Anda di halaman 1dari 35

1.

PENDAHULUAN

Proses kristalisasi adalah salah satu langkah dalam rangkaian proses di pabrik gula dimana akan
dikerjakan larutan yang mengandung gula dan membuat kristal gula (sucrose) dari dalamnya, serta akan
dipisahkan kotoran yang juga masih dikandung didalam larutan. Dengan sendirinya di dalam proses ini
harus selalu diusahakan agar dicapai:
- hasil kristal gula yang memenuhi syarat yang dikehendaki
- kehilangan gula yang sekecil-kecilnya
- waktu proses sependek-pendeknya
- biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan proses rendah
Untuk dapat mencapai tujuan itu maka pelaksanaan proses harus mengikuti suatu cara-cara yang telah
ditentukan.

1.1 Bahan Dasar Proses Kristalisasi

Dalam rangkaian proses pembuatan gula, dimulai dari pemisahan bahan padat dari batang tebu,
kemudian diikuti dengan usaha penghilangan kotoran dan kandungan air akan sampailah rangkaian
proses ini di dalam proses kristalisasi.
Meskipun telah dilakukan usaha penghilangan kotoran dan penghilangan airnya, tetapi hasil dari
proses tersebut ternyata belum dapat sempurna. Dari proses pemurnian ternyata penghilangan kotoran
masih dari sempurna, di dalam nira encer masih dikandung kotoran sekitar 15 – 20% dari zat yang
terlarut sehingga nira encer memiliki kemurnian antara 80 -85%, sedangkan kadar airnya masih sekitar
85 – 88%. Nira kental hasil proses penguapan memiliki kadar kering (% brix) = 60 -65% dengan
kemurnian yang tidak jauh berbeda dengan nira encer.
Kandungan bahan kering (% brix) dalam nira kental sengaja dibuat sekitar 60 -65% dimaksudkan
supaya larutan tersebut mendekati konsentrasi (kadar) jenuhnya.
Nira yang memiliki kemurnian sekitar 80-90 akan mencapai kejenuhannya pada % brix sekitar 75
pada suhu 60oC.
Nira kental inilah yang digunakansebagai bahan dasar dalam melakukan proses kristalisasi.
Nira kental akan mengalami pemucatan dahulu sebelum sampai proses kristalisasi, langkah ini
dilakukan pada pabrik yang membuat gula putih, sedangkan pabrik gula merah tidak melakukan
pemucatan.
Dalam melakukan proses kristalisasi sehingga diperoleh hasil kristal gula dan larutan sisa yang disebut
tetes (melase) tidak dapat dilakukan dengan hanya satu tahap tetapi akan dilakukan proses dalam
beberapa tahap, artinya dari tahap pertama akan dihasilkan kristal dan dipisahkan dari kotorannya
(yang masih berada dalam larutan) dimana dalam larutan ini masih terdapat banyak sucrose. Larutan
hasil pemisahan ini yang juga disebut seterup akan merupakan bahan dasar dalam proses tahap
berikutnya. Demikian selanjutnya bahwa bahan dasar untuk proses tahapketiga adalah seterup tahap
kedua dan proses tahap keempat akan menggunakan seterup tahap ketiga.
Hasil kristal setiap tahap ini berbeda mutunya, makin rendah kemurnian masakan, makin rendah pula
kualitas kristal yang diperoleh. Jadi dari tahap-tahap proses kristalisasi akan selalu diperoleh kristal
yang tidak memenuhi syarat pasar, baik dalam kemurnian air, warna maupun ukurannya.
Kristal yang tidak memenuhi syarat dalam ukurannya digunakan untuk bibit, sedang yang warna dan
kemurniannya tidak memenuhi syarat dilebur atau dilarutkan kembali dan sebagai bahan dasar pula
bersama nira kental.
Tahap-tahap kristalisasi di lingkungan pabrik gula di Indonesia diberi tanda dengan kode huruf,
sedangkan proses kristalisasinya yang dilakukan dalam pan kristalisasi biasa disebut memasak.
Dengan ketentuan-ketentuan tersebut maka akan dikenal :
Kristalisasi tahap I = memasak A dan menghasilkan kristal A dan seterup A, demikian selanjutnya
bahwa masakan B akan menghasilkan kristal B, dimana masakan B akan menggunakan bahan
dasar seterup A, dst…, dst.
1.2 Proses Kristalisasi Sebagai Salah Satu Langkah Pemurnian gula

Kandungan bahan dalam suatu larutan akan dibatasi oleh hasil kelarutannya, artinya kandungan
(kadar) maksimal suatu bahan dalam kelarutan akan bertentangan dari sifat bahannya. Kadar bahan
maksimal dalam larutan ini disebut kadar jenuh dan larutannya disebut larutan jenuh.
Dengan ungkapan diatas jelas bahwa kadar bahan dalam suatu larutan jenuh akan berbeda-beda dari
satu bahan yang lain. Artinya bila ada suatu campuran bahan yang terlarut bersamaan (dalam satu
larutan terdapat lebih dari satu macam bahan) maka pada pemekatan larutan tersebut saat dicapainya
konsentrasi jenuh akan menjadi tidak bersamaan meskipun konsentrasinya sama.
Misal zat A dan zat B masing-masing dalam larutan dengan kadar 5%. Sedang kelarutan zat A = 25 gr
tiap 100 gr larutan (25%) sedang zat B = 35%. Larutan ini diuapkan airnya, sampai kadar menaik
menjadi 25%, pada keadaan ini zat A sudah menjadi jenuh sedang zat B belum jenuh; apabila
penguapan diteruskan sampai 30% maka zat A akan terbentuk kristal sedangkan zat B belum terbentuk
kristal.
Didalam nira tebu zat terlarut terbesar adalah sakarosa, pada nira dengan HK = 80 berarti terdapat 80%
sakarosa dan 20% kotoran setiap zat terlarut. Sementara itu kotoran yang 20% ini masih tersusun dari
berbagai jenis zat yang memiliki sifat kelarutan berbeda-beda.
Misalkan saja gula (sucroce) pada suatu suhu tertentu akan mencapai kejenuhannya pada kadar 75%
sedangkan bahan X akan mencapai kejenuhannya pada kadar 10% tetapi larutan semula mengandung
kadar gula 20% dan kadar bahan X sebanyak 0.1%. Larutan yang mengandung bahan campuran ini
diuapkan airnya untuk melakukan pemekatan.
Pada saat gula mencapai kejenuhannya kandungan air dalam larutan akan tinggal :

25 x 20 = 6.7 sedangkan kadar bahan X akan menjadi : 0.1 x 100 = 1.49%


75 6.7

Dari contoh sedikit perhitungan di atas maka nampak bahwa pada saat sucrose mencapai kejenuhannya
maka bahan X belum mencapainya. Pada saat pemekatan selanjutnya dimana sucrose mulai
membentuk kristal, bahan X masih belum mencapai kejenuhannya, maka pada saat ini akan hanya
terbentuk kristal sucrose murni.

Gambar 1. Kristal sucrose di dalam larutan

= kristal
= molekul sucrose

Apabila kristal yang terbentuk ini dapat disaring maka akan terpisahlah sucrose murni, sedangkan
bahan X masih terdapat di dalam larutan. Jelaslah bahwa dengan cara pengkristalan akan dapat
dilaksanakan pengambilan sucrose dalam bentuk murni. Demikian pulalah cara yang dilaksanakan di
pabrik gula untuk dapat melakukan pengambilan gula dalam bentuk murni. Hal ini dapat dilakukan
karena kebetulan kandungan gula didalam nira yang paling besar seperti telah dikemukakan bahwa
didalam nira kental masih akan terdapat gula sebesar 0.85 (60) = 51% dan kotorannya sebanyak : 0.15
(60) = 9% sedangkan kotoran yang 9% ini akan terdiri dari beratus-ratus jenis kotoran sehingga
kebanyakan kotoran yang dikandung nira tidak lebih dari 1% (kecuali jenis gula pereduksi yang
selama proses juga belum dapat mencapai konsentrasi jenuhnya).
2. KELARUTAN SUCROSE DALAM AIR

Pelarut gula dalam nira adalah air, maka untuk dapat mengetahui mekanisme serta pengaturan
proses kristalisasi haruslah terlebih dahulu mengenal sifat-sifat kelarutan sucrose dalam air.

2.1 Kelarutan Gula Murni Dalam Air

Gula (= sucrose = C12H22O11) adalah suatu bahan organik yang dapat larut dalam air, kelarutan gula
dipengaruhi oleh tingginya suhu larutan. Semakin tinggi suhunya jumlah gula yang larut akan semakin
besar.
Tuan HERZFELD menyelidiki sifat kelarutan gula dalam air dan mendapatkan hubungan seperti
rumus berikut :

S = 64.1835 + 0.13477 t + 0.0005307 t2

S = kadar sucrose
t = suhu larutan dalam oC

Jadi dari rumus diatas dapat dikatakan bahwa pada suhu toC maka kadar larutan maksimal adalah S%.
Atau kebalikannya bila ada larutan sucrose yang kadarnya S% pada toC maka kadar ini adalah kadar
maksimal. Larutan yang mengandung kadar maksimal ini seperti telah diterangkan terdahulu disebut
larutan jenuh. Dari rumus diatas tampak pula bahwa semakin tinggi suhu larutannya akan semakin
besar kadar sucrosenya (harga S semakin tinggi). Dari pengertian ini dapat dikatakan pula bahwa
larutan sucrose yang jenuh pada t1oC bila dipanaskan menjadi t2oC menjadi larutan yang tidak jenuh
atau kebalikannya, bila larutan jenuh pada t1oC akan menjadi kelewat jenuh bila didinginkan sampai
t3oC.
Contoh :
a. Larutan sucrose pada 65oC akan mencapai kejenuhannya pada kadar

S65 = 64.1835 + 0.13477 (65) + 0.0005307 (65)2


= 64.1835 + 8.76 + 2.242
= 75.185%
b. Apabila larutan jenuh tersebut dipanaskan sampai 70oC maka sifat kejenuhannya akan berubah,
karena larutan jenuh pada 70oC :

S70 = 64.1835 + 0.13477 (70) + 0.0005307 (70)2


= 64.1835 + 9.43 + 2.60
= 76.213
tampak bahwa larutan jenuh pada suhu 70oC adalah = 76.213%, jadi larutan jenuh pada 65oC yang
hanya mengandung kadar sucrose = 75.185% bila dipanaskan sampai 70oC akan menjadi dibawah
jenuh.
c. Kebalikannya bila larutan jenuh pada 65oC didinginkan sampai 60oC maka akan terjadi :

S60 = 64.1835 + 0.13477 (60) + 0.0005307 (60)2


= 64.1835 + 8.0862 + 1.0105
= 74.1802
Jadi larutan jenuh pada 65oC yang mengandung sucrose 75.185% bila didinginkan sampai 60oC
akan menjadi kelewat jenuh (kadar maksimal hanya = 74.18%)
2.2 Kelarutan Sucrose dalam Larutan Gula Tehnis

Kelarutan sucrose di dalam larutan gula tehnis (mengandung bahan-bahan lain kecuali sucrose) akan
sedikit berbeda dengan larutan gula murni. Komponen lain di dalam nira tebu akan mempengaruhi
kelarutan sucrose, ada yang mempertinggi tetapi ada pula yang memperendah. Pengaruh secara
keseluruhannya menghasilkan kelarutan yang berbeda dengan larutan gula murni. Besar kecilnya
kandungan kotoran biasa dinyatakan dalam besaran : hasil bagi kemurnian = HK jadi kelarutan
sucrose dalam nira akan tergantung dari tinggi rendahnya HK.
Tuan THIEME menyelidiki mengenai pengaruh ini dan memperoleh hasil bahwa pada umumnya
dalam nira tebu kelarutan sucrose pada suhu tertentu akan menurun dengan semakin menurunnya nilai
HK. Diselidiki pula seberapa jauh penyimpangan kelarutan ini dibandingkan dengan kelarutan gula
murni (menurut rumus HERZFELD) dan dinyatakan dalam besaran yang disebut factor kelarutan (FK)

Faktor Kelarutan (FK) = Sucrose % air jenuh pada toC dan kemurnian R
Sucrose % air jenuh murni pada toC

Besarnya harga FK yang diperoleh Tuan THIEME dapat dilihat pada daftar berikut :

Daftar 1
Besarnya Faktor Kelarutan (FK) pada berbagai harga HK
HK Factor Kelarutan Keterangan
100 - 86 1.00 - 0.95
85 - 68 0.95 - 0.90 harga FK untuk nira tebu dan
68 - 58 0.90 - 0.85 seterup-seterup
58 - 50 0.85 - 0.80
50 - 42 0.80 - 0.75
42 - 35 0.75 - 0.70
35 - 30 0.70 - 0.65
30 0.65

Kandungan komponen lain disamping sucrose dalam nira yang berasal dari tempat lain demikian pula
nira yang diperoleh dari jenis tanaman atau tebu yang berbeda akan dapat memberi perbedaan
kelarutan sucrose di dalam niranya. Untuk ini dapat sedikit dijelaskan dari hasilnya Tuan CLAASEN
yang ingin memperoleh harga FK pada nira bit ternyata mendapatkan harga sedikit berbeda dari yang
diperoleh Tuan THIEME, seperti terlihat pada daftar berikut :

Daftar 2
Harga FK yang diperoleh CLAASSEN
HK nira bit Faktor Kelarutan
80 - 75 1.00
75 - 70 1.05
70 - 67 1.10
67 - 65 1.15
65 - 60 1.20
60 1.30

Nampaknya kelarutan nira dalam nira bit bertentangan dengan nira tebu. Di dalam nira tebu harga FK
menurun bila kemurniannya menurun, sedang pada nira bit harga FK menaik bila HK menurun. Hal ini
semua disebabkan adanya perbedaan susunan bukan gula (kotoran) dalam kedua nira tersebut.
3. SIFAT-SIFAT SUCROSE

3.1 Tingkat-tingkat Larutan Sucrose


Besarnya kelarutan sucrose telah dinyatakan dengan rumusnya Tuan HERFELD, pada konsentrasi
jenuh dimana kadar sucrose maksimal tidak mungkin lagi dapat melarutkan kristal sucrose. Cara
menyatakan kadar dari Tuan Herzfeld dinyatakan dalam nilai % larutan, sedangkan pada keadaan
sebenarnya yang langsung berpengaruh adalah kandungan airnya. Pada kondisi proses pabrik dimana
suhu larutan berkisar antara 60 – 70oC, maka konsentrasi larutan jenuh murni berkisar antara 74 – 76%
yang berarti kandungan air berkisar 24 – 26%. Nampak disini kandungan sucrose sekitar 3x kandungan
air, maka lahir pertanyaan dalam larutan jenuh ini apakah gula laruta air atau air yang larut gula. Untuk
itu maka cara menyatakan kadar sucrose ini tidak dalam % larutan tetapi dengan perbandingan sucrose
dengan air atau sucrose % air. Jadi suatu larutan yang mengandung kadar sucrose 20% akan
dinyatakan dalam harga sucrose % air = (20 : 80) x 100 = 25, sedangkan larutan jenuh yang memiliki
kadar sucrose 75% akan dinyatakan dalam sucrose % air = (75 : 25) x 100 = 300. Dari rumus
empirisnya Tuan d’ORASI didapatkan:

Sucrose % air = 26420


151 – t
t = suhu larutan dalam oC

Untuk dapat mempermudah pembacaan harga-harga kelarutan sucrose murni biasa dibuat dalam daftar
seperti tertera di bawah ini :
Daftar 3
Kandungan Sucrose Dalam Larutan Jenuh
Suhu larutan Suhu larutan
o o
C % Sucrose % air Sucrose % air C % Sucrose % air Sucrose % air
30 68.59 31.41 218.3 53 72.94 27.06 269.6
31 68.77 31.23 220.2 54 73.15 26.85 272.4
32 68.95 31.05 222 55 73.35 26.65 275.2
33 69.13 30.87 223.9 56 73.55 26.45 278.1
34 69.31 30.69 225.8 57 73.76 26.24 281.1
35 69.49 30.51 231.8 58 73.96 26.04 284.1
36 69.67 30.33 229.7 59 74.17 25.83 287.2
37 69.86 30.14 231.8 60 74.38 25.62 290.3
38 70.04 29.96 233.8 61 74.59 25.41 293.6
39 70.23 29.77 235.9 62 74.80 25.20 296.9
40 70.42 29.58 238 63 75.01 24.99 300.2
41 70.60 29.4 240 64 75.23 24.77 303.7
42 70.79 29.21 242.4 65 75.44 24.56 307.2
43 70.98 29.02 244.6 66 75.66 24.34 310.8
44 71.17 28.83 246.9 67 75.88 24.12 314.5
45 71.73 28.63 249.2 68 76.09 23.91 318.3
46 71.56 28.44 251.6 69 76.31 23.69 322.2
47 71.75 28.25 254 70 76.54 23.46 326.2
48 71.95 28.05 256.5 71 76.76 23.24 330.3
49 72.15 27.85 259 72 76.98 23.02 334.4
50 72.34 27.66 261.6 73 77.21 22.79 338.7
51 72.54 27.46 264.2 74 77.43 22.57 343.1
52 72.74 27.26 266.9 75 77.66 22.34 347.6
Chs. GM PERK: DE TECHNOLOGIE DER RIET SUIKER FABRIKATIE

Telah dikemukakan bahwa kelarutan sucrose akan dipengaruhi oleh suhu, sedang kadarnya sendiri
akan menunjukan apakah larutan itu sudah jenuh, kurang jenuh ataupun kelewat jenuh. Jadi misalnya
suatu larutan yang memiliki suhu 65oC maka dalam keadaan jenuh harga sucrose % air = 307.2.
Apabila pada suhu tersebut terdapat larutan yang memiliki kandungan sucrose % air kurang dari 307.2
pastilah larutan itu belum jenuh (=encer) sedang bila memiliki kandungan sucrose % air lebih besar
dari 307.2 maka larutan itu adalah kelewat jenuh.
Untuk dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai derajat kejenuhan ini maka orang
mengadakan bandingan antara kandungan sucrose di dalam suatu larutan dengan kandungan sucrose di
dalam larutan jenuh pada suhu yang sama, harga bandingan ini dikenal sebagai: KOEFISIEN LEWAT
JENUH = KLJ (S = Saturation Coefficient).

KLJ = sucrose % air lart. murni pada toC


sucrose % air lart. jenuh murni pada toC

Untuk larutan gula tehnis ketentuan sama hanyalah perlu dipertimbangkan bahwa pembanding harus
disamakan pada kemurnian yang sama, sehingga Larutan Gula Tehnis :

KLJ = sucrose % air lart. dengan kemurnian R dan suhu toC


Sucrose % air lart. jenuh dengan kemurnian R pada suhu toC

Suatu larutan yang memiliki kemurnian R memiliki kadar sucrose % air = Yt pada toC maka untuk
mencari derajat kejenuhannya harus dilihat dahulu kadar sucrose % air jenuh murni pada toC missal =
St dan factor kelarutan pada kemurnian R = fr maka diperoleh :

KLJ = ____Yt_____
Fr . St

Contoh :
a. Suatu larutan dengan kemurnian: HK = 85 memiliki kadar sucrose % air = 307.2 pada 65oC.
Ditanyakan berapakah
koefisien lewat jenuhnya?

Untuk menjawab pertanyaan ini dicari dahulu harga:


S65 = 307.2
F85 = 0.95

maka KLJ = ____287.2____ = 0.984


(0.95) (307.2)

Jadi larutan ini masih dibawah jenuh.

b. Bila larutan ini mengandung sucrose % air 291,84 maka Koefisien Lewat Jenuh:

KLJ = ____291.84___ = 1.00


(0.95) (307.2)
Maka larutan ini tepat jenuh.

c. Bila kandungan sucrose % air lebih besar dari 307.2 misalnya = 312.5 maka koefisien kejenuhannya:

KK = 312.5 = 1.02
307.2

Larutan ini berada dalam keadaan kelewat jenuh.


Dari contoh-contoh diatas dapatlah disimpulkan bahwa:
KLJ < 1.00 maka larutan di bawah jenuh
KLJ = 1.00 maka larutan tepat jenuh
KLJ > 1.00 maka larutan kelewat jenuh

Keterangan:
Kalau berpegang pada arti KLJ = Koefisien Lewat Jenuh tentunya nilainya selalu lebih besar dari 1.00.
Namun mendasarkan hubungan matematik yang ada dapat diperoleh harga < 1.00 yang di bawah jenuh
tetapi tetap menggunakan istilah KLJ.

Berkenaan dengan adanya pengaruh HK pada factor kelarutan dan juga pengaruh suhu pada kelarutan-
kelarutan sucrose, maka kedua hal tersebut akan berpengaruh pada koefisien kejenuhan seperti terlihat
pada gambar berikut:

Gambar 2. Hubungan suhu dan % brix pada KLJ = 1.20

Gambar 3. Hubungan Suhu dan % brix pada larutan jenuh (KLJ = 1.00)
3.2 Perubahan Sifat Kejenuhan Karena Penguapan

Suatu larutan yang memiliki harga KLJ kurang dari 1.00 (larutan encer) bila mengalami penguapan
akan menyebabkan kenaikan harga sucrose % air (karena airnya mengecil jadi sucrose % air menaik),
dengan demikian maka nilai KLJ juga akan menaik seperti contoh berikut:
Suatu larutan memiliki sucrose % air = 287.2 pada suhu 65oC diperoleh harga KLJ = 0.984,
apabila larutan ini diuapkan airnya maka harga sucrose % air juga akan menaik misalnya menjadi
291,84 pada saat ini akan dicapai harga KLJ = 1.00 dan bila penguapan diteruskan sampai
memperoleh sucrose % air = 321.5 akan diperoleh harga KLJ = 1.02
Jadi dengan penguapan larutan yang semula dibawah jenuh dapat menjadi tepat jenuh atau
malahan menjadi kelewat jenuh. Apabila diperhatikan keadaan larutannya, maka pada saat
mencapai KLJ = 1.00 belum nampak perubahan apapun (larutan masih jernih), demikian pula bila
diuapkan terus sampai KLJ = 1.10 belum juga terjadi perubahan ; barulah setelah dicapai harga
KLJ = 1.4 mulai terjadi pengeruhan sebagai akibat terbentuknya inti-inti kristal.
Dari penjelasan tersebut dapatlah dikatakan bahwa kristal sucrose baru lahir pada suatu konsentrasi
tertentu pada keadaan kelewat jenuh.

3.3 Daerah-daerah Lewat Jenuh dan Sifat-sifatnya

Berdasarkan kenyataan terbentuknya kristal, dengan penguapan ataupun penjenuhan larutan, terjadi
pada konsentrasi kelewat jenuh. Pada koefisien lewat jenuh berapakah terjadinya kristal ini, sukar
untuk dapat ditentukan dengan pasti dikarenakan komponen-komponen nira akan turut mempengaruhi,
sehingga tebu yang berasal dari tempat berlainan ataupun tebu dengan jenis yang berbeda akan
memerlukan derajat kejenuhan berbeda untuk dapat terjadinya pengkristalan.
Angka-angka berikut sebagai hasil penemuan beberapa orang akan lebih menjelaskan.

Daftar 4
Penyelidik Kosien Lewat Jenuh Keterangan
Van Ginneken 1.25 - 2.48 suhu 80 oC
Huese 1.30 PG Jatiroto
Platte den de Vries 1.20 - 1.50
Stanek 1.30 - 1.47

Dengan keterangan diatas bahwa kristal baru terbentuk pada KLJ diatas 1.00 maka timbul pertanyaan,
apakah yang terjadi pada daerah konsentrasi antara tepat jenuh dengan saat terbentuknya kristal?
Untuk menjawab pertanyaan ini para ahli kemudian membagi daerah-daerah lewat jenuh menjadi:

Larutan Encer:
Larutan pada daerah kejenuhan dengan harga KLJ di bawah 1.00 dimana larutan masih dapat
melarutkan kristal sucrose.

Larutan Jenuh:
Larutan yang memiliki koefisien lewat jenuh tepat 1.00 (KLJ = 1.00) dimana akan terjadi
kesetimbangan antara jumlah sucrose yang melarut dan sucrose yang mengkristal.
Larutan tidak dapat melarutkan kristal sucrose lagi.

Daerah Meta Mantap:


Larutan yang terletak pada daerah konsentrasi diatas koefisien lewat jenuh 1.00 (KLJ > 1.00)
dimana molekul sucrose dalam larutan baru dapat menempelkan diri pada kristal yang telah ada.
Daerah ini juga disebut daerah pembesaran kristal.
Daerah Pertengahan:
Larutan yang terletak pada daerah konsentrasi dimana molekul sucrose dalam larutan telah mampu
membentuk inti kristal apabila terdapat atau hadir kristal sucrose dalam larutan.

Daerah Goyah:
Larutan yang terletak pada konsentrasi diatas daerah pertengahan dimana molekul sucrose dalam
larutan telah mampu membentuk inti kristal dengan serentak tanpa hadirnya kristal yang lain.

Dengan pembagian daerah konsentrasi diatas maka jelas bahwa dalam daerah encer bila kedalam
larutan dimasukkan kristal sucrose masih dapat melarut, sedangkan dalam daerah pembesaran kristal
atau daerah meta mantap bila dimasukkan kristal sucrose maka kristal ini akan membesar. Sedangkan
dalam daerah pertengahan bila dimasukkan kristal sucrose maka molekul sucrose dalam larutan akan
segera membentuk inti kristal sendiri, dalam daerah pertengahan inilah terbentuknya kristal palsu dan
sebelum kristal palsu ini lahir akan terjadi pula kristal kembar dan kompleks.

3.4 Pengaruh Suhu pada Derajat Kejenuhan

Seperti telah dikemukakan terdahulu bahwa kelarutan sucrose dipengaruhi oleh suhu larutannya,
berhubung dengan hal ini maka koefisien lewat jenuh juga dapat berubah karena pengaruh suhu.
Hubungan antara konsentrasi ataupun koefisien kejenuhan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4. Grafik KLJ pada berbagai suhu dan Kadar Sucrose


(dikutip dari: MEAD, Cane Sugar Hand Book)

Dengan menggunakan curve diatas mudah dibaca perubahan kejenuhan karena pengaruh suhu.
Misalkan ada larutan yang memiliki suhu 65oC dengan kadar sucrose % air = 288 (KLJ = 0.95)
keadaan ini akan tergambar sebagai titik A pada curve. Larutan diuapkan pada suhu tetap airnya akan
berkurang berarti sucrose % air menaik (titik A bergerak vertical). Pada saat keadaan larutan mencapai
titik B dimana sucrose % air = 303 larutan tepat jenuh (KLJ = 1.00). Seandainya saja setelah berada
dalam titik B larutan mengalami gangguan sehingga suhunya menurun (larutan mendingin) sampai
60oC maka keadaan akan bergeser kekiri sampai titik C dimana dalam keadaan ini larutan berada
dalam daerah kelewat jenuh (KLJ = 1.05) hal ini mudah dimengerti karena konsentrasi jenuh pada
suhu yang lebih rendah juga lebih kecil. Kebalikannya bila pengaruhnya menyebabkan suhu larutan
menaik, maka kedudukan bergeser kekanan misalkan suhunya menjadi 70oC maka keadaan berada
dalam titik D kebetulan ini adalah berada dalam keadaan dibawah jenuh atau encer (KLJ = 0.95). Jadi
dengan keterangan diatas maka derajat kejenuhan suatu larutan akan dapat berubah apabila suhunya
berubah, demikian pula perubahan derajat kejenuhan akan terjadi karena pengenceran atau pemekatan
(penguapan).

3.5 Perubahan Derajat Kejenuhan Karena Penguapan

Apabila proses penguapan dilaksanakan pada tekanan tetap maka suhu proses boleh dikatakan tetap
juga. Misalkan proses penguapan dilaksanakan pada suatu suhu 67oC maka peristiwanya dapat diikuti
seperti gambar berikut:

Gambar 5. Perubahan derajat kejenuhan karena penguapan

Larutan yang dimiliki mula-mula adalah encer (KLJ = 1.00) tergambar sebagai titik A pada permulaan
proses. Dengan berjalannya waktu maka penguapan terjadi sehingga keadaan larut tergambar kearah
atas dan bergeser kekanan atau bergerak dari A ke titik B. Pada saat titik B dicapai maka larutan tepat
jenuh, keadaan larutan sendiri belum terlihat terjadi perubahan yang nampak.
Penguapan dilanjutkan melewati daerah meta mantap tetapi juga tidak terjadi apapun, seandainya pada
saat ini ada kristal dimasukkan kedalamnya maka kristal ini pasti akan membesar. Pada penguapan
selanjutnya akan sampai titik C yang terletak di batas daerah meta mantap dan daerah pertengahan,
disinipun belum terjadi perubahan yang nampak . Demikian pula selama melalui daerah pertengahan
antara C – D, seandainya pada daerah ini telah ada atau dengan sengaja diberikan kristal pasti akan
segera lahir inti-inti kristal baru. Apabila didalam larutan telah ada kristal yang banyak (dalam praktek
seperti saat akhir masak) dan jarak antar kristal pendek, mungkin dapat terjadi penggandengan antara
kristal-kristal yang ada (terjadi kristal kembar).
Pada pemekatan selanjutnya di atas D masuk di daerah goyah maka barulah terjadi dengan serentak
inti-inti kristal baru meskipun tidak diberi kristal dari luar.
4. PROSES KRISTALISASI

4.1 Mekanisme Pengkristalan

4.1.1 Pembentukan Kristal

Bagaimana mekanisme terbentuknya kristal sucrose dari molekul sucrose didalam larutan encer dapat
diuraikan sebagai berikut:
Dalam larutan encer jarak antara molekul satu dengan yang lain masih cukup besar sehingga molekul
yang satu dengan yang lain belum begitu nampak saling berpengaruh. Pada proses penguapan atau
pemekatan jarak antara masing-masing molekul dalam larutan tersebut saling mendekat dikarenakan
adanya penguapan air pelarutnya. Apabila jaraknya sudah cukup dekat masing-masing molekul dapat
saling mempengaruhi sehingga dapat saling tarik menarik, apabila pada saat itu di sekitarnya terdapat
kristal sucrose maka akan ada kesetimbangan antara molekul sucrose yang melarut dan molekul
sucrose yang menempel (mengkristal), keadaan ini disebut sebagai larutan jenuh.
Pada tahap selanjutnya bila kepekatan menaik maka molekul-molekul dalam larutan akan dapat saling
bergandengan dan membentuk rantai-rantai molekul sucrose, sedang pada pemekatan yang lebih tinggi
lagi maka rantai-rantai sucrose tersebut akan dapat saling bergabung pula dan membentuk suatu
kerangka atau pola kristal sucrose. Peristiwa ini semua berlangsung dalam suasana molekul sehingga
tidak dapat diikuti oleh mata tanpa alat pembesar.
Terbentuknya pola kristal sucrose ini yang biasa disebut lahirnya inti kristal. Mudah dimengerti bahwa
inti yang baru lahir ini pasti ukurannya amat lembut (beberapa mili micron). Untuk dapat
membesarkan inti ini haruslah dapat dilaksanakan penempelan molekul sucrose kepada inti ini.
Berhubung suasana terbentuknya inti berlangsung dalam konsentrasi yang tinggi maka pembesaran
kristal akan terjadi pada konsentrasi yang agak lebih rendah, dimana molekul sucrose dalam larutan
belum mampu membentuk inti kristal tetapi baru mampu menempelkan diri pada kristal yang telah
ada. Daerah konsentrasi yang dimaksud adalah daerah yang biasa disebut daerah pem,besaran kristal
atau daerah meta mantap. Pembesaran kristal atau penempelan molekul sucrose kepada kristal dapat
diibaratkan orang membuat tembok kue lapis yang akan menebal secara berlapis-lapis.

Gambar 6. Bagian lapisan sucrose pada kristal

Pada awal pertumbuhan dari kristal ini tentu masih amat lambat karena pada saat itu permukaan yang
menampung menempelnya molekul sucrose masih amat kecil. Dengan demikian pada awal
pertumbuhannya kecepatan kristalisasi (yang dinyatakan dengan jumlah sucrose yang mengkristal tiap
menit) juga amat kecil. Oleh karenanya pada saat ini diusahakan supaya penguapan atau pemekatan
larutan dikurangi atau dicegah agar memberi kesempatan membesarkan kristalnya sehingga dapat
mengimbangi kenaikan kejenuhan (kepekatan) karena penguapan.
Pertumbuhan dari kristal sucrose akan mengikuti pola tertentu dimana pola ini adalah suatu bentuk
yang khusus dari kristal sucrose (= ialah suatu kristal yang di dalam ilmu “crystallography” disebut:
kristal monoklin hemi morfi = “monoclinic hemimorphic crystal). Artinya disini ialah bahwa sucrose
tidak dapat mengkristal dalam bentuk lain kecuali bentuk khusus tersebut.
4.1.2 Kecepatan Kristalisasi

Yang dimaksud kecepatan kristalisasi adalah angka yang menggambarkan jumlah sucrose yang
berubah menjadi kristal tiap satuan waktu. Kecepatan kristalisasi = mg sucrose menjadi kristal/menit.
Dalam proses pabrik diharapkan bahwa angka ini dapat mencapai setinggi-tingginya agar proses secara
keseluruhan menjadi lebih cepat. Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi kecepatan
kristalisasi:

4.1.2.1 Pengaruh Ukuran Kristal pada Kecepatan Kristalisasi


Kristalisasi dilaksanakan dengan mengusahakan menempelkan sucrose dalam larutan kepada
kristal atau inti kristal. Jumlah molekul sucrose yang dapat menempel pada kristal tergantung pada
luasd permukaan kristal yang akan menampungnya, seda luas permukaan kristal akan tergantung
dari besarnya ukuran kristal.
Tuan Stanek yang mengolah data Tuan Thieme dapat menjelaskan mengenai hubungan antara
ukuran kristal dengan luas bidang permukaan kristal seperti curve berikut:

Gambar 7. Hubungan antara panjang kristal dengan luas permukaan kristal

Dari curve diatas dapat diambil contohnya, misalkan kristal yang memiliki ukuran panjang
0.22mm akan memiliki luas bidang kristalnya sebesar 0.2mm2, sedangkan kristal yang memiliki
ukuran panjang 0.66 mm akan memiliki luas bidang kristal sebesar 2mm2. Dari contoh tersebut
mudah dijelaskan bahwa misalnya dalam suatu derajat kejenuhan tertentu molekul yang dapat
menempel pada kristal sebesar p molekul/mm2 maka:
Jumlah molekul menempel pada kristal:
0.22 mm ------------ 0.2 p
0.66 mm ------------ 2.0 p
Dengan demikian pada konsentrasi sucrose yang sama maka kecepatan kristalisasi dimana
terdapat kristal sucrose yang memiliki ukuran 0.66 mm akan 10x besarnya kecepatan kristalisasi
pada larutan yang mengandung kristal dengan ukuran 0.22 mm. dalam suatu pan kristalisasi
jumlah sucrose yang tersedia sudah tertentu, maka untuk suatu jumlah tertentu besarnya luas
permukaan kristal akan menjadi semakin luas bila ukuran kristal semakin kecil.
Daftar berikut memperjelas masalah diatas:

Daftar 5
Luas Permukaan kristal pada berbagai ukuran
Mesh Panjang kristal Luas Permukaan Luas Permukaan
(mm) kristal (mm2/mg) Relatif (%)
65 0.208 19.1 200
60 0.246 16.2 170
48 0.295 13.5 142
42 0.351 11.4 119
35 0.417 9.94 100

Mead-Chen: CANE SUGAR HAND BOOK

Dari table diatas nampak sebagai contoh:


Bibit dengan HK = 85, %brix = 94 dan penghisapan saat diperiksa 30%, bj = 1.521
Keadaan I : ukuran kristal = 0.208
II : ukuran kristal = 0.351
Maka untuk setiap 100HL akan terdapat kristal tebu rata-rata: (0.94)(100)(1.521)(0.85)(0.30) =
37 kuintal
Luas Permukaan Kristal:
Keadaan I = 37 x 19.1 x 108 m2 = 706.70 m2
106

Keadaan II = 37 x 11.4 x 108 m2 = 42180 m2


106

Dari perhitungan diatas jelas bahwa kristal bibit dengan ukuran lebih kecil (keadaan I) memiliki
luas permukaan yang lebih besar bearti kecepatan kristalisasi dari masakan dengan bibit I lebih
besar dari bibit II tetapi hasil kristalnya masakan dengan bibit I lebih lembut dari bibit II.
Maka dpatlah dikatakan bahwa kecepatan kristalisasi akan tergantung dengan besarnya kristal
dimana molekul sucrose menempel.

4.1.2.2 Pengaruh Konsentrasi Larutan pada Kecepatan Pengkristalan

Proses pembesaran kristal akan berlangsung pada daerah konsentrasi tertentu. Misalkan pada
larutan gula murni, daerah pembesaran kristal akan berada pada daerah koefisien lewat jenuh
antara 1.00 dengan 1.20. Dalam larutan gula murni kelarutan sucrose dapat pula dinyatakan dalam
besaran sucrose % air (lihat penjelasan terdahulu).
Misalkan kita beroperasi pada suhu 65oC maka kandungan sucrose jenuh adalah:
Sucrose % air jenuh pada suhu 65oC ………….= 307.2
Sucrose % air pada KLJ 1.10 = 1.10 (307.2) = 337.92
Sucrose % air pada KLJ 1.20 = 1.20 (307.2) = 368.64
Dari perhitungan diatas tampak bahwa kandungan sucrose pada kejenuhan lebih tinggi adalah
lebih besar dibanding dengan kadar sucrose pada kejenuhan yang lebih rendah. Dalam hal ini akan
lebih mudah dimengerti bahwa kemungkinan menempelnya sucrose dari larutan yang memiliki
kandungan sucrose lebih besar tentulah akan lebih tinggi.
Gambar dibawah ini yang diambilkan dari buku “Principles of Sugar Technology” karangan P.
Honig akan lebih menjelaskan:
Gambar 8. Hubungan antara kecepatan kristalisasi dengan derajat kejenuhan

Dari curve tersebut terlihat bahwa kecepatan kristalisasi akan menaik dengan menaiknya
kejenuhan pada suatu suhu tertentu. Semakin tinggi suhunya semakin besar kenaikan kecepatan
kristalisasi akan melonjak dengan cepat. Misal pada 50oC, pada KLJ = 1.005 kecepatan kristalisasi
340 mg/m2/mnt; sedang pada KLJ = 1.045 besarnya 4060 mg/m2/mnt, ternyata lebih dari 12x
(lihat daftar 6).

Daftar 6
2
Kecepatan Kristalisasi (mg/m /mnt) dari sucrose pada berbagai KLJ dan suhu
o
C KLJ = % sucrose dalam nira / % sucrose jenuh dalam nira pada suhu yang sama
1.005 1.01 1.015 1.02 1.025 1.03 1.035 1.04 1.045 1.05 1.055 1.06 1.065 1.07 1.08 1.09 1.1 1.11
0 - 5 - 9 - 14 - 19 - 25 - 32 - 38 45 52 62 76
20 40 80 120 150 190 230 275 320 360 420 480 525 575 620 - - - -
30 75 150 225 380 495 625 755 910 1115 1320 - - - - - - - -
40 145 285 490 675 855 1060 1300 1540 1800 2085 2580 - - - - - - -
50 240 490 800 1200 1800 2300 2870 3510 4060 - - - - - - - - -
60 340 720 1340 2210 3100 - - - - - - - - - - - - -
70 850 1700 2560 4000 - - - - - - - - - - - - - -
4.1.2.3 Faktor lain yang berpengaruh pada Kecepatan Kristalisasi

Masih terdapat factor-faktor lain yang dapat berpengaruh pada kecepatan kristalisasi, antara lain
adalah:
- kandungan kotoran dalam larutan
- viscositas larutan
- percampuran atau sirkulasi larutan
Pada pokoknya semuanya dapat berpengaruh jelek.
Kandungan kotoran yang besar akan dapat mempersulit pwngkristalan, artinya akan dapat
mengurangi kecepatan kristalisasi. Jadi proses pengkristalan pada larutan dengan kemurnian
rendah akan memiliki kecepatan kristalisasi yang rendah pula.
Viscositas larutan dipengaruhi oleh konsentrasi serta kandungan dan macam kotoran dalam
larutan. Tingginya viscositas akan dapat menghambat gerakan dari molekul-molekul, yang berarti
juga tingginya viscositas akan dapat merendahkan kecepatan kristalisasi.
Untuk dapat lebih mempercepat pengkristalan maka jarak antara molekul sucrose dengan kristal
haruslah cukup dekat. Hal ini dapat dicapai bila kristal cukup rapat dan selama proses terjadi
gerakan dari larutan maupun kristalnya, gerakan ini dapat dicapai apabila larutan atau massa
dalam pan kristalisasi selalu bergerak atau mengalir ialah dengan membuat sirkulasi dalam pan
sebaik mungkin.

4.2 Kondisi Proses Kristalisasi

Salah satu tujuan dalam melaksanakan proses kristalisasi adalah mengambil sucrose dalam bentuk
murni dengan cara yang cepat, murah, tidak mengalami banyak kehilangan serta mendapatkan hasil
yang sesuai dengan syarat atau permintaan pasar/konsumen. Untuk dapat mencapai tujuan diatas maka
kondisi proses dimana sucrose dikristalkan akan turut menentukan. Sucrose adalah salah satu bahan
yang dapat dirusakkan oleh panas, sedangkan hasil perusakannya adalah suatu bahan yang berwarna
gelap dimana bahan ini akan dapat menyebabkan turunnya mutu kristal bila terdapat dalam larutan di
lingkungan proses pengkristalan. Berkenaan dengan hal tersebut maka seyogyanya proses
dilaksanakan pada suhu yang rendah.
Pelaksanaan proses kristalisasi dilakukan dengan cara menguapkan airnya yang masih terdapat dalam
larutan atau dalam nira. Untuk dapat melaksanakan penguapan ini haruslah dapat diberikan panas
kepada larutan, dimana untuk memberikan panas harus ada daya dorong perpindahan panas yang
berupa selisih suhu. Makin tinggi selisih suhu antara bahan pemanas dan bahan yang dipanasi
persyaratan pertama diatas harus diperhatikan, ialah bahwa suhu pemanasnya tidak boleh terlalu tinggi
(agar sucrose tidak rusak).
Jadi syarat kondisi prose disini ialah bahwa proses dilaksanakan pada suasana suhu rendah dengan
pemanas yang memiliki suhu rendah pula tetapi selisih suhu pemanas dan larutan harus tinggi. Untuk
dapat melaksanakan ini semua terpaksa kita melaksanakan proses kristalisasi dalam suasana tekanan
yang terendah (tekanan dibuat lebih kecil dibanding dengan tekanan udara luar) atau dalam suasana
hampa. Tingginya suhu didih (titik didih) dari air akan tergantung dengan besarnya tekanan. Daftar
berikut menjelaskan :
Daftar 7
Hubungan besarnya tekanan, hampa dan titik didih air murni

o
Tekanan (atm) Hampa (cmHg) Titik Didih C
1.00 0 100
0.834 12.6 95
0.692 23.4 90
0.571 32.6 85
0.467 40.5 80
0.380 47.1 75
0.308 52.6 70
0.247 57.2 65
0.196 61.1 60
0.155 64.2 55
0.122 66.7 50
0.095 68.8 45
0.072 70.5 40
0.055 71.8 35
0.050 72.2 30
Daftar dimuka adalah diperuntukan air murni. Pada larutan gula tehnis titik didih larutan akan lebih
tinggi dari air murni dikarenakan adanya bahan terlarut. Besarnya kenaikan titik didih akan
dipengaruhi oleh jumlah atau kadar bahan yang terlarut. Daftar berikut menunjukkan kenaikan titik
didih dalam hubungannya dengan konsentrasi dan kemurnian larutan:

Daftar 8
o
Kenaikan Titik Didih ( C) pada berbagai Konsentrasi dan HK
Konsentrasi Kemurnian = HK
100 90 80 70 60 50 40
40 1.0 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 2.1
45 1.4 1.5 1.8 2.0 2.2 2.5 2.7
50 1.7 1.9 2.2 2.5 2.8 3.1 3.4
55 2.3 2.5 2.8 3.1 3.5 3.9 4.2
60 2.9 3.2 3.6 4.0 4.5 4.9 5.3
65 3.8 4.1 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5
70 5.0 5.5 6.0 6.5 7.1 7.7 8.4
75 7.0 7.5 8.0 8.6 9.4 10.1 10.9
80 9.4 10.0 10.6 11.3 12.3 13.1 14.2
85 13.0 13.7 14.4 15.3 16.4 17.4 18.3
90 19.7 20.5 21.2 22.4 23.7 25.3 -
Chs. G.M.Perk. "DE TECHNOLOGIE DER RIETSUIKER FABRIKATIE"

Yang dimaksud dengan kenaikan titik didih dapat diterangkan sebagai berikut:
Misalkan proses kristalisasi dilaksanakan pada: tekanan = 0.155 atm atau hampa 64.2 cmHg,
konsentrasi larutan = 70% dengan kemurnian larutan HK = 80. Dari table titik didih air murni
didapat pada tekanan 0.155 atu hampa 64.2 cmHg akan mendidih pada suhu 55 oC. Dari table
kenaikan titik didih pada konsentrasi 70 oC dan kemurnian 80 maka kenaikan titik didihnya = 6
oC. Jadi suhu proses kristalisasi menjadi = 55 + 6 = 61 oC. Untuk dapat melaksanakan proses
pada kondisi hampa maka alat harus diperlengkapi dengan peralatan pembuat hampa.

4.3 Langkah-langkah dalam Proses Kristalisasi


Langkah-langkah proses kristalisasi larutan gula akan meliputi:
1. menarik hampa
2. menarik larutan
3. membuat bibit
4. membesarkan kristal
5. memasak tua
6. menurunkan masakan

4.3.1 Menarik Hampa

Sebelum proses kristalisasi dilakuka akan dimulai dengan membuat hampa bejana (pan) dimana
proses dilaksanakan. Pembuatan hampa pan dimulai dengan menutup semua valve yang
berhubungan dengan pan. Kemudian dibuka valve pancingan yaitu valve kecil yang menghubungkan
pan kristalisasi dengan bejana pengembun (kondensor). Sementara itu bejana kristalisasi akan mulai
menjadi hampa. Perubahan kehampaan dapat diikuti dengan “vacuum gauge”, baik alat ukur dari
logam maupun yang menggunakan air raksa. Pada alat ukur yang menggunakan air raksa akan lebih
jelas diikuti karena perubahan tekanan atau naiknya kehampaan akan sesuai dengan tingginya
gerakan air raksa dalam kapiler. Bila gerakan naik air raksa sudah sekitar 45 cm (kehampaan dalam
pan 45 cmHg) maka mulailah valve besar yang menghubungkan pan dengan bejana pengembunan
(kondensor) dibuka. Pembukaan valve dilakukan perlahan-lahan sehingga perubahan tekanan dalam
pan juga berlahan-lahan sampai terbuka penuh. Pada keadaan maksimal kehampaan pan akan sekitar
65 cmHg. Sementara itu valve steam pemanas mulai terbuka kecil untuk maksud pemanasan pan.

4.3.2 Menarik Larutan

Larutan sucrose yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kristal disimpan dalam peti-
peti larutan yang berupa peti nira kental, peti setrup, peti klare dan peti-peti leburan. Dalam peti-peti
penampungan larutan ini dilengkapi dengan pipa pemanas dengan lubang-lubang terbuka dimana
dapat dialirkan steam kedalam larutan. Sebelum larutan ditarik masuk kedalam pan terlebih dahulu
dipanasi dengan steam, dengan demikian larutan dalm peti akan dipanasi dan sementara itu juga
diencerkan. Pemanasan dimaksudkan untuk membuat larutan memiliki suhu sama dengan suhu pan
dan juga menurunkan kejenuhannya. Sedangkan pengenceran dimaksudkan benar-benar untuk
menurunkan kejenuhannya sehingga kristal-kristal lembut yang ada akan larut.
Pada penarikan larutan pertama dengan cara membuka valve larutan sampai sejumlah tertentu akan
dilanjutkan dengan mencuci sehingga larutan benar-benar bebas dari kristal lembut. Setelah yakin
bahwa dalam larutan bebas dari kristal lembut barulah dilanjutkan dengan langkah berikutnya.

4.3.3 Pembuatan Bibit

4.3.3.1a Pembuatan Bibit dengan Cara Serentak (Spontan)

Pembuatan bibit dengan cara spontan akan dimulai dengan menggunakan larutan seperti telah
disiapkan pada langkah 4.3.2. Setelah memperoleh keyakinan bahwa dalam larutan tidak lagi
mengandung kristal-kristal lembut maka penguapan dimulai, dengan demikian konsentrasi
larutannya menaik (kejenuhannya menaik). Untuk lebih mudah diikuti perubahan konsentrasi serta
peristiwa yang terjadi dapat diikuti dalam gambar (curve) seperti dibawah ini:
Sumbu tegak menggambarkan perubahan konsentrasi sucrose (atau perubahan kejenuhan) dan
sumbu mendatar menggambarkan waktu proses.

Gambar 9. Perubahan kejenuhan selama pembuatan bibit secara serentak (“spontan”)

Letak kedudukan larutan yang telah disiapkan adalah pada titik A ialah keadaan pada saat awal
proses dimana larutannya masih dibawah jenuh (koefisien lewat jenuhnya kurang dari 1.00).
Apabila larutan mendidih artinya terjadi penguapan maka kedudukan larutan akan bergeser
menaik dan akan mencapai keadaan tepat jenuh (KLJ = 1.00), pada saat ini belum terjadi kristal,
demikian pula bila penguapan dilanjutkan, selama dalam daerah meta mantap, dan daerah
pertengahan belum kelihatan terjadinya kristal (ingat definisi), baru setelah larutan masuk daerah
goyah (labil) inti kristal terbentuk (B). Pada saat ini inti kristal terbentuk serentak (dengan cepat)
meskipun belum tampak jelas oleh mata. Untuk mencegah terjadinya inti kristal yang berlebihan
maka konsentrasi larutan segera diturunkan sampai daerah meta mantap (titik C) dimana inti yang
telah terbentuk akan dibesarkan sehingga lebih jelas dilihat mata.
Pada saat ini tukang masak akan menetapkan (berdasarkan pengalaman) apakah jumlah inti yang
terbentuk telah cukup, apabila dianggap bahwa jumlahnya masih kurang cukup maka konsentrasi
dinaikkan kembali sehingga mencapai daerah labil untuk kedua kalinya (titik D) untuk selanjutnya
juga segera dibawa ke daerah meta mantap agar inti yang terbentuk membesar (E). Apabila
kemudian dianggap bahwa kekurangan inti tinggal sedikit mungkin larutan perlu dinaikkan
kembali konsentrasinya tetapi hanya sampai daerah pertegahan (titik F) untuk selanjutnya dibawa
kembali ke daerah meta mantap (daerah pembesaran kristal). Pada saat larutan berada dalam
daerah goyah (labil) akan terjadi inti-inti secara serentak (spontan).
Jumlah inti yang lahir tergantung pada lamanya waktu larutan dalam daerah goyah serta tingginya
konsentrsi atau KLJ. Selanjutnya bila dianggap bahwa jumlah inti yang terbentuk telah cukup
maka langkah beralih kepada pembesaran inti.

4.3.3.1b Pembesaran Inti

Setelah diperoleh jumlah inti cukup langkah selanjutnya adalah pembesaran inti tersebut. Sesaat
terbentuknya inti ukuran dari inti masih amat lembut (hamper-hampir tak terlihat mata) maka inti
ini perlu segera dibesarkan dengan mengusahakan agar molekul sucrose yang berada dalam
larutan menempelkan diri pada inti tersebut, tetapi pada saat itu ukuran inti masih lembut sehingga
luas permukaan yang dapat menampung molekul sucrose yang akan menempel juga masih amat
kecil.
Karena kecilnya luas bidang yang dapat menampung molekul sucrose maka dapat dikatakan
bahwa kecepatan kristalisasi pada saat ini juga masih kecil (dinyatakan dalam berat sucrose yang
mengkristal tiap satuan waktu). Sementara itu penguapan terus berjalan, artinya kenaikan
konsentrasi atau kejenuhan terus berlangsung sedang penurunan kejenuhan sebagai akibat
menempelnya sucrose pada kristal masih kecil. Dengan demikian kedua keadaan ini belum
seimbang dimana kenaikan konsentrasi masih lebih besar disbanding dengan penurunan
konsentrasinya. Hal ini dapat menimbulkan keadaan kurang baik bila kenaikannya menjadi terlalu
tinggi. Untuk mencegahnya maka diusahakan supaya pada saat pembesaran inti kenaikan
konsentrasi dihambat, ialah dengan mengurangi kecepatan penguapan dengan cara mengurangi
sedikit bahan pemanas atau menambah air kedalam bejana kristalisasi, hanya perlu mendapat
perhatian bahwa penambahan ini haruslah sedemikian sehingga kejenuhan dapat dipertahankan
tetap (dalam curve garis kejenuhan mendatar).

4.3.3.1c Mendekatkan Inti (marapatkan inti)

Apabila pembesaran inti telah dianggap cukup dengan kristal yang cukup kuat, maka pekerjaan
selanjutnya ialah supaya jarak antara kristal yang satu dengan yang lain cukup dekat, hal ini perlu
agar kecepatan kristalisasi selanjutnya dapat dipertahankan tinggi. Merapatkan inti dengan cara
menguapkan airnya terus (sehingga volume larutan mengecil) dan kedudukan kristal satu dengan
lainnya saling mendekat.
Apabila jarak kristal sudah cukup dekat maka langkah selanjutnya tinggal membesarkan
kristalnya. Dengan demikian bibit telah siap.

4.3.3.2 Pembuatan bibit dengan cara pengejutan

Pada pembuatan inti secara spontan pada dewasa ini telah jarang dilakukan karena ternyata kerap
kali diperoleh inti yang lahirnya tidak bersamaan sehingga akan diperoleh kristal yang tidak
merata. Untuk lebih memperbaiki hasil kristal yang akan diperoleh maka lahirnya inti dibantu
dengan menggunakan bubuk gula yang sengaja diberikankedalam pan. Penggunaan bubuk gula
menurut MARCHES sebanyak 50 – 100 gr bubuk gula yang disaring dengan saringan 50 mesh
untuk setiap 100 HL masakan yang akan diperoleh (masakan tingkat terakhir). Bubuk gula yang
dimasukkan ini bukanlah diperuntukkan sebagai inti sepenuhnya tetapi sebagai alat pengejut saja
supaya dapat lahir serentak intinya. Mengenai hal ini dijelaskan oleh Ir. Pada Carebet bahwa
dengan menggunakan bubuk gula yang disaring 100 mesh (= 280 butir kristal tiap mg) untuk
dapat membuat masakan yang isinya 250 HL akan dibutuhkan gula sebanyak 1964.4 kg bila ingin
memberikan inti-inti kristal sepenuhnya dari bubuk gula. Hal ini pastilah sukar atau tidak mungkin
dilaksanakan. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa bubuk yang dimasukkan bukanlah sebagai
inti tetapi lebih berperan sebagai pengejut terbentuknya inti.
Pembuatan bibit dengan cara pengejutan akan dimulai dengan persiapan sama dengan cara
spontan, ialah dimulai dengan penarikan hampa kemudian diikuti dengan penarikan larutan.
Penguapan atau pemekatan larutan akan dibawa sampai masuk dalam daerah pertengahan
(intermediate zone) dimana saat dicapai keadaan ini dimasukkanlah bubuk gula, dengan
dimasukkannya bubuk gula maka akan serentak lahir inti-inti kristal bagaikan dikejutkan.
Selanjutnya setelah lahirnya inti kristal larutan diturunkan kejenuhannya dengan menarik larutan
encer kedalam pan hingga mencapai daerah pembesaran kristal (daerah meta mantap = meta stabil
zone), dengan demikian inti yang telah terlahir akan membesar.
Langkah selanjutnya akan sama dengan proses pembuatan bibit secara spontan, dimana setelah
inti terbentuk larutan dibawa ke daerah pembesaran kristal untuk memberi kesempatan
membesarnya inti. Dikarenakan pada saat ini ukuran inti masih sangat lembut maka kecepatan
kristalisasi juga masih rendah sehingga perlu ditahan kenaikan kejenuhan dengan cara mengurangi
kecepatan penguapan (mengurangi pemanas atau lebih sering memberikan air sirkulasi. Setelah
inti cukup besar maka langkah selanjutnya merapatkan kristal dan akhirnya bibit telah siap.

Gambar 10. Perubahan kejenuhan selama pembuatan bibit secara pengejutan

4.3.3.3 Pembuatan Bibit dengan Pemberian Inti Penuh (Full Seeding)

Bibit yang dibuat secara spontan maupun secara pengejutan masih akan diperoleh kristal yang
tidak rata mengingat kemungkinan lahirnya kristal yang tidak dapat serentak bersamaan, maupun
sulitnya memperoleh kondisi larutan yang sama saat lahirnya inti atau saat memasukkan bubuk
gula.
Disamping hal kerataan kristal maka dalam proses pabrik masih diminta untuk dapat
memperpendek waktu proses. Proses pembibitan penuh dilaksanakan dengan:
a. pembuatan bibit dengan babonan
b. pembuatan bibit dengan fondan
a. Pembuatan bibit dengan babonan
Kristal yang dapat diambil sebagai hasil harus memenuhi syarat-syarat tertentu dari pasaran antara
lain: syarat kemurnian, keputihan, ukuran butir kristal dan sebagainya.
Didalam tingkat-tingkat proses kristalisasi sucrose akan selalu diperoleh kristal-kristal dengan
ukuran kecil (lebih kecil dari ukuran yang disyaratkan) yang diperoleh dari pemisahan kristal
lewat saringan maupun yang diperoleh dari salah satu langkah proses kristalisasi sehingga didapat
kristal lembut. Sudah diketahui bahwa proses pengambilan kristal dari nira tidak dapat
dilaksanakan hanya dalam satu langkah. Untuk tahap-tahap akhir dimana pemurnian larutan
rendah maka kecepatan kristalisasi juga rendah. Untuk dapat meningkatkan kecepatan kristalisasi
ini sengaja dibuat bibit dengan jumlah kristal yang lebih banyak, akibatnya pada akhir proses
kristal yang diperoleh setelah dipisahkan dari setrupnya juga masih kecil/lembut.
Apabila kristal-kristal lembut ini dipandang dari persyaratan hasil semata-mata hanya terlalu kecil
saja maka kristal tersebut dapat dimasukan kembali dalam pan kristalisasi untuk dibesarkan.
Misalkan persyaratan hasil yang diminta adalah kristal dengan ukuran rata-rata 1.00 mm,
sedangkan kita memiliki kristal sebesar 0.4 mm maka kristal ini dapat digunakan sebagai bibit.
Misalkan untuk masakan tingkat I dan II (masakan A dan B) dimana akan dibuat kristal yang
diambil sebagai hasil, maka kristal lembut dapat dicampur dengan nira kental, campuran ini
disebut Babonan (“magma”).
Persiapan pan akan dimulai dengan menarik hampa, kemudian baru menarik babonan (seed)
sejumlah sama dengan volume pembibitan (graining volume) dari pan ialah volume larutan (bibit)
sehingga dapat menutup seluruh bidang pemanas yang bekerja saat bersirkulasi. Sesudah menarik
babonan langkah selanjutnya dimulai dengan mencuci kristal, yang dimaksud disini adalah
menghilangkan kristal-kristal palsu (kristal yang jauh lebih lembut dari kristal yang akan dijadikan
bibit) dengan memberikan air pencuci. Setelah kristal-kristal palsu hilang maka langkah
selanjutnya adalah merapatkan kristal. Setelah kedudukan dari kristal-kristal cukup rapat maka
siaplah pembuatan bibit. Kebaikan menggunakan bibit babonan adalah dapat diperoleh waktu
proses yang lebih pendek karena ukuran bibit telah agak besar (0.3 – 0.4 mm).
Perkiraan jumlah bibit yang harus dibuat dapat dihitung menggunakan rumus pendekatan sebagai
berikut:

Vb = Vm Rm - Ri
Rb - Ri

Vb = volume bibit
Vm = volume masakan
Rb = HK bibit
Rm = HK masakan
Ri = HK larutan isi (larutan yang ditambahkan)

b. Pembuatan Bibit dengan Fondan

Salah satu syarat agar diperoleh hasil kristal yang tinggi mutunya adalah kerataan dari kristal yang
dibuat. Pembuatan kristal dengan menggunakan bibit dengan cara pengejutan ada keburukannya
karena kemungkinan lahirnya inti kristal tidak bersamaan (bila terpaksa melakukan pengejutan
beberapa kali) yang dapat mengakibatkan adanya perbedaan ukuran yang diperoleh.
Kristalisasi menggunakan bibit dari babonan juga ada kekurangannya karena kemungkinan
terjadinya kesalahan pada proses pembuatan kristal mula-mula dimana diperoleh kristal lembut
tadi akan diderita pula pada pengkristalan lanjutan ini. Misalkan terdapatnya kristal kembar atau
kristal komplek dalam babonan akan tetap terdapat sampai akhir proses (tidak dapat dihilangkan
selama proses).
Untuk dapat mengurangi kemungkinan buruk yang dapat terjadi seperti pada bibit babonan maka
diusahakan dapat memberikan bibit dengan inti sepenuhnya yang dibuat diluar pan. Inti yang
sengaja diberikan ini haruslah inti yang memiliki bentuk kristal baik dan memiliki ukuran yang
sama. Inti ini dapat dibuat dengan menggiling kristal kasar sehingga menjadi kristal halus yang
diketahui ukurannya ataupun inti yang dibuat diluar pan dengan suatu cara tertentu yang lebih
dikenal dengan nama “Fondan".
Untuk dapat memperhitungkan jumlah inti yang diperlukan dengan anggapan bentuk kristal
seperti kubus.
Misalkan ukuran kristal bibit = L1 dan kristal hasil = L2 ; maka :
Volume bibit = L13 ; Berat bibit = L13 x ρ (ρ = berat jenis kristal)
Berat kristal bibit = G1
Berat kristal hasil = G2

G1 = L13 x ρ = ( L1 )3
G2 L23 x ρ L2

G1 = ( L1 )3 x G2
L2

G1 = berat kristal pada keadaan 1


G2 = berat kristal pada keadaan 2
L1 = panjang kristal pada keadaan 1
L2 = panjang kristal pada keadaan 2

Dengan membuat bubuk gula maupun fondan, ukuran kristal inti yang diperoleh adalah sekitar 5
mµ (= 0.005 mm). Jadi misalkan ingin membuat kristal dari fondan menjadi kristal berukuran 0.3
mm maka perbandingan jumlah kristal fondan dan kristal yang akan diperoleh adalah:

G1 = ( 0.3 )3 = (60)3 = 216000


G2 = 0.005
Berat kristal inti (fondan) = 1 x G2
216000

Dengan mengetahui berat kristal yang akan diperoleh maka akan dapat diketahui pula beratnya
inti yang harus digunakan. Selanjutnya perhitungan-perhitungan ini dapat pula digunakan untuk
menentukan jumlah bibit yang diperlukan untuk satu pan kristalisasi dari sembarang kristal yang
lebih kecil. Misal bibit akan ditarik dari suatu babonan yang memiliki ukuran kristal = L1,
dengan data-data analisa sebagai berikut:
Panjang kristal babonan = L1
Kadar kristal % babonan = p
% brix babonan = b
Berat jenis babonan = d (table)
Kristal yang akan dibuat:
Volume = V
% brix = B
Berat jenis = D
Kadar kristal % masakan = P
Ukuran kristal = L2
Dari rumus terdahulu akan diperoleh berat kristal bibit

G1 = ( L1 )3 x G2
L2

Tinggal mencari harga G2 :


Berat masakan = V . D
Berat kristal = G2 = P . V . D
100
Jadi G1 = 1 ( L1 ) 3 . P . V . D
100 L2

Kristal bibit sebanyak G1 diperoleh dari babonan dengan volume VB.


Berat babonan = VB . d
Berat kristal babonan = G1 = VB . d . p = ( L1 )3 . P.V.D
100 L2 100

VB = ( L1 )3 . P.V.D
L2 d.p

Pada waktu akhir-akhir ini pemberian bibit penuh dari bubuk gula sudah banyak ditinggalkan dan
yang masih banyak digunakan adalah pemberian bibit dengan fondan.
Adapun pembuatan bibit dari fondan akan dimulai dengan persiapan yang sama dengan cara lain,
ialah dengan menarik hampa, kemudian menarik larutan dan diikuti dengan pemekatan larutan.
Penguapan atau pemekatan larutan yang pertama ini hanya dibuat sampai daerah pembesaran
kristal (daerah meta mantap), apabila keadaan ini telah dicapai maka dimasukkanlah inti fondan
sesuai dengan perhitungannya (ingat inti fondan terdapat dalam emulsi atau tercampur dengan zat
cair “alkohol”, sedang yang diambil dari perhitungan adalah beratnya inti). Sesaat inti fondan
dimasukkan kejenuhan ditahan tetap untuk memberi kesempatan inti membesar (pembesaran inti)
untuk selanjutnya sampai kepada langkah pendekatan inti dan siaplah bibit yang dibuat.

4.3.4 Membesarkan Kristal

Setelah bibit siap dibuat, langkah selanjutnya adalah membesarkan bibit sampai mencapai ukuran
kristal yang diharapkan dan bila perhitungan pembuatan bibit baik maka bersamaan itu pula pan
masak akan menjadi penuh.
Dalam usaha membesarkan kristal tukang masak harus dapat melaksanakan usaha menempelkan
molekul sucrose yang terdapat pada larutan kepada bibit kristal yang telah dibuat sebanyak mungkin
dalam waktu sependek-pendeknya. Usaha ini dapat dilakukan dengan menjaga kejenuhan larutan
tetap berada dalam daerah pembesaran kristal (daerah meta mantap). Untuk dapat menjaga agar
kecepatan kristalisasi tetap tinggi adalah dengan menjaga agar jumlah molekul-molekul sucrose
yang ada disekitar kristal tetap, ini dapat dilakukan dengan setiap kali menggantikan sucrose yang
telah mengkristal dengan yang baru (memasukkan larutan baru). Untuk menambahkan larutan
kedalam pan dapat dilakukan dengan cara:

1. Penambahan Secara Terputus (discontinue)


Penambahan secara terputus dilakukan pada saat-saat dimana kejenuhan larutan sudah akan
mendekati diluar daerah pembesaran kristal. Didalam proses pembesaran kristal ini sebenarnya
ada dua peristiwa terjadi bersamaan yang mempengaruhi derajat kejenuhan. Sebagai akibat
menempelnya molekul sucrose dari larutan kepada kristal maka kandungan sucrose dalam larutan
akan menurun, dengan demikian maka koefisien lewat jenuh akan menurun. Tetapi disamping hal
ini masih ada peristiwa lain ialah terus berlangsungnya penguapan (selama proses pengkristalan
pemanasan dan penguapan berlangsung terus-menerus), sehingga akibat dari penguapan air akan
menyebabkan menaiknya konsentrasi sucrose yang berarti juga menaiknya derajat kejenuhan.
Dengan demikian dua peristiwa yang punya pengaruh berlawanan akan terjadi bersamaan, tetapi
pada umumnya penaikan kejenuhan sebagai pengaruh penguapan lebih kuat dibandingkan dengan
penurunan kejenuhan. Oleh karena itu bila tidak dilakukan pengawasan yang baik maka KLJ akan
meningkat dan dapat masuk dalam daerah pertengahan (daerah dimana terbentuk kristal baru)
untuk mencegah terjadinya hal ini maka kejenuhan segera diturunkan dengan cara menarik larutan
encer dari luar. Penurunan kejenuhan ini (penarikan larutan dari luar) harus dihentikan bila kondisi
larutan sudah kembali kepada kondisi pembesaran kristal yang optimal. Penarikan yang kelewat
akan memungkinkan KLJ turun sampai kurang dari 1.00 (dibawah jenuh) dimana dapat
menyebabkan larutannya kristal kembali. Penarikan larutan baru akan dilakukan bila peristiwa
diatas akan terulang kembali. Demikianlah penarikan dilakukan berulang kali sampai pan
masaknya penuh atau ukuran kristal mencapai besar yang dikehendaki. Gambar berikut akan lebih
menjelaskan:

Gambar 12. Perubahan Kadar Sucrose (KLJ) pada pembesaran kristal secara terputus (discontinue)

Pada dasarnya untuk dapat mencapai kecepatan kristalisasi yang tinggi sebaiknya kondisi larutan
tetap dipertahankan pada daerah pembesaran kristal tetapi pada derajat kejenuhan yang maksimal,
artinya berada dalam daerah mendekati daerah pertengahan, tetapi harus hati-hati karena di daerah
ini mendekati daerah terbentuknya kristal kembar dan kristal kompleks (dekat sebelum
terbentuknya kristal palsu).
Dengan menempelnya molekul sucrose menjadi kristal maka dalam larutan kandungan kotoran
relatif menaik (kemurnian menurun) maka karena hal ini untuk dapat mempertahankan kecepatan
pengkristalan yang tinggi harus pula dibuat bahwa harga KLJ sedikit menaik dengan semakin
turunnya kemurnian (dilihat dari curve sedikit miring keatas).

2. Penambahan Secara Terus-menerus (Continous Feeding)

Seperti telah dijelaskan bahwa resultante dari dua peristiwa yang dapat menaikkan dan
menurunkan kejenuhan ternyata akibat dari penguapan yang menyebabkan penaikan kejenuhan
relatif lebih kuat sehingga kejenuhan larutan memiliki tendensi menaik. Pada cara terputus setiap
penaikkan mendekati keluar daerah pembesaran kristal akan ditarik larutan baru sehingga
kejenuhan menurun kembali. Sehingga akibat dari hal tersebut akan terjadi perubahan-perubahan
kejenuhan (naik-turun) yang relatif besar sehingga resultantenya menghasilkan kecepatan
kristalisasi yang relatif rendah.
Apabila kejenuhan dapat dipertahankan tetap maka kecepatan kristalisasi juga akan tetap tinggi
pula. Untuk ini dapat dicapai apabila dapat dicegah penaikan kejenuhan ataupun penurunan
kejenuhan yang besar. Artinya kalau kenaikkan kejenuhan sebagai akibat penguapan dapat tepat
diimbangi (atau ditekan) dengan penambahan larutan baru secara terus menerus. Dengan mengatur
jumlah larutan yang dimasukkan seimbang dengan kenaikan kejenuhan atau hilangnya air karena
penguapan setiap saat maka dapat dipertahankan harga kejenuhan pada suatu ketinggian yang
dikehendaki, dengan demikian maka kecepatan kristalisasi pun dapat dipertahankan tinggi.
Gambaran perubahan kejenuhan selama proses akan menjadi berbentuk garis lurus seperti gambar
curve berikut:
Gambar 13. Perubahan kadar sucrose (KLJ) selama pembesaran kristal secara terus-menerus
(continous feeding)

Penarikan larutan untuk pembesaran kristal akan dihentikan apabila pan kristalisasi sudah penuh.
Apabila persiapan pembuatan bibit dan langkah pembesaran kristal dijalankan dengan baik maka
pada saat tercapai pan kristalisasi penuh bersamaan dengan itu akan dicapai pula ukuran kristal
yang sesuai dengan rencana yang diinginkan.

4.3.5 Pengambilan Contoh Selama Memasak

Pada suatu volume tertentu (kira-kira ¾ isi pan) pada suatu jenis tingkat pengkristalan tertentu perlu
diambil contohnya untuk melihat berapakah kemurnian pada saat itu. Langkah ini perlu diambil
untuk dapat memastikan bahwa kemurnian masakan yang diperoleh agar sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan (pengambilan contoh ini disebut pula “sogokan”). Lebih-lebih pada masakan
terakhir dimana nantinya akan diperoleh larutan yang sudah tidak diambil lagi sucrosenya (larutan
sisa) maka kemurnian masakan benar-benar menentukan baik mengenai jumlah sucrose yang hilang
dalam larutan sisa maupun mudah dan sukarnya pemisahan kristalnya.
Misalkan masakan tingkat akhir pastilah akan dibuat dengan kemurnian sekitar HK 60. Suatu
masakan dengan HK yang jauh diatas 60 akan menyebabkan kehilangan gula dalam larutan sisa
(melase) tinggi; kebalikannya masakan dengan HK jauh dibawah 60 akan menyebabkan kristal sukar
dipisahkan sehingga mutu dari kristal yang diperoleh akan menurun (HK rendah) demikian pula
selanjutnya mutu kristal dalam hasil pun akan menurun pula (sugar bags).

Peristiwa I
Misalkan suatu masakan terakhir dengan volume pan sebesar 300 Hl pada proses masakan sehingga
diperoleh volume 200 Hl dilakukan pengambilan contoh, data-data yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
Isi pan penuh = 300 Hl
Isi pan disogok = 200 Hl
HK masakan diharapkan = 60
HK sogokan = 65
HK larutan (setrup) = 50
Dari data ini bila masakan dipenuhi sampai 300 Hl akan diperoleh masakan dengan HK:

Vs x HKs + Vl x HKl = Vm x HKm

Vs = volume sogokan
HKs = HK sogokan
Vl = volume larutan yang masih akan ditambahkan (Vm – Vs)
HKl = HK larutan
Vm = volume masakan
HKm = HK masakan

200 x 65 + (300 – 200) x 50 = 300 x HKm


13000 + 5000 = 300 HKm
HKm = 18000 = 60.00
300
Dengan demikian HK masakan yang akan diperoleh menjadi = 60.0 dan ini sesuai dengan apa yang
direncanakan.

Peristiwa II
Tetapi keadaan seperti diatas kadang-kadang tidak diperoleh, misalkan saja pada saat disogok HK
sogokan = 70.0; maka bila masakan dipenuhi sampai 300 Hl akan diperoleh masakan dengan HK:

200 x 70 + 100 x 50 = 300 x HKm


14000 + 5000 = 300 HKm
HKm = 19000 = 63.33
300
HK ini menjadi terlalu besar. Demikian pula misalnya bila pada saat disogok kemurnian (HK)
larutan atau setrup yang akan digunakan membesarkan kristal juga menaik, misalnya menjadi = 54.0
sedang HK sogokan = 70.0 maka akan diperoleh masakan dengan HK:

200 x 70 + 100 x 54 = 300 x HKm


14000 + 5400 = 300 HKm
HKm = 19400 = 64.66
300
Dalam keadaan ini akan diperoleh masakan dengan HK yang terlalu tinggi yang akan dapat
menyebabkan terlalu besarnya kehilangan gula dalam larutan sisa (melase). Maka untuk dapat
menekan kehilangan gula tersebut dapat dilakukan dengan cara:
a. Pada saat disogok dan diketahui bahwa akan diperoleh masakan dengan HK terlalu tinggi, maka
masakan langsung dibagi manjadi 2 pan (masing-masing 100Hl) untuk selanjutnya dibesarkan
tetapi tidak akan sampai 300 Hl. Isi akhir masak masing-masing dapat diperhitungkan dari:

100 x 70 + (V – 100) x 50 = V x 60
7000 + 50V - 5000 = 60V
2000 = 10V
V = 200 Hl
Jadi masing-masing pan dibesarkan hanya sampai 200 Hl.

b. Ada kemungkianan pada saat disogok situasi pan belum mengijinkan untuk dibagi, maka dapat
pula masakan diteruskan dibesarkan sampai dicapai masakan 300 Hl dengan HK = 63.33
kemudian pada akhir masak, masakan dibagi 2 pan masing-masing sebanyak 150 Hl, kedua pan
ini dibesarkan bersama-sama sampai mencapai:
150 x 63.33 + (V – 150) x 50 = V x 60
9499.5 - 50V - 7500 = 60 V
1999.5 = 10 V
V = 199.95 Hl
= 200 Hl
Ternyata akhir masak dari cara (a) maupun cara (b) adalah sama masing-masing dengan volume =
200 Hl atau total masakan menjadi 400 Hl.

Peristiwa III
Pada keadaan ini sebenarnya HK sogokan sudah sesuai dengan rencana semula ialah pada volume
200 Hl besarnya HK = 65.0 tetapi pada saat itu kemurnian larutan (setrup) yang digunakan untuk
membesarkan kristal menurun menjadui HK = 45.0. Apabila masakan ini diteruskan dibesarkan
sampai 300 Hl akan diperoleh masakan dengan kemurnian:

200 x 65 + 100 x 45 = 300 x HKm


13000 + 4500 = 300 HKm
17500 = 300 HKm
HKm = 58.3
Dengan demikian akan diperoleh masakan dengan kemurnian yang lebih rendah. Apabila
dikhawatirkan akan dapat menimbulakan masakan yang sukar untuk dipisahkan kristal dengan
larutannya maka memasaknya tidak sampai 300Hl tetapi hanya:

200 x 65.0 + (V – 200) x 45 = V x 60


13000 + 45V - 9000 = 60 V
4000 = 15 V
V = 266.6
= 270 Hl
Dengan demikian masaknya tidak sampai 300 Hl tetapi hanyalah 270 Hl. Dari contoh-contoh yang
telah diberikan diatas maka jelaslah bahwa pengambilan contoh pada pertengahan proses memasak
kadang-kadang diperlukan untuk dapat memastikan dapat dicapainya rencana proses masak yang
telah disusun.

4.3.6 Memasak Tua

Yang dimaksud mmasak tua adalah langkah terakhir dalam proses pengkristalan apabila pannya
telah penuh atau telah dicapai ukuran kristal ataupun kemurnian masakan yang sesuai dengan
ketentuannya. Memasak tua adalah melanjutkan penguapan masakan dalam pan tanpa menambah
larutan yang baru.
Didalam langkah ini harus dapat diusahakan mencapai kepekatan (% brix) setinggi-tingginya agar
larutan atau air yang tertinggal sedikit sehingga sucrose yang terdapat didalam larutan juga rendah.
Tetapi masakan masih bersifat sebagai zat alir (fluid) agar dapat diolah selanjutnya, disamping hal
tersebut harus dicegah kemungkinan terjadinya kristal baru dikarenakan sudah sukar untuk
menghilangkannya terutama dikarenakan sudah tidak mungkin menambahkan larutan encer lagi
maupun air pencuci.
Apabila dicapai keadaan masakan dimana kristalnya cukup rapat tanpa terdapatnya kristal palsu
maka proses pengkristalan selesai.

4.3.7 Menurunkan Masakan

Masakan yang sudah tua akan diturunkan kedalam palung pendingin (receiver) yang terdapat
dibawah pan kristalisasi. Penurunan isi pan akan dimulai dengan menghilangkan hampa dengan
mula-mula menutup hubungan pan kristalisasi dengan bejana pengembun /kondensor (sementara itu
steam juga dikurangi) kemudian valve yang menghubungkan pan dengan udara luar dibuka, maka
tekanan dalam pan akan menaikatau hampa menurun. Setelah kehampaan hilang, maka valve
pengluaran (discharge valve) dibuka. Masakan akan jatuh turun kebawah dan akan masuk kedalam
palung pendingin (ingat bahwa pengaduk dalam palung pendingin harus bergerak) sementara itu
aliran steam pemanas telah dimatikan. Setelah seluruh masakan dalam pan keluar maka pan
kristalisasi dicuci (dikrengseng) dengan menggunakan steam basah ataupun steam dngan air panas.
Pencucian pan setelah selesainya proses kristalisasi adalah amat perlu, dikarenakan pada permukaan
bidang pemanas didalam pan kristalisasi masih menempel sisa-sisa larutan dan kristal. Apabila sisa-
sisa ini tidak dibersihkan maka pada proses berikutnya ada kemungkinan sisa ini akan mengalami
penggosongan (karena pengaruh suhu tinggi dalam suasana kering) sehingga akan menghasilkan
suatu bahan yang berwarna coklat gelap (karamel), zat berwarna ini amat tidak disukai karena akan
dapat menempel pada kristal sehingga menyebabkan rendahnya mutu kristal yang akan diperoleh.
Oleh karena hal tersebut maka pencucian setelah selesai proses adalah amat perlu.
Larutan cucian masih banyak mengandung sucrose maka tidak boleh dibuang, pada sementara
pabrik menyediakan tempat khusus penampungan larutan cucian yang sewaktu-waktu akan dipompa
dan dicampur dengan nira mentah didalam proses pemurnian. Pada pabrik yang tidak menyediakan
tempat khusus maka larutan cucian dicampur dengan masakannya dalam palung pendingin. Hanya
untuk masakan terakhir larutan sisa tidak diperkenalkan dicampur dengan masakannya dalam palung
pendingin tetapi diberikan pada masakan tingkat di mukanya (dalam palung pendingin juga). Setelah
pan dicuci maka siap untuk beroperasi kembali.
5. PENGATURAN PROSES

Dalam proses kristalisasi diharapkan untuk dapat memperoleh hasil:


- kristal sucrose yang memenuhi syarat yang diharapkan (ukurannya, mutunya dan
sebagainya)
- memerlukan waktu yang pendek
- beban stasiun masakan yang kecil
- kehilangan gula yang rendah
- biaya yang rendah
Berkenaan dalam proses pabrik factor-faktor yang diharapkan untuk menunjang terlaksananya
proses tidak selalu berada dalam kondisi ideal maka hasil proses pun tidak dapat sempurna. Tetapi
dalam hal ini kita harus dapat mengurangi keburukan itu sebanyak mungkin. Untuk sampai kepada
usaha mengurangi keburukan kita harus mengetahui terlebih dahulu factor-faktor apa sajakah yang
kerap kali menyebabkan keburukan, dan akhir diusahakan bagaimanakah mencegah terjadinya
keburukan tersebut.

5.1 Gangguan-gangguan Proses


Gangguan-gangguan proses yang dapat menimbulkan keburukan kepada hasil proses antara lain dapat
disebut:

5.1.1 Pengaruh Pelaksana

Pelaksana proses kristalisasi (tukang masak) benar-benar akan amat mempengaruhi hasil proses
kristalisasi. Mengenai hal ini dikarenakan proses kristalisasi belumlah sepenuhnya dapat dipelajari
dari buku, para ahli masih banyak mengakui bahwa pada proses kristalisasi masih banyak ketentuan-
ketentuan yang belum dapat ditentukan dengan pasti menggunakan alat yang tersedia, lebih-lebih
pada proses yang hanya menggunakan peralatan untuk pengawasan yang amat minim. Didalam hal
semacam ini tukang masak benar-benar menentukan hasil prosesnya. Suatu contoh yang nyata
adalah: menentukan kapan inti-inti kristal lahir, untuk itu factor setempat dimana dipengaruhi oleh
komposisi nira dan kondisi alatnya akan besar pengaruhnya.
Data-data berikut lebih meyakinkan mengenai ungkapan diatas.

Daftar 8
Koefisien Lewat Jenuh saat terbentuknya inti kristal
menurut penemunya
Penemu Koefisien Lewat Jenuh
E. Hugot 1.10 ----- 1.50
Thieme 1.07
Van Ginneken 1.25 ----- 2.48
Huese 1.30
Platte & de Vries 1.20 ----- 1.50
Stanek 1.30 ----- 1.47

Dari data tersebut jelaslah bahwa konsentrasi dimana inti kristal terbentuk dari satu tempat dengan
tempat yang lain adalah berbeda. Dengan demikian si tukang masak juga harus mengenal pada KLJ
berapakah larutan nira dapat menghasilkan kristal. Sulitnya lagi pada pabrik yang peralatan
kontrolnya minim (mungkin hanya pengukur hampa) penetapan keadaan ini dilakukan dengan
perasaan. Dengan demikian juga akan mudah dimengerti bahwa daerah-daerah kejenuhan seperti
yang pernah disinggung dimuka akan berbeda satu tempat dengan tempat yang lain, atau mungkin
juga dari jenis tebu satu dengan jenis tebu yang lain.
Apabila seorang tukang masak kurang mengenal sifat-sifat larutannya ataupun mungkin karena
kelengahannya maka selama proses kristalisasi ataupun pembesaran kristalnya diperoleh gambaran
seperti berikut:
Gambar 14. Perubahan kadar sucrose (KLJ) selama kristalisasi dimana terjadi keburukan selama
pembesaran kristal

A: terjadi kristal kembar dan kompleks


B: terjadi pelarutan kristal
C: terjadi kristal palsu
D: melarutkan kristal palsu (dicuci)

Dari gambaran diatas; proses kristalisasi dengan “full seeding” berjalan dengan baik sampai
selesainya pembentukan bibit, tetapi pada tahap pembesaran kristal terjadi beberapa keburukan
sebagai berikut:
a. Selama pembesaran kristal karena kelengahan atau mungkin karena kurang yakinnya tukang
masak mengenai batas daerah kejenuhan pada suatu saat konsentrasi larutan menaik sampai batas
daerah pertengahan (tergambar pada titik A). Pada konsentrasi itu memang belum terbentuk inti
kristal baru (belum terbentuk kristal palsu) tetapi dalam keadaan ini kemampuan sucrose dalam
larutan untuk menempelkan diri sudah amat besar sehingga dapat menyebabkan terjadinya
gandengan antara dua butir kristal sehingga terbentuk kristal kembar, ataupun terjadinya
gandengan antara kedua kristal kembar sehingga menjadi kristal kompleks.

b. Dalam keadaan lain pada penarikan larutan ada kemungkinan berlebihan sehingga kejenuhan
larutan menurun sampai titik B dimana kristal akan melerut karena berada dibawah jenuh
.
c. Kemungkinan pula pada pembesaran kristal kenaikan kejenuhannya sampai dicapai titik C. Pada
saat ini pasti akan lahir inti-inti kristal baru yang akan menjadi kristal palsu. Pada lahirnya inti
kristal baru, sebelumnya akan sudah lahir pula kristal kembar dan kompleks.

d. Setelah larutan diturunkan ke daerah pembesaran kristal akan membesarlah inti-inti yang
terbentuk di C dan sadarlah tukang masak bahwa telah lahir kristal palsu. Selanjutnya pasti akan
berusaha menghilangkan kristal palsu yang terjadi dengan cara mencuci dengan memasukkan air
kedalam pan sehingga kejenuhan turun dibawah jenuh (titik D) dimana sesudah larut kristal
palsunya (termasuk juga mengecilnya kristal yang sedang dibesarkan) larutan akan dinaikkan
konsentrasinya ke daerah pembesaran kristal kembali.
Meskipun dalam hal ini kristal palsu yang terjadi dapat dihilangkan tetapi waktu prosesnya
menjadi lebih panjang sedangkan kristal kembar dan kompleks tetap tidak dapat dihilangkan.
Apabila terjadinya keburukan seperti diatas terjadi berulang kali, maka meskipun bibitnya baik
tetapi kualitas masakan kurang baik berarti kualitas hasil kristal akan amat buruk.

5.1.2 Pengaruh Peralatan dan Bahan Pemanas

Peranan dari peralatan juga tidak dapat diabaikan dalam usaha untuk mendapatkan hasil proses yang
sempurna. Gangguan-gangguan yang mungkin terjadi antara lain:
a. Gangguan yang menyebabkan lambatnya penguapan
Lambatnya penguapan akan menyebabkan lambatnya kenaikan konsentrasi atau kejenuhan dan
selanjutnya akan menyebabkan semakin panjangnya waktu proses. Gangguan terhadap kecepatan
penguapan antara lain dikarenakan kurangnya bahan pemanas (steam); pembuangan air embun
tidak lancar; gangguan tekanan dalam pan ataupun kemungkinan kotornya pan. Konstruksi pan
kurang dapat menghasilkan sirkulasi masakan menyebabkan lambatnya penguapan dan juga
keadaan KLJ yang tidak merata.

b. Gangguan terhadap kejenuhan


Suhu proses dalam pan akan mudah sekali mengganggu kejenuhan, sedangkan suhu proses amat
dipengaruhi oleh adanya gangguan tekanan atau kehampaan dari pan. Karena gangguan alat yang
dapat menyebabkan perubahan tekanan dengan cepat akan amat dirasakan akibatnya. Panaikan
tekanan ataupun penurunan kehampaan sebagai akibat dari kerja alat yang jelek ataupun sebagai
akibat kebocoran akan menyebabkan terjadinya kenaikkan suhu sehingga menyebabkan turunnya
kejenuhan. Pengaruh ini akan menyebabkan terlarutnya kristal.
Perubahan yang menyebabkan turunnya tekanan ataupun menaiknya kehampaan akan
menyebabkan turunnya suhu yang selanjutnya menyebabkan menaiknya kejenuhan. Bila kenaikan
ini dapat mencapai daerah pertengahan akan menimbulkan lahirnya kristal kembar maupun kristal
palsu.

5.2 Alat-alat Pengawasan Proses

Dari uraian-uraian terdahulu maka untuk melaksanakan proses sehingga berhasil baik perlu dilakukan
pengawasan jalannya proses. Untuk maksud ini dalam proses kristalisasi dilakukan dengan perasaan
atau pengertian tukang masak sendiri dan diyakinkan dengan bantuan alat-alat yang merupakan
perlengkapan alat kristalisasi (perhatikan pada pelajaran alat-alat proses)
Adapun sifat atau factor yang dikontrol dan peralatan yang digunakan meliputi:
a. tekanan yang berupa manometer (pressure gauge) atau vacuum gauge
b. suhu yang berupa thermometer
c. daya hantar yang berupa mili ampere meter
d. alat pengukur viscotitas atau mungkin diukur dengan perasaan
e. alat pengukur kejenuhan (yang dapat dibantu dengan alat b, c, dan d)
6. TINGKAT-TINGKAT PROSES KRISTALISASI

6.1 Pemilihan Tingkat Proses

Bahan dasar proses kristalisasi dalam pabrik gula adalah nira kental dimana didalamnya masih terdapat
pula kotoran. Daftar berikut mnunjukkan gambaran mengenai komposisi nira kental.

Daftar 9
Data nira kental dari rata-rata pabrik di Jawa
Tahun Sulfitasi Karbonatasi Lain-lain
giling % brix HK % brix HK % brix HK
1983 60.0 78.0 56.3 79.5 59.3 80.0
1984 60.4 80.0 56.4 12.7 59.6 80.4
1985 59.2 80.0 57.5 83.5 59.0 80.6
1986 60.0 79.6 56.7 83.0 59.5 80.2
1987 60.8 79.1 57.01 82.4 60.2 79.9
rata-rata
5 tahun 60.08 79.34 56.78 82.22 59.52 80.18

Dari data-data diatas jelas bahwa didalam nira kental masih terdapat kotoran sekitar 15 – 20% dari
seluruh bahan padat yang terlarut dalam nira. Hadirnya kotoran akan mempengaruhi usaha untuk dapat
mengambil gula dalam bentuk murni. Didalam seluruh proses kristalisasi akan diperoleh hasil yang
berbentuk kristal sucrose dan larutan sisa.

Nira kental ---------------Æ Proses Kristalisasi & Pemisahan -------------Æ Hasil Kristal Sucrose
|
|
Larutan Sisa (melasse)

Dalam proses ini harus dapat diusahakan memperoleh kristal yang memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan, antara lain adalah kandungan kotorannya. Haruslah dapat diperoleh kristal dengan
kandungan kotoran serendah mungkin atau kristal yang memiliki kemurnian tinggi.
Larutan sisa atau melasse adalah suatu larutan yang mengandung air sekitar 10 – 15% dengan
kandungan gula sekitar 30% dari zat kering yang dikandung. Apabila dikehendaki bahwa kehilangan
gula dalam larutan sisa adalah serendah-rendahnya maka harus dapat diperoleh melasse dengan
kemurnian yang dapat diperhitungkan tergantung pada posisi niranya. Jika ingin dilakukan sekali
proses kristalisasi sehingga mendapatkan larutan sisa misalnya dengan kemurnian 30% maka haruslah
dapat dilakukan proses yang berakhir dengan kadar air sekitar 3%. Suatu massa yang mengandung
kristal dan kotoran dengan kandungan air hanya 3% pastilah suatu massa yang liat hamper memadat.
Bila yang diperoleh adalah massa yang seperti itu maka tidak mungkin dapat dipisahkan antara kristal
dan larutannya. Berkenaan dengan hal ini maka proses kristalisasi sucrose dalam pabrik gula tidak
akan hanya dilakukan dalam satu langkah proses saja tetapi secara bertahap atau bertingkat.
Jumlah tingkatan proses kristalisasi akan tergantung dari kemurnian larutan aslinya. Larutan dengan
kemurnian tinggi akan dilakukan proses pengkristalan dalam 4 tahap sedangkan yang memiliki
kemurnian rendah dilakukan dalam 3 tahap. Sebagai batas perkiraan adalah kemurnian sekitar 85%.
Satu proses kristalisasi yang dilaksanakan dalam 4 tingkat akan memiliki pembagian tingkat proses
dengan kemurnian sekitar:
Daftar 10
Kemurnian Masakan pada Tingkat-tingkat Kristalisasi
Periode Proses HK Masakan HK setrup Keterangan
Tk I = masakan A 90.00 70.00 masakan dalam 4 tingkat: A, B, C, D

II = masakan B 80.00 60.00


III = masakan C 70.00 50.00
IV = masakan D 60.00 30.00

Tk I = masakan A 85.00 65.00 masakan dalam 3 tingkat: A, C, D

II = masakan C 70.00 50.00


III = masakan D 60.00 30.00

Tk I = masakan A 85.00 65.00 masakan dalam 4 tingkat: A, B, D

II = masakan B 75.00 55.00


III = masakan D 60.00 30.00

Dalam pemilihan proses 3 tingkat, apakah akan dipilih proses A-C-D ataukah A-B-D akan amat
tergantung kepada keadaan mutu kristal-kristal yang dapat dihasilkan atau diharapkan tergantung
dengan keadaan peralatan yang dimiliki pabrik. Harga kemurnian dalam daftar 10 bukanlah suatu
harga standar yang mati, didalam praktek masih banyak sekali variasi-variasi dipengaruhi oleh kualitas
nira dan keadaan peralatan.

6.2 Pendinginan dan Pemisahan Kristal

Hasil yang diperoleh didalam pan kristalisasi akan dikeluarkan dan dimasukkan kedalam bejana yang
lebih dikenal dengan nama “Palung Pendingin”. Palung (receiver) ini bertugas menampung masakan
sebelum dikerjakan lebih lanjut dan disampingnya digunakan untuk mendinginkan masakan.
Pendinginan masakan dalah amat perlu, lebih-lebih pada masakan tingkat akhir karena dengan
pendinginan, proses kristalisasi akan dilanjutkan terus sehingga jumlah sucrose yang masih tertinggal
dalam larutan menjadi semakin rendah dan kehilangan gula dalam larutan sisa juga akan menjadi
semakin rendah. Dalam proses pendinginan, masakan dalam palung harus selalu bergerak (teraduk)
untuk dapat memperoleh kelanjutan proses kristalisasi lebih sempurna dan juga untuk mencegah
terjadinya penggumpalan kristal.

6.3 Pemisahan Kristal

Pemisahan antara larutan dengan kristal masakan dilakukan dengan cara menyaring, penyaringan
disini dilakukan dengan menggunakan kekuatan putar. Jadi alat yang digunakan untuk memisahkan
kristal akan bekerja dengan berputar (gaya centrifugal). Suatu alat putaran akan bergerak dengan
kecepatan sampai 2300 putaran per menit (rpm), semakin tinggi putarannya akan semakin besar
kekuatan yang dapat memisahkan larutan dengan kristalnya. Disamping tingginya putaran baik
buruknya hasil pemisahan akan ditentukan pula kepada hasil proses kristalisasinya.
Masakan yang banyak mengandung kristal palsu akan mempersukar pemisahan kristal, karena kristal-
kristal lembut ini akan dapat menyumbat saluran-saluran atau lubang-lubang sebenarnya digunakan
untuk mengalirnya larutan. Karena itu maka masakan yang mengandung banyak kristal palsu ataupun
masakan yang kristalnya tidak rata akan menghasilkan kristal yang mutunya rendah (kemurniannya
rendah).
Sebagai hasil kerja putaran, setelah sebagian besar larutan terpisahkan akan masih ada lapisan tipis
larutan atau kotoran yang menempel pada kristal, kotoran ini amat sukar dipisahkan dari kristalnya.
Untuk dapat penyempurnaan penghilangan kotoran dapat dilakukan dengan memberikan air cucian (air
siraman) pada kristal dalam alat puteran (dilarang untuk masakan terakhir) ataupun dengan melakukan
pemutaran ganda ialah kristal yang dihasilkan dari puteran pertama akan dicampur dengan suatu
larutan yang mendekati jenuh dengan sucrose. Dengan adanya perputaran dan terjadinya pergeseran
antara kristal satu dengan yang lain maka akan terjadilah pelepasan kotoran dari kristal dan masuk
kedalam larutan kemudian campuran ini dipisahkan kembali dalam puteran kedua.
Jadi dalam pemisahan kristal akan diperoleh:
- puteran I : diperoleh kristal I dan setrup
- puteran II : diperoleh kristal II dan larutan bersih disebut juga klare (wash moll)
Kristal dengan kemurnian tinggi dengan ukuran kristal yang memenuhi persyaratan pasaran akan
diambil sebagai hasil, sedangkan kristal dengan ukuran kecil atau kristal dengan kemurnian yang
masih rendah dilebur kembali untuk dikristalkan kembali dalam pam kristalisasi. Demikian pula
larutan yang masih memiliki kandungan sucrose tinggi (setrup) akan dikristalkan kembali dalam pan
kristalisasi. Dengan demikian larutan-larutan yang mungkin terdapat dan digunakan untuk melakukan
proses kristalisasi akan terdiri dari:
- nira kental
- leburan gula
- setrup
- klare (larutan cucian)

6.4 Bagan Proses Kristalisasi dan Pemisahan

Bagan proses kristalisasi dan pemisahan akan tergantung oleh kemurnian larutannya serta rencana
hasil-hasil yang aka dibuat. Pabrik-pabrik yang hanya menghasilkan gula merah akan memutar
masakannya hanya satu kali sedangkan pabrik yang menghasilkan gula putih mungkin terpaksa
melakukan pemutaran 2 kali. Diantara contoh-contoh bagan proses dan pemisahan dapat diberikan
sebagai berikut:

6.4.1 Proses Pembuatan Krista Gula Merah


Masakan dilakukan dalam 3 tingkat (A; B; D} hasil diambil dari masakan A dan B sedangkan kristal
D digunakan untuk bibit.
6.4.2 Proses Pembuatan Kristal Gula Putih

Masakan dilakukan dalam 4 tingkat; semua masakan diputar 2 kali; hasil diambil dari masakan A
dan B; kristal C dipakai sebagai bibit masakan A dan B sedangkan kristal D dilebur.
6.4.3 Proses Pembuatan Kristal Gula Putih

Masakan dilakukan dalam 3 tingkat (A; C; D); hasil diambil dari masakan A; kristal gula C
digunakan sebagai bibit dan kristal gula D dilebur.

Anda mungkin juga menyukai