya hipoksia, dimana idealnya dapat dilihat
dengan saturasi oksigen yang termonitor. Pada beberapa kasus, hipoksia dapat berkembang
secara progresif. Dan bila hipoksia terjadi secara berat, dapat dilihat dari gambar foto radiologi
thorak dengang gambaran infiltrat difus dari kedua paru. Hipoksia berat biasanya menunjukkan
onset terjadinya ARDS.
Ptechie yang khas dapat ditemukan pada dinding dada bagian atas, ketiak dan wajah
dengan distribusi yang minimal. Terkadang ptechie pada konjungtiva merupakan tanda paling
khas pada sindroma fat emboli. Walaupun adanya ptechie adalah tanda paling khas pada
sindroma fat emboli, namun tanda tersebut hanya terjadi pada 30-50% kasus. Tanda ptechie
biasanya timbul terakhir pada hari ke tiga-empat.
Diagnosa banding dari sindroma fat emboli adalah: trombo-emboli pulmonal, kontusio
pulmonum, kelebihan cairan, cedera kepala, aspirasi pneumonitis dan ARDS yang berhubungan
dengan SIRS atau sepsis.
Terapi
Terdapat beberapa regimen terapi yang diteliti untuk mengatasi sindroma fat emboli.
Diantaranya adalah ethanol yang berfungsi sebagai lipase inhibitor dan agen emulsifikasi.
Namun agen ini masih belum direkomendasikan untuk terapi sindroma fat emboli. Protease
inhibitor, aprotinin dilaporkan efektif menurukan mortalitas pada studi retrospektif yang
dilakukan oleh guard dan wilson. Namun penelitian ini juga belum bisa mendapatkan efikasi dari
obat tersebut. Pemberian kortikosteroid telah lama diberikan untuk pengobatan ARDS. Namun
kortikosteroid tidak didapatkan evidence yang kuat efektif untuk terapi sindroma fat emboli.
Tidak didapatkan keuntungan klinis pemberian heparin, dextran, aspirin maupun loading
glukosa.
Secara patofisiologi, sindroma fat emboli adalah kondisi yang self limiting setelah hari ke
3 sampai 7 tergantung tingkat keparahan dan terapi suportif. Terapi inisial sesuai dengan primary
survey, dengan menjaga airway, breathing, circulasi tetap aman. Pemberian terapi oksigenasi
adalah terapi utama dari sindroma fat emboli. Indikasi intubasi penderita dengan sindroma fat
emboli adalah penurunan kesadaran dan ketidak mampuan menjaga airway tetap lapang.
Ventilasi mekanik dierikan jika saturasi oksigen tidak bisa dipertahankan diatas 90% atau jika
didapatkan distress respirasi, hipercarbia atau kelelahan pernafasan.
Volume sirkulasi harus dijaga dengan baik, karena syok yang berkepanjangan akan
memberikan prognosa yang buruk pada pasien dengan sindroma fat emboli. Pemasangan central
venous preasure monitor atau kateter arteri pulmonar dapat memberikan gambaran status volume
intravaskular. Cor-pulmonale akut dapat disebabkan sebagai komplikasi hipoksia berat dan dapat
diberikan manajemen cairan dan inotropik seperti dobutamin dan pulmonar vasodilatator.
Kondisi sindroma fat emboli dapat memberikan hasil yang baik jika ditunjang dengan
terapi suportif yang baik. Diagnosa yang akurat sering kali susah ditegakkan karena gejala yang
luas dengan diagnosa banding yang mirip dengan sindroma sistemik inflamasi seperti multipel
trauma, luka bakar atau pankreatitis. Angka mortalitas dari sindroma fat emboli adalah 10-20%.
Referensi
1. Gavin M, Thomas ST, Joey KM et all, Fat Embolism Syndrome, critical care & shock
2008, 11: 83-93
2. James LG, Daniel KO, Fat Embolism Syndrome in Surgical Patient, JABFP July-
August 2001, vol.14 no 4
3. Lisa K, Fat Embolism Syndrome, di akses dari
www.emedicine.com/med/TOPIC652.HTM