Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KEGAWATDARURATAN SYSTEM KARDIOVASKULER

PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER


Dosen : Suib, S.Kep, Ns, M.Kep, CWCS

Disusun oleh :
Anik Asmaus Sangadah (04112765)
Adetya Hartono (04143833)
Ahdatul Wahidiyana (04143834)
Arif Setya Aji (04143836)

Kelas A/KP/VI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit kardiovaskular (CVD) adalah nama untuk sekelompok gangguan
jantung dan pembuluh darah, dan mencakup penyakit jantung koroner (PJK).
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian nomor satu secara global,
lebih banyak orang meninggal setiap tahun karena penyakit kardiovaskular
daripada penyebab lainnya.
PJK merupakan salah satu bentuk utama penyakit kardiovaskuler
(penyakit jantung dan pembuluh darah). Menurut WHO (1990) kematian karena
PJPD adalah 12 juta/ tahun, menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia.
Sekitar 600.000 orang meninggal karena penyakit jantung di Amerika
Serikat. Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian bagi pria dan wanita.
Lebih dari setengah dari kematian akibat penyakit jantung pada tahun 2009 berada
pada pria. Penyakit jantung koroner adalah jenis yang paling umum dari penyakit
jantung, menewaskan lebih dari 385.000 orang setiap tahunnya.
Di Indonesia, penyebab angka kematian terbesar adalah akibat penyakit
jantung koroner. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung
koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami
peningkatan. Jumlah kasus Penyakit Jantung Koroner di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2005 sebanyak 12.338 kasus. Kasus tertinggi Penyakit Jantung Koroner
adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 1.487 (19,54%), dibanding dengan jumlah
keseluruhan kasus Penyakit Jantung Koroner di kabupaten/kota lain di Jawa
Tengah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


A. Apa pengertian dari penyakit jantung koroner ?
B. Apa saja faktor resiko penyebab terjadinya penyakit jantung koroner ?
C. Bagaimana cara pencegahan dari terjadinya penyakit jantung koroner ?
D. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada penyakit jantung koroner ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Menurut CDC, penyakit arteri koroner terjadi ketika zat yang disebut plak
menumpuk di arteri yang memasok darah ke jantung (disebut arteri koroner). Plak
terdiri dari endapan kolesterol, yang dapat terakumulasi dalam arteri. Ketika ini
terjadi, arteri dapat menyempit dari waktu ke waktu. Proses ini disebut
aterosklerosis.
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang terjadi sebagai
manifestasi dari penurunan suplai oksigen ke otot jantung sebagai akibat
penyempitan atau penyumbatan aliran darah arteri koronaria yang manifestasi
kliniknya, tergantung pada berat ringannya penyumbatan arteri koronaria.
Menurut U.S. National Library of Medicine, Penyakit jantung koroner
(PJK) adalah penyempitan pembuluh darah kecil yang memasok darah dan
oksigen ke jantung. PJK juga disebut penyakit arteri koroner.
Menurut WHO, PJK adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan
jantung dan pembuluh darah, dan termasuk penyakit jantung koroner (serangan
jantung), penyakit serebrovaskular (stroke), peningkatan tekanan darah
(hipertensi), penyakit arteri perifer, penyakit jantung rematik, penyakit jantung
bawaan dan gagal jantung. Penyebab utama penyakit kardiovaskular adalah
penggunaan tembakau, aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan penggunaan
berbahaya alkohol.

2.2 FAKTOR RESIKO


a. Hipertensi
Tekanan darah tinggi menambah kerja jantung sehingga dinding jantung
menebal/kaku dan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.
b. Kolesterol
Penyebab penyakit jantung koroner adalah endapan lemak pada dinding
arteri koroner, yang terdiri dari kolesterol dan zat buangan lainnya. Kadar
kolesterol tinggi bisa menyebabkan penyumbatan arteri dan jantung.
c. Rokok
Kandungan nikotin di dalam rokok merupakan racun mematikan yang
dapat menjadi faktor resiko PJK.
d. Kencing Manis
Diabetes meningkatkan risiko penyakit jantung koroner, terlebih bila kadar
gula darah tidak dikontrol dengan baik.
e. Stres
Stres menimbulkan perangsangan saraf simpatis. Irama detak jantung tak
teratur hingga menimbulkan gangguan pada jantung.
f. Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan diabetes. Orang
yang kegemukan juga cenderung memiliki kadar HDL rendah/ LDL tinggi.
g. Gaya hidup
Gaya hidup yang buruk dapat berpengaruh terhadap penyakit jantung.
Gaya hidup yang buruk ini seperti pola makan yang tidak teratur, sering
mengkonsumsi fast food/junk food, dan kurangnya aktivitas fisik yang
menyebabkan kerja jantung bertambah.
h. Kurang olahraga
Apabila kita kurang berolahraga jantung tidak akan sanggup menanggung
kelebihan serta ketegangan yang diakibatkan oleh aktivitas diluar aktivitas
normal kita.

2.3 PENCEGAHAN
Yayasan Jantung Indonesia memperkenalkan apa yang disebut Panca
Usaha Kesehatan jantung yang menganjurkan pola hidup SEHAT berupa:
Seimbang gizi
Enyahkan rokok
Hindari stres
Awasi tekanan darah secara teratur
Teratur berolahraga

Upaya pencegahan primer, yaitu mencegah mereka yang sehat agar tidak
mendapatkan penyakit jantung koroner atau serangan jantung, seperti pola makan
sehat dan gizi seimbang, perbanyak olahraga, berfikiran positif dan hindari stress,
dan hindari kebiasaan minum minuman beralkohol.
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan bagi penderita PJK agar
tidak mendapatkan komplikasi akibat PJK, termasuk serangan jantung baik yang
pertama maupun serangan jantung ulangan. Misalnya diagnosis dini dan
pengobatan segera, perawatan medis, dan pemabatasan ketidakmampuan.
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan bagi penderita PJK agar tidak
mengalami komplikasi lanjut atau kecacatan akibat PJK. Misalnya pemeriksaan
secara berkala, rehabilitasi, menjaga pola makan, olahraga rutin, dan pemberian
motivasi.

2. 4 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. CT Scan.

Perkembangan teknologi telah menciptakan alat baru


yaitu Computed tomography (CT) yang sudah lama berperan penting
dalam mendeteksi dini penyakit selama bertahun-tahun. Semakin
berkembangnya teknologi, sehingga dapat menciptakan generasi baru
dengan CT scanner yang dapat melakukan CT angiografi koroner (CTA)
dengan mengurangi dosis radiasi pada pemeriksaan klinis secara rutin.

b. Pemeriksaan Laboratorium.

Selain dengan CT juga dapat menggunakan tes in vitro di


laboratorium, melalui penggunaan biomarker baru yang tarutama dalam
perawatan darurat dapat mempengaruhi dan mendukung keputusan klinis.
Pada gagal jantung penggunaan natriuretik beredar-peptida B (BNP)
sangat relevan, karena tingkat biomarker ini adalah indikator yang baik
untuk mengetahui sejauh mana fungsi jantung terganggu. BNP digunakan
baik untuk diagnosis awal dan untuk pemantauan terapi. Pada beberapa
pasien, serangan jantung menjadi penyebab langsung insufisiensi jantung,
sehingga deteksi cepat dari infark miokard sangat penting dalam mencegah
bertambah parahnya kerusakan miokard dan kegagalan jantung
selanjutnya

Pemeriksaan Apo B dan hs CRP Kolesterol tinggi bukan satu


satunya penyebab PJK. Kadar lemak yang tinggi memang merupakan
salah satu faktor risiko PJK, namun dalam kenyataannya ternyata cukup
banyak kasus PJK meski kadar lemak normal. Fakta yang terjadi adalah 1
dari 3 kasus serangan jantung terjadi pada orang dengan kadar kolesterol
normal. Mengetahui kadar kolesterol konvensional (Kolesterol Total,
Kolesterol LDL direk, Kolesterol HDL, Trigliserida) tetap diperlukan,
namun ada pemeriksaan lain yang dapat melengkapi penilaian risiko PJK
yaitu Apo B dan hs-CRP. Apo B bermanfaat untuk meningkatkan prediksi
risiko PJK, karena semakin tinggi kadar Apo B, semakin tinggi
kemungkinan terjadinya risiko penyumbatan pembuluh darah, walaupun
kadar LDL normal. Hs-CRP bermanfaat untuk meningkatkan prediksi
terjadinya penyakit jantung karena proses aterosklerosis (penyumbatan
dan pengerasan pembuluh darah) yang juga ditandai dengan adanya proses
peradangan. Pemeriksaan hs-CRP ini bermanfaat untuk menentukan risiko
kardiovaskular pada individu sehat.

c. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran


elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi
petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui
apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa serangan jantung
terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru terjadi, yang
masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.

d. Foto Rontgen Dada

Dari foto rontgen, dokter dapat menilai ukuran jantung, ada-


tidaknya pembesaran. Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru.
Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Dari
ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada
PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada payah
jantung. Gambarannya biasanya jantung terlihat membesar.

e. Treadmill
Alat ini digunakan untuk pemeriksaan diagnostic PJK. Berupa ban
berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun dihubungkan
dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas
fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat
aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena
jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan sehingga pada
keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal.

Dari hasil treadmill ini telah dapat diduga apakah seseorang


menderita PJK. Memang tidak 100% karena pemeriksaan dengan treadmill
ini sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedangka untuk wanita
hanya 72%. Berarti masih mungkin ramalan ini meleset sekitar 16%,
artinya dari 100 orang pria penderita PJK yang terbukti benar hanya 84
orang. Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan melakukan kateterisasi
jantung

f. Kateterisasi Jantung

Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam


selang seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh
nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatan lengan atau melalui
pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alat
rontgen langsung ke muara pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya,
kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembuluh koroner
yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau
malahan mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan
ini dapat saja mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa
juga sekaligus mengenai beberapa pembuluh koroner. Atas dasar hasil
kateterisasi jantung ini akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut.
Apakah apsien cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau
mengendalikan bourgeois resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi
yang dikenal dengan balon. Banyak juga yang menyebut dengan istilah
ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula dipasang
stent, semacam penyangga seperti cincin atau gorng-gorong yang berguna
untuk mencegah kembalinya penyempitan. Bila tidak mungkin dengan
obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain adalah dengan
melakukan bedah pintas koroner. (Carko, 2009)

1) Persiapan Kateterisasi : Dokter jantung akan melakukan


pemeriksaan Laboratorium.
2) Pasca Tindakan Kateterisasi :
a) Dibutuhkan waktu sekitar 4 jam untuk observasi.
b) Lamanya berada di rumah sakit sangat bergantung pada
kondisi klinis pasien. Pasien dapat langsung pulang pada hari
yang sama (One Day Care) atau di rawat selama satu malam.
Rawat inap yang lebih lama dapat dilakukan apabila
mengalami kondisi penyakit jantung yang serius.
c) Dokter jantung akan memberikan penjelasan hasil kateterisasi.
Hasil kateterisasi dapat berupa :
d) Tidak perlu penanganan lebih lanjut, dikarena hasil baik
e) Perlu penanganan lebih lanjut, seperti Angioplasti/pemasangan
stent, atau operasi By Pass Coroner
Tindakan kateterisasi merupakan prosedur tindakan yang relatif
aman dan tidak memerlukan waktu lama.
g. Pemasangan Stent atau Ring Jantung
Stent Jantung adalah sebuah alat kecil berbentuk slinder berjaring
yang terbuat dari metal, polymer, cobalt cromium atau polisakarida. Stent
akan terpasang untuk membantu pembuluh darah tetap terbuka seterusnya.
Jaringan baru akan melapisi stent yang terpasang, sehingga seolah-olah
akan menjadi pembuluh darah baru.
(Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty / PTCA atau
Percutaneus Coronary Intervention/ PCI) adalah suatu tindakan untuk
melancarkan kembali pembuluh darah koroner jantung yang menyempit
atau tersumbat. Tindakan ini dilakukan di ruangan Kateterisasi Jantung
dengan menggunakan bius lokal.
Stent Jantung ada 2 macam :
1) Bare Metal Stent (BMS) Terdiri dari Stent yang terbuat dari
stainless steel atau cobalt cromium
2) Drug Eluting Stent (DES) Stent berlapis obat, dapat mencegah
penyempitan pembuluh darah kembali

Prosedur Pemasangan stent :


1) Stent terdapat pada balon kateter dan dimasukkan kedalam
pembuluh darah menuju lokasi penyempitan
2) Balon kateter dikembangkan, menyebabkan stent mengembang
hingga merekat pada dinding pembuluh darah.
3) Balon kateter dikempiskan dan ditarik keluar. Stent akan menjadi
penyanggah pembuluh darah koroner agar tetap terbuka untuk
memperbaiki aliran darah jantung.
4) Pasca pemasangan stent :
a) Dokter akan memberi instruksi obat-obat yang harus
dikonsumsi. Diantaranya obat pengencer darah (antiplatelet),
bertujuan untuk mencegah terjadinya sumbatan mendadak
selama terjadinya proses pembentukan jaringan di permukaan
stent.
b) Perbaiki gaya hidup dengan berolahraga teratur , diet rendah
lemak dan hindari merokok.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
PJK merupakan salah satu bentuk utama penyakit kardiovaskuler
(penyakit jantung dan pembuluh darah). Menurut WHO (1990) kematian karena
penyakit ini adalah 12 juta/ tahun dan menjadi penyebab kematian nomor satu di
dunia. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang terjadi sebagai
manifestasi dari penurunan suplai oksigen ke otot jantung sebagai akibat
penyempitan atau penyumbatan aliran darah arteri koronaria yang manifestasi
kliniknya, tergantung pada berat ringannya penyumbatan arteri koronaria.
Faktor resiko dari penyakit jantung koroner diantaranya adalah hipertensi,
kolesterol tinggi, merokok, diabetes, stress, obesitas, gaya hidup tidak sehat, dan
kurang olahraga. Untuk mencegah penyakit jantung koroner dilakukan upaya
pencegahan primer yaitu dengan pengaturan pola makan yang baik, perbanyak
olahraga, berfikiran positif dan hindari stress, dan hindari kebiasaan minum
minuman beralkohol.
Selain itu, juga dilakukan pencegahan sekunder seperti diagnosis dini dan
pengobatan segera, perawatan medis, dan pemabatasan ketidakmampuan dan
pencegahan tersier dengan pemeriksaan secara berkala, rehabilitasi, menjaga pola
makan, olahraga rutin, dan pemberian motivasi.

DAFTAR PUSTAKA
Bustan, M.N. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
CDC. 2009. Coronary Artery Disease (CAD). CDC. USA. Available at:
http://www.cdc.gov/heartdisease/coronary_ad.html (diakses tanggal 10 April
2017)
Kodim, Nasrin. 2010. Himpunan Bahan Kuliah Penyakit Tidak Menular. FKM-
UI. Jakarta.
WHO. 2013. Cardiovascular Diseases. World Health Organization. Geneva.
Available at: http://www.who.int/topics/cardiovascular_diseases/en/ (diakses
tanggal 10 April 2017)
WHO. 2013. About Cardiovascular diseases. World Health Organization. Geneva.
Available at: http://www.who.int/cardiovascular_diseases/about_cvd/en/ (diakses
tanggal 10 April 2017)

Anda mungkin juga menyukai