Anda di halaman 1dari 7

Laporan Praktikum Hari / Tanggal : Kamis / 15 September 2016

Landasan Biokimia PJP : Syaefudin, S.Si.,M.Si


Asisten : M. Maftuchin Sholeh
Nickita Dewi S.
Ani Rizna N. H
Eldi Ramdhani

LARUTAN, KOLOID DAN SUSPENSI

Kelompok 5
Efa Nur Fauziyah G84150051
Sukma Tri Putra G84150003
Zulfikar Muhammad G84150023
Muhammad Nur Alfi Lail G84150077

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PENDAHULUAN

Larutan merupakan campuran dari dua atau lebih zat, yang bersifat
homogen. Zat dengan jumlah yang lebih banyak disebut pelarut sedangkan zat
yang lebih sedikit disebut zat terlarut (Chang 2005). Larutan disebut campuran
karena susunannya berubah-ubah, dan homogen karena susunannya sama
sehingga tidak tampak bagian yang dari penyusun yang berbeda. Larutan bisa
berupa larutan gas, padat, dan cair, meski yang paling umum dijumpai adalah
larutan dalam fase cair. Larutan fase gas contohnya adalah udara bersih, larutan
fase padat contohnya perunggu (penyusun utama tembaga dan zink). Contoh
larutan dalam fase cair antara lain air gula dimana gula sebagai zat terdispersi dan
air sebagai pelarut (Keenan et al. 1984).
Keadaan koloid merupakan keadaaan antara larutan dan suspensi. Kondisi
koloid memiliki partikel yang terlalu besar untuk disebut terlarut namun terlalu
kecil untuk disebut sebagai endapan. Hampir semua zat baik dalam bentuk gas,
cair maupun padat dapat dijadikan koloid. Suatu zat yang memiliki ukuran
partikel antara kira-kira 10-9 m sampai 2x10-7 m dikatakan berada dalam keadaan
koloid. Selai, mayones, tinta cina, susu, sabun, mentega, dan kabut merupakan
contoh koloid yang dikenal (Keenan et al. 1984).
Suspensi merupakan sistem heterogen dengan dua fase. Fase pendispersi
berupa cairan dan fase terdispersi terdiri dari bahan yang tidak larut (Lachman
2008). Suspensi adalah sediaan yang mengandung suatu zat dalam halus dan tidak
dapat larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat terdispersi dalam suspensi
berbentuk halus dan tidak mudah mengendap. Apabila suspensi dikocok endapan
akan terdispersi kembali (Anjani et al. 2011) Contoh dari suspensi antara lain
campuran kopi dengan air.
Emulsi merupakan suatu sistem yang memiliki sedikitnya dua fase cair
yang tidak bercampur (Martin et al. 1993). Berdasarkan fase terdispersinya,
emulsi dibedakan menjadi tiga yaitu emulsi minyak dalam air, emulsi air dalam
minyak dan emulsi ganda. Emulsi minyak dalam air dibuat dengan
mendispersikan fase minyak ke dalam fase air. Emulsi air dalam minyak dibuat
mendispersikan fase air ke dalam fase minyak (Sumardjo 2006). Emulsi ganda
merupakan emulsi yang dapat tersusun atas air-minyak-air ataupun minyak-air-
minyak. Contoh emulsi yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari
misalnya emulsi minyak dalam air antara lain susu, es krim, krim, coffe crim, dan
mayones. Sedangkan contoh emulsi air dalam minyak yaitu mentega, margarin,
dan keju olahan (Schramm 2005).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui sifat larutan, koloid, dan suspensi.
METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum dilakukan pada hari Kamis, 15 September 2016 pukul 13.00 –


16.00 WIB, bertempat di Laboratorium Pendidikan Biokimia 1, Institut Pertanian
Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah gula, kopi, pasir, susu,
telur, stearat, NaOH, HCl pekat, NaCl, dan akuades. Sedangkan alat yang
digunakan adalah gelas piala, sendok teh, tabung reaksi, penangas air, senter,
corong, kertas saring, dan sudip.

Prosedur praktikum

Sebanyak satu sendok teh gula, kopi, dan pasir dicampur dengan akuades
sebanyak 30 ml kemudian dihomogenkan. Uji fisik campuran dilakukan dengan
cara melihat konsistensi dari campuran tersebut, apakah stabil atau tidak stabil.
Selain itu, campuran juga diamati konsistensi terhadap cahaya yang dilakukan
dengan cara menyinari campuran dengan senter. Setelah itu, sampel diambil
sebanyak 5 ml untuk diuji terhadap perubahan suhu yakni dengan memanaskan
sampel pada penangas air selama sepuluh menit. Sampel dilihat konsistensinya
kemudian dibandingkan dengan kontrol.
Uji kimia dilakukan dengan cara meyiapakan tiga buah tabung masing
masing diisi dengan 5 ml larutan stok. Tabung pertama ditambahkan 2 tetes HCl
pekat, tabung kedua ditambahkan dengan 2 tetes NaOH dan tabung ketiga
ditambah dengan 2 sendok teh NaCl. Kemudian diamati kekonsistenan larutan
dengan membandingkan fase terdispersi dan pendispersi dari setiap tabung. Sisa
dari larutan stok yang telah dibuat selanjutnya disaring untuk mengetahui apakah
larutan memiliki endapan atau tidak.
Satu sudip stearat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian tabung
dipanaskan pada penangas air. Stearat yang sudah mencair ditambah dengan 2
sendok kuning telur dan 30 ml aquades. Uji fisik yang dilakukan sama dengan
campuran lain yakni dilihat konsistensi dari larutan dan konsistensi terhadap
cahaya. Sebanyak 5 ml larutan stok dimasukkan ke penangas air, diamati
konsistensinya dan dibandingkan dengan konsistensi sebelum dipanaskan.
Tiga buah masing-masing tabung reaksi diisi dengan 5 ml larutan stok.
Tabung pertama ditambahkan 2 tetes HCl, tabung kedua ditambah 2 tetes NaOH,
dan tabung ketiga ditambah 2 sendok teh NaCl kemudian diamati kekonsistenan
larutan. Sisa dari larutan stok yang telah dibuat selanjutnya disaring untuk
mengetahui apakah larutan memiliki endapan atau tidak. Susu disinari dengan
senter untuk melihat kekonsistenan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan menguji sampel dengan


beberapa perlakuan, didapatkan data seperti berikut.

Tabel 1 Sifat larutan, koloid, dan suspensi.


Sampel
Parameter
Pasir Gula Kopi Stearat Susu
Uji fisik
Tidak Tidak
Efek tyndall Tembus Dihamburkan Dihamburkan
tembus tembus
Fase
Dapat Tidak dapat Dapat Tidak dapat
terdispersi -
dibedakan dibedakan dibedakan dibedakan
pendispersi

Pemanasan Tidak stabil Stabil Tidak stabil Tidak stabil -


Tidak ada
Penyaringan Ada residu Ada residu Ada residu -
residu
Uji kimia
NaOH pekat Tidak stabil Stabil Tidak stabil Tidak stabil -
HCl pekat Tidak stabil Stabil Tidak stabil Tidak stabil -
Garam Tidak stabil Stabil Tidak stabil Tidak stabil -

Uji fisik yang dilakukan meliputi kemampuan dalam menghamburkan


cahaya, pemanasan dan penyaringan. Kemampuan dalam menghamburkan cahaya
pada larutan pasir dan kopi yaitu tidak dapat tembus cahaya, sehingga larutan
tersebut dapat digolongkan sebagai suspensi. Larutan gula mampu meneruskan
cahaya yang diterima dengan baik yang menunjukkan bahwa larutan gula
termasuk larutan sejati. Berbeda dengan ketiga larutan tersebut pada stearat dan
susu cahaya akan dihamburkan. Penghamburan cahaya pada partikel disebut juga
efek Tyndall.
Dalam segi fase terdispersi dan pendispersinya, larutan pasir dan kopi
dapat dibedakan dengan mudah. Pada kedua larutan tersebut terbentuk dua fase
yang dapat dilihat dengan jelas, yakni fase terdispersi berbentuk padat dan fase
pendispersinya berupa cair (air). Sedangkan pada larutan gula maupun stearat fase
terdispersi dan pendispersinya tidak dapat dibedakan. Larutan gula yang
merupakan larutan sejati memiliki satu fase sehingga fase terdispersi dan
pendispersinya tidak dapat dibedakan.
Perlakuan selanjutnya yaitu dengan memanaskan sampel. Kekonsistenan
larutan pasir dan kopi sebelum dan sesudah dipanaskan sama, yakni tidak stabil.
Larutan tersebut memiliki endapan ketika disaring. Larutan gula setelah
dipanaskan memiliki konsistensi yang tetap stabil, dan ketika larutan disaring
tidak ada endapan. Pemanasan pada stearat menjadikan konsistensi menjadi tidak
stabil, dan ketika disaring akan menghasilkan endapan.
Pengaruh kimia sampel menunjukkan hasil, penambahan NaOH tidak
menunjukkan perubahan pada larutan pasir dan kopi. Ini dikarenakan sampel pasir
dan kopi sejak awal memiliki dua fase yang berbeda sehingga penambahan NaOH
tidak menyebabkan reaksi. NaOH pada larutan gula akan membentuk sedikit
koloid, yang terjadi akibat ion Na+ lebih suka berikatan dengan air ikatan antara
air dan gula terputus dan membentuk sedikit koloid. Stearat yang ditambah
dengan NaOH akan membentuk endapan, yang berasal dari bagian hidrofobik.
Bagian hidrofilik dari sampel akan berikatan dengan air sedangkan bagian
hidrofobik akan berikatan dengan NaOH sehingga akan membentuk endapan.
Perlakuan yang kedua adalah dengan menambah HCl pekat pada sampel.
Pada campuran pasir dan kopi sampel tidak mengalami perubahan konsistensi.
Begitu pula pada larutan gula yang memiliki konsistensi tetap yaitu stabil.
Sedangkan pada sample stearat, akan mengahasilkan endapan sehingga
konsistensi berubah menjadi tidak stabil. Hal tersebut disebabkan HCl yang
bersifat asam dapat merusak emulsifier pada kuning telur sehingga terbentuk
endapan. Penambahan garam tidak merubah konsistensi dari sample pasir, kopi
maupun gula. Sample stearat yang ditambah dengan garam akan menghasilkan
endapan sehingga konsistensinya menjadi tidak stabil.
Larutan, koloid, dan suspensi memiliki sifat yang berbeda. Larutan bersifat
homogen, stabil, memiliki satu fase, diameter partikel berukuran lebih kecil dari
10-9 m, jernih, tidak dapat disaring dan tidak dapat memisah ketika didiamkan.
Selain itu juga bersifat transparan dan dapat meneruskan cahaya. Pada koloid
bersifat homogen ketika diamati secara makroskopi namun heterogen ketika
diamati menggunakan mikroskop ultra. Pada umumnya stabil, memiliki dua fase,
diameter partikel antara 10-9 m sampai 10-7 m, tidak dapat disaring kecuali dengan
menggunakan penyaring ultra. Koloid agak keruh dan dapat menghamburkan
cahaya. Suspensi bersifat heterogen, tidak stabil, memiliki dua fase, diameter
partikel lebih besar dari 10-7 m, dapat disaring dan dapat memisah ketika
didiamkan. Selain itu suspensi dapat menghamburkan cahaya (Brady 1998).
Berkas sinar yang mengenai partikel koloid dapat dihamburkan ke segala
jurusan sehingga sinar yang dihamburkan tersebut dapat terlihat. Fenomena
tersebut dikenal sebagai efek Tyndall. Koloid hidrofob dapat menampakkan efek
Tyndall yang lebih jelas daripada koloid hidrofil (Sumardjo 2006). Hal tersebut
terjadi karena pada koloid hidrofil fase terdispersi dan fase pendispersinya
memiliki indeks bias yang berdekatan sehingga efek kurang memperlihatkan efek
Tyndall (Marzuki 2010). Sedangkan larutan sejati tidak mengalami efek Tyndall.
Hal tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara larutan sejati dan larutan
koloid. Berkas cahaya pada koloid terlihat jelas sedangkan berkas cahaya pada
larutan sejati tidak terlihat (Sumardjo 2006).
Penambahan NaOH sebagai elektrolit dapat menyebabkan terjadinya
koagulasi pada koloid. Ion Na+ akan berikatan dengan air sehingga akan terbentuk
gumpalan pada sistem koloid. HCl yang ditambahkan pada larutan akan
menyebabkan larutan memiliki pH asam. Pada pH yang asam akan menyebabkan
pembentukan koloid berlangsung dengan tidak baik (Andaka 2008). Pemanasan
dapat menyebabkan terjadinya koagulasi pada koloid dan merusak ikatan pada
koloid. Kuning telur mengandung lesitin yang berfungsi sebagai emulsifier pada
sistem koloid minyak dengan air, seperti pada stearat. Kuning telur juga dapat
meningkatkan kestabilan emulsi (Budiana et al. 2000). Lesitin yang bersifat
hidrofobik dapat berikatan dengan minyak dan mampu membentuk lapisan pada
globula minyak sehingga mampu menyeimbangkan antara air dan stearat (Lecuro
et al. 2008).
Efek Tyndall dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat
kita berada di bioskop. Apabila ada asap yang mengepul dari arah proyektor,
maka cahaya proyektor akan terlihat lebih terang. Contoh lainnya yaitu partikel
debu yang akan terlihat jelas ketika terkena sinar matahari melewati celah ke
dalam ruangan yang berdebu. Fenomena lainnya adalah sorot lampu mobil yang
akan terlihat lebih jelas di daerah berkabut. Langit yang bewarna biru di siang hari
dan tampak bewarna merah di sore hari karena adanya penghamburan cahaya
matahari dan perbedaan panjang gelombang. Pada waktu siang hari matahari
dekat dengan kita sehingga cahaya menghamburkan sinar yang memiliki panjang
gelombang paling pendek yaitu sinar biru, sebaliknya pada waktu sore hari cahaya
mengahamburkan sinar yang memiliki panjang gelombang paling panjang yaitu
warna merah (Suparno 2012).
Materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan dalam medium
sinambung, sehingga dihasilkan sistem koloid. Partikel dirujukan sebagai zat
terdispersi dan zat pendispersi atau medium pendispersi. Berdasarkan zat
terdispersi dan medium terdispersinya, koloid dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis. Busa memiliki zat terdipersi gas dan medium pendispersinya cair,
contohnya yaitu krim kocok dan busa sabun. Busa padat zat terdipersinya gas
pada medium pendispersi padat contohnya yaitu batu apung. Zat pendispersi
cairan pada medium pendispersi gas disebut aerosol cair, contohnya kabut dan
awan. Cairan pada cairan disebut emulsi, contohnya yaitu mayones dan susu
(Keenan et al. 1984).
Keju merupakan contoh dari emulsi padat yaitu zat terdispersi berupa
cairan pada medium pendispersi berupa padat. Aerosol padat memiliki zat
terdispersi padat dan medium pendispersi berupa gas, contohnya yaitu asap dan
debu. Zat terdispersi padat pada cair disebut dengan sol contohnya yaitu cat dan
selai. Intan hitam dan kaca rubi adalah contoh dari sol padat, yaitu zat terdispersi
berupa padat pada medium pendispersi berupa padat juga (Keenan et al. 1984).

SIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


larutan bersifat homogen, memiliki satu fasa, stabil, dapat disaring dan
meneruskan cahaya. Koloid bersifat heterogen, tidak stabil, memiliki dua fasa,
dapat disaring dan menghamburkan cahaya. Sedangkan suspensi bersifat
heterogen, tidak stabil, memiliki dua fasa dan tidak dapat mditembus cahaya.

DAFTAR PUSTAKA

Andaka G. 2008. Penurunan kadar tembaga pada limbah cair industri kerajinan
perak dengan presipitasi menggunakan natrium hidoksida. Jurnal Teknologi.
1(2): 127-134.
Anjani MR, Kusumowati ITD, Indrayudha P, Sukmawati A. 2011. Formulasi
suspensi siprofloksasin dengan suspending agent pulvis gummi arabici dan
daya antibakterianya. Pharmachon. 12 (1):26-32.
Arief M. 2005. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Yogyakarta (ID) : UGM
Press.
Budiana DW, Harijono, Murtini. 2000. Pengaruh penambahan kuning telur dan
maltodekstrin terhadap kemampuan pelarutan kembali terhadap kemampuan
pelarutan kembali dan sifat organoleptik santan bubuk kelapa. Jurnal
Teknologi dan Gizi. 1(2): 60-71.
Brady J. 1998. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Edisi kelima. Jakarta (ID):
Erlangga.
Chang R. 2005. Kimia Dasar. Edisi ketiga. Jakarta (ID) : Erlangga.
Keenan CW, Keinfelter D.N, Wood J.H. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas.
Jakarta (ID) : Erlangga.
Lachman. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia.
Lucero A, Nin MRN, Gunning AP, Morris VJ, Wilde PJ, and Patino JMR. 2008.
Effectof hydrocarbon chain and pH on structural and topographical
characteristics of phospholipid monolayers. J. Phys. Chem. 112 (25): 7651-
7661.
Martin A, Swarbick J, Cammarata A. 1993. Farmasi Fisik. Edisi ketiga. Jakarta
(ID): Universitas Indonesia.
Marzuki I, Amirullah, Fitriana. 2010. Kimia dalam Keperawatan. Makassar (ID):
Pustaka As Salam.
Schramm LL. 2005. Emulsions, Foams, and Suspensions: Fundamentals and
Applications. Canada (US) :WILEY-VCH Vergal GmmbH & Co.
Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia: buku panduan kuliah mahasiswa
kedokteran dan program strata 1 fakultas bioeksata. Hanif A, Manurung J,
Simanjuntak J, editor. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC.
Suparno. 2012. Dinamika Partikel Koloid. Yogyakarta (ID): UNY Press.

Anda mungkin juga menyukai