Anda di halaman 1dari 15

Yolla Cahya Apischa

240210150019

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh


sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan
memerlukan pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat di
dalamnya. Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba. Efek
yang ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan.
Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang
digunakan untuk mematikan mikroba (Kamaluddin, 2008).
Pengawetan menggunakan suhu tinggi adalah proses-proses komersial
dimana penggunaan panas terkendali dengan baik, salah satu contohnya seperti
sterilisasi, pasteurisasi, dan blansing. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
pada pemakaian suhu tinggi, yaitu: mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat
membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan, perhatikan panas yang
digunakan karena dapat menurunkan nilai gizi makanan dan faktor-faktor
organoleptik seperti cita rasa yang dapat berubah dengan cepat (Kamaluddin,
2008).
Praktikum yang dilakukan pada kali ini yaitu tentang pengaruh pemanasan
terhadap aktivitas enzim dan sifat organoleptik produk. Sampel yang digunakan
yaitu kubis, buncis, dan tomat. Ada dua pengujian yang dilakukan pada praktikum
yaitu uji organoleptik dan uji peroksida. Perlakuannya sendiri ada beberapa
macam yaitu tanpa blansing, blansing kukus serta blansing rebus dengan
perbedaan waktu blansing untuk mengetahui blansing jenis mana yang paling
efektif untuk menginaktifkan enzim dengan menghasilkan sifat yang baik.
Sebelum melakukan blansing, air dididihkan terlebih dahulu didalam panci
stainless steel dan dandang. Panci yang terbuat dari stainless steel dapat mencegah
pencoklatan bahan pangan akibat reaksi non-enzimatis. Sampel disiapkan dan
dicuci. Kemudian amati terlebih dahulu warna, aroma dan tekstur. Setelah itu
sampel dipotong sesuai ketentuan seperti kubis diiris lebar 3 mm, buncis dipotong
menjadi dua, tomat dibiarkan utuh, kentang dan wortel dipotong dadu.
Yolla Cahya Apischa
240210150019

4.1 Blansing
Menurut Buckle (1984) blansing merupakan suatu cara pemanasan
pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada
suhu kurang dari 100o C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas
atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 93o C selama 3 5 menit.
Proses blansing yang dilakukan dapat mempengaruhi sifat fisik dari bahan dan
aktivitas enzim yang terjadi pada bahan tersebut.
Blansing penting bagi sayuran yang akan diawetkan dengan cara
pembekuan karena pembekuan hanya memperlambat aktivitas enzim tanpa
menghentikannya. Suhu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan (inaktivasi) pada
enzim. Peningkatan suhu hingga suhu tertentu dapat meningkatkan kecepatan
reaksi. (Tjahjadi dan Marta, 2008)
Tujuan dari blansing menurut Tjahjadi (2008) yaitu untuk menonaktifkan
enzim terutama polifenoloksidase (penyebab pencokelatan enzimatis),
lipoksigenase (penyebab ketengikan), ascorbic acid oxidase (penyebab
penguraian vitamin C), serta katalase dan peroksidase (keduanya dipakai sebagai
indikator kecukupan blansing). Selain itu blansing juga dapat menghilangkan
kotoran yang melekat, mengurangi jumlah mikroorganisme, melenturkan jaringan
hingga mudah memasukannya ke dalam kemasan, menghilangkan bau dan flavor
yang tidak dikehendaki, menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran
dan memperbaiki warna produk, contohnya memantapkan warna hijau sayur-
sayuran.
Proses blansing yang dilakukan dapat mempengaruhi sifat fisik dari bahan
dan aktivitas enzim yang terjadi pada bahan tersebut. Faktor-faktor yang
memengaruhi blansing adalah :
Suhu, jika suhunya tinggi maka sayuran dan buah-buahan yang telah
diblansing tidak mudah membusuk.
Waktu blansing dapat memengaruhi kelembutan tekstur, daya
pengupasan kulit dan kemudahan untuk memotong daging buah dan sayuran.
Volume Air yang banyak membuat buah dan sayuran menyerap air lebih
banyak. Sehingga kandungan air dalam buah dan sayuran lebih banyak. Dan
daging buah dan sayuran lebih mudah untuk dipotong.
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Proses blansing yang dilakukan dengan beberapa perlakuan, yaitu blansing


dengan cara dikukus dan blansing dengan cara direbus serta di bandingkan dengan
sampel tanpa perlakuan. Blansing dengan cara dikukus dilakukan dengan cara
memanaskan air dalam dandang hingga mendidih (1000C). Air yang telah
mendidih diukur suhunya menggunakna thermometer kemudian masukkan sampel
yang telah diiris dan sudah dibungkus juga diikat kain saring, dandang ditutup dan
ditunggu selama waktu yang telah ditentukan. Setelah waktu itu, sampel diangkat
dan dicelupkan kedalam air es selama 3 menit, kemudian diamati tekstur warna
dan aroma. Sampel diiris bertujuan memperluas permukaan sehingga pindah
panas yang terjadi dapat lebih cepat dan merata. Sampel direndam kedalam air es
bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzim dan bertujuan untuk mencegah
overcooked dan mencegah tumbuhnya mikroorganisme yang tahan panas.
Blansing rebus dilakukan dengan cara memanaskan air hingga suhu 64 0C,
kemudian sampel direndam kedalam air tersebut dan panci ditutup. Setelah
blansing cukup waktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan
cepat-cepat didinginkan dengan es batu atu air es selama 3 menit hal ini untuk
pengkondisian agar kontak antara bahan dengan air es merata sehingga penurunan
suhu yang terjadi pada bahan tersebut pun merata, dan reaksi kimia yang terjadi
selama proses blansing segera terhenti. Perebusan tidak boleh terlalu lama karena
akan menurunkan kadar gizi dari bahan makanan.
Berikut adalah hasil pengamatan dari pemanasan yang dilakukan dengan
sampel kubis, buncis, tomat, kentang dan wortel.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Organoleptik
Ke
Sampel Perlakuan Warna Aroma Tekstur
l
Tanpa Khas
Orange segar Keras
perlakuan wortel ++
Khas
Kukus 6 Orange tua wortel+++ Lunak
1 +
& Wortel Khas
Rebus 4 Orange +++ Keras +++
6 wortel
Khas
Rebus 6 Orange ++ Keras ++
wortel
Khas
Rebus 8 Orange + Keras +
wortel
2 Kentang Tanpa Kuning cerah Khas Keras
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Ke
Sampel Perlakuan Warna Aroma Tekstur
l
perlakuan kentang
Khas
Kukus 6 Kuning pucat kentang Lunak
kukus
& Kuning pudar Khas
Rebus 4 Keras
7 + kentang
Kuning pudar Khas
Rebus 6 Sedikit keras
++ kentang
Kuning pudar Khas
Rebus 8 lembek
+++ kentang
Tanpa Putih Khas kol +
renyah
perlakuan kehijauan +
Putih
Kukus 1,5 Khas kol Lunak
kehijauan
3
Putih
& Kubis Rebus 0,5 Khas kol + Lunak
hijau ++
8
Khas kol +
Rebus 1,5 Putih hijau + Lunak +
+
Putih hijau + Khas kol +
Rebus 5 Lunak ++
++ ++
Tanpa Khas
Hijau muda Keras ++
perlakuan buncis
Khas
Kukus 9 Hijau tua Keras +
buncis +++
4
Hijau cerah + Khas
& Buncis Rebus 1 Keras ++
++ buncis ++
9
Hijau cerah + Khas
Rebus 3 Keras +
+ buncis +++
Khas
Rebus 9 Hijau cerah + Keras
buncis +++
Tanpa Merah
Khas tomat Keras
perlakuan kekuningan
Aroma
Merah Lunak &
Kukus 2 tomat
kekuningan keriput
sedikit
5
Merah Khas tomat
& Tomat Rebus 1 Lunak +
Orange +
10
Merah Khas tomat
Rebus 2 Lunak ++
Orange pudar ++
Merah
Khas tomat
Rebus 3 Orange pudar Lunak +++
+++
++
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Tabel.2 Organoleptik Tanpa Perlakuan


Kel
Sampel Perlakuan Warna Aroma Teksture
.
1 Wortel Tanpa Perlakuan Orange Khas wortel ++ Keras
2 Kentang Tanpa Perlakuan Kuning cerah Khas kentang Keras
3 Kubis Tanpa Perlakuan Putih kehijauan Khas kol ++ Renyah
4 Buncis Tanpa Perlakuan Hijau muda Khas buncis Keras ++
5 Tomat Tanpa Perlakuan Merah kekuningan Khas tomat Keras
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)
Berdasarkan Tabel 1. Hasil Pengamatan Organoleptik hasil pengamatan,
warna wortel tapa perlakuan tampak orange dan aromanya khas ++ dengan tekstur
yang keras. Warna wortel menjadi lebih tua setelah dilakukan blansing kukus
selama 6 menit dan warna wortel menjadi leih cerah saat dilakukan
pemblansingan rebus selama 4, 6 dan 8 menit. Warna wortel menjaid lebih cerah
karena secara langsung wortel bersentuhan dengan air didalam panci sehingga
pigmen wortel ikut larut dalam air. Aroma wortel tanpa perlakuan yaitu khas
wortel, setelah di lakukan blansing kukus dan rebus aromanya tetap stabil masih
sangat tercium khas dari wortel tersebut. Kemudian wortel yang tidak diberi
perlakuan teksturnya sangat keras, setelah diberikan perlakuan blansing kukus
teksturnya menadi lunak begitu juga saat diberikan perlakuan blansing rebus
dengan waktu yang berbeda-beda, semakin lama direbus maka teksturnya semakin
lunak. Pelunakan tekstur wortel dikarenakan adanya peregangan jaringan akibat
pemanasan dan osmosis air. Jika dibandingkan, wortel blansing yang paling baik
terjadi pada perlakuan blansing rebus selama 4 menit, dimana warna yang
dihasilkan tidak terlau tua dna tidak terlalu muda, aroma khas masih tercium serta
tekstur yang tidak terlalu lunak.
Selain melakukan blansing terhadap wortel, blansing juga dilakukan
terhadap kentang. Warna kentang yang diblansing kukus selama 6 menit tampak
pucat sedangkan warna kentang yang diblansing rebus dengan waktu 4,6 dan 8
menit semakin lama semakin pudar warnanya, berbeda dengan kentang tanpa
perlakuan tampak kuning cerah. Warna yang semakin pudar setelah blansing ini
dpaat karena pigmen ikut larut pada air. Aroma kentang tanpa perlakuan, setelah
di blansing kukus dan setelah diblansing rebus tampak stabil bahkan semakin
Yolla Cahya Apischa
240210150019

kuat. Tekstur kentang tanpa perlakaun begitu keras, setelah dilakukan bansing
kukus tampak lunak. Sedangkan setelah diberikan blansing rebus semakin lunak
seiring semakin lamanya perebusan. Jika dibandingkan, kentang blansing yang
paling baik terjadi pada perlakuan blansing rebus selama 4 menit, dimana warna
yang dihasilkan tidak terlalu pudar, aroma khas masih tercium serta tekstur yang
tidak terlalu lunak.
Warna kubis tanpa perlakuan putih kehijauan, aromanya khas kol ++ dan
teksturnya renyah. Setelah diblansing kukus selama 1,5 menit warnanya menjadi
putih kehijauan yang tampak lebih terang dari sebelumnya masih tercium aroma
khas kol dan teksturenya melunak. Kemudian kubis diblansing rebus selama 0,5
menit, warnanya putih hijau ++ artinya lebih baik dari warna sebelumnya,
aromanya sangat khas da teksturnya lunak. Kemudian dilakukan blansing rebus
dengan waktu 1,5 menit yang menunjukan warna masaih stabil, aromanya
menjadi lebih khas dan teksturnya menjadi lebih lunak dari sebelumnya. Blansing
rebus selama 5 menit kurang baik karena terjadi diskolorasi warna yang
menyebabkan warna hijau semakin cerah dan tekstur sangat lunak namun aroma
menjadi sangat khas. Tekstur kubis yang diberi perlakuan blansing rebus semakin
lunak seiring dengan semakin lamanya waktu blansing yang dilakukan. Hal ini
dapat disebabkan oleh air yang masuk semakin banyak. Blansing juga dapat
melunakkan jaringan bahan, sehingga semakin lama waktu blansing bahan
menjadi semakin lunak. Warna kubis yang diberi perlakuan blansing rebus lebih
tinggi intensitasnya dibandingkan dengan kubis tanpa perlakuan. Semakin lama
waktu blansing, intensitas warna putih kehijauan pada kubis semakin meningkat.
Hal ini dapat disebabkan oleh perlakuan blansing dapat memperbaiki warna
produk, salah satunya adalah memantapkan warna hijau pada sayuran. Aroma
kubis yang diberi perlakuan blansing semakin kuat jika dibandingkan dengan
aroma kubis tanpa perlakuan. Aroma kubis yang diberi perlakuan blansing rebus
juga lebih kuat jika dibandingkan dengan kubis yang diberi perlakuan blansing
kukus. Semakin lama waktu blansing rebus yang dilakukan, aroma kubis menjadi
semakin kuat. Hal ini menunjukkan bahwa blansing dapat memperbaiki aroma
kubis, dengan kata lain meningkatkan aroma kubis. Jika dibandingkan, kubis
blansing yang paling baik terjadi pada perlakuan blansing rebus selama 0,5 menit,
Yolla Cahya Apischa
240210150019

dimana warna yang dihasilkan tidak terlalu cerah, aroma khas masih tercium serta
tekstur yang tidak terlalu lunak.
Tekstur buncis tanpa perlakuan lebih keras jika dibandingkan dengan buncis
yang diberi perlakuan blansing. Hal ini dapat disebabkan oleh perlakuan blansing
yang dapat melunakkan jaringan bahan, sehingga bahan menjadi lebih lunak.
Buncis yang diberi perlakuan blansing rebus teksturnya lebih lunak dibandingkan
dengan buncis yang diberi perlakuan blansing kukus. Semakin lama waktu
blansing rebus yang dilakukan, semakin lunak tekstur buncis tersebut. Hal ini
dapat disebabkan oleh air yang masuk ke dalam bahan lebih banyak, sehingga
bahan menjadi semakin lunak. Warna hijau pada buncis yang tidak diberi
perlakuan menunjukan warna hijau muda sedangkan buncis yang diblansing
kukus selama 3 menit menunjukan warna hijau tua, sedangkan buncis yang
diberikan perlakuan blansing rebus dengan interval waktu 1, 3 dan 9 menit
menunjukan semakin lama waktu perebusan semakin cerah warna hijaunya.
Warna hijau buncis semakin berkurang seiring dengan semakin lamanya waktu
blansing rebus yang dilakukan. Tercium aroma khas buncis pada buncis yang
tidak diberi perlakuan, semakin lama pemblansingan maka aroma buncis semaki
khas. diberi perlakuan blansing lebih kuat dibandingkan dengan buncis tanpa
perlakuan. Jika dibandingkan, buncis blansing yang paling baik terjadi pada
perlakuan blansing rebus selama 1 menit, dimana warna yang dihasilkan tidak
terlalu cerah, aroma khas masih tercium serta tekstur yang tidak terlalu lunak.
Warna tomat tanpa perlakuan berwarna merah kekuningan, aroma khas
tomat sangat menyengat dan tekstur masih keras. Setelah diblansing rebus selama
1 menit warna merah pada tomat semakin cerah menjadi merah orange dan aroma
khas tomat masih tercium serta tekstur lunak. Setelah diblansing rebus selama 2
menit warna merah orange mulai pudar, arma tomat masih tetap khas dan tekstur
lebih lunak. Setelah diblansing selama 6 menit warna merah orange semakin
sangat pudar tetapi aroma masih tercium sangat khas dan tekstur menjadi sangat
lunak. Tekstur semakin lunak dikarenakan air masuk kedalam jaringan tomat
sehingga jaringan tomat yang kaku menjadi pecah yang menyebabkan buah tomat
semakin lunak atau karena peregangan jaringan akibat pemanasan dan osmosis air.
Biasanya pemblansingan pada tomat dilakukan untuk mempermudah pengupasan
Yolla Cahya Apischa
240210150019

kulit pada tomat. Tomat menjadi memudar karena memiliki pigmen antosianin.
Warna yang memudar dapat disebabkan karena pigmen larut dalam air yang
digunakan selama proses blansing. Hal ini juga menunjukkan semakin lama waktu
blansing, maka tekstur semakin lunak, dan aroma khas tomat tetap stabil. Tomat
yang dilakukan blansing kukus diberi perlakuan selama 2 menit, warna merah
pada tomat tidak terlalu cerah hanya merah kekuningan, aroma khas tomat tidak
terlalu tercium hanya sedikit, tekstur yang dihasilkan lunak dan kriput
dibandingkan tekstur tanpa perlakuan. Jika dibandingkan, tomat blansing yang
paling baik terjadi pada perlakuan blansing rebus selama 1 menit, dimana warna
yang dihasilkan semakin merah, aroma khas masih tercium serta tekstur yang
tidak terlalu lunak. Blansing kukus melakukan pemanasan dengan menggunakan
uap air sehingga tekstur yang dihasilkan tidak terlalu lunak karena pemanasan
dengan blansing rebus apabila terlalu lama akan mengakibatkan tekstur sangat
lunak.
Lamanya proses blansing dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis
bahan, ukuran dan bentuk bahan, suhu, rasio air dalam bahan, ketebalan tumpukan
bahan dan medium blansing. Bahan yang berukuran lebih besar atau lapisan bahan
yang tebal diperlukan waktu blansing yang lebih lama karena diperlukan penetrasi
lebih lama. Blansing dalam medium air memerlukan waktu lebih singkat
dibandingkan dengan blansing menggunakan uap air karena penetrasi lebih cepat
terjadi dalam medium air. Pada pengkukusan lebih sulit tercapai suhu yang
seragam apabila bahan berjumlah banyak atau berukuran besar. Sebaliknya
blansing rebus memungkinkan kehilangan komponen yang larut dalam air lebih
besar daripada dengan blansing kukus.
Sayuran yang telah diblansing segera di celupkan dalam air es selama 3
menit. Hal ini dilakukan untuk menghentikan proses pematangan pada sayur.
Ketika sayur dingkat setelah blansing dan masih dalam keadaan panas maka
proses pematangan masih tetap berlangsung. Blansing dengan menggunakan
medium air memungkinkan kehilangan komponen-komponen larut air dari bahan
lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan uap air. Itulah yang
menyebabkan sayuran dengan perlakuan blansing rebus mengalami perubahan
Yolla Cahya Apischa
240210150019

yang lebih besar dibanding dengan sayuran dengan perlakuan blansing kukus.
Waktu yang diperlukan oleh setiap sayuran dalam proses blansing pun beragam.
Menurut referensi yang didapat dari (Estiasih, 2009) kelebihan proses
blansing dengan rebus adalah pada proses blansing dapat ditambahkan bahan-
bahan yang diperlukan untuk proses pengolahan seperti garam atau natrium
bikarbonat untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan. Kekurangan metode
ini adalah kehilangan komponen bahan pangan yang bersifat larut dalam air
seperti vitamin larut air (Vitamin B dan C), karbohidrat seperti gula sederhana,
protein larut air, pigmen, dan mineral. Kelebihan penggunaan metode blansing
kukus dibandingkan dengan metode rebus adalah kehilangan komponen bahan
pangan akibat proses pelarutan dapat dihindari. Kekurangan metode blansing
dengan kukus ini adalah pada proses blansing tidak dapat ditambahkan bahan-
bahan tertentu untuk mencegah perubahan warna sayuran.
Blansing dengan menggunakan medium air memungkinkan kehilangan
komponen-komponen larut air dari bahan lebih besar jika dibandingkan dengan
menggunakan uap air. Itulah yang menyebabkan sayuran dengan perlakuan
blansing rebus mengalami perubahan yang lebih besar dibanding dengan sayuran
dengan perlakuan blansing kukus. Waktu yang diperlukan oleh setiap sayuran
dalam proses blansing pun beragam. Kubis dan tomat merupakan sayuran dengan
waktu tercepat dalam proses blansing. Hal ini disebabkan tekstur dari kedua jenis
sayuran tersebut yang lunak, serta kandungan air yang cukup tinggi (Kamaluddin,
2008).
Jenis enzim yang tahan panas pada sayuran adalah katalase dan peroksidase.
Jika enzim-enzim ini sudah nonaktif, maka enzim-enzim penyebab kerusakkan
lainnya juga sudah nonaktif, karena itu kedua enzim ini dijadikan indikator
kecukupan blansing. (Tjahjadi dan Marta, 2008)
Adanya sejumlah enzim terutama katalase dan peroksidase yang bersifat
heat-resistant dalam buah-buahan dan sayuran, dapat menimbulkan perubahan
yang tidak dikehendaki selama masa penyimpanan. Agar perubahan tidak terjadi
maka aktivitas enzim harus ditekan, cara yang lazim dilakukan untuk inaktivasi
enzim tersebut adalah dengan melakukan blansing buah-buahan dan sayur-
sayuran tersebut sebelum diproses lebih lanjut.
Yolla Cahya Apischa
240210150019

4.2 Uji Peroksidase


Uji peroksidase dilakukan untuk mengetahui kadar enzim peroksidase pada
sayuran yang diblansing. Enzim peroksidase adalah salah satu enzim dalam
pangan yang berpengaruh terhadap terbentuknya pencoklatan enzimatis. Pada
suhu 45 C enzim mulai terdenaturasi dan pada suhu 60 C mengalami
dekomposisi. Enzim peroksidase merupakan salah satu enzim yang tahan panas.
Pada uji peroksidase ini H2O2 berfungis sebagai penerima oleh reaksi yang
dikatalis oleh peroksidase, dan senyawa AH 2 sebagai donor atom hidrogen.
Guaiacol berfungsi sebagai donor hidrogen. Reaksi yang terjadi adalah:
peroksidase
4 guaiakol + 4H2O2 Tetraguaiacol + 8H2O
peroksidase
H2O2 + AH2 2H2O + A
Pada reaksi ini tidak ada oksigen molekul yang terbentuk. Kerja enzim
peroksidase dalam sayuran berguna untuk pendeteksian kefektifan pemutihan,
sedangkan enzim tersebut dapat juga merusak sayuran sehingga mengakibatkan
bau rasa yang menyimpang. Selain itu juga berguna dalam penentuan glukosa
dalam suatu bahan pangan yang dikombinasikan dengan glukosa peroksidase.
Kerja enzim peroksidase dalam buah yaitu mengakibatkan terjadinya pencoklatan
(deMan, 1997). Adanya penambahan larutan gualikol merupakan senyawa fenol
yang dapat mengetahui pengaruh pencoklatan enzimatis pada sampel, sedangkan
larutan H2O2 merupakan hidrogen peroksidase, apabila dalam sampel terdapat
enzim peroksidase, maka larutan H2O2 akan diuraikan dan akan membentuk warna
merah coklat.
Pemanasan dengan waktu tertentu dapat meningaktivasi seluruh enzim
peroksidase ataupun hanya sebagian tergantung kadar yang terkandungnya. Uji
peroksidase dilakukan untuk mengetahui proses blansing yang mana yang paling
efektif untuk menonaktifkan enzim, prinsip dari uji peroksidase adalah jika pada
buah atau sayur masih banyak enzim yang aktif, maka warna dari buah atau sayur
tersebut akan berwarna lebih coklat karena enzim pada buah atau sayur tersebut
tidak cukup untuk menghidrolisis hidrogen peroksida yang diteteskan pada
percobaan (Winarno, 1982).
Pengujian peroksida dengan cara diambil 10 gram dari sampel yang sudah
diblansing sebelumnya kemudian dihancurkan dan ditambahkan 30 ml aquades.
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Kemudian disaring menggunakan kertas saring. Disiapkan 6 tabung reaksi dimana


satu tabung reaksi digunakan untuk membuat blanko setiap sampel dengan
penamabahan 11 mL aquades, 1 mL gualikol 1% dan 1 mL H 202 0,08% kemudian
diaduk dan diamkan 3,5 menit. Sedang 5 tabung reaksi lain digunakan untuk uji
perokdase dari sampel yang sudah di blansing kuku, diblansing rebus dan dari
sampel yang tanpa perlakuan. Pipet filtratnya dari hasil penyaringan sebanyak 1
mL lalu dimasukkan ke dalam masing-masing tabung rekasi. Selanjutnya
ditambahkan 10 mL aquades, 1 mL gualikol 1% dan 1 mL H 2O2 0,08%. Larutan
gualikol 1% ini berfungsi sebagai pendonor hidrogen sedangkan fungsi H 2O2
0,08% sendiri adalah sebagai penerima reaksi yang dikatalis oleh peroksidase dan
senyawa AH2 sebagai donor atom hydrogen. Lalu diaduk dan didiamkan selama
3,5 menit dan diamati perubahan yang terjadi. Hasil pengamatan yang didapat
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Peroksidase
Ke
Sampel Perlakuan Warna Gambar
l
Blanko Bening
1 Tanpa perlakuan Orange muda +++++
Kukus 6 Orange muda ++++
& Wortel
Rebus 4 Orange muda +++
6 Rebus 6 Orange muda ++
Rebus 8 Orange muda +
Blanko Bening
Orange kecoklatan +
Tanpa perlakuan
+++
2 Orange kecoklatan +
Kukus 6
& Kentang ++
7 Orange kecoklatan +
Rebus 4
+
-
Rebus 6 Orange kecoklatan +
Rebus 8 Orange kecoklatan
3 Kubis Blanko Bening
& Orange kecoklatan +
Tanpa perlakuan
8
Orange kecoklatan +
Kukus 1,5
+
Rebus 0,5 Coklat +++
Rebus 1,5 Coklat ++
Rebus 5 Coklat (bening)
Yolla Cahya Apischa
240210150019

menit yang paling menghasilkan warna bening dan paling mendekati warna
Ke
Sampel Perlakuan Warna Gambar
l
blanko. Menurut teori, semakin warnanya mendekati warna blanko berarti larutan
tersebut paling baik menghilangkan enzim peroksidase. Hal ini tidak sesuai
Blanko
dengan literatur, dimana Coklatkubis
seharusnya larutan + tanpa perlakuan blansing
Tanpa perlakuan Coklat +++
menghasilkan warna coklat yang paling pekat, yang menandakan enzim masih
beraktivitas (aktif) sedangkan
Kukus 9 larutan kubis
Coklatyang
++ paling bening sudah sesuai
literature karena terjadi pada larutan kubis yang di blansing rebus 5 menit yang
4
Rebus 1 Orange muda +++
berarti
& aktivitas enzim semakin rendah. Kubis yang diblansing rebus lebih efektif
Buncis Rebus 3 Orange muda ++
9
menonaktifkan enzim peroksidase karena pada blansing rebus enzim tersebut larut
di dalam air, sampel tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih sehingga enzim
Rebus 9 Orange muda +
tersebut keluar dari jaringan sayur dan larut di dalam air.
Begitu juga dengan sampel wortel, kentang, buncis dan tomat. Rata-rata dari
Blanko warna yangBening
sampel tersebut menunjukan mendekati blanko pada perlakuan
Merah kecoklatan +
blansing
5 rebus dengan waktu yang paling lama dari setiap sampel, sehingga
Tanpa perlakuan
++
&
sampel Tomat
tersebut adalah yang paling efektif untuk menonaktifkan enzim
10
peroksidase dan hal Kukus 2 sesuaiMerah
ini sudah kecoklatan
dengan literatur.+Wortel, buncis dan tomat
tanpa perlakuan menunjukan warna yang coklat pekat yang berarti filtrat sampel
Bening merah
tersebut tidak efektifRebus 1
menonaktifkan enzim peroksidase
kecoklatan ++ dan sudah sesuai dengan
5
literature. Sedangkan untuk sampel Bening
kentangmerah
tanpa perlakuan menunjukan warna
& Tomat Rebus 2
orange
10 cerah yang tidak sesuai dengan literatur. +
kecoklatan
Bening merah
BerdasarkanRebus 3
prosedur yangkecoklatan
dilakukan, maka filtrat sayuran yang
mengandung enzim peroksidase akan berwarna coklat pekat. Sampel yang
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)
semakin tidak menghasilkan warna cokelat menunjukan sampel dengan
pemanasan tersebut paling efektif menginaktifasi enzim. Dalam uji peroksidase
diamati perubahan warna yang terjadi. Bebebrapa sampel menunjukan adanya
busa timbul hal ini karena reaksi antara enzim peroksidase dengan H2O2. Melalui
hasil pengamatan dapat dilihat bahwa semakin lama perlakuan blansing maka
warna dari larutan akan semakin bening atau coklat muda. Warna yang bening
menunjukkan bahwa pada sampel sudah tidak terdapat enzim peroksidase. Waktu
pemanasan pun berpengaruh, semakin lama pemanasan maka larutannya semakin
baning karena enzim peroksidanya habis. Perbedaan hasil dengan teori dapat
Yolla Cahya Apischa
240210150019

disebabkan karena berbagai faktor, antara lain lama pemanasan dan suhu yang
tidak sesuai.
Enzim peroksidase dapat dijadikan parameter kecukupan blansing dilihat
dari perubahan warna. Apabila enzim peroksidasenya sudah tidak ada dengan
berubahnya warna menjadi bening maka blansing sudah cukup lama karena enzim
perokdase sudah inaktif. Sedangkan apabila warna larutan coklat yang
menandakan enzim perokdase masih ada maka blansing tidak terlalu lama atau
suhu yang diberikan tidak terlalu panas sehingga enzim masih ada dalam sampel
tersebut.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum mengenai pengaruh
pemansan terhadap aktivitas enzim dan sifat organoleptik produk adalah sebagai
berikut:
1. Lamanya proses blansing dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis
bahan, ukuran dan bentuk bahan, suhu, rasio air dalam bahan, ketebalan
tumpukan bahan dan medium blansing.
2. Setiap sampel memiliki metode dan waktu yang berbeda agar terlihat bagus,
rata-rata dengan blansing rebus dan waktu paling singkat menunjukan
organoleptik yang bagus dari setiap sampel.
3. Wortel dan kentang yang paling baik terjadi pada perlakuan blansing rebus
selama 4 menit, dimana warna wortel semakin orange dan kentang semakin
kuning, aroma khas masih tercium serta tekstur yang tidak terlalu lunak.
4. Kubis yang paling baik terjadi pada perlakuan blansing rebus selama 0,5
menit, dimana warna kubis tampak putih kehijauan segar, aroma khas masih
tercium serta tekstur yang tidak terlalu lunak
5. Buncis dan tomat yang paling baik terjadi pada perlakuan blansing rebus
selama 1 menit, dimana warna buncis semakin hijau cerah dan tomat semakin
merah orange, aroma khas masih tercium serta tekstur yang tidak terlalu lunak.
6. Filtrat sayuran yang mengandung enzim peroksidase akan berwarna coklat
pekat. Sampel yang semakin tidak menghasilkan warna cokelat (bening)
Yolla Cahya Apischa
240210150019

menunjukan sampel dengan pemanasan tersebut paling efektif menginaktifasi


enzim. Semakin lama waktu blansing, maka tekstur semakin lunak, dan aroma
khas semakin meningkat.
7. Wortel, kentang, kubis, buncis dan tomat menunjukan warna yang mendekati
blanko pada perlakuan blansing rebus dengan waktu yang paling lama dari
setiap sampel, sehingga sampel tersebut adalah yang paling efektif untuk
menonaktifkan enzim peroksidase.
8. Wortel, buncis dan tomat tanpa perlakuan menunjukan warna yang coklat
pekat yang berarti filtrat sampel tersebut tidak efektif menonaktifkan enzim
peroksidase sedangkan untuk sampel kentang dan kubis tanpa perlakuan
menunjukan warna orange cerah yang tidak sesuai dengan literatur.
5.2 Saran
Perlakuan dan waktu proses blansing harus disesuaikan dengan jenis, ukuran
pemotongan dan kualitas dari buah dan sayur tersebut agar karakteristik yang
diinginkan tetap tercapai dan enzim peroksidasenya juga inaktif.
Yolla Cahya Apischa
240210150019

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., Wooton, M. 1984. Ilmu Pangan
(Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono). Universitas Indonesia Press,
Jakarta.

De Man. 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua, Penerbit ITB, Bandung.

Estiasih, T. dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. PT. Bumi


Aksara. Hal. 236-237, Jakarta.

Kamaludin. 2008. Pengawetan Dengan Suhu Tinggi. Available at:


www.kamaludin86.com (Diakses pada tanggal 23 November 2016).

Tjahjadi, Carmencita. 2008. Pengantar Teknologi Pangan (Volume I). Jurusan


Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian.
Universitas Padjajaran. Jatinangor.

Thahjadi, C. dan Marta. H. 2008. Pengantar Teknologi Pangan : Volume 1 & 2.


Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Tjahjadi, C. dan Marta. H. 2011. Buku ajar Pengantar Teknologi Pangan. FTIP
Unpad, Sumedang.

Winarno, F.G.. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai