Dosis : Oral: Terapi tambahan pada myoclonus kortikal: 7,2 g/hari dalam 2-3 dosis
ditingkatkan jika perlu, maks 20 g/hari.
Untuk meningkatkan fungsi kognitif: sampai dengan 2,4 g/hari dalam 2-3 dosis,
dalam keadaan parah dosis s/d 4,8 g/hari.
Pada kasus yang parah pemberian dapat secara IV/IM: 1-2 g/hari 3 kali sehari.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan sampai dengan sedang, maka
dosis harus dikurangi.3
Efek samping : Hiperkinesia, cemas, depresi, diare, rash, stimulasi SSP, gangguan
tidur, pusing, insomnia, somnolen, peningkatan berat badan. 1
RL ( RINGER LAKTAT )
Indikasi : Sebagai sumber elektrolit dan air untuk hidrasi pada pasien dewasa dan
anak
Farmakologi : Natrium, sebagai kation utama dalam cairan ekstra selular,
berfungsi terutama untuk mengontrol distribusi air, keseimbangan cairan, dan
tekanan osmotik cairan tubuh.
Natrium bersama dengan klorida dan bikarbonat mengatur keseimbangan asam-
basa.
Kalium, kation utama cairan intraselular, terlibat dalam penggunaan karbohidrat
dan sintesa protein, dan sangat penting dalam pengaturan konduksi saraf dan
kontraksi otot, terutama pada jantung.
Klorida, anion utama ekstra seluler, metabolismenya mengikuti natrium, dan
perubahan keseimbangan asam-basa tubuh mencerminkan perubahan konsentrasi
klorida.
Kalsium, suatu kation yang penting, memelihara kerangka tulang dan gigi dalam
bentuk senyawa kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Dalam bentuk ion, kalsium
penting untuk mekanisme fungsional penggumpalan darah, fungsi jantung yang
normal, dan regulasi "neuromuscular irritability".
Natrium laktat adalah suatu garam rasemik yang dalam bentuk levo, oleh liver
dioksidasi menjadi bikarbonat , dan bentuk dextro dirubah menjadi glikogen.
Laktat secara perlahan dimetabolisme menjadi CO 2 dan H2O, dengan 1 ion hidrogen
membentuk bikarbonat. Reaksi ini tergantung aktivitas oksidatif selular.
Dosis : Dosis ditentukan oleh dokter, tergantung umur, berat badan, dan kondisi
klinis pasien serta hasil lab. Pemberian cairan harus berdasarkan kebutuhan cairan
pemeliharaan yang dihitung atau kebutuhan cairan pengganti untuk setiap pasien.
Efek samping : Reaksi alergi atau gejala anafilaktik seperti urtikaria lokal atau
umum dan pruritus, bengkak periorbital, muka, dan/atau laring; batuk, bersin,
dan/atau susah bernafas telah dilapor kan dengan pemberian Ringer Laktat.
Kejadian ini lebih tinggi pada wanita hamil.
Reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau teknik pemberian berupa
demam, infeksi pada tempat suntikan, trombosis vena atau plebitis, ektravasasi dan
hipervolemi. Gejala bisa akibat kelebihan atau kekurangan satu atau lebih ion dalam
larutan.
Hipernatremia dikaitkan dengan edema dan eksaserbasi gagal jantung akibat
retensi air, akibat volume cairan ekstraselular yang mengembang.
Reaksi yang dilaporkan dengan penggunaan larutan yang mengandung kalium
termasuk mual, muntah, nyeri abdominal dan diare. Bila kadar kalium toksik gejala
yang muncul seperti parestesia kaki dan tangan, absen reflex, paralisis otot atau
respiratori, bingung, lemah, hipotensi, aritmia jantung, heart block, abnormalitas
elektrokardiograf dan cardiac arrest.
Bila kekurangan kalium berdampak pada gangguan fungsi neuromuskular, ileus
intestinal dan dilatasi. Ion klorida dalam jumlah besar berakibat pada hilangnya ion
bikarbonat, menyebabkan efek asam. Kadar kalsium tinggi yang abnormal dapat
menyebabkan depresi, amnesia, sakit kepala, mengantuk, disorientasi, sinkop,
halusinasi, hipotonia otot halus dan skeletal, disfagia, aritmia dan koma.
Kekurangan kalsium menyebabkan neuromuscular hyperexcitability, termasuk kram
dan kejang.
CITICOLIN
Dosis : Dosis oral cepat diabsorpsi dan diekskresikan melalui feses. Kadar puncak
plasma menunjukkan bifasik, 1 jam setelah dikonsumsi kemudian puncak terbesar
setelah 24 jam pemberian. Dimetabolisme di dinding usus dan hati. Di usus sitikolin
dihidrolisis menjadi kolin dan sitidin, setelah diabsorpsi kedua zat tersebut
digunakan untuk berbagai jalur biosintesis, melewati sawar darah otak yang
kemudian di resintesis menjadi sitikolin.
Ekskresi melalui pernafasan dan urin. Waktu paruh melalui pernafasan 56 jam,
sedangkan melalui urin 71 jam.
ASETOSAL
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang, peradangan, dan demam, dapat digunakan
sebagai profilaksis infark miokard, pencegahan stroke dan / atau transient ischemic
episode, manajemen rheumatoid arthritis, demam rematik, osteoarthritis, dan gout
(dosis tinggi) , terapi tambahan pada prosedur revaskularisasi (graft bypass arteri
koroner [CABG], perkutan transluminal koroner angioplasty [PTCA], endarterektomi),
implantasi stent
Dosis : Dewasa
Analgesik dan Antipiretik : 325-650 mg setiap 4-6 jam (maksimum : 4 g sehari)
Antiinflamasi : 2,4-3,6 g per hari dalam dosis terbagi
Stroke iskemik akut : 150-325 mg sekali sehari dimulai dalam 48 jam (pada pasien
yang tidak mendapatkan alteplase dan tidak mendapatkan antikoagulan sistemik)
Stroke (kardioemboli, kontraindikasi antikoagulan) : 75-325 mg sekali sehari)
Stroke (nonkardioemboli, prevensi sekunder) : 81 mg sekali sehari
Atrial Fibrilasi (pasien risiko rendah stroke iskemik) : 75-325 mg sekali sehari
CABG : 75-100 mg sekali sehari (dosis lazim : 81 mg sekali sehari))
Mencegah Miokard infark : 75-162 mg sekali sehari (lazimnya 81 mg sekali sehari)
Miokard infark : 162-325 mg sekali sehari
Efek samping : Pada umumnya ringan dan jarang tapi tinggi kejadian iritasi pada
gastro-intestinal dengan sedikit kehilangan darah tanpa gejala, peningkatan waktu
perdarahan, Reaksi bronchospasm dan kulit di hipersensitif pasien.
RANITIDIN
Indikasi : Terapi jangka pendek dan pemeliharaan untuk tukak lambung, tukak
duodenum, active benign ulcer, refluks gastroesofagus (GERD), esofagitis erosif,
kondisi hipersekresi patologis. Sebagai bagian regimen multiterapi eradikasi H.
pylori untuk mengurangi risiko kekambuhan tukak duodenal. 6
Monitoring pasien : Periksa serum AST, ALT, serum creatinine; bila digunakan
untuk mencegah pendarahan gastrointestinal yang berkaitan dengan stres, periksa
pH intragastrik dan usahakan dipelihara pH>4; untuk pendarahan gastrointestinal
dengan occult blood (darah tidak terlihat dengan mata), monitor fungsi ginjal dan
dosis disesuaikan.6
PREDNISON
Dosis : Prednison adalah kortikosteroid sintetik yang umum diberikan per oral,
tetapi dapat juga diberikan melalui injeksi intra muskular (im, iv), per nasal, atau
melalui rektal.
Dosis awal sangat bervariasi, dapat antara 5 - 80 mg per hari, bergantung pada
jenis dan tingkat keparahan penyakit serta respon pasien terhadap terapi. Tetapi
umumnya dosis awal diberikan berkisar antara 20 - 80 mg per hari.
Untuk anak-anak 1 mg/kg berat badan, maksimal 50 mg per hari. Dosis harus
dipertahankan atau disesuaikan, sesuai dengan respon yang diberikan. Jika setelah
beberapa waktu tertentu hasil yang diharapkan tidak tercapai, maka terapi harus
dihentikan dan diganti dengan terapi lain yang sesuai.
Apabila terapi prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi
adrenal, artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi
tergantung pada prednison yang diperoleh dari luar. Oleh sebab itu jika sudah
diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan
secara tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis
bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika pemberian terapinya hanya
beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-
bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang.
Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian, yang
dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis
berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi kelenjar adrenal,
sehingga dapat mengurangi efek samping ini.
ACYCLOVIR
Acyclovir (Asiklovir) adalah analog nukleosida purin asiklik yang aktif terhadap virus
Herpes simplex, Varicella zoster, Epstein-Barr dan Cytomegalovirus.
Di dalam sel, asiklovir mengalami fosforilasi menjadi bentuk aktif acyclovir trifosfat
yang bekerja menghambat virus herpes simplex DNA polymerase dan replikasi DNA
virus, sehingga mencegah sintesa DNA virus tanpa mempengaruhi proses sel yang
normal.
INDIKASI
Pengobatan virus herpes simplex pada kulit dan selaput lendir, termasuk herpes genitalis
inisial dan rekuren.
KONTRAINDIKASI
Asiklovir jangan diberikan kepada penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap antibiotik
asiklovir.
DOSIS DAN ATURAN PAKAI
Infeksi herpes genitalis inisial pada dewasa : Acyclovir 200 mg 5 kali sehari setiap 4 jam,
selama 5 10 hari. Anak dibawah 2 tahun : dosis dewasa. Untuk penderita
immunocompromised atau kelainan absorbsi pada usus dosis dapat ditingkatkan
menjadi 400 mg, atau sebagai alternatif diberikan pengobatan secara intravena.
Pengobatan harus dimulai sedini mungkin, untuk rekuren sebaiknya pada periode mulai
terjadinya lesi pertama.
Pengobatan supresi infeksi herpes genitalis rekuren : Acyclovir 400 mg 2 kali sehari atau
200 mg 2 5 kali sehari, selama 12 bulan.
Pengobatan intermitten infeksi herpes genitalis rekuren : Acyclovir 200 mg 5 kali sehari
setiap 4 jam, selama 5 hari.
Anak dibawah 2 tahun : Acyclovir 200 mg atau 20 mg/kg BB 4 kali sehari, selama 5 hari.
Pengobatan harus dimulai sedini mungkin dan pada saat awal timbulnya gejala infeksi.
Beberapa penderita mungkin mengalami infeksi break through pada pemberian dosis
total 800 mg sehari. Pengobatan harap dihentikan secara periodic dengan interval waktu 6
12 bulan dengan maksud untuk mengobservasi kemungkinan perubahan-perubahan
riwayat penyakit.
EFEK SAMPING
Efek samping Asiklovir yang dapat terjadi : ruam kulit dan gangguan pencernaan seperti mual,
muntah, diare dan sakit perut.
Acyclovir tidak boleh digunakan selama masa kehamilan kecuali bila manfaat yang
didapat jauh lebih besar daripada risikonya baik terhadap ibu maupun janin.
MECOBALAMIN
Indikasi:
Neuropati perifer dan neuropati diabetik.
Dosis:
Tablet : 500-1500 mcg perhari
Injeksi:
- Neuritis perifer : 1 ampul sebanding dengan 500 g IM atau IV tiga kali seminggu.
- Dosis harus disesuaikan dengan usia pasien dan beratnya gejala
Kontraindikasi:
-
Efek Samping:
Gejala yang berhubungan dengan saluran cerna : mual, muntah, dan diare, reaksi kulit
(skin rash), reaksi hipersensitivitas.
Efek samping tersebut di atas jarang sekali terjadi.
Prednison merupakan salah satu obat yang termasuk dalam golongan kortikosteroid. Obat ini
memiliki efek antiinflamasi dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan
mengembalikan peningkatan permeabilitas kapiler. Efek penekanan sistem imun terjadi dengan
mekanisme penurunan aktivitas dan volume sistem limfatik, serta pada dosis tinggi, dapat
menekan fungsi adrenal. Efek antitumor terkait dengan penghambatan transport glukosa,
fosforilasi, ataupun induksi kematian sel pada limfosit immatur.
Terkait efek-efek yang dihasilkannya tersebut, prednison biasa digunakan untuk alergi, penyakit
autoimun, gangguan kulit, keadaan edema (seperti pada sindrom nefrotik), gangguan endokrin,
gangguan saluran cerna, gangguan hematologis (termasuk idiopathic thrombocytopenia purpura
= ITP), penyakit neoplastik, penyakit pada mata, penyakit pernafasan (seperti asma), penyakit
reumatik, dan meningitis tuberkulosa.
Bila digunakan dalam dosis tinggi dan jangka panjang, prednison dapat menyebabkan penekanan
fungsi kelenjar adrenal, penekanan sistem imun, sarcoma Kaposi, miopati, efek pada mata, serta
gangguan psikiatrik.
Penggunaan prednison jangka panjang akan menyebabkan penurunan produksi hormon kortisol
oleh kelenjar adrenal. Untuk mengembalikan fungsi normal kelenjar adrenal, perlu dilakukan
tapering-off (penurunan dosis secara perlahan).
Sarkoma Kaposi
Terapi jangka panjang dengan prednison dikaitkan dengan pembentukan sarkoma Kaposi. Bila
diketahui, terapi harus dihentikan segera.
Miopati akut
Miopati akut telah dilaporkan pada penggunaan kortikosteroid dosis tinggi, biasanya pada pasien
dengan gangguan transmisi neuromuscular, dapat melibatkan otot mata dan/atau otot pernapasan.
Perlu pemantauan kadar keratin kinase; pemulihannya mungkin saja tertunda.
Gangguan psikiatri
Gangguan yang dapat terjadi seperti depresi, euforia, insomnia, mood swings, dan perubahan
pada kepribadian. Gangguan psikiatrik yang telah ada sebelumnya dapat saja diperburuk oleh
penggunaan kortikosteroid.
Penggunaan prednison (dan obat-obatan kortikosteroid lainnya) dalam dosis besar dan/atau
jangka panjang perlu diiringi dengan tapering-off. Bila obat ini dihentikan secara tiba-tiba, dapat
terjadi gejala penarikan (withdrawal symptoms) berupa kelelahan, nyeri pada sendi, lemah otot,
kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, demam, hipoglikemia, hipotensi, dan dehidrasi.
Hari ke-1: 30 mg per hari,dibagi menjadi 10 mg saat makan pagi, 5 mg saat makan siang, 5 mg
saat makan malam, 10 mg sebelum tidur
Hari ke-2: 5 mg saat makan pagi, 5 mg saat makan siang, 5 mg saat makan malam, 10 mg
sebelum tidur
Hari ke- 3: 5 mg 4 kali sehari (pada waktu makan dan sebelum tidur)
Hari ke- 4: 5 mg 3 kali sehari (pada saat makan pagi, saat makan siang, dan sebelum tidur)
Hari ke- 5: 5 mg 2 kali sehari (saat makan pagi dan sebelum tidur)
Artikel ini bukanlah pengganti konsultasi masalah terapi. Bila Anda mengalami masalah terkait
penggunaan prednison, silakan konsultasikan dengan dokter atau apoteker.
Semoga bermanfaat.
Referensi
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L. 2008. Drug Information Handbook 17th
Edition. Lexi-comp