Anda di halaman 1dari 17

PIRACETAM

Indikasi : Myoclonus kortikal, defisit kognitif, insufisiensi serebrokortikal yang


responsif terhadap pirasetam : alkoholism, vertigo, CVA (cerebrovascular accidents),
dyslexia, gangguan perilaku pada anak dan sesudah trauma atau pembedahan.
Walaupun di beberapa negara pirasetam digunakan untuk menangani gangguan
kognitif dan demensia, hasil kajian sistematik tidak mendukung penggunaan pada
kasus ini. Pada pasca stroke, pirasetam mungkin bermanfaat jika diberikan dalam
waktu 7 jam pasca stroke, dan tidak mempengaruhi hasil jika diberikan dalam
waktu 12 jam pasca stroke

Farmakologi : Pirasetam diserap secara cepat terutama di saluran


gastrointestinal, konsentrasi plasma puncak dicapai selama 1,5 jam setelah
pemberian oral.
Waktu paruh obat dalam plasma 5 jam.
Obat dapat melewati sawar darah otak.
Pirasetam diekskresikan terutama melalui urin.
Pirasetam dapat melewati plasenta dan terdistribusi ke air susu ibu. 1

Dosis : Oral: Terapi tambahan pada myoclonus kortikal: 7,2 g/hari dalam 2-3 dosis
ditingkatkan jika perlu, maks 20 g/hari.
Untuk meningkatkan fungsi kognitif: sampai dengan 2,4 g/hari dalam 2-3 dosis,
dalam keadaan parah dosis s/d 4,8 g/hari.
Pada kasus yang parah pemberian dapat secara IV/IM: 1-2 g/hari 3 kali sehari.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan sampai dengan sedang, maka
dosis harus dikurangi.3

Efek samping : Hiperkinesia, cemas, depresi, diare, rash, stimulasi SSP, gangguan
tidur, pusing, insomnia, somnolen, peningkatan berat badan. 1

Tidak boleh diresepkan pada ibu hamil.3

Peringatan dan perhatian : Hiperkinesia, cemas, depresi, diare, rash,


stimulasi SSP, gangguan tidur, pusing, insomnia, somnolen, peningkatan berat
badan.1

Tidak boleh diresepkan pada ibu hamil.3

Interaksi : Interaksi dengan obat lain :


Dapat meningkatkan waktu protrombin pada pemakaian bersama dengan warfarin. 3

RL ( RINGER LAKTAT )

Indikasi : Sebagai sumber elektrolit dan air untuk hidrasi pada pasien dewasa dan
anak
Farmakologi : Natrium, sebagai kation utama dalam cairan ekstra selular,
berfungsi terutama untuk mengontrol distribusi air, keseimbangan cairan, dan
tekanan osmotik cairan tubuh.
Natrium bersama dengan klorida dan bikarbonat mengatur keseimbangan asam-
basa.
Kalium, kation utama cairan intraselular, terlibat dalam penggunaan karbohidrat
dan sintesa protein, dan sangat penting dalam pengaturan konduksi saraf dan
kontraksi otot, terutama pada jantung.
Klorida, anion utama ekstra seluler, metabolismenya mengikuti natrium, dan
perubahan keseimbangan asam-basa tubuh mencerminkan perubahan konsentrasi
klorida.
Kalsium, suatu kation yang penting, memelihara kerangka tulang dan gigi dalam
bentuk senyawa kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Dalam bentuk ion, kalsium
penting untuk mekanisme fungsional penggumpalan darah, fungsi jantung yang
normal, dan regulasi "neuromuscular irritability".
Natrium laktat adalah suatu garam rasemik yang dalam bentuk levo, oleh liver
dioksidasi menjadi bikarbonat , dan bentuk dextro dirubah menjadi glikogen.
Laktat secara perlahan dimetabolisme menjadi CO 2 dan H2O, dengan 1 ion hidrogen
membentuk bikarbonat. Reaksi ini tergantung aktivitas oksidatif selular.

Dosis : Dosis ditentukan oleh dokter, tergantung umur, berat badan, dan kondisi
klinis pasien serta hasil lab. Pemberian cairan harus berdasarkan kebutuhan cairan
pemeliharaan yang dihitung atau kebutuhan cairan pengganti untuk setiap pasien.

Efek samping : Reaksi alergi atau gejala anafilaktik seperti urtikaria lokal atau
umum dan pruritus, bengkak periorbital, muka, dan/atau laring; batuk, bersin,
dan/atau susah bernafas telah dilapor kan dengan pemberian Ringer Laktat.
Kejadian ini lebih tinggi pada wanita hamil.
Reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau teknik pemberian berupa
demam, infeksi pada tempat suntikan, trombosis vena atau plebitis, ektravasasi dan
hipervolemi. Gejala bisa akibat kelebihan atau kekurangan satu atau lebih ion dalam
larutan.
Hipernatremia dikaitkan dengan edema dan eksaserbasi gagal jantung akibat
retensi air, akibat volume cairan ekstraselular yang mengembang.
Reaksi yang dilaporkan dengan penggunaan larutan yang mengandung kalium
termasuk mual, muntah, nyeri abdominal dan diare. Bila kadar kalium toksik gejala
yang muncul seperti parestesia kaki dan tangan, absen reflex, paralisis otot atau
respiratori, bingung, lemah, hipotensi, aritmia jantung, heart block, abnormalitas
elektrokardiograf dan cardiac arrest.
Bila kekurangan kalium berdampak pada gangguan fungsi neuromuskular, ileus
intestinal dan dilatasi. Ion klorida dalam jumlah besar berakibat pada hilangnya ion
bikarbonat, menyebabkan efek asam. Kadar kalsium tinggi yang abnormal dapat
menyebabkan depresi, amnesia, sakit kepala, mengantuk, disorientasi, sinkop,
halusinasi, hipotonia otot halus dan skeletal, disfagia, aritmia dan koma.
Kekurangan kalsium menyebabkan neuromuscular hyperexcitability, termasuk kram
dan kejang.

Interaksi : Interaksi dengan obat lain :


Karena mengandung ion kalsium jangan diberikan dengan menggunakan infus set
yang sama dengan darah karena kemungkinan terjadi koagulasi.
Untuk meminimalkan resiko kemungkinan inkompatibilitas akibat pencampuran
larutan ini dengan zat-zat aditif yang mungkin di resepkan, larutan akhir harus
diamati untuk ketidak jernihan atau endapan segera setelah pencampuran, sebelum
pemberian, dan secara berkala selama pemberian.

Monitoring pasien : Evaluasi klinis dan pemeriksaan hasil laboratorium secara


berkala penting untuk memonitor perubahan keseimbangan cairan, konsentrasi
elektrolit, dan keseimbangan asam-basa pada terapi parenteral yang berlangsung
lama atau bila kondisi pasien memerlukan evaluasi. Penyimpangan konsentrasi
elektrolit yang berarti dari normal harus diperhatikan, bila perlu infusan alternatif
diberikan.

Peringatan dn perhatian : Larutan mengandung laktat tidak digunakan untuk


pengobatan asidosis laktat.
Gunakan hati-hati pada pasien dengan alkalosis metabolik atau alkalosis
pernafasan, dan pada kondisi dimana ada peningkatan kadar atau pada kondisi
penggunaan laktat terganggu, seperti insufisiensi hati yang parah.
Pemberian larutan IV dapat menyebabkan kelebihan cairan yang menyebabkan
terencerkannya konsentrasi serum elektrolit, overhidrasi, keadaan sesak atau
edema paru.
Gunakan secara hati-hati pada pasien dengan gagal jantung, insufisiensi ginjal yang
parah, dan pada kondisi klinis dimana terjadi retensi natrium disertai edema.
Gunakan dengan sangat hati-hati pada pasien dengan hiperkalemia, gagal ginjal
parah, dan pada kondisi dimana terjadi retensi kalium.

Kontraindikasi : Larutan ini kontraindikasi bila pemberian natrium, kalium,


kalsium, laktat atau klorida secara klinis dapat berbahaya. Pemberian laktat kontra
indikasi pada pasien dengan metabolik asidosis atau metabolik alkalosis yang
parah, dan pada pasien dengan penyakit hati yang parah atau kondisi anorexia
yang mempengaruhi metabolisme laktat

CITICOLIN

Indikasi : Pengobatan gangguan serebrovaskular (termasuk stroke iskemik,


parkinson dan cedera kepala)

Dosis : Dosis oral cepat diabsorpsi dan diekskresikan melalui feses. Kadar puncak
plasma menunjukkan bifasik, 1 jam setelah dikonsumsi kemudian puncak terbesar
setelah 24 jam pemberian. Dimetabolisme di dinding usus dan hati. Di usus sitikolin
dihidrolisis menjadi kolin dan sitidin, setelah diabsorpsi kedua zat tersebut
digunakan untuk berbagai jalur biosintesis, melewati sawar darah otak yang
kemudian di resintesis menjadi sitikolin.
Ekskresi melalui pernafasan dan urin. Waktu paruh melalui pernafasan 56 jam,
sedangkan melalui urin 71 jam.

Kontraindikasi : Sakit kepala, mual, diare, gejala vaskular (hipotensi,


bradikardia, takikardia).

ASETOSAL

Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang, peradangan, dan demam, dapat digunakan
sebagai profilaksis infark miokard, pencegahan stroke dan / atau transient ischemic
episode, manajemen rheumatoid arthritis, demam rematik, osteoarthritis, dan gout
(dosis tinggi) , terapi tambahan pada prosedur revaskularisasi (graft bypass arteri
koroner [CABG], perkutan transluminal koroner angioplasty [PTCA], endarterektomi),
implantasi stent

Dosis : Dewasa
Analgesik dan Antipiretik : 325-650 mg setiap 4-6 jam (maksimum : 4 g sehari)
Antiinflamasi : 2,4-3,6 g per hari dalam dosis terbagi
Stroke iskemik akut : 150-325 mg sekali sehari dimulai dalam 48 jam (pada pasien
yang tidak mendapatkan alteplase dan tidak mendapatkan antikoagulan sistemik)
Stroke (kardioemboli, kontraindikasi antikoagulan) : 75-325 mg sekali sehari)
Stroke (nonkardioemboli, prevensi sekunder) : 81 mg sekali sehari
Atrial Fibrilasi (pasien risiko rendah stroke iskemik) : 75-325 mg sekali sehari
CABG : 75-100 mg sekali sehari (dosis lazim : 81 mg sekali sehari))
Mencegah Miokard infark : 75-162 mg sekali sehari (lazimnya 81 mg sekali sehari)
Miokard infark : 162-325 mg sekali sehari

Farmakologi : Durasi: 4-6 jam


Absorbsi :cepat
Distribusi: Vd: 10 L; mudah ke sebagian besar cairan tubuh dan jaringan
Metabolisme: Hidrolisa ke salisilat (aktif) oleh esterases di GI mukosa, sel darah
merah, cairan sinovial, dan darah, metabolisme salisilat terjadi terutama oleh hati
konjugasi, jalur metabolisme yang saturable
Bioavailabilitas : 50% sampai 75% mencapai sirkulasi sistemik
Waktu Paruh : obat Induk: 15-20 menit; Salisilat (tergantung dosis): 3 jam pada
dosis rendah (300-600 mg), 5-6 jam (setelah 1 g), 10 jam dengan dosis yang lebih
tinggi
Waktu untuk puncak, serum : 1-2 jam
Ekskresi: Urin (75% sebagai asam salicyluric, 10% sebagai asam salisilat)

Kontraindikasi : Hipersensitif salisilat, NSAID lainnya, atau komponen formulasi,


asma, rinitis, polip hidung, gangguan perdarahan (termasuk faktor VII dan faktor IX
defisiensi), jangan digunakan pada anak-anak (<16 tahun) untuk viral infeksi (cacar
air atau gejala flu), dengan atau tanpa demam, karena hubungan potensial dengan
sindrom Reye, kehamilan (trimester ke-3 khususnya)

Efek samping : Pada umumnya ringan dan jarang tapi tinggi kejadian iritasi pada
gastro-intestinal dengan sedikit kehilangan darah tanpa gejala, peningkatan waktu
perdarahan, Reaksi bronchospasm dan kulit di hipersensitif pasien.

Reaksi merugikan dengan semua obat yang dapat mempengaruhi hemostasis,


perdarahan berhubungan dengan aspirin. Perdarahan dapat terjadi di hampir setiap
situs. Risiko tergantung pada beberapa variabel, termasuk dosis, penggunaan
bersamaan beberapa agen yang mengubah hemostasis, dan kerentanan pasien.

Interaksi : Interaksi dengan obat lain :


Kontrasepsi hormonal : menurunkan aspirin. Sebaliknya kadang-kadang kegagalan
IUD tembaga karena adanyainteraksi dengan aspirin
Kortikosteroid :Tingkat serum salisilat dikurangi dengan kortikosteroid, dan karena
itu tingkat salisilat akan naik.
Penggunaan bersamaan meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal dan
ulserasi.
Diuretik loop : Aspirin dapat mengurangi efek diuretik dari bumetanide, furosemide,
dan piretanide, dan kombinasi aspirin dan furosemide dapat meningkatkan risiko
gagal ginjal akut dan toksisitas salisilat.
Heparin :Meskipun penggunaan bersamaan diindikasikan dalam situasi tertentu
(seperti sindrom koroner akut ), sedikit meningkatkan risiko perdarahan , dan dapat
berkontribusi untuk pengembangan epidural atau tulang belakang hematoma
setelah anestesi epidural .
Kaolin : Kaolin-pektin menyebabkan sedikit pengurangan penyerapan aspirin
Heparin : Meskipun penggunaan bersamaan ditunjukkan dalam situasi tertentu
(seperti sindrom koroner akut), penggunaan gabungan sedikit meningkatkan
risikoperdarahan. Inhibitor ACE: Salisilat dapat mengurangi efek antihipertensi ACE
Inhibitor. 100 mg dosis aspirin tampaknya tidakmenyebabkan masalah, sedangkan
dosis 300 mg tampaknya signifikan mempengaruhi ACE Inhibitor keberhasilan.
Metotreksat : Aspirin mengurangi clearance metotreksat. penggunaan bersama
dapat meningkatkan kejadian toksisitas (pansitopenia, pneumonitis).
Metoclopramide : meningkatkan tingkat aspirinFenitoin : aspirin meningkatkan efek
fenitoin
Vitamin C : Aspirin mengurangi penyerapan vitamin C sekitar sepertiga. 4

Interaksi dengan makanan :


Makanan menunda penyerapan aspirin tetapi tidak mempengaruhi jumlah
keseluruhan diserap.
Hindari makanan jika analgesia cepat diperlukan . Aspirin lebih baik diminum
dengan atau setelah makan untuk meminimalkan iritasi lambung.
Buah-buahan segar yang mengandung vitamin C: terjadi peningkatan ekskresi
aspirin.

RANITIDIN

Indikasi : Terapi jangka pendek dan pemeliharaan untuk tukak lambung, tukak
duodenum, active benign ulcer, refluks gastroesofagus (GERD), esofagitis erosif,
kondisi hipersekresi patologis. Sebagai bagian regimen multiterapi eradikasi H.
pylori untuk mengurangi risiko kekambuhan tukak duodenal. 6

Farmakologi : Secara kompetitif menghambat histamin pada H2 reseptor dari sel


parietal lambung sehingga sekresi asam lambung, volume lambung berkurang, dan
kosentrasi ion hidrogen berkurang.

Dosis : (a) Tukak lambung dan duodenum:anak (1 bulan-16 tahun) oral:2-4


mg/kg/hari dibagi menjadi 2 kali sehari; dosis terapi maksimum:300 mg/hari. Dosis
pemeliharaan:2-4 mg/kg sekali sehari; dosis pemeliharaan maksimum: 150 mg/hari.
IV: 2-4 mg/kg/hari dibagi setiap 6-8 jam, maksimum 150 mg/hari.
Tukak duodenum: dewasa:oral:150 mg 2 kali sehari atau 300 mg sekali sehari
setelah makan malam atau sebelum tidur malam. Dosis pemeliharaan:150 mg
sekali sehari sebelum tidur malam.
Tukak lambung ringan:dewasa:oral:150 mg 2 kali sehari; dosis pemeliharaan 150
mg sekali sehari sebelum tidur malam
(b) Refluks gastroesofagus dan esofagitis erosif:anak 1 bulan-16 tahun: oral:5-10
mg/kg/hari dibagi menjadi 2 kali sehari; dosis maksimum:refluks
gastroesofagus:300 mg/hari, esofagitis erosif:600 mg/hari. IV:2-4 mg/kg/hari dibagi
tiap 6-8 jam, maksimum:150 mg/hari atau sebagai suatu alternatif infus kontinu:
dosis awal:1 mg/kg/dosis untuk satu dosis diikuti oleh infus 0,08-0,17 mg/kg /jam
atau 2-4 mg/kg/hari.
Esofagitis erosif:dewasa:oral:150 mg 4 kali/hari; dosis pemeliharaan 150 mg 2 kali
sehari.
(c) Dewasa:oral:150 mg 2 kali sehari, dosis atau frekuensi disesuaikan dengan
petunjuk dokter; dapat digunakan dosis sampai dengan 6g/hari.
(d) Eradikasi Helicobacter pilory:150 mg 2 kali sehari; membutuhkan terapi
kombinasi.
(e) Untuk mencegah heartburn:anak 12 tahun dan dewasa:75 mg 30-60 menit
sebelum mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat memicu heartburn;
maksimum:150 mg/24 jam;jangan digunakan lebih dari 14 hari.
(f) Untuk pasien yang tidak dapat menggunakan obat secara oral:IM:50 mg tiap 6-8
jam;IV:intermittent bolus atau infus:50 mg tiap 6-8
(g) Injeksi ranitidin dapat diberikan IM atau IV. Injeksi IM diberikan tanpa
pengenceran. Injeksi IV harus diencerkan, dapat diberikan melalui IVP (intravenous
pyelogram) atau IVPB (intravenous piggy back) atau infus IV kontinu.
Untuk IVP:ranitidin(biasanya 50 mg)harus diencerkan sampai total 20 ml dengan
normal saline atau larutan dekstrosa 5% dalam air dan diberikan selama minimal 5
menit.jam; Infus IV kontinu:6,25 mg/jam.IVPB:diberikan selama 15-20 menit.
Infus IV kontinu:diberikan dengan kecepatan 6,25 mg/jam dan titrasi dosis
berdasarkan pH lambung selama 24 jam.

Efek samping : AV block, bradikardi, premature ventricular beats, takikardia,


vasculitis, agitasi, pusing, depresi, halusinasi, sakit kepala, insomnia, malaise,
bingung mental,, somnolence, vertigo,aAlopecia, erythema multiforme, ruam,
meningkat kadar prolaktin, nyeri abdominal, konstipasi, diarrhea, nausea,
pancreatitis, muntah, hemolytic anemia, agranulocytosis, aplastic anemia,
granulocytopenia, leukopenia, pancytopenia, thrombocytopenia,
hepatitis,arthralgia, myalgia,kabur penglihatan, meningkat serum kreatinin, ,
pneumonia, anaphylaxis, angioneurotic edema, reaksi hipersensitivitas. 6

Interaksi : Interaksi dengan obat lain :


- Ranitidin dapat menurunkan absorpsi: atazanavir, cefpodoxime, cefuroxime,
dasatinib, erlatinib.
- Ranitidine menurunkan serum kosentrasi; fosamprenavir, indinavir, garam zat
besi, nelfinavir, saquinavir
- Ranitidin menurunkan absorpsi senyawa antifungal (derivat azol sistemik) kecuali
miconazole dan voriconazole.6

Monitoring pasien : Periksa serum AST, ALT, serum creatinine; bila digunakan
untuk mencegah pendarahan gastrointestinal yang berkaitan dengan stres, periksa
pH intragastrik dan usahakan dipelihara pH>4; untuk pendarahan gastrointestinal
dengan occult blood (darah tidak terlihat dengan mata), monitor fungsi ginjal dan
dosis disesuaikan.6

PREDNISON

Indikasi : Gangguan endokrin:


- Insufisiensi adrenokortikal primer atau sekunder (hidrokortison atau kortison
merupakan pilihan pertama, namun analog sintetisnya juga dapat digunakan)
- Hiperplasia adrenal congenital/bawaan
- Hiperkalsernia terkait kanker
- Tiroiditis nonsuppuratifPenyakit RheumatoidSebagai terapi tambahan untuk
penggunaan jangka pendek pada terapi penyakit-penyakit:
- Psoriatic arthritis
- Rheumatoid arthritis, termasuk Rheumatoid arthritis pada anak
- Ankylosing spondylitis
- Bursitis akut dan subakut
- Tenosynovitis nonspesifik akut
- Gouty arthritis akut
- Osteoarthritis pasca-traumatik
- Synovitis of Osteoarthritis
- EpicondylitisPenyakit-penyakit Kolagen
Apabila keadaan penyakit makin memburuk atau sebagai terapi perawatan pada
kasus-kasus:- Systemic lupus erythematosus
- Systemic-dermatomyositis (polymyositis)- Acute rheumatic carditis
Penyakit-penyakit kulit tertentu:
- Pemphigus
- Bullous dermatitis herpetiformis
- Erythema multiforme parah (Stevens-Johnson syndrome)
- Exfoliative dermatitis
- Mycosis fungoides
- Psoriasis parah
- dermatitis seborrhea parah
Penyakit-penyakit Alergi
Mengendalikan kondisi alergi yang parah yang tidak memberikan hasil yang
memadai pada terapi konvensional:
- Rhinitis yang disebabkan alergi
- Asma bronkhial
- dermatitis kontak
- dermatitis atopik
- Serum sickness
- Reaksi-Reaksi hipersensitivitas terhadap obat
Penyakit-penyakit mata
Penyakit-penyakit mata akut atau kronis yang parah terkait proses alergi atau
radang, seperti:
- Allergic cornea marginal ulcers
- Herpes zoster ophthalmicus
- Radang segmen anterior
- Diffuse posterior uveitis and choroiditis
- Sympathetic ophthalmia
- Konjungtivitis alergik
- Keratitis
- Chorioretinitis
- Optic neuritis
- Iritis dan iridocyclitis
Penyakit-penyakit saluran pernafasan:
- Symptomatic sarcoidosis
- Loeffler's syndrome yang tidak dapat dikendalikan dengan cara lain
- Berylliosis
- Tuberkulosis yang parah, tetapi harus diberikan bersama dengan kemoterapi anti
tuberculosis yang sesuai
- Aspiration pneumonitis
Penyakit-penyakit Hematologis
- Trombositopenia purpura idiopatik pada orang dewasa
- Trombositopenia sekunder pada orang dewasa
- Anemia hemolitik yang disebabkan Reaksi autoimmun
- Anemia sel darah merah (Erythroblastopenia)
- Anemia hipoplastik congenital/bawaan (erythroid)
Penyakit-penyakit keganasan (neoplastik)
Sebagai terapi paliatif untuk:
- Leukemia dan limfoma pada orang dewasa- Leukemia akut pada anak-anak
Edema
- Untuk menginduksi diuresis atau remisi proteinuria pada sindroma nefrotik tanpa
uremia, jenis idiopatik atau yang disebabkan oleh lupus eritematosus
Penyakit-penyakit sistem pencernaan
Untuk membantu pasien melewati periode kritis pada penyakit-penyakit:
- Kolitis ulseratif
- Enteritis regional
Penyakit pada Sistem Syaraf
Multiple sclerosis akut yang makin parah
Lain-lain
- Tuberculous meningitis disertai penghambatan subarachnoid, tetapi harus
diberikan bersama-sama dengan kemoterapi antituberculous yang sesuai
- Trichinosis disertai gangguan syaraf atau gangguan miokardial

Farmakologi : Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein


reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ
sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor.
Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi
ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu.
Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga
diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi
lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh
terhadap zat vasoaktif, dan efek anti radang.Pemberian prednison per oral
diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati menjadi
prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif.
Waktu paruh : 3,5 jamEkskresi melalui urin

Dosis : Prednison adalah kortikosteroid sintetik yang umum diberikan per oral,
tetapi dapat juga diberikan melalui injeksi intra muskular (im, iv), per nasal, atau
melalui rektal.
Dosis awal sangat bervariasi, dapat antara 5 - 80 mg per hari, bergantung pada
jenis dan tingkat keparahan penyakit serta respon pasien terhadap terapi. Tetapi
umumnya dosis awal diberikan berkisar antara 20 - 80 mg per hari.
Untuk anak-anak 1 mg/kg berat badan, maksimal 50 mg per hari. Dosis harus
dipertahankan atau disesuaikan, sesuai dengan respon yang diberikan. Jika setelah
beberapa waktu tertentu hasil yang diharapkan tidak tercapai, maka terapi harus
dihentikan dan diganti dengan terapi lain yang sesuai.
Apabila terapi prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi
adrenal, artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi
tergantung pada prednison yang diperoleh dari luar. Oleh sebab itu jika sudah
diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan
secara tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis
bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika pemberian terapinya hanya
beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-
bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang.
Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian, yang
dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis
berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi kelenjar adrenal,
sehingga dapat mengurangi efek samping ini.

Peringatan dan perhatian : Pasien yang sedang dalam terapi imunosupresan


sangat rentan terhadap infeksi, antara lain infeksi oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, dan lain-lain. Oleh sebab itu harus benar-benar dijaga agar terhindar dari
sumber infeksi.
Kortikosteroid dapat menutupi gejala-gejala infeksi atau penyakit lain, dan infeksi
baru dapat saja terjadi dalam periode penggunaannya.
Terapi kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan katarak subkapsular
posterior, glaucoma, yang juga dapat merusak syaraf penglihatan, dan dapat
memperkuat infeksi mata sekunder yang disebabkan oleh virus ataupun jamur.
Pemberian vaksin hidup ataupun vaksin hidup yang dilemahkan, merupakan
kontraindikasi untuk pasien yang sedang mendapat terapi kortikosteroid dosis
imunosupresan. Vaksin yang dibunuh atau diinaktifkan dapat saja diberikan, tetapi
responnya biasanya tidak memuaskan.
Pemberian kortikosteroid pada pasien hipotiroidism ataupun sirosis biasanya
menunjukkan efek kortikosteroid yang lebih kuat.
Kortikosteroid harus diberikan secara sangat berhati-hati pada pasien dengan
herpes simpleks okular karena risiko terjadinya perforasi kornea.

Efek samping : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit :


- Retensi cairan tubuh
- Retensi natrium
- Kehilangan kalium
- Alkalosis hipokalemia
- Gangguan jantung kongestif
- Hipertensi
Gangguan Muskuloskeletal :
- Lemah otot
- Miopati steroid
- Hilangnya masa otot
- Osteoporosis
- Putus tendon, terutama tendon Achilles
- Fraktur vertebral
- Nekrosis aseptik pada ujung tulang paha dan tungkai
- Fraktur patologis dari tulang panjang
Gangguan Pencernaan :
- Borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan
- Borok esophagus (Ulcerative esophagitis)
- Pankreatitis
- Kembung
- Peningkatan SGPT (glutamate piruvat transaminase serum), SGOT (glutamate
oksaloasetat transaminase serum), dan enzim fosfatase alkalin serum. Umumnya
tidak tinggi dan bersifat reversibel, akan turun kembali jika terapi dihentikan.
Gangguan Dermatologis :
- Gangguan penyembuhan luka- Kulit menjadi tipis dan rapuh
- Petechiae dan ecchymoses
- Erythema pada wajah
- Keringat berlebuhan
Gangguan Metabolisme :
- Kesetimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein
Gangguan Neurologis :
- Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema (pseudo-tumor cerebri),
biasanya setelah terapi
- Konvulsi
- Vertigo
- Sakit kepala
Gangguan Endokrin :
- Menstruasi tak teratur
- Cushingoid
- Menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress,
misalnya pada trauma, pembedahan atau Sakit
- Hambatan pertumbuhan pada anak-anak
- Menurunnya toleransi karbohidrat- Manifestasi diabetes mellitus laten
- Perlunya Peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral) pada pasien
yang sedang dalam terapi diabetes mellitus
- Katarak subkapsular posterior
- Tekanan intraokular meningkat
- Glaukoma
- ExophthalmosLain-lain :
- Urtikaria dan reaksi alergi lain, reaksi anafilaktik atau hipersensitivitas
Interaksi : Interaksi dengan obat lain :
1) Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin,
dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi
kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, maka dosis
kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang
diharapkan.
2) Obat-obat seperti troleandomisin and ketokonazol dapat menghambat
metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi
kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis kortikosteroid
harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid.
3) Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan
secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila
terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas salisilat.
Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama
dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia.
4) Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan
menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya
penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid.
Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan efek
antikoagulan sebagaimana yang diharapkan

ACYCLOVIR

FARMAKOLOGI (CARA KERJA OBAT)

Acyclovir (Asiklovir) adalah analog nukleosida purin asiklik yang aktif terhadap virus
Herpes simplex, Varicella zoster, Epstein-Barr dan Cytomegalovirus.

Di dalam sel, asiklovir mengalami fosforilasi menjadi bentuk aktif acyclovir trifosfat
yang bekerja menghambat virus herpes simplex DNA polymerase dan replikasi DNA
virus, sehingga mencegah sintesa DNA virus tanpa mempengaruhi proses sel yang
normal.

INDIKASI

Pengobatan virus herpes simplex pada kulit dan selaput lendir, termasuk herpes genitalis
inisial dan rekuren.

Pengobatan infeksi herpes zoster dan varicella.

KONTRAINDIKASI

Asiklovir jangan diberikan kepada penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap antibiotik
asiklovir.
DOSIS DAN ATURAN PAKAI

Infeksi herpes genitalis

Infeksi herpes genitalis inisial pada dewasa : Acyclovir 200 mg 5 kali sehari setiap 4 jam,
selama 5 10 hari. Anak dibawah 2 tahun : dosis dewasa. Untuk penderita
immunocompromised atau kelainan absorbsi pada usus dosis dapat ditingkatkan
menjadi 400 mg, atau sebagai alternatif diberikan pengobatan secara intravena.
Pengobatan harus dimulai sedini mungkin, untuk rekuren sebaiknya pada periode mulai
terjadinya lesi pertama.

Pengobatan supresi infeksi herpes genitalis rekuren : Acyclovir 400 mg 2 kali sehari atau
200 mg 2 5 kali sehari, selama 12 bulan.

Pengobatan intermitten infeksi herpes genitalis rekuren : Acyclovir 200 mg 5 kali sehari
setiap 4 jam, selama 5 hari.

Infeksi herpes zoster dan varisela

Dewasa : Acyclovir 800 mg 5 kali sehari setiap 4 jam, selama 7 10 hari.

Anak 2 12 tahun : Acyclovir 400 800 mg 4 kali sehari, selama 5 kali.

Anak dibawah 2 tahun : Acyclovir 200 mg atau 20 mg/kg BB 4 kali sehari, selama 5 hari.

Pengobatan harus dimulai sedini mungkin dan pada saat awal timbulnya gejala infeksi.

Penderita yang mengalami gangguan fungsi ginjal diperlukan penyesuaian dosis.

Beberapa penderita mungkin mengalami infeksi break through pada pemberian dosis
total 800 mg sehari. Pengobatan harap dihentikan secara periodic dengan interval waktu 6
12 bulan dengan maksud untuk mengobservasi kemungkinan perubahan-perubahan
riwayat penyakit.

EFEK SAMPING

Efek samping Asiklovir yang dapat terjadi : ruam kulit dan gangguan pencernaan seperti mual,
muntah, diare dan sakit perut.

PERINGATAN DAN PERHATIAN

Acyclovir tidak boleh digunakan selama masa kehamilan kecuali bila manfaat yang
didapat jauh lebih besar daripada risikonya baik terhadap ibu maupun janin.

Hati-hati pemberian pada wanita yang sedang menyusui.


INTERAKSI OBAT

Probenesid meningkatkan waktu paruh dan AUC asiklovir.

MECOBALAMIN

Farmakologi : Meningkatkan metabolisme asam nukleat, protein dan lemak. Bekerja


sebagai koenzim dalam sintesa methionin, terlibat dalam sintesis thymidine pada
deoxyuridine, mempercepat sintesis DNA dan RNA,mempercepat sintesis lechitin
(suatu komponen utama dari selubung myelin) mempercepat sintesis komponen utama
struktur akson (protein) sehingga mempertahankan fungsi sel saraf, memperbaiki
jaringan saraf dengan menghambat onset dari degenerasi saraf, menghambat eksitasi
abnormal pada transmisi saraf, memperbaiki anemia dengan mempercepat maturasi
dan diferensiasi eritroblast. Juga dapat mempercepat sintesis asam nukleat dalam
susmsum tulang dan mempercepat maturasi dan diferensiasinya, sehingga
meningkatkan produksi sel darah merah. Terikat oleh protein plasma spesifik yaitu
transcobalamin. Konsentrasi tinggi terdapat di dalam ginjal, kelenjar adrenal, usus,
pankreas, dan hipofisis. Konsentrasi rendah terdapat dalam mata, sumsum tulang
belakang, otak dan otot. Ekskresi melalui urin dalam 8 jam pertama setelah pemberian.
Dapat melalui plasenta dan dapat dikeluarkan melalui ASI.

Indikasi:
Neuropati perifer dan neuropati diabetik.

Dosis:
Tablet : 500-1500 mcg perhari
Injeksi:
- Neuritis perifer : 1 ampul sebanding dengan 500 g IM atau IV tiga kali seminggu.
- Dosis harus disesuaikan dengan usia pasien dan beratnya gejala

Kontraindikasi:
-

Peringatan dan Perhatian:


- Hentikan pengobatan dengan mecobalamin jika tidak ada respon perbaikan setelah
beberapa bulan.
- Pada pemberian IM:
1. Hindari pengulangan injeksi pada tempat yang sama.
2. Hindari penyuntikan pada bagian saraf.

Efek Samping:
Gejala yang berhubungan dengan saluran cerna : mual, muntah, dan diare, reaksi kulit
(skin rash), reaksi hipersensitivitas.
Efek samping tersebut di atas jarang sekali terjadi.

Prednison merupakan salah satu obat yang termasuk dalam golongan kortikosteroid. Obat ini
memiliki efek antiinflamasi dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan
mengembalikan peningkatan permeabilitas kapiler. Efek penekanan sistem imun terjadi dengan
mekanisme penurunan aktivitas dan volume sistem limfatik, serta pada dosis tinggi, dapat
menekan fungsi adrenal. Efek antitumor terkait dengan penghambatan transport glukosa,
fosforilasi, ataupun induksi kematian sel pada limfosit immatur.

Terkait efek-efek yang dihasilkannya tersebut, prednison biasa digunakan untuk alergi, penyakit
autoimun, gangguan kulit, keadaan edema (seperti pada sindrom nefrotik), gangguan endokrin,
gangguan saluran cerna, gangguan hematologis (termasuk idiopathic thrombocytopenia purpura
= ITP), penyakit neoplastik, penyakit pada mata, penyakit pernafasan (seperti asma), penyakit
reumatik, dan meningitis tuberkulosa.

Bila digunakan dalam dosis tinggi dan jangka panjang, prednison dapat menyebabkan penekanan
fungsi kelenjar adrenal, penekanan sistem imun, sarcoma Kaposi, miopati, efek pada mata, serta
gangguan psikiatrik.

Penekanan fungsi kelenjar adrenal

Penggunaan prednison jangka panjang akan menyebabkan penurunan produksi hormon kortisol
oleh kelenjar adrenal. Untuk mengembalikan fungsi normal kelenjar adrenal, perlu dilakukan
tapering-off (penurunan dosis secara perlahan).

Penekanan sistem imun (imunosupresi)

Penggunaan prednison jangka panjang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi


sekunder, menyamarkan infeksi akut (termasuk infeksi jamur), memperlama atau memperparah
infeksi virus, atau menghambat respons pasien terhadap vaksin. Diperlukan pengamatan secara
cermat pada pasien dengan tuberkulosis laten. Penggunaan obat ini harus dibatasi pada pasien
tuberkulosis aktif yang sedang menjalani pengobatan.

Sarkoma Kaposi

Terapi jangka panjang dengan prednison dikaitkan dengan pembentukan sarkoma Kaposi. Bila
diketahui, terapi harus dihentikan segera.

Miopati akut
Miopati akut telah dilaporkan pada penggunaan kortikosteroid dosis tinggi, biasanya pada pasien
dengan gangguan transmisi neuromuscular, dapat melibatkan otot mata dan/atau otot pernapasan.
Perlu pemantauan kadar keratin kinase; pemulihannya mungkin saja tertunda.

Efek pada mata

Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior, glaucoma


(dengan kemungkinan kerusakan saraf), dan dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi mata.

Gangguan psikiatri

Gangguan yang dapat terjadi seperti depresi, euforia, insomnia, mood swings, dan perubahan
pada kepribadian. Gangguan psikiatrik yang telah ada sebelumnya dapat saja diperburuk oleh
penggunaan kortikosteroid.

Penggunaan prednison (dan obat-obatan kortikosteroid lainnya) dalam dosis besar dan/atau
jangka panjang perlu diiringi dengan tapering-off. Bila obat ini dihentikan secara tiba-tiba, dapat
terjadi gejala penarikan (withdrawal symptoms) berupa kelelahan, nyeri pada sendi, lemah otot,
kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, demam, hipoglikemia, hipotensi, dan dehidrasi.

Berikut ini salah satu cara untuk tapering-off prednison:

Hari ke-1: 30 mg per hari,dibagi menjadi 10 mg saat makan pagi, 5 mg saat makan siang, 5 mg
saat makan malam, 10 mg sebelum tidur

Hari ke-2: 5 mg saat makan pagi, 5 mg saat makan siang, 5 mg saat makan malam, 10 mg
sebelum tidur

Hari ke- 3: 5 mg 4 kali sehari (pada waktu makan dan sebelum tidur)

Hari ke- 4: 5 mg 3 kali sehari (pada saat makan pagi, saat makan siang, dan sebelum tidur)

Hari ke- 5: 5 mg 2 kali sehari (saat makan pagi dan sebelum tidur)

Hari ke- 6: 5 mg saat makan pagi

Artikel ini bukanlah pengganti konsultasi masalah terapi. Bila Anda mengalami masalah terkait
penggunaan prednison, silakan konsultasikan dengan dokter atau apoteker.

Semoga bermanfaat.

Referensi

Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L. 2008. Drug Information Handbook 17th
Edition. Lexi-comp

Anda mungkin juga menyukai