Anda di halaman 1dari 21

Yolla Cahya Apischa

240210150019

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Sistem dispersi bahan pangan adalah sistem campuran antara dua komponen
dengan ukuran lebih besar dari larutan sejati, tetapi lebih kecil dari ukuran
komponen dalam campuran kasar (sistem koloid). Sistem dispersi dapat diartikan
pula sebagai sistem dimana suatu zat tersebar merata (fase terdispersi) di dalam
zat lain (fase pendispersi atau medium). Fase terdispersi bersifat diskontinyu
(terputus-putus) sedangkan pendispersi bersifat kontinyu. Fase kontinyu
umumnya air atau minyak (Arsyad, 2001).
Sistem dispersi terdapat pula dalam pengolahan bahan pangan. Dispersi
tersebut disebut dispersi pangan, dispersi bahan pangan yaitu sistem pangan yang
terdiri dari satu atau lebih fase terdispersi atau fase diskontinyu dalam suatu fase
kontinyu. Fase terdispersi dapat berupa kristal bahan padat yang amorf, fragmen-
fragmen sel, sel utuh, tetesan dari suatu cairan ataupun gas. Beberapa bahan kimia
dalam makanan tidak dapat membentuk suatu larutan, tetapi hanya terdispersi
dalam air (Winarno, 1992).
Dispersi pangan dapat diklasifikasi lebih lanjut berdasarkan ukuran kondisi
fisik dari pertikel-partikel yang terdispersi, yaitu dispersi koloidal, dispersi kasar
dan larutan (dispersi molekul).
Praktikum yang dilakukan pada kali ini yaitu mengenai sistem dispersi
pangan. Pengujiannya meliputi uji larutan, dispersi kasar, sol, busa, busa padat,
kestabilan emulsi dan pengaruh pemanasan terhadap emulsi dan stabilitas relatif
zat pengemulsi. Sampel yang digunakan juga bermacam-macam sesuai dengan uji
yang dilakukan.

IV.1 Larutan
Larutan adalah suatu sistem fase tunggal yang mengandung partikel-partikel
berukuran kurang dari 1 nm. Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri
dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut
zat terlarut atau solute, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-
zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solvent (Purnomo, 1995).
Sampel yang digunakan dalam uji sistem disperse jenis larutan ini adalah
gula dan garam. Langkah pengerjaannya yaitu masing-masing sampel, gula dan
Yolla Cahya Apischa
240210150019

garam dengan konstrasi berbeda 10%, 30%, 50%, 70% dan 90%. Dimasukan
kedalam beaker glass kemudian larutkan dalam 20 mL air. Air dalam sistem
pangan memiliki fungsi sebagai pelarut dalam proses pengolahan makanan atau
suatu zat yang dapat mendispersi berbagai senyawa yang ada dalam setiap bahan
makanan. Sampel diaduk bersama air sampai larut dan diamati bagaimana warna,
kejernihan, dan homogenitasnya. Gula dan garam ketika dimasukan ke dalam air
tidak dapat langsung larut dan akan terjadi pengendapan karena gula dan garam
merupakan padatan kristal yang higroskopis, sehingga diperlukan pengadukan
dengan waktu tertentu agar dapat larut dengan baik.
Gula pasir yang berbentuk kristal dan berwarna putih bening disebabkan
karena banyaknya jumlah karbon aktif yang digunakan pada saat proses
penggilingan dan pemurnian gula tersebut, sedangkan untuk ukuran kristal
merupakan akibat dari pengaruh perbandingan gula halus yang digunakan pada
saat tahap pemurnian. Garam mempunyai Bentuk fisik menyerupai dengan bentuk
fisik gula, namun terdapat perbedaan yaitu dari tekstur kehalusannya. Garam
memiliki tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan gula. Hal tersebut dapat
dilihat sebelum pelarutan dimana garam 10% terlihat lebih banyak daripada gula
10% hal ini dikarenakan kristal gula lebih besar dibanding garam. Berikut adalah
tabel hasil pengamatan mengenai larutan:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Larutan


Sampe Kejerniha Homogenita
Warna Waktu Gambar
l n s

Gula Tidak
+++++ Homogen 1, 43
10% berwarna

Bening,
Gula
Putih ++++ Homogen 2, 27
30%
kekuningan

Putih,
Gula
bening, +++ Homogen 3, 25
50%
kekuningan
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Sampe Kejerniha Homogenita


Warna Waktu Gambar
l n s
Putih,
Gula
kekuningan ++ Homogen 5, 25
70%
, bening +

Putih,
Gula
kekuningan + Homogen 5, 26
90%
, bening

Garam
Bening ++ +++++ Homogen 58
10%

Garam
Bening + ++++ Homogen >2
30%

Garam Tidak
Keruh +++ >10
50% homogen

Garam Tidak
Keruh ++ >10
70% homongen

Garam Tidak
Keruh + + >10
90% homogen

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2016)

Berdasarkan hasil pengamatan saat gula dimasukkan ke dalam air, terjadi


pengendapan gula di dasar wadah sehingga diperlukan pengadukan dengan waktu
tertentu agar dapat larut dengan baik. Pengadukan dibutuhkan waktu agak lama
karena adanya daya tarik antara molekul air dengan molekul gula yang rendah.
Sedangkan setelah diaduk, larutan akan membentuk sistem satu fase karena tidak
dapat dibedakan lagi antara zat pelarut dan zat terlarut. Keadaan ini dinamakan
sistem tunggal yang terjadi karena molekul-molekul air bergabung secara ikatan
hidrogen pada gugus polar molekul gula yang terdapat pada permukaan air gula.
Molekul air yang mula-mula terikat pada lapisan pertama ternyata tidak bergerak,
kemudian molekul gula akhirnya dikelilingi lapisan air yang kemudian
Yolla Cahya Apischa
240210150019

melepaskan diri dari kristal. Proses ini yang menyebabkan terjadinya larutan gula
(De Man, 1997).
Berdasarkan data diatas, konsentrasi gula dapat mempengaruhi warna,
homogenitas, serta kejernihan dari larutan tersebut. Semakin tinggi konsentrasi
yang diberikan semakin menurun tingkat kejernihan air seiring dengan
berubahnya warna menjadi lebih keruh atau kuning walaupun gula masih dapat
larut dan homogen dengan air. Namun, apabila ditambahkan gula dengan
konsentrasi yang lebih tinggi kemungkinan terjadinya endapan gula dapat terjadi.
Waktu homogenitas gula 70% dan 90% berbeda satu detik dengan menghasilkan
warna yang sama hal ini terjad karena adanya beda kelarutan yang disebabkan
kuat tidaknya pengadukan yang dilakukan. Pengadukan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kelarutan, dimana molekul-molekul gula ataupun
garam akan lebih cepat melepaskan diri sehingga akan lebih cepat larut (Winarno,
1992).
Begitupula dengan garam, pada proses pelarutan garam dalam air molekul-
molekul air dapat mengurangi daya tarik-menarik antara Na + dan Cl- sedemikian
rupa sehingga tinggal 1% saja dari daya tarik yang terdapat dalam kristal NaCl.
Ion-ion tersebut kemudian terhidrasi dan diungsikan oleh molekul-molekul air,
demikian seterusnya sehingga terjadilah larutan garam. (Winarno, 1992).
Garam pada awalnya berwarna putih dan kasar, saat terbentuk larutan garam
maka seluruh garamnya larut, warnanya menjadi putih bening dengan tingkat
kejernihan lebih jernih dari pada larutan gula namun pada konsenrasi 50%, 70%
dan 90% warnanya mulai keruh, kemungkinan besar hal ini terjadi karena larutan
garam terdiri dari butiran yang terlalu banyak. Larutan garam telah memasuki
kondisi jenuh, sehingga garam pada saat pembentukan larutan tersebut tidak larut
dengan sempurna. Kemungkinan lainnya adalah adanya zat pengotor pada garam
sehingga menjadikan larutan lebih keruh. Sedangkan larutan gula memiliki warna
putih dengan kejernihan di bawah larutan garam. Bila dibandingkan tingkat
homogenitasnya, maka larutan gula memiliki tingkat homogenitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan larutan garam. Hal ini terjadi karena struktur gula
lebih padat dan besar dibandingkan dengan garam.
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa gula dan garam dalam air
memiliki ciri-ciri yaitu homogen dan memiliki satu fasa. Maka, setelah
dilakukannya praktikum ini dapat diketahui bahwa larutan gula dan garam
merupakan larutan sejati dengan fase tunggal karena setelah pengadukan larutan
membentuk sistem satu fase karena tidak dapat dibedakan lagi antara zat pelarut
dan zat terlarut yang memiliki homogenitas tinggi karena tidak terdapatnya
endapan dan larutan yang berwarna bening.

IV.2 Dispersi Kasar


Dispersi kasar merupakan salah satu jenis suspensi yang mengandung
partikel-partikel yang lebih besar dari 100 nm dalam suatu fase kontinyu. Pada
suatu suspensi, salah satu komponen yang ada pada suspensi tersebut memilki
jumlah partikel yang lebih besar dari jumlah komponen lainnya. Partikel dispersi
berbentuk besar atau begitu kompleks sehingga terkadang tidak dapat larut dan
juga tidak dapat membentuk koloid (Muchtadi, 1989).
Sampel yang digunakan dalam pengujian dispersi kasar ini adalah tepung
tapioka. Langkah pengerjaannya adalah tepung tapioka diambil sebanyak 1
sendok makan lalu dimasukkan ke dalam Beaker Glass dan ditambahkan 20 mL
air, campuran tersebut diaduk lalu didiamkan selama 5 menit. Setelah itu diamati,
diaduk kembali lalu diamati. Berikut adalah tabel hasil pengamatan mengenai
disperse kasar:

Tabel 2.HasilPengamatan Dispersi Kasar


Sampel Warna Homogenitas Kejernihan Gambar

Tepung
tapioka 0 Putih Homogen Keruh ++
menit
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Tepung
Tidak
Tapioka 5 Putih Keruh
homogen
Menit

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2016)

Berdasarkan table.2 Hasil Pengamatan Dispersi Kasar, dapat dilihat bahwa


tepung tapioka sebelum dicampur dengan air yaitu berwarna putih, bertekstur
halus, dan bentuknya adalah serbuk (tepung). Kemudian setelah diaduk dengan
batang pengaduk, warna dari campuran tersebut adalah putih keruh, kejernihannya
yaitu keruh, dan homogen. Namun setelah didiamkan selama 5 menit, menjadi
terdapat dua lapisan pada campuran tersebut dimana pada bagian bawah terdapat
endapan dan bagian atasnya adalah bagian larutannya atau dalam kata lain
menjadi tidak homogen karena ada dua bagian yang terpisah. Hal ini terjadi
karena tepung tapioka mempunyai sifat yang tidak larut dalam air yang bersuhu
normal. Selain itu bisa disebabkan karena ukuran partikel zat terdispersi (tapioka)
lebih besar daripada zat pendispersi (air), serta dapat disebabkan karena pengaruh
gaya gravitasi bumi, karena semakin besar ukuran partikel zat terdispersinya maka
semakin cepat mengendap di dalam pelarutnya. Ketika dilakukan pengadukan,
sampel membentuk suspensi, namun ketika didiamkan 5 menit, air dan tapioka
memisah meskipun warna air masih agak keruh. Akan tetapi, ketika diaduk
kembali maka akan terbentuk suspensi kembali. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa suspensi tapioka bersifat heterogen (terdiri dari dua fase, yaitu
tapioka dan air) dan sifatnya pun tidak stabil. Apabil tepung tapioka ini
ditambahkan air panas maka akan terjadi gelatinasi dimana granula pati
membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula.
Standar mutu tepung tapioka di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional
Indonesia SNI 01-3729-1995. Pada mulanya tepung tapioka tidak dapat larut
dalam air, namun setelah diproses menjadi tepung dekstrin menjadi mudah larut.
Dekstrin bermanfaat sebagai bahan pengisi atau pembantu pada industri tekstil,
makanan, dan kertas (Suprapti, 2005). Beberapa senyawa kimia yang terkandung
Yolla Cahya Apischa
240210150019

pada bahan pangan terkadang tidak dapat membentuk suatu larutan, namun hanya
terdispersi dalam air dan membentuk suatu dispersi kasar. Perbedaannya dengan
larutan murni seperti pada garam dan gula yaitu pada ukuran molekulnya, partikel
yang terlibat serta luas permukaan. (Winarno, 1992).

IV.3 Sol
Sol adalah salah satu jenis dispersi koloid yang merupakan campuran yang
berada antara larutan sejati dengan suspensi. Fase terdispersi pada sol yaitu
padatan dan fase pendispersinya adalah cairan. Ukuran partikel koloid berada di
antara partikel larutan dan suspensi, yaitu berkisar antara 1-100 nm (10-7-10-5 cm)
(Muchtadi, 1989). Sol mempunyai fase pendispersi padat dan fase terdispersi cair.
Penyebab dari tidak menyatunya kedua zat emulsi diantaranya perbedaan berat
jenis masing-masing bahan (Winarno, 1992) dan perbedaan tegangan antar
permukaan antara kedua permukaan bahan, antar muka udara-cairan, maupun
cairan-cairan (De man, 1997). Pada praktikum kali ini, sampel yang digunakan
adalah susu skim.
Sampel yang digunakan dalam pengujian sol ini adalah susu skim. Susu
skim Susu skim merupakan sistem dispersi misel kasein (protein agregat) dalam
serum pada susu. Susu skim adalah bagian susu yang rendah lemak karena bagian
susu yang kaya akan lemak (krim) telah diambil sebagian atau seluruhnya
sehingga Susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal. Susu skim
mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin
yang larut dalam lemak. Susu skim memiliki butiran-butiran yang besar
dibandingkan dengan susu bubuk full cream, warnanya putih gading dan
teksturnya kasar.
Langkah pengerjaannya yaitu diambil susu skim sebanyak 1 sendok makan
lalu dimasukkan ke dalam Beaker Glass. Selanjutnya adalah penambahan air
hangat sekitar 50C sebanyak 10 mL dan diaduk sampai larut, lalu diamati
homogenitasnya dan dibandingkan dengan larutan dan disperse kasar. Berikut
adalah tabel hasil pengamatan mengenai uji sol:
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengujian Sol
Kejerniha
Sampel Warna Homogenitas Gambar
n
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Putih-kuning
Susu Bubuk Homogen Keruh
susu

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2016)

Berdasarkan table.3 dapat dilihat bahwa saat susu skim dimasukkan ke


dalam air, susu skim tersebut larut, kemudian setelah diaduk maka secara visual
(makroskopis) larutan terlihat homogen, namun berdasarkan literatur, larutan
bersifat heterogen bila dilihat dengan mikroskop ultra, karena terdiri dari dua fase.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sol bersifat homogen secara
makroskopis dan cukup stabil.
Perubahan yang terjadi saat air hangat ditambahkan pada susu skim adalah
susu tidak larut semua, tetapi setelah dilakukan pengadukan maka susu larut atau
sudah homogen dan berwarna putih kekuningan (susu). Pengadukan dilakukan
untuk mempercepat kelarutan susu dalam air. Penambahan air hangat bertujuan
agar susu tersebut lebih cepat larut karena partikel susu tersebut berukuran lebih
besar dari pada partikel pendispersinya. Digunakan air hangat sekitar 50C agar
meningkatkan kadar kelarutan susu dan apabila diseduh dengan air panas maka
kadar vitaminya akan hilang.
Apabila dibandingkan dengan dispersi kasar, terlihat larutan susu skim ini
memiliki tingkat homogenitas dan jumlah endapan yang berbeda. Partikel koloid
sukar dipisahkan dengan saringan biasa karena ukurannya yang sangat kecil
namun sol ini dapat dipisahkan antara zat terlarut dan pelarut dengan
menggunakan sentrifuse.
Susu skim membentuk suatu dispersi koloidal karena disebabkan oleh
protein susu. Ketidakstabilan suspensi (sol) dipengaruhi oleh perubahan ukuran
partikel dan perubahan penyusunan partikel-partikel terdispersi. Sedangkan bila
dibandingkan dengan pembentukan larutan gula dan garam, pembentukan sol
pada susu skim memerlukan waktu yang lebih singkat dengan pemberian gaya
luar yang sama, yaitu dengan pengadukan. Hal ini berkaitan dengan sifat partikel
susu skim yang mudah larut dalam air. Bila dibandingkan dengan dispersi kasar,
terlihat larutan susu skim ini memiliki tingkat homogenitas dan jumlah endapan
yang berbeda.
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Hal ini membuktikan bahwa hasil pengamatan yang telah diperoleh ternyata
sesuai dengan literatur dimana protein dari susu akan membentuk dispersi
koloidal. Perbedaan sol dengan dispersi kasar yaitu sol lebih homogen. Karena
pada dispersi kasar tapioka mengendap seluruhnya. Berdasarkan tingkat
homogenitasnya antara larutan, dispersi kasar, dan sol dari yang paling tinggi
didapat hasil:
Larutan > Dispersi kasar > Sol
Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa larutan merupakan
larutan yang bersifat sejati, dispersi kasar merupakan larutan yang tidak
sempurna, sedangkan sol bukan merupakan larutan sejati.

IV.4 Busa
Koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut busa. Hanya ada dua
jenis busa, yaitu busa padat (gas dalam padat) dan busa cair (gas dalam cair)
(Purnomo, 1995).
Istilah busa biasa digunakan untuk fase terdispersi gas dalam zat cair/ busa
cair. Campuran antara gas dengan gas selalu bersifat homogen jadi campuran ini
merupakan larutan, bukan koloid. Sampel yang digunakan pada uji busa ini adalah
putih telur yang dikocok oleh pengocok telur. Putih telur tersebut dikocok hingga
kaku lalu diamati. Putih telur sebagai fase pendispersinya, akan membentuk
lapisan yang akan menangkap udara sebagai fase terdispersinya, apabila dikocok.
Putih telur memiliki sifat fisik berupa bentuk fisik hampir seperti gel, berlendir
dan terdapat sedikit gelembung udara. Putih telur yang terbagi atas bagian telur
encer dan bagian kental kira-kira merupakan 60% dari berat telur total (De Man,
1997). Berikut adalah tabel hasil pengamatan mengenai uji busa pada putih telur:

Tabel 4.Hasil Pengamatan Busa


Sampe Sebelum Setelah Setelah dikocok
Gambar
l dikocok dikocok whisker
Kental + Padat Kental +++
Kental ++
Tidak ada Busa +++
Putih Busa +
busa Warna Warna putih
Telur Warna keruh
bening Bau amis +++
Bau amis ++
Bau amis + Homogen
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2016)
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa sebelum pengocokkan warnanya


bening, teksturnya sangat cair dan tidak terdapat busa. Sedangkan dikocok pelan
dengan menggunakan pengocok telur terjadi perubahan yaitu warnanya menjadi
keruh, teksturnya lebih lembut dan terdapat busa-busa besar. Setelah dikocok
keras menghasilkan busa warna putih pekat, teksturnya lembut dan kaku, bau dari
putih telur pun semakin amis dibandingkan dengan keadaan awal dan busanya
lebih kecil dan sangat lembut dengan sifat padat, mengembang dan kaku sehingga
tidak dapat dijatuhkan. Busa ini terbentuk dari hasi pengocokan dimana
pengocokan pada putih telur menyebabkan gelembung udara akan terperangkap
dalam albumen cair dan membentuk busa. Sehingga semakin banyak udara yang
terperangkap maka busa yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat
alirnya. Kestabilan busa ditentukan oleh kandungan ovomucin yang merupakan
salah satu komponen dari putih telur (Winarno, 1992).
Semakin lama waktu pengocokan dan semakin kuat atau cepat kecepatan
pengocokan akan semakin banyak udara yang terperangkap sehingga busa yang
terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat alirnya. Putih telur dapat
mengembang karena kandungan gas yang tinggi akibat pengocokan yang tertahan
pada putih telur dan berbuih halus. Putih telur bisa berbusa karena protein putih
telur mudah didenaturasi dengan bahan dan karena adanya gaya permukaan.
(Sediaoetomo, 2000). Selain itu bentuk alat pengocok juga mempengaruhi
terbentuknya busa. Alat pengocok telur memiliki bentuk yang pas sehingga
mudah dalam melakukan pengocokan dan udara pun lebih mudah terperangkap
dalam telur. Bentuk dari alat pengocok dan kecepatan pengocokkan sangat
mempengaruhi perubahan yang terjadi pada putih telur.

IV.5 Busa Padat


Busa padat merupakan sistem dispersi fase ganda dengan fase terdispersi gas
dan fase kontinunya padat. Sampel yang digunakan dalam pengamatan busa padat
ini adalah arumanis. Arumanis merupakan makanan ringan yang mempunyai rasa
manis, tekstur lembut dan seperti kapas. Arumanis dibuat dari campuran gula dan
pewarna yang menarik minat. Arumanis biasanya dibuat dengan media pemutar
mekanis dan dengan bantuan hawa panas dengan udara yang terperangkap di
Yolla Cahya Apischa
240210150019

dalam serat-serat kapas tersebut, pemanasan ini bertujuan agar arumanis mudah
terbentuk.
Arumanis ini diamati dengan menggunakan kaca pembesar. Berikut adalah
hasil pengamatan busa padat pada sampel arum manis:

Tabel 5.Hasil Pengamatan Busa Padat


Sampel Warna Tekstur UkuranBusa Gambar

Kecil dan
Arum Manis Peach Berserabut
Banyak

(Sumber : DokumentasiPribadi, 2016)

Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat dilihat bahwa arumanis


memiliki berbagai warna namun arum manis yang diamati berwarna peach
dengan tekstur yang berserabut. Tekstur serabut panjang dan halus, rongganya
banyak dan berukuran kecil, bila ditekan jadi memadat dan mudah hancur. Hal ini
disebabkan karena isi dari arum manis kebanyakan adalah udara sehingga terlihat
banyak rongga, dan juga memadat bila ditekan karena udara yang berada di dalam
arum manis keluar karena adanya gaya tekan. Serabut tersebut merupakan udara
yang terikat pada gula. Arumanis merupakan makanan berbentuk busa padat yang
termasuk ke dalam jenis koloid busa padat dengan medium pendispersinya
padatan dan fase terdispersinya gas sehingga disebut busa padat.
Pengamatan secara fisik di bawah lup menunjukkan bentuk dari arumanis
yang memanjang karena pada proses pembuatannya dengan cara diputar sehingga
gula seakan tertarik dan akhirnya mengakibatkan bentuknya yang memanjang
berserabut halus seperti kapas. Apabila arumanis dibiarkan dalam waktu yang
lama di udara terbuka maka akan menggumpal. Hal ini disebakan karena dalam
arumanis terkandung gula yang beraksi dengan udara bebas.

IV.6 Kestabilan Emulsi


Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan
air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem
dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa
berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan,
Yolla Cahya Apischa
240210150019

maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi
emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam
waktu yang sangat singkat.
Pada suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian
yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak,
bagian kedua disebut media pendispersi yang biasanya terdiri dari air dan
bagian ketiga adalah emulsifier (pengemulsi).
Kestabilan emulsi dapat dilihat dengan terbentuknya larutan yang sempurna
antara dua zat yang berbeda kepolarannya. Emulsi dapat distabilkan dengan
berbagai cara, seperti menambah lapisan yang kuat pada permukaan masing-
masing butiran (penambahan zat pengemulsi), penambahan muatan listrik pada
permukaan butiran, dan penambahan viskositas dari fase kontinyu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah tegangan
antarmuka rendah, kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka, tolakkan
listrik double layer, relatifitas fase pendispersi kecil, dan viskositas yang tinggi.
Sampel yang digunakan dalam uji kestabilan emulsi ini adalah air dan
minyak dengan jumlah sampel yang berbeda-beda untuk setiap perlakuan.
Percobaan dilakukan dengan mencampur air dan minyak dengan perbandingan
1:2, 1:3, 1:4, 2:1 dan 2:3. Dimana setiap satu perbandingan pewakili 2 mL sampel.
Kemudian setiap perlakuan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berbeda,
kocok kuat selama 30 detik lalu catat waktu dimana air dan minyak mulai
berpisah. Berikut tabel hasil pengamatan uji kestabilan emulsi:

Tabel 6. Hasil Pengamatan Kestabilan Emulsi


Perbandingan
Lama pemisahan Gambar
Air : Minyak

1:2 19 menit 33 detik

1:3 6 menit 38 detik


Yolla Cahya Apischa
240210150019

1:4 14 menit 9 detk

2:1 6 menit 11 detik

2:3 11 menit 2 detik

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2016)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi pemisahan dua fraksi
dengan terbentuknya 2 lapisan, dimana butiran-butiran minyak terdapat di atas
permukaan air. Perbandingan jumlah air dan minyak yang dicampurkan
menunjukkan perbedaan waktu pemisahan dan membentuk 2 fase. Saat air
dicampurkan dengan minyak maka terdapat 2 fase dengan minyak berada di atas
dan air berada di bawah serta terbentuk gelembung kecil di atas minyak dengan
warna keduanya tetap.
Terbentuknya fase antara minyak dan air terjadi karena perbedaan sifat
kepolaran. Air bersifat polar sedangkan minyak nonpolar sehingga air dan minyak
tidak bersatu. Selain itu minyak bersifat hidrofob atau takut air. Ketika senyawa
hidrofob dilarutkan dalam air maka senyawa hidrofob akan mengklaster atau
menjauh dari air sehingga terpisah antara air dan minyak. air berada di bawah dan
minyak berada diatas disebabkan oleh perbedaan berat molekul. Berat molekul air
lebih besar dari pada minyak, sehingga air berada dibawah minyak. Terdapatnya
gelembung kecil di atas air itu adalah molekul air yang terperangkap oleh klaster
minyak sehingga tidak bisa turun ke bawah dan bergabung dengan senyawa air
lainnya.
Berdasarkan hasil pengamatan waktu pemisahan paling lama terjadi pada
perbandingan 1:2 atau 2 mL air:4 mL minyak selama 19 menit 33 detik yang
menunjukan perbandingan yang paling baik diantara sampel lain karena larutan
Yolla Cahya Apischa
240210150019

tampak lebih stabil. Kemudian pemisahan paling cepat terjadi pada perbandingan
2:1 atau 4 mL air:2 mL minyak selama 6 menit 11 detik. Hal ini dapat dikarenakan
jumlah air dan minyak yang lebih dominan. Air dan minyak merupakan cairan
yang tidak saling berbaur karena memiliki berat jenis yang berbeda.
Salah satu aplikasi sistem kestabilan emulsi pada bidang industri yaitu
pembuatan mayonnaise, saus salad ini mengandung campuran air dan minyak agar
saus salad ini kembali stabil maka dapat ditambahkan emulagator misalnya
kuning telur yang mengandung lesitin. Sehingga waktu pemisahan antara air dan
minyak menjadi lebih lama.

IV.7 Pengaruh Pemanasan Terhadap Emulsi


Emulsi dapat dipengaruhi oleh pemanasan. Pemanasan ini dapat
berpengaruh terhadap warna dan lama meleleh dari bahan pangan berlemak tinggi
(sistem emulsi). Pengaruh pemanasan terhadap kandungan suatu lemak padat akan
mempengaruhi waktu melelehnya. Sampel yang digunakan dalam uji pengaruh
pemanasan terhadap emulsi ini adalah margarin. Berdasarkan literatur, titik leleh
margarin yaitu antara 34-370C (De Man, 1997).
Margarin terbuat dari lemak tumbuh-tumbuhan (nabati). Teksturnya lebih
kaku, stabil di suhu ruang (tidak mudah meleleh). Warnanya lebih kuning dari
mentega. Margarin mudah sekali lembek saat dikocok, berbeda dengan mentega.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3541-1994), margarin adalah
produk makanan berbentuk emulsi padat atau semipadat yang dibuat dari lemak
nabati dan air, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan.
Margarin juga merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan sekitar
16% air di dalam minimal 80% minyak atau lemak nabati. Fase lemak umumnya
terdiri dari minyak nabati, yang sebagian telah dipadatkan agar diperoleh sifat
plastis yang diinginkan pada produk akhir.
Langkah pengerjaannya yaitu margarin diamati terlebih dahulu sebelum
diberi perlakuan kemudian dimasukkan ke dalam Beaker Glasslalu dipanaskan di
hot plate sampai terjadi perubahan sistem dari padat ke cair. Berikut adalah tabel
hasil pengamatan uji pengaruh pemanasan terhadap emulsi dengan sampel
margarin:
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Tabel 7.Hasil Pengamatan Pengaruh Pemanasan Terhadap Emulsi


Setelah dipanaskan
Sebelum dipanaskan
Waktu
Sampel
Kekeruha
Warna Kekeruhan Warna Waktu
n
Kuning Kuning 5 menit,
- Keruh
pucat terang 39 detik

Margari
n

(Sumber : DokumentasiPribadi, 2016)

Sebelum diberi perlakuan warna margarin tampak kuning pucat dengan


tekstur yang lembek namun tampak padat dan tidak keruh. Setelah dipanaskan
warnanya menjadi kuning cerah kemudian teksturnya sangat cair dan keruh.
Waktu yang dibutuhkan margarin untuk mencair yaitu 5 menit 39 detik.
Perubahan emulsi yang terjadi pada margarin terjadi karena pemanasan dapat
menyebabkan rusaknya berbagai komponen dalam emulsi. Perubahan diakibatkan
karena beberapa jenis zat pengemulsi tidak tahan terhadap suhu tertentu.
Pemisahan air dan minyak pada margarin diakibatkan karena pengemulsi pada
margarin rusak sehingga struktur margarin tidak bisa dipertahankan lagi.
Apabila margarin dibandingkan dengan mentega warna margarin sebelum
dipanaskan lebih kuning dari pada mentega, tetapi teksturnya lebih lembut
mentega. Mentega terbuat dari lemak hewan. Tekstur mentega sangat lembut di
suhu ruang, wangi susu, dan mudah meleleh di suhu hangat. Warnanya kuning
pucat (lebih muda dari margarine). Mentega biasanya mengandung vitamin A, D,
protein dan karbohidrat.
Setelah dipanaskan, pada mentega menjadi semakin berwarna kuning bening
sama seperti pada margarin tetapi margarin lebih kuning dari mentega, hal ini
dikarenakan margarin berasal dari lemak nabati yang tidak terlalu banyak
mengandung lemak jika dibandingkan dengan mentega yang berasal dari lemak
hewani. Hal ini sesuai dengan literature dimana menurut Miranti (2006), mentega
lebih cepat meleleh dikarenakan bahwa terdapat asam lemak jenuh sehingga
pemutusan akan terjadi lebih cepat. Sehingga mentega dapat lebih stabil
Yolla Cahya Apischa
240210150019

dibandingkan dengan margarin, titik leleh mentega berkisar antara 3235 C.


Sedangkan titik leleh margarin hanya berbeda sedikit yaitu antara 34 37C.
Margarin harus dipanaskan pada suhu rendah karena margarin terbuat dari
lemak nabati yang dapat membentuk lemak trans dimana lemak trans ini bersifat
karsinogenik (pemicu sel kanker) apabila dipanaskan pada suhu yang tinggi. Oleh
karena itu margarin harus disimpan jauh dari paparan sinar matahari kemudian
perhatikan panas atau suhu pada saat proses pengolahan margarin.

IV.8 Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi


Zat pengemulsi adalah zat-zat surfaktan yang memiliki bagian yang bersifat
polar (hidrofilik) dan bagian yang non polar (hidrofobik) sehingga dapat
menurunkan tegangan permukaan. Zat pengemulsi memiliki kestabilan relatif
sehingga mampu mempertahankan pembentukan emulsi antara minyak dan asam
asetat.
Sampel yang digunakan dalam uji stabilitas relatif zat pengemulsi adalah
kuning telur, merica, mustard dan garam. Langkah pengerjaannya yaitu sampel
yang telah disiapkan dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 3 sendok
spatula, kemudian ditambahkan 3 mL CH3COOH 2% yang merupakan zat
terdespersi dalam medium pendispersi minyak nabati dan berfungsi sebagai zat
pemisah lalu ditambahkan pula minyak sebanyak 3 mL. Perlakuan selanjutnya,
tabung tersebut dikocok selama beberapa menit kemudian diamati kecepatan
memecahkan emulsi. Berikut adalah tabel hasil pengamatan mengenai uji
stabilitas relatif zat pengemulsi dari beberapa sampel:

Tabel 8.Hasil Pengamatan Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi


Jenis emulsifier Lama pemisahan Gambar

Kuning Telur 17 menit 13 detik

Mustard 57 menit 58 detik


Yolla Cahya Apischa
240210150019

Merica 1 menit 58 detik

Garam 10 detik

(Sumber :Dokumentasi Pribadi, 2016)

Berdasarkan hasil pengamatan, setelah dikocok emulsi minyak dan asam


asetat dengan campuran keempat emulsifier (garam, merica, kuning telur dan
mustard), 17 Semakin lama waktu yang diperlukan untuk pemisahan pada suatu
emulsi maka emulsifier yang digunakan semakin stabil.
Pada praktikum kali ini emulsi yang ditabahkan mustard nembutuhkan
waktu yang paling lama untuk memisah dengan waktu 57 menit 58 detik.
Lamanya emulsi yang terpisah menunjukkan bahwa zat pengemulsi tersebut yang
paling stabil. Hal teserbut dapat dilihat dari komposisi mustard yang mengandung
air, mustard, garam, pengatur keasaman, asam asetat, kunyit dan pemantap gom
xantan.
Selain itu waktu pemisahan kuning telur pun cukup lama yaitu 17 menit 3
detik. Kestabilan kuning telur pun baik sebagai zat pengemulsi ini dikarenakan
kuning telur mengandung zat emulsifier yang di disebut lesitin. Lesitin memiliki
dua bagian, yaitu bagian yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Bagian yang bersifat
hidrofilik akan terikat pada air, sedangkan yang bersifat hidrofobik akan terikat
pada minyak, sehingga emulsi terlihat lebih stabil. Berikut struktur dari lesitn:

Gambar 1. Struktur lesitin


(Sumber : Rachmawati, 2011)
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Berbeda dengan garam yang hanya membutuhkan wkatu 10 detik untuk


kembali memisah kemudian merica hanya membutuhkan waktu 1 menit 58 detik
untuk kembali memisah. Hal ini menunjukan bahwa garam dan merica tidak tepat
apabila dijadikan emulsifier karena larutan dapat kembali memisah dengan cepat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi adalah tipe pengemulsi,
konsentrasi pengemulsi, ukuran tetesan, pH, viskositas, stabilizers, pemanasan,
pendinginan, pembekuan atau pengguncangan.

V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum sistem dispersi ini adalah
sebagai berikut:
1. Larutan gula dan garam merupakan larutan sejati dengan fase tunggal
dimana larutan gula berwarna putih kekuningan, tampak lebih jernih dan
lebih homogen dibanding larutan garam yang berwarna bening dan semakin
keruh juga semakin tidak homogen seiring bertambahnya konsetrasi.
2. Suspensi tapioka bersifat heterogen (terdiri dari dua fase, yaitu tapioka dan
air) dan sifatnya tidak stabil.
3. Susu Skim bersifat homogen secara makroskopis dan cukup stabil.
4. Berdasarkan tingkat homogenitasnya antara larutan, dispersi kasar, dan sol
dari yang paling tinggi didapat hasil: Larutan > Sol > Dispersi kasar.
Artinya larutan bersifat sejati, dispersi kasar merupakan larutan yang tidak
sempurna, sedangkan sol bukan merupakan larutan sejati.
Yolla Cahya Apischa
240210150019

5. Putih telur yang dikocok keras menghasilkan busa warna putih pekat,
teksturnya lembut dan kaku, bau semakin amis dan busanya lebih kecil serta
sangat lembut dengan sifat padat dan mengembang.
6. Putih telur yang dikocok menggunakan mixer hasilnya lebih kaku dan
busanya lebih banyak dibanding yang dikocok dengan garpu dan pengocok
telur karena udara yang terperangkap lebih banyak.
7. Arumanis berwarna peach, berbentuk serabut panjang dan halus, memiliki
banyak rongga dan mudah hancur. Merupakan makanan berbentuk busa
padat yang termasuk ke dalam jenis koloid busa padat.
8. Waktu pemisahan air dan minyak paling lama terjadi pada perbandingan 1:2
atau 2 mL air:4 mL minyak selama 19 menit 33 detik dan pemisahan paling
cepat terjadi pada perbandingan 2:1 atau 4 mL air:2 mL minyak selama 6
menit 11 detik.
9. Sebelum diberi perlakuan warna margarin tampak kuning pucat dengan
tekstur yang lembek namun tampak padat dan tidak keruh. Setelah
dipanaskan warnanya menjadi kuning cerah kemudian teksturnya sangat cair
dan keruh.
10. Waktu yang dibutuhkan margarin untuk mencair yaitu 5 menit 39 detik
Mentega lebih cepat meleleh dikarenakan bahwa terdapat asam lemak jenuh
sehingga pemutusan akan terjadi lebih cepat. Sehingga mentega dapat lebih
stabil dibandingkan dengan margarin, titik leleh mentega berkisar antara 32
35C. Sedangkan titik leleh margarin hanya berbeda sedikit yaitu antara 34
37C.
11. Urutan waktu pemecahan emulsi dari yang paling lama yaitu mustard
dengan waktu 57 menit 58 detik, diikuti kuning telur dengan waktu 17 menit
13 detik, merica dengan waktu 1 menit 58 detik dan garam dengan waktu 10
detik. Kuning telur dan mustard adalah emulsi yang paling stabil.
V.2 Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan setelah melakukan praktikum kali ini
adalah sebagai berikut:
1. Pengujian harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan dilakukan secara
lebih teliti untuk meminimalisir kesalahan.
Yolla Cahya Apischa
240210150019

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. N. 2001. Kimia Pangan dan Penjelasan Teori. PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-3541-1994. Tentang Margarin.


Jakarta: BSN.

Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3729-1995. Tentang Tapioka.


Jakarta: BSN.

De Man, J. M. 1997. Kimia Makanan. Bandung: Institut Teknologi Bandung,


Bandung.

Miranti. 2006. Bahan Ajar Kimia Pangan, Jatinangor.

Muchtadi, T. R. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB, Bogor.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI-

Press, Jakarta.

Rachmawati, N. 2011. Emulsifier. Available at: http://rewisa.files.com (Diakses


pada tanggal 28 November 2016)
Yolla Cahya Apischa
240210150019

Sediaoetomo, A. D. 2000. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.


Suprapti, M. L. 2005. Tepung Tapioka (Pembuatan dan Pemanfaatannya). Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai