Anda di halaman 1dari 38

Gula merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia.

Rata – rata manusia di


Indonesia mengkonsumsi gula sebanyak 12 – 15 kg per tahun.

Di Indonesia gula kristal yang dikonsumsi sehari – hari didominasi oleh gula tebu. Gula
kristal ini dibuat dan diproses dari tanaman tebu.
Pernah kah anda membayangkan bagaimana membuat gula dari Tebu ??

Proses pembuatan gula dari tebu memerlukan beberapa tahapan dan proses kimia serta
mekanis.

Tebu mengandung hidrokarbon yang terjadi dalam tanaman karena proses fotosintesa.

6 CO2 + 6 H2O  C6H12O6 + 6 O2

Kalau beras yang kita makan hanya dilakukan proses penggilingan dari gabah menjadi beras
beda dengan pembuatan gula dari tebu yang harus dilakukan dalam skala pabrik.

Pada umumnya pemrosesan tebu di pabrik gula dibagi menjadi beberapa tahap yang dikenal
dengan:

1. Proses Pemerahan (Gilingan)


Langkah pertama dalam proses pembuatan gula adalah pemerahan tebu di gilingan. Pada
proses ini tebu dicacah menggunakan alat pencacah tebu. Biasanya terdiri dari cane
cutter, hammer shredder . Tebu diperah menghasilkan “nira” dan “ampas”.
Nira inilah yang mengandung gula dan akan di proses lebih lanjut di pemurnian.
Ampas yang dihasilkan pada proses pemerahan ini digunakan untuk bahan bakar ketel
(boiler) dan apabila berlebih bisa digunakan sebagai bahan partikel board, furfural, xylitol.
Alat pada proses penggilingan :
•Cane Cutter ( cane
knife ), berfungsi untuk memotong tebu yang masuk masih dalam bentuk batangan, menjadi
potongan yang lebih kecilberukuran 10 - 15
cm. tujuannya untuk memperoleh luas permukaan pemerahan yang lebih besar sehingga air
tebu ( nira ) dapatsemaksimal mungkin terperah di mill station.
•Cane shreeder ( cane hammer / unigrator / heavy duty
cane shreeder )berfungsi untuk mencacah potongan tebu menjadi serat potonganyang lebih
kecil. tujuannya untuk memperoleh luas permukaan pemerahan yang lebih besar sehingga
air tebu ( nira ) dapat semaksimalmungkin terperah di mill station.

2. Pemurnian
Setelah tebu diperah dan diperoleh “nira mentah” (raw juice), lalu dimurnikan. Dalam nira
mentah mengandung gula, terdiri dari sukrosa, gula invert (glukosa+fruktosa) ; zat bukan
gula, terdiri dari atom-atom (Ca,Fe,Mg,Al) yang terikat pada asam-asam, asam organik dan
an organik, zat warna, lilin, asam-asam yang mudah mengikat besi, aluminium, dan
sebagainya.
Pada proses pemurnian zat-zat bukan gula akan dipisahkan dengan zat yang mengandung
gula.
Pada proses pemurnian nira terdapat tiga buah jenis proses, yaitu :
1.Defekasi
2. Sulfitasi
3. Karbonatasi

Pemurnian Cara Defekasi

Dalam proses defekasi pemurnian nira dilakukan dengan penambahan susu kapur sebagai reagen.
Reaktor untuk proses defekasi ini dinamakan defekator dan didalamnya terdapat pengaduk
sehingga larutan yang bereaksi dalam defekator menjadi homogen. Pemurnian nira dengan
cara defekasi dibagi menjadi 4 :

a. Defekasi Dingin
Pada defekator ditambahkan susu kapur sehingga pH menjadi 7.2 – 7.4. Setelah itu baru nira
dipanaskan lalu menuju ke pengendapan. Pada defekasi dingin reaksi antara CaO dengan
Phospat lebih lambat, tetapi inversi dapat dikurangi. Karena suhu dingin maka absorbsi
bahan bukan gula oleh endapan yang terbentuk lebih jelek dibandingkan defekasi panas.

b. Defekasi Panas.
Nira mentah dari gilingan dipanaskan terlebih dahulu, lalu direaksikan dengan susu kapur.

c. Defekasi Bertingkat.
Susu kapur ditambahkan pada nira dalam keadaan dingin hingga pH 6.5, kemudian nira
dipanaskan dan ditambahkan susu kapur lagi hingga pH 7.2 – 7.4.

d. Defekasi sachharat
Sebagian nira ditambahkan susu kapur sedangkan sebagian yang lain dipanaskan, kemudian
dicampur.

Pemurnian Cara Sulfitasi


Pemurnian cara sulfitasi hasilnya lebih baik dibandingkan dengan cara defekasi, karena telah dapa
t dihasilkan gula yang berwarna putih.
Carapemurnian ini menggunakan kapur dan SO2 sebagai bahan pembantu pemurnian. Pemb
erian kapur pada cara ini dilakukan secaraberlebih, kemudian kelebihan kapur ini akan dinet
ralkan oleh gas SO2, sehingga terbentuk ikatan garam kapur yang dapat mengendap.
Reaksi Pemurnian Cara Sulfitasi:
SO2 + H2O ----> H2SO3
Ca(OH)2 + H2SO3 ----> CaSO3 + 2H2O
Ca(OH)2 + SO2 -----> CaSO3 + H2O
Endapan CaSO3 yang terbentuk dapat mengabsorbsi partikel-
partikel koloid yang berada di sekitarnya, sehingga kotoran yang terbawa olehendapan sem
akin banyak. Gas
SO2 juga mempunyai sifat dapat memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat dihasilkan
kristal denganwarna yang lebih terang, khususnya pada nira kental penguapan.

Pemurnian Cara Karbonatasi


Proses ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur dan gas
CO2 sebagai bahan pembantu. Susu kapur yang ditambahkan pada cara inilebih banyak diba
ndingkan cara sulfitasi, sehingga menghasilkan endapan yang lebih banyak. Kelebihan susu k
apur yang terdapat pada niradinetralkan dengan menggunakan gas CO2.
Reaksi yang terjadi adalah:
Ca(OH)2 + CO2 ----> CaCO3 + H2O

Tahap akhir dari proses pemurnian nira

Tahap akhir dari proses pemurnian nira dialirkan ke bejana pengendap (clarifier) sehingga
diperoleh nira jernih dan bagian yang terendapkan adalah nira kotor.
Nira jernih dialirkan ke proses selanjutnya (Penguapan), sedangkan nira kotor diolah
dengan rotary vacuum filter menghasilkan nira tapis dan blotong.
3. Penguapan
Penguapan dilakukan dalam bejana evaporator. Tujuan dari penguapan nira jernih adalah
untuk menaikkan konsentrasi dari nira mendekati konsentrasi jenuhnya.
Pada proses penguapan air yang terkandung dalam nira akan diuapkan. Uap baru digunakan
pada evaporator badan I sedangkan untuk penguapan pada evaporator badan selanjutnya
menggunakan uap yang dihasilkan evaporator badan I.
Penguapan dilakukan pada kondisi vakum dengan pertimbangan untuk menurunkan titik
didih dari nira. Karena nira pada suhu tertentu (>1250 C) akan mengalamai karamelisasi atau
kerusakan. Dengan kondisi vakum maka titik didih nira akan terjadi pada suhu 70 0 C. Produk
yang dihasilkan dalam proses penguapan adalah ”nira kental” .

4. Kristalisasi
Proses kristalisasi adalah proses pembentukan kristal gula. Sebelum dilakukan kristaliasi
dalam pan masak ( crystallizer ) nira kental terlebih dahulu direaksikan dengan gas
SO2 sebagai bleaching dan untuk menurunkan viskositas masakan (nira).

Langkah pertama dari proses kristalisasi adalah menarik masakan (nira pekat) untuk
diuapkan airnya sehingga mendekati kondisi jenuhnya. Dengan pemekatan secara terus
menerus koefisien kejenuhannya akan meningkat. Pada keadaan lewat jenuh maka akan
terbentuk suatu pola kristal sukrosa.
Setelah itu langkah membuat bibit, yaitu dengan memasukkan bibit gula kedalam pan
masak kemudian melakukan proses pembesaran kristal. Pada proses masak ini kondisi
kristal harus dijaga jangan sampai larut kembali ataupun terbentuk tidak beraturan.
Setelah diperkirakan proses masak cukup, selanjutnya larutan dialirkan ke palung
pendingin (receiver) untuk proses Na – Kristalisasi.
Tujuan dari palung pendingin ialah : melanjutkan proses kristalisasi yang telah terbentuk
dalam pan masak, dengan adanya pendinginan di palung pendingin dapat menyebabkan
penurunan suhu masakan dan nilai kejenuhan naik sehingga dapat mendorong
menempelnya sukrosa pada kristal yang telah terbentuk. Palung pendingin dilengkapi
pengaduk agar dapat sirkulasi
5. Pemisahan
Proses pemisahan kristal gula dari larutannya menggunakan alat centrifuge atau puteran.
Pada alat puteran ini terdapat saringan, sistem kerjanya yaitu dengan menggunakan gaya
sentrifugal sehingga masakan diputar dan strop atau larutan akan tersaring dan kristal gula
tertinggal dalam puteran.
Pada proses ini dihasilkan gula kristal dan tetes. Gula kristal didinginkan dan dikeringakan
untuk menurunkan kadar airnya. Tetes di transfer ke Tangki tetes untuk di jual.

6. Pengeringan Kristal Gula & Penyelesaian


Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih cukup tinggi, kira-kira
20% . Gula yang mengandung air akan mudah rusak dibandingkan gula kering,untuk
menjaga agar tidak rusak selama penyimpanan, gula tersebut harus dikeringkan terlebih
dahulu.
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau dengan memakai udara panas kira-
kira 800c.
Pengeringan gula secara alami dilakukan dengan melewatkan SHS (Superieure Hoofd
Suiker) pada talang goyang yang panjang. Dengan melalui talang ini gula diharapkan dapat
kering dan dingin. Proses pengeringan dengan cara ini membutuhkan ruang yang lebih luas
dibandingkan cara pemanasan. Karena itu, pabrik-pabrik gula menggunakan cara
pemanasan. Cara ini bekerja atas dasar prinsip aliran berlawanan dengan aliran udara panas.
BAB II

PENGENALAN TANAMAN TEBU

1. Morfologi Tanaman Tebu

Sebelum kita membahas mengenai penggunaan mesin-mesin pembuat gula, ada baiknya bila kita mengulas
sedikit mengenai bahan dasar pembuatan gula yaitu tebu. Nama tebu hanya terkenal di Indonesia.
dilingkungan internasional tanaman ini lebih dikenal dengan nama ilmiahnya Saccharum officinarum L. Jenis
ini termasuk dalam famili Gramineae atau kelompok rumput-rumputan. Secara morfologi tanaman tebu
dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu batang, daun, akar, dan bunga.

Masing-masing bagian memiliki ciri-ciri tertentu.

1. Ciri-ciri Batang

2. Ciri-ciri Daun

3. Ciri-ciri Akar

4. Ciri-ciri Bunga

1. Tumbuh tegak, sosoknnya tinggi kurus dan tidak bercabang.

2. Tinggi mencapai 3,5 meter.

3. Memiliki ruas dengan panjang ruas 10,30 cm.

4. Kulit batang keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasinya.

1. Merupakan daun tidak lengkap

2. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling

3. Pelepah memeluk batang, semakin keatas semakin menyempit, terdapat bulu-bulu daun dan telinga
daun.

4. Pertulangan daun sejajar

5. Helaian daun berbentuk garis dengan ujung meruncing, bagian tepi bergerigi dan permukaan daun
kasar.

1. Akar serabut

2. Panjang mencapai 1 Meter

1. Merupakan bunga majemuk

2. Panjang bunga majemuk 70-90 cm

3. Setiap bunga mempunyai 3 daun kelopak, 1 daun mahkota, 3 banang sari dan 2 kepala putik

1. Varietas Tebu yang Baik untuk Bahan Baku Gula

Varietas tebu sangat banyak jumlahnya, tetapi tidak semua unggul. Yang dimaksud variatas unggul adalah
varietas yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Tingkat produktivitas gula yang tinggi. Produktivitas dapat diukur dari bobot atau rendaman yang
tinggi;
2. Tingkat produktivitas (daya produk) yang stabil;

3. Kemampuan yang tinggi untuk di kepras; dan

4. Teloransi yang tinggi terhadap hama dan penyakit;

Varietas tebu yang baik untuk bahan baku gula adalah Varietas tebu yang termasuk kedalam kriteria Varietas
yang sudah mencapai masa tebu layak giling. Yang dimaskud tebu layak giling adalah :

1. Tebu yang ditebang pada tingkat pemasakan optimal.

2. Kadar kotoran (tebu mati, pucuk, pelepah tanah, dll) maksimal 2%

3. Jangka waktu sejak tebang sampai giling tidak lebih dari 36 jam. Berdasarkan ciri-ciri tebu diatas maka
pada umumnya pabrik gula di Indonesia memakai tebu Varietas Ps dari pasuruan dan Bz dari Brazil.

1. Jenis Mesin Manual yang Digunakan dalam Pembuatan Gula

Mesin-mesin manual yang digunakan dalam proses pembuatan gula antara lain adalah :

1. Mesin elektrolisa yang terdiri dari

1. Mesin pengerja pendahulu (Voorbewer kers) yang terdiri dari Unigator Mark IV dan Cane knife.

2. Alat gilingan terdiri dari 5 buah gilingan dan 3 rol penggiling.

2. Mesin pemurnian nira yang terdiri dari :

1. Tabung Defekator

2. Alat Pengendap

3. Rotary Vacuum Filter

3. Mesin penguap yang terdiri dari :

1. Beberapa evaporator

2. Kondespot

3. Michaelispot

4. Pompa vakum

4. Mesin kristalisasi terdiri dari :

1. Pan vakum

2. Palung pendingin (kultrog)

5. Mesin putaran gula (centrifugal)

1. Broadbent

2. Batch Sangerhausen

3. Wester Stated CCS

4. BMA 850 K

6. Mesin pengering

7. Mesin pembangkit tenaga uap/listrik

D. Jenis Mesin Modern yang Digunakan dalam Pembuatan Gula


1. Boiler

2. Diffuser

3. Clarifier

4. Vakum Putar

5. Evaporator Majemuk(multiple effect evaporator)

6. Sentrifugasi

7. Resin

8. Recovery

BAB III

PROSES PENGOLAHAN

Tebu dipanen setelah cukup masak, dalam arti kadar gula (sakarosa) maksimal dan kadar gula
pecahan (monosakarida) minimal. Untuk itu dilakukan analisa pendahuluan untuk mengetahui faktor
pemasakan, koefisien daya tahan, dll. Ini dilakukan kira-kira 1,5 bulan sebelum penggilingan.

Setelah tebu dipanen dan diangkat ke pabrik selanjutnya dilakukan pengolahan gula putih. Pengolahan tebu
menjadi gula putih dilakukan di pabrik dengan menggunakan peralatan yang sebagain besar bekerja secara
otomatis.

1. Tahap-tahap dalam Pembuatan Gula

Pembuatan gula putih di pabrik gula mengalami beberapa tahapan pengolahan, yaitu pemerahan nira,
pemurian, penguapan, kristalisasi, pemisahan kristal, dan pengeringan.

1. Pemerahan Nira (Ekstrasi)

Tebu setelah ditebang, dikirim ke stasiun gilingan untuk dipisahkan antara bagian padat (ampas) dengan
cairannya yang mengandung gula (nira mentah). Alat penggiling tebu yang digunakan di pabrik gula berupa
suatu rangkaian alat yang terdiri dari alat pengerja pendahuluan (Voorbewer keras) yang dirangkaikan
dengan alat giling dari logam. Alat pengerja pendahuluan terdiri dari Unigator Mark IV dan Cane knife yang
berfungsi sebagai pemotong dan pencacah tebu. Setelah tebu mengalami pencacahan dilakukan pemerahan
nira untuk memerah nira digunakan 5 buah gilingan, masing-masing terdiri dari 3 rol dengan ukuran
36”X64”.

2. Pemurnian Nira
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk proses pemurnian gula yaitu cara defekasi, sulfitasi dan
karbonatasi. Pada umumnya pabrik gula di indonesia memakai cara sulfitasi. Cara sulfitasi menghemat
biaya produksi, bahkan pemurnian mudah di dapat dan gula yang dihasilkan adalah gula putih atau SHS
(Superieure Hoofd Sumber).

Proses ini menggunakan tabung defekator, alat pengendap dan saringan Rotary Vacuum Filter dan bahan
pemurniannya adalah kapur tohor dan gas sulfit dari hasil pembakaran.

Mula-mula nira mentah ditimbang, dipanaskan, direaksikan dengan susu kapur dalam defekator, kemudian
diberi gas SO2 dalam peti sulfitasi, dipanaskan dan diendapkan dalam alat pengendap. Nira kotor yang
diendapkan kemudian disaring menggunakan Rotery Vaccum Filter. Dari proses ini dihasilkan nira jernih
dan endapan padat berupa blotong. Nira jernih yang dihasilkan kemudian dikirim kestasiun penguapan.

3. Penguapan Nira (Evaporasi)

Nira jernih masih banyak mengandung uap air. Untuk menghilangkan kadar air dilakukan penguapan
(evaporasi).

Dipabrik gula penguapan dilakukan dengan menggunakan beberapa evaporator dengan sistem multiple
effect yang disusun secara interchangeable agar dapat dibersihkan bergantian. Evaporator bisanya terdiri
dari 4-5 bejana yang bekerja dari satu bejana sebagai uap pemanas bejana berikutnya. Total luas bidang
pemanas 5990m2 vo.

Dalam bejana Nomor 1 nira diuapkan dengan menggunakan bahan pemanas uap bekas secara tidak
langsung. Uap bekas ini terdapat dalam sisi ruang uap dan nira yang diuapkan terdapat dalam pipa-pipa
nira dari tombol uap. Dari sini, uap bekas yang mengembun dikeluarkan dengan kondespot. dalam bejana
nomor 2, nira dari bejana nomor 1 diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana penguapan nomor 1.
Kemudian uap nira yang mengembun dikeluarkan dengan Michaelispot. Di dalam bejana nomor 3, nira yang
berasal dari bejana nomor 2 diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana nomor 2. Demikian
seterusnya, sampai pada bejana terakhir merupakan nira kental yang berwarna gelap dengan kepekatan
sekitar 60 brik. Nira kental ini diberi gas SO2 sebagai belancing dan siap dikristalkan. Sedangkan uap yang
dihasilkan dibuang ke kondensor sentral dengan perantara pompa vakum.
4. Kristalisasi

Nira kental dari sari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam suatu pan vakum, yaitu tempat dimana nira
pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus sampai mencapai kondisi lewat jenuh, sehingga timbul
kristal gula.

Sistem yang dipakai yaitu ABD, dimana gula A dan B sebagai produk,dan gula D dipakai sebagai bibit (seed),
serta sebagian lagi dilebur untuk dimasak kembali. Pemanasan menggunakan uap dengan tekanan dibawah
atmosfir dengan vakum sebesar 65 cmHg, sehingga suhu didihnya 650c. Jadi kadar gula (sakarosa) tidak
rusak akibat terkena suhu yang tinggi. Hasil masakan merupakan campuran kristal gula dan larutan (Stroop).
Sebelum dipisahkan di putaran gula, lebih dulu didinginkan pada palung pendinginan (kultrog).

5. Pemisahan Kristal Gula

pemisahan kristal dilakukan dengan menggunakan saringan yang bekerja dengan gaya memutar
(sentrifungal). Alat ini bertugas memisahkan gula terdiri dari :

1. 3 buah broadbent 48” X 30”untuk gula masakan A.

2. 4 buah bactch sangerhousen 48” X 28” untuk masakan B.

3. 2 buah western stated CCS untuk D awal.

4. 6 buah batch sangerhousen 48” X 28” untuk gula SHS.

5. 3 buah BNA 850 K untuk gula D.

dalam tingkatan pengkristalan, pemisahan gula dari tetesnya terjadi pada tingkat B. Pada tingkat ini terjadi
poses separasi (pemisahan). Mekanismenya menggunakan gaya sentrifugal. Dengan adanya sistem ini, tetes
dan gula terpisah selanjutnya pada tingkat D dihasilkan gula melasse (kristal gula) dan melasse (tetes gula).

6. Pengeringan Kristal Gula

Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih cukup tinggi, kira-kira

20% . Gula yang mengandung air akan mudah rusak dibandingkan gula kering,
untuk menjaga agar tidak rusak selama penyimpanan, gula tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu.
pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau dengan memakai udara panas kira-kira 800c.

pengeringan gula secara alami dilakukan dengan melewatkan SHS pada talang

goyang yang panjang. Dengan melalui talang ini gula diharapkan dapat kering dan dingin. Proses
pengeringan dengan cara ini membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan cara pemanasan. Karena itu,
pabrik-pabrik gula menggunakan cara pemanasan. Cara ini bekerja atas dasar prinsip aliran berlawanan
dengan aliran udara panas.

1. Sumber Tenaga Penggerakan Mesin Pembuat Gula

Tenaga yang menggerakan mesin-mesin pembuat gula selain berasal dari pembangkit listrik juga berasal
dari pembangkit tenaga uap. Sebagai penghasil tenaga digunakan 5 buah ketel pipa air Niew mark 16
ton/jam masing-masing 440 m2vo dengan tekanan kerja 15 kg/cm2 dan satu buah ketel cheng-cheng
kapasitas 40 ton/jam. Uap yang dihasilkan dipakai untuk menggerakan turbin generator dan mesin uap. Uap
bekasnya dipakai untuk memanaskan dan menguapkan nira dalam panci mengguapkan dan memanaskan
gula.

Bahan bakar pembangkit tenaga uap adalah ampas tebu yang berasal dari proses pemerahan nira. Ampas
tebu yang di hasilkan dari proses pemerahan nira tersebut sekitar 30% tebu. Ampas tebu mengandung kalori
sekitar 18000 kca/kg dan kekurangannya di tambah BBM (F,O).

1. Kelebihan dan Kekurangan Produksi Gula Menggunakan Mesin Manual

Produksi gula menggunakan mesin manual hasilnya cukup memuaskan, gula yang diproduksi pun adalah
gula putih atau SHS (Superieure Hoofd Suiker). Selain itu produksi gula menggunakan mesin manual lebih
menghemat energi, karena bahan bakarnya berasal dari ampas tebu. Tetapi produksi gula menggunakan
mesin manual juga memiliki kekurangan yaitu, tingkat produksi gula belum mampu mengimbangi tingkat
konsumsi masyarakat, karena produksi gula menggunakan mesin manual lebih sedikit dari pada produksi
gula menggunakan mesin yang berteknologi canggih

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Produksi gula diupayakan terus meningkat baik dari segi kualitas maupum kuantitas, penggunaan mesin-
mesin (mekanisaai) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi gula. Meskipun mesin-
mesin yang digunakan bukan mesin berteknologi canggih. Pada umumnya mesin-mesin yang digunakan
oleh pabrik-pabrik gula di Indonesia pengoprasiannya dilakukan oleh manusia. Mesin-Mesin tersebut
bekerja secara manual tidak secara komputerisasi.

Pembuatan gula terdiri dari beberapa tahapan dan setiap tahap menggunakan mesin-mesin tersendiri.
Adapun tahapan-tahapan pembuatan gula itu adalah :

1. Tahapan pemerahan nira (ekstasi);

2. Tahapan pemurnian nira;

3. Tahapan penguapan nira;

4. Tahapan kristalisasi;
5. Tahapan pemisahan kristal; dan

6. Tahapan pengeringan.

Mesin-mesin yang digunakan dalam tahapan-tahapan pembuatan gula di atas digerakan oleh tenaga yang
berasal dari pembangkit listrik dan pembangkit tenaga uap. Sedangkan bahan bakar untuk pembangkitan
tenaga uap itu sendiri berupa ampas tebu yang dihasilkan dari proses pemerahan nira.

Produksi gula menggunakan mesin manual lebih menghemat energi dibandingkan dengan produksi gula
menggunakan mesin yang berteknologi canggih. Kekurangan produksi gula menggunakan mesin manual
adalah tingkat produksi gula belum mampu mengimbangi tingkat konsumsi masyarakat.

B. Saran

Penggunaan mesin-mesin pembuat gula (mekanisasi) memang telah mampu meningkatkan produksi gula,
tetapi hasilnya belum cukup memuaskan. Tingkat produksi gula belum mampu mengimbangi tingkat
konsumsi masyarakat karena itu, uapnya untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri masih harus
diupayakan. Kalau selama ini mesin-mesin yang digunakan di pabrik gula masih bersifat manual (tidak
berteknologi canggih), mungkin untuk masa yang akan datang mesin-mesin yang digunakan harus lebih
canggih. Dengan mesin-mesin berteknologi tinggi (canggih ) produksi gula akan lebih meningkat, baik dari
segi kualitas maupun kuantitas dibanding dengan produksi gula saat ini.
PROSES PEMISAHAN NIRA DAN AMPAS

Pabrik Gula di Indonesia pada umumnya menggunakan sistem gilingan ( Mill Tandem )
sebagai berikut :

 Three Roll Mill + fooding roll ( total 4 roll )


 Fourth Roll Mill ( total 4 roll )
 Three Roll Mill + pressure feeder ( total 5 roll )
 Sixth Roll Mill ( total 6 roll )

Semua jenis sistem di atas bertujuan sama yaitu mendapatkan hasil pemerahan tebu
yang semaksimal mungkin. Tetapi pada prinsipnya pemerahan utama terjadi pada tiga
roll antara lain :

 Rol depan (feeding roll)


 Rol atas (top roll)
 Rol belakang (bagasse roll)

Aliran proses yang terjadi di bagian Gilingan telah ditunjukkan pada bagan di atas.
Komponen peralatan yang berperan antara lain :

Unit Gilingan, merupakan peralatan utama terjadinya proses pemerahan. Macam mill
tandem telah tersebut diatas.

Turbin Uap ( steam turbine ), merupakan peralatan penggerak roll gilingan

Intermediate Carrier ( IMC ), merupakan peralatan transfer ampas antar gilingan

Bagasse Elevator ( BE ), merupakan peralatan transfer ampas hasil akhir gilingan


dikirim sebagai bahan bakar boiler.

Mekanisme kerja gilingan:


Gilingan memerah nira dengan jalan memadatkan umpan (ampas). Rol pengumpan
(feeding roll) akan mengatur tebu sedemikian rupa sehingga masuk ke bukaan depan
(voor opening) dengan baik. Pada bukaan depan ampas mengalami pemerahan yang
pertama. Selanjutnya ampas melewati ampas plate dan masuk ke bukaan belakang
(bagasse opening) dan mengalami pemerahan yang kedua. Selanjutnya ampas akan
mengalami proses pemerasan di beberapa unit gilingan dengan bukaan depan dan
bukaan belakang unit gilingan berikutnya dibuat lebih kecil sebab sebagian nira sudah
terperas di gilingan di depannya.
Selama ampas dipadatkan maka timbul gaya reaksi dari ampas. Gaya reaksi ini
menyebabkan rol gilingan atas (top roll) naik turun tergantung besarnya gaya. Proses
naik turunnya rol gilingan atas (top roll) akan mengurangi kemampuan memerah nira
pada bukaan depan maupun bukaan belakang. Untuk mengatasi hal tersebut tidak
hanya menggunakan gaya berat dari rol gilingan atas saja, melainkan diperlukan gaya
tambahan untuk menekan rol gilingan atas sehingga pemadatan ampas dapat sesuai
dengan yang direncanakan. Gaya tambahan yang dipakai merupakan suatu sistem
tekanan hidrolik dari pompa hidrolik.
Pada waktu gilingan bekerja diusahakan jangan sampai terjadi slip. Bila terjadi slip maka
ampas yang akan digiling bertumpuk di muka roll gilingan sehingga terjadi slip.
Sebaliknya, pengeluaran ampas pada gilingan juga harus lancar sebab kemacetan
pengeluaran akan mengakibatkan ampas melimpah keluar gilingan.
Alat bantu pada unit gilingan yaitu :

Pompa hidrolik
Menstabilkan gerakan rol gilingan. Pada top roll dilengkapi dengan alat hidrolik dengan
tujuan untuk melawan rol gilingan atas pada saat ada beban dengan menambahkan
tekanan, namun jika tekanannya melebihi tekanan optimum 2600 psi – 3000 psi maka
hidrolik akan pecah. Cara kerjanya menggunakan prinsip pompa piston.

Pompa Pelumas
Perputaran rol menyebabkan adanya gesekan yang dapat memicu terjadinya panas.
Untuk mencegah timbulnya percikan api maka digunakan mesin pendingin pada tiap rol
yang dipisahkan dengan bantalan luncur.

Mekanisme proses pada stasiun gilingan


Proses pengolahan tebu menjadi gula pada stasiun gilingan terbagi menjadi dua tahap
yaitu :
Perlakuan awal dengan memotong dan mencacah tebu.
Menggiling cacahan tebu.
Pada perlakuan awal dalam mencacah tebu dengan kapasitas tinggi maka diperlukan
pisau tebu yang dapat dioperasikan pada kecepatan tinggi. Pisau tebu I cenderung
dipasang dengan arah yang searah dan pisau tebu II dengan arah yang berlawanan.
Setelah melewati pisau tebu, hasil potongan tebu melewati unigrator untuk menumbuk
tebu hingga halus sehingga mempermudah proses penggilingan.
Proses penggilingan tebu diawali dari pengumpanan serat tebu dari main carrier ke
gilingan I melalui alat bantu donally chute. Pada gilingan I umpan masuk pada celah di
antara roll depan dan roll atas (bukaan depan) setelah melewati feeding roll sebagai rol
pengatur umpan, kemudian ampasnya terdorong ke celah antara roll atas dan roll
belakang (bukaan belakang) melalui perantara ampas plate. Nira yang dihasilkan
gilingan I disebut NPP (Nira Perahan Pertama) dan dialirkan ke penampung A. Jumlah
penampung nira pada stasiun ini sebanyak 4 buah.
Ampas tebu dari gilingan I dengan kekeringan 41% melalui alat bantu transportasi yaitu
intermediate carrier I dialirkan ke gilingan II yang selanjutnya digiling pada gilingan II.
Dalam pemerahan agar lebih efisien maka perlu ditambahkan nira imbibisi dari gilingan
III. Nira yang terperah pada gilingan II kemudian dialirkan pada penampung A
bercampur dengan nira perahan gilingan I dan dipompa ke saringan DSM untuk
memisahkan nira yang masih terkontaminasi ampas dan kotoran. Nira hasil penyaringan
selanjutnya dialirkan ke stasiun pemurnian. Pada saringan DSM ditambahkan susu kapur
yang bertujuan untuk mempertahankan kenetralan pH nira mentah.
Ampas tebu dari gilingan II dengan kekeringan 44% digiling oleh gilingan III dan
ditambahkan nira imbibisi dari gilingan IV. Nira yang dihasilkan gilingan III ditampung
pada penampung B dan dialirkan sebagai nira imbibisi menuju gilingan II.
Ampas tebu dari gilingan III dengan kekeringan 47% digiling oleh gilingan IV dan
ditambahkan nira imbibisi dari gilingan V. Nira yang dihasilkan gilingan IV ditampung
pada penampung C dan dialirkan menuju gilingan III sebagai nira imbibisi.
Ampas tebu dari gilingan IV dengan kekeringan 50% digiling oleh gilingan V dan
ditambahkan air imbibisi dengan temperatur 70 - 80derajat celcius yang dipompa dari
stasiun penguapan. Nira yang dihasilkan gilingan V ditampung pada penampung D dan
dialirkan sebagai nira imbibisi menuju gilingan IV.
Ampas dari gilingan V dengan kekeringan 50% dibawa ke baggase silo separator melalui
belt conveyor. Ampas halus dihembuskan ke mud mixer dengan menggunakan blower.
Ampas dapat dipergunakan sebagai bahan bakar ketel uap dimana uapnya digunakan
untuk menggerakkan turbin gilingan. Pada tiap unit gilingan terjadi dua kali pemerahan
nira. Pemerahan pertama dilakukan top roll (roll atas) dan voor roll (roll depan).
Pemerahan kedua dilakukan top roll dan achter roll (roll belakang). Karena digunakan
lima unit gilingan, maka diperoleh 10 kali pemerahan. Hasil pemerahan gilingan I
merupakan yang terbanyak, kemudian makin ke belakang makin sedikit nira yang
dihasilkan. Nira hasil perahan gilingan I dan II dicampur pada penampung A dan
campuran ini disebut nira mentah.
Selama proses penggilingan tersebut masih tetap dapat terjadi kehilangan gula atau
sakarosa. Kehilangan gula ini kemungkinan disebabkan oleh :

 masih adanya gula yang tidak dapat diperah dan tertinggal di dalam ampas.
 aktivitas mikroorganisme Leuconostoc
 kurangnya air imbibisi.
 banyaknya kebocoran pada talang nira.
 tekanan hidrolik yang rendah pada tiap gilingan
 mantel dari rol gilingan banyak yang pecah atau rompal sehingga nira tidak bisa
terperah dengan baik.
 adanya sudut-sudut mati pada peti nira yang mengakibatkan berkurangnya sirkulasi.

Air Imbibisi
Pemberian air maupun campuran nira pada ampas yang akan masuk gilingan II, III, IV,
dan V disebut imbibisi. Tujuan pemberian imbibisi adalah untuk melarutkan kandungan
gula (sukrosa) yang masih tertinggal dalam ampas secara maksimal tanpa memberatkan
pada proses selanjutnya. Ampas akhir diharapkan mengandung kadar gula serendah
mungkin karena apabila hal itu tercapai berarti proses pemerahan berjalan dengan baik.
Ada dua sistem pemberian imbibisi, yaitu:

 Imbibisi tunggal
Pemberian air imbibisi dilakukan hanya pada ampas yang akan masuk pada unit
gilingan terakhir.
 Imbibisi ganda
Pemberian air imbibisi ditujukan pada lebih dari satu unit gilingan. Imbibisi ganda ini
ada yang berupa double compound, triple compound, ataupun quadruple compound
imbibisi.

Dalam penggunaan air imbibisi ada dua macam air imbibisi, yaitu imbibisi panas dan
imbibisi dingin. Air imbibisi panas merupakan air imbibisi yang dipompakan ke gilingan V
dengan suhu sekitar 70 - 80 derajat Celcius. Air imbibisi dingin merupakan air imbibisi
yang berasal dari air sungai yang sudah dijernihkan dan bertemperatur 30 derajat
Celcius. Keuntungan yang diperoleh dengan pemanfaatan air imbibisi panas pada proses
penggilingan adalah :

 larutan glukosa yang dapat diperah menjadi lebih banyak karena dapat lebih membuka
pori-pori pada ampas.
 dapat menghambat aktivitas dan membunuh mikroorganisme perusak nira.
Sementara kerugian dari penggunaan air imbibisi panas adalah:

 melarutkan zat-zat bergetah lilin (pektin) sehingga hasil perahan menjadi kurang
bagus.
 pengoperasian dan pengontrolan lebih sulit karena adanya penguapan.
 kebutuhan air panas (energi) lebih besar.

Keuntungan yang diperoleh dengan pemanfaatan air imbibisi dingin pada proses
penggilingan adalah :

 tidak melarutkan zat-zat pengotor nira sehingga memudahkan proses pemurnian.


 tidak menyulitkan proses penggilingan karena jika temperatur tinggi dapat
menyebabkan slip.

Sementara kerugian dari penggunaan air imbibisi panas adalah:

 proses pelarutan gula dalam ampas kurang sempurna.


 mikroorganisme pengganggu masih aktif.
Diposkan oleh Ratmanto di 02.48 2 komentar: Link ke posting ini

8.14.2008

TEBU MASUK PABRIK GULA

Tahap Persiapan Bahan


Pada tahap ini, tebu ( cane ) yang akan di giling dipersiapkan, baik itu kualitas maupun
kuantitasnya. Kualitas meliputi kondisi fisik tebu, tingkat kebersihan dan potensi
kandungan gula ( rendemen ) di dalamnya. Sedang dari segi kuantitas, dilihat jumlahnya
dengan ditimbang yang akhirnya menentukan jumlah gula yang akan dihasilkan.
Dari segi kualitas, tebu ( cane ) yang baik adalah secara umum memenuhi 3 persyaratan,
antara lain :

1. Manis, berarti tebu yang akan di giling harus memiliki kandungan gula
( rendemen ) yang mencukupi. Besarnya kandungan gula dipengaruhi oleh
varietas, sistem tanam, iklim dan tingkat kemasakan pada saat tebang.
2. Bersih, berarti tebu yang akan di giling harus bersih dari kotoran, baik itu kotoran
berupa tanah, daun atau akar yang terikut pada saat tebang.
3. Segar, berarti waktu yang diperlukan dari mulai tebu ditebang, masuk pabrik
hingga di giling harus secepat mungkin. Karena semakin lama waktunya,
kandungan gula dalam tebu juga semakin menurun.
Cane preparation.

Pada tahap ini tebu yang akan di giling dipersiapkan sehingga mempermudah proses
pemisahan air tebu ( nira ) di bagian penggilingan.Peralatan utama ( machine ) yang
digunakan pada tahap ini dalam proses produksi gula di Pabrik Gula akan diuraikan
sebagai berikut.

Transfer / lifter machine, berfungsi untuk transfer tebu dari kendaraan pengangkutnya
( truck atau lori ). Sebagai alatnya ada beberapa jenis mesin yang digunakan di Pabrik
Gula, antara lain MRC ( Mono Rail Crane ), OHC ( Over Head Crane ), truck dumper,
cane tipler. Kapasitas masing - masing menyesuaikan kapasitas giling ( Mill Capasity )
dari PAbrik Gula, mulai dari SWL ( Safe Working Load ) 10 hingga 25 ton.

Cane table, berfungsi untuk transfer dan mengatur jumlah tebu yang akan di giling.
Beberapa komponen pada mesin ini, antara lain :

 Rantai penggerak yang berfungsi mentransfer tebu menuju conveyor. Sebagai


penggeraknya digunakan motor listrik yang dirangkai dengan gear reducer untuk
memperoleh kecepatan transfer yang diinginkan. Sedangkan rantai yang dipakai
adalah jenis rantai conveyor ( Conveyor chain ). Spesifikasi disesuaikan dengan mill
capasity.
 Cane leveller yang berfungsi mengatur jumlah tebu yang masuk ke conveyor. Sebagai
penggeraknya digunakan motor listrik yang dirangkai dengan gear reducer untuk
memperoleh kecepatan putar yang diinginkan.

Cane Conveyor ( Cane Carrier ), berfungsi untuk mentransfer tebu menuju mesin giling
( milling machine ). Beberapa komponen ( part ) pada mesin ini antara lain :

 Slate sebagai tempat jatuhan tebu dan menggerakkannya menuju milling machine.
 Rantai penggerak, berfungsi untuk menggerakkan slate. Sebagai penggeraknya
digunakan motor listrik ( variable speed electric motor ) yang dirangkai dengan gear
reducer untuk memperoleh kecepatan transfer yang diinginkan. Sedangkan rantai yang
dipakai adalah jenis rantai conveyor ( Conveyor chain ) dengan spesial attachment.
Spesifikasi disesuaikan dengan mill capasity.
 Cane leveller yang berfungsi mengatur ketebalan tebu pada conveyor. Sebagai
penggeraknya digunakan motor listrik yang dirangkai dengan gear reducer untuk
memperoleh kecepatan putar yang diinginkan.

Cane Cutter ( cane knife ), berfungsi untuk memotong tebu yang masuk masih dalam
bentuk batangan, menjadi potongan yang lebih kecil berukuran 10 - 15 cm. tujuannya
untuk memperoleh luas permukaan pemerahan yang lebih besar sehingga air tebu
( nira ) dapat semaksimal mungkin terperah di mill station. Beberapa komponen ( part )
pada mesin ini antara lain :

 Cane cutter ( pisau tebu ) terdiri dari, mata pisau ( cutting edge ), tangkai pisau ( disc )
dan disc holder. Bentuk ukuran dan jumlah disesuaikan dengan mill capasity
 Cane cutter driven dalam hal ini yang sering dipakai adalah steam turbine ( turbin uap )
merupakan penggerak dari cane cutter. Kapasitas turbin uap menyesuaikan kapasitas
cane cutter.
Cane shreeder ( cane hammer / unigrator / heavy duty cane shreeder )berfungsi untuk
mencacah potongan tebu menjadi serat potongan yang lebih kecil. tujuannya untuk
memperoleh luas permukaan pemerahan yang lebih besar sehingga air tebu ( nira )
dapat semaksimal mungkin terperah di mill station. Beberapa komponen ( part ) pada
mesin ini antara lain :

 Cane shreeder terdiri dari, mata pisau ( hammer tip), tangkai pisau ( disc ) dan disc
holder. Bentuk ukuran dan jumlah disesuaikan dengan mill capasity
 Cane cutter driven dalam hal ini yang sering dipakai adalah steam turbine ( turbin uap )
merupakan penggerak dari cane cutter. Kapasitas turbin uap menyesuaikan kapasitas
cane cutter.

Diposkan oleh Ratmanto di 01.34 1 komentar: Link ke posting ini

GULA DIOLAH BUKAN DI BUAT

Dalam proses pembuatan gula membutuhkan sumber daya seperti material, energi,
tenaga kerja, informasi serta mesin dan peralatan yang terkoordinasi. Peran utama
sumber daya mesin dan peralatan yaitu membantu proses produksi sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhi produktivitas khususnya pada proses penggilingan di pabrik
gula dalam mencapai target produksi. Proses penggilingan merupakan faktor terpenting
dalam penentuan efisiensi proses produksi karena menunjukkan banyaknya nira dalam
tebu yang terekstraksi untuk diproses menjadi gula pasir. Kondisi proses penggilingan
yang efisien ditunjukkan dengan makin banyak nira yang terekstraksi maka makin
banyak pula gula pasir yang diproduksi. Proses produksi sangat dipengaruhi oleh sumber
daya mesin dan peralatan yang berperan vital sebagai fasilitator terselenggaranya
proses pengolahan. Oleh karena itu keandalan dari mesin dan peralatan harus terjaga
dengan baik, terutama mesin dan peralatan pada stasiun giling. Menurut Hajek (1988),
yang erat hubungannya dengan parameter keandalan adalah faktor
pemeliharaan/perawatan, ketersediaan, dan keefektifan.

Produksi gula khususnya gula pasir pada pabrik-pabrik gula di Indonesia menggunakan
tanaman tebu sebagai bahan baku. Garis besar proses pembuatan gula mulai dari bahan
baku tebu sampai menjadi gula kristal terdiri dari lima tahapan proses, yaitu :

 Proses pemerahan tebu menjadi nira di bagian / Stasiun Gilingan ( Mill Station ).
 Proses pengendapan kotoran dari nira di Stasiun Pemurnian ( Purification Station ).
 Proses pemekatan nira encer menjadi nira jernih di Stasiun Penguapan ( Evaporation
Station ).
 Proses Kristalisasi gula di Stasiun Masakan ( Boiling Station ).
 Proses Pemisahan kristal gula dari tetes di Stasiun Puteran ( Cetrifuge Station )
Industri Gula
Gula merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia. Rata – rata manusia di Indonesia
mengkonsumsi gula sebanyak 12 – 15 kg per tahun. Dengan semakin bertambahnya jumlah
penduduk, tentu kebutuhan akan gula akan semakin meningkat pula. Di Indonesia gula kristal yang
konsumsi sehari – hari didominasi oleh gula tebu. Gula kristal ini dibuat dan diproses dari tanaman
tebu. Bagi penduduk di daerah pedesaan Jawa tentu sudah sangat kenal dengan Tebu ini. Tanaman
ini merupakan jenis tanaman semusim yang dipanen atau ditebang satu tahun sekali..
Pernah kah anda membayangkan bagaimana membuat gula dari Tebu ?? lain hal nya dengan beras
atau jagung atau bahan pokok lain. Proses pembuatan gula dari tebu memerlukan beberapa tahapan
dan proses kimia serta mekanis. Kalau beras yang kita makan hanya dilakukan proses penggilingan
dari gabah menjadi beras beda dengan pembuatan gula dari tebu yang harus dilakukan dalam skala
pabrik. Untuk mengetahui langkah pembuatan gula dari tebu dapat anda lihat di diagram di bawah :

Pada umumnya pemrosesan tebu di pabrik gula dibagi menjadi beberapa tahap yang dikenal dengan
proses pemerahan (gilingan), pemurnian, penguapan, kristalisasi, pemisahan dan penyelesaian
(sugar handling)..
GILINGAN
Langkah pertama dalam proses pembuatan gula adalah pemerahan tebu di gilingan. Pada proses ini
tebu yang ditebang dari kebun dicacah menggunakan alat pencacah tebu. Biasanya terdiri dari cane
cutter, hammer shredder atau kombinasi dari keduanya. Tebu diperah menghasilkan “nira” dan
“ampas”. Nira inilah yang mengandung gula dan akan di proses lebih lanjut di pemurnian. Ampas
yang dihasilkan pada proses pemerahan ini digunakan untuk berbagai macam keperluan. Kegunaan
utama dari ampas adalah sebagai bahan bakar ketel (boiler) dan apabil berlebih bisa digunakan
sebagai bahan partikel board, furfural, xylitol dan produk lain.
PEMURNIAN
Setelah tebu diperah dan diperoleh “nira mentah” (raw juice), lalu dimurnikan. Dalam nira mentah
mengandung gula, terdiri dari sukrosa, gula invert (glukosa+fruktosa) ; zat bukan gula, terdiri dari
atom-atom (Ca,Fe,Mg,Al) yang terikat pada asam-asam, asam organik dan an organik, zat warna, lilin,
asam-asam kieselgur yang mudah mengikat besi, aluminium, dan sebagainya. Pada proses
pemurnian zat-zat bukan gula akan dipisahkan dengan zat yang mengandung gula.
Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis maupun kimiawi. Secara fisis dengan cara
penyaringan sedangkan secara kimia melalui pemanasan, pemberian bahan pengendap.
Pada proses pemurnian nira terdapat tiga buah jenis proses, yaitu :
1. Defekasi
2. Sulfitasi
3. Karbonatasi
Pada saat ini sebagian besar pabrik gula di Indonesia menggunakan proses sulfitasi dalam
memurnikan nira. Pada proses sulfitasi nira mentah terlebih dahulu dipanaskan melalui heat
exchanger sehingga suhunya naik menjadi 700 C. Kemudian nira dialirkan kedalam defekator
dicampur dengan susu kapur. Fungsi dari susu kapur ini adalah untuk membentuk inti endapan
sehingga dapat mengadsorp bahan bukan gula yang terdapat dalam nira dan terbentuk endapan
yang lebih besar. Pada proses defekasi ini dilakukan secara bertahap ( 3 kali ) sehingga diperoleh pH
akhir sekitar 8.5 – 10. Reaksi antara kapur dan phospat yang terdapat dalam nira :
CaCO3 --> CaO + CO2
CaO + H2O --> Ca(OH)2 + 15.9 Kcal
Ca(OH)2 --> Ca2+ + 2 OH-
2+ -
3Ca + 2PO43 --> Ca3(PO4)2
Setelah itu nira akan dialirkan kedalam sulfitator, dan direaksikan dengan gas SO 2. Reaksi antara
nira dan gas SO2 akan membentuk endapan CaSO 3, yang berfungsi untuk memperkuat endapan
yang telah terjadi sehingga tidak mudah terpecah, pH akhir dari reaksi ini adalah 7.
Tahap akhir dari proses pemurnian nira dialirkan ke bejana pengendap (clarifier) sehingga diperoleh
nira jernih dan bagian yang terendapkan adalah nira kotor. Nira jernih dialirkan ke proses selanjutnya
(Penguapan), sedangkan nira kotor diolah dengan rotary vacuum filter menghasilkan nira tapis dan
blotong.
PENGUAPAN
Hasil dari proses pemurnian adalah “nira jernih” (clear juice). Langkah selanjutnya dalam proses
pengolahan gula adalah proses penguapan. Penguapan dilakukan dalam bejana evaporator. Tujuan
dari penguapan nira jernih adalah untuk menaikkan konsentrasi dari nira mendekati konsentrasi
jenuhnya.
Pada proses penguapan menggunakan multiple effect evaporator dengan kondisi vakum.
Penggunaan multiple effect evaporator dengan pertimbangan untuk menghemat penggunaan uap.
Sistem multiple effect evaporator terdiri dari 3 buah evaporator atau lebih yang dipasang secara seri.
Di pabrik gula biasanya menggunakan 4(quadrupple) atau 5 (quintuple) buah evaporator.
Pada proses penguapan air yang terkandung dalam nira akan diuapkan. Uap baru digunakan pada
evaporator badan I sedangkan untuk penguapan pada evaporator badan selanjutnya menggunakan
uap yang dihasilkan evaporator badan I. Penguapan dilakukan pada kondisi vakum dengan
pertimbangan untuk menurunkan titik didih dari nira. Karena nira pada suhu tertentu ( > 125 0 C) akan
mengalamai karamelisasi atau kerusakan. Dengan kondisi vakum maka titik didih nira akan terjadi
pada suhu 700 C. Produk yang dihasilkan dalam proses penguapan adalah ”nira kental” .
KRISTALISASI
Proses kristalisasi adalah proses pembentukan kristal gula. Sebelum dilakukan kristaliasi dalam pan
masak ( crystallizer ) nira kental terlebih dahulu direaksikan dengan gas SO 2 sebagai bleaching dan
untuk menurunkan viskositas masakan (nira). Dalam proses kristalisasi gula dikenal sistem masak
ACD, ABCD, ataupun ABC.
Tingkat masakan (kristalisasi) tergantung pada kemurnian nira kental. Apabila HK nira kental > 85 %
maka dapat dilakukan empat tingkat masakan (ABCD). Dan apabila HK nira kental < 85 % dilakukan
tiga tingkat masakan (ACD). Pada saat ini dengan kondisi bahan baku yang rendah pabrik gula
menggunakan sistem masakan ACD, dengan masakan A sebagai produk utama.
Langkah pertama dari proses kristalisasi adalah menarik masakan (nira pekat) untuk diuapkan airnya
sehingga mendekati kondisi jenuhnya. Dengan pemekatan secara terus menerus koefisien
kejenuhannya akan meningkat. Pada keadaan lewat jenuh maka akan terbentuk suatu pola kristal
sukrosa. Setelah itu langkah membuat bibit, yaitu dengan memasukkan bibit gula kedalam pan
masak kemudian melakukan proses pembesaran kristal. Pada proses masak ini kondisi kristal harus
dijaga jangan sampai larut kembali ataupun terbentuk tidak beraturan.
Setelah diperkirakan proses masak cukup, selanjutnya larutan dialirkan ke palung
pendingin(receiver) untuk proses Na – Kristalisasi. Tujuan dari palung pendingin ialah : melanjutkan
proses kristalisasi yang telah terbentuk dalam pan masak, dengan adanya pendinginan di palung
pendingin dapat menyebabkan penurunan suhu masakan dan nilai kejenuhan naik sehingga dapat
mendorong menempelnya sukrosa pada kristal yang telah terbentuk. Untuk lebih menyempurnakan
dalam proses kristalisasi maka palung pendingin dilengkapi pengaduk agar dapat sirkulasi
PEMISAHAN (Centrifugal Process)
Setelah masakan didinginkan proses selanjutnya adalah pemisahan. Proses pemisahan kristal gula
dari larutannya menggunakan alat centrifuge atau puteran. Pada alat puteran ini terdapat saringan,
sistem kerjanya yaitu dengan menggunakan gaya sentrifugal sehingga masakan diputar dan strop
atau larutan akan tersaring dan kristal gula tertinggal dalam puteran. Pada proses ini dihasilkan gula
kristal dan tetes. Gula kristal didinginkan dan dikeringakan untuk menurunkan kadar airnya. Tetes di
transfer ke Tangki tetes untuk di jual.
PROSES PACKING
Gula Produk dikeringkan di talang goyang dan juga diberikan hembusan uap kering. Produk gula
setelah mengalami proses pengeringan dalam talang goyang, ditampung terlebih dahulu ke dalam
sugar bin, selanjutnya dilakukan pengemasan atau pengepakan. Berat gula dalam pengemasan
untuk masing-masing pabrik gula tidak sama, ada yang per sak plastiknya 25 kg atau 50 kg. Setelah
itu gula yang berada di sak plastik tidak boleh langsung dijahit, harus dibuka dulu supaya temperatur
gula dalam sak plastik mengalami penurunan suhu/temperatur. Suhu gula dalam karung tidak boleh
lebih dari 30 oC/suhu kamar, setelah gula dalam plastik dinyatakan dingin maka boleh dijahit. Jika
gula dalam sak plastik dalam keadaan panas dijahit maka berakibat penurunan kualitas gula.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gula kristal adalah tebu (Sacharum Officinarum) yang dapat tumbuh di

daerah sawah dan tegal atau daerah iklim tropis dan subtropics. Tanaman tebu yang akan diproses adalah bagian

batang yang mengandung gula (Sukrosa). Nilai rendemen tebu merupakan factor penting dalam pembuatan gula.

Semakin besar

rendemen maka semakin banyak gula yang dihasilkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendeman tebu adalah kondisi tanah, iklim, curah hujan, ketinggian tempat,

varietas, pemeliharaan tanaman, pengangkutan dan penanganan sebelum giling.

Tanaman tebu diklasifikasikan sebagai:

Family: Gramineae

Sub Family: Andropagane

Genus: Saccharum

Species: Saccharum Officinarum

Gula sukrosa merupakan karbohidrat yang termasuk disakarida. Sukrosa dihasilkan dari sintesa biokimia antara 2

buah monosakarida yaitu D-Glukosa dan D-Fruktosa. Monosakarida pembentuk sukrosa tersebut dihasilkan dari

proses fotosintesis gas CO2 dan H20 dengan bantuan sinar matahari.

Pengawan dan persediaan bahan baku ditangani oleh bagian tanaman seksi tebang angkut. Untuk mengontrol mutu

tebangan, pabrik menetapkan bahwa tebu yang boleh masuk untuk digiling harus memenuhi syarat MBS:

1.M : Manis, tebu harus sudah masak atau tua.

2.B : Bersih, hasil tebang yang dikirim ke pabrik harus bersih dari kotoran (Slamper, pucukan, akar, tanah dan lain-

lain).

3.S : Segar, jangka waktu tebu tertebang sampai masuk gilingan kurang dari 36 jam.
Persiapan bahan baku pembuatan gula tebu
Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tebu ini termasuk jenis rumput-
rumputan. Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung. Umur
tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun.

Tebu dapat dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-mesin pemotong tebu.
Daun kemudian dipisahkan dari batang tebu, kemudian baru dibawa kepabrik untuk diproses
menjadi gula.

Tahapan-tahapan dalam proses pembuatan gula dimulai dari penanaman tebu, proses
ektrasi, pembersihan kotoran, penguapan, kritalisasi, afinasi, karbonasi, penghilangan warna,
dan sampai proses pengepakan sehingga sampai ketangan konsumen.

Ekstraksi
Tahap pertama pembuatan gula tebu adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Caranya dengan
menghancurkan tebu dengan mesin penggiling untuk memisahkan ampas tebu dengan
cairannya. Cairan tebu kemudian dipanaskan dengan boiler. Jus yang dihasilkan masih
berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak
dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula.

Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 50 % air, 15%


gula dan serat residu, dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula. Dan juga
kotoran seperti pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang disebut sebagai “abu”.

Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)


Jus tebu dibersihkan dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang akan
mengendapkan sebanyak mungkin kotoran , kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke
lahan. Proses ini dinamakan liming.

Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses
penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus
dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian
dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus
mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap
dan jus yang keluar merupakan jus yang jernih.

Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya
dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu diekstraksi
dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan
yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses.
Penguapan (Evaporasi) Setelah mengalami proses liming,
proses evaporasi dilakukan untuk mengentalkan jus menjadi sirup dengan cara
menguapkan air menggunakan uap panas (steam). Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi
lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi.

Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula
jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula
hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk' (multiple effect evaporator) yang
dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi
mendekati kejenuhan (saturasi).

Pendidihan/ KristalisasiPada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam wadah


yang sangat besar untuk dididihkan. Di dalam wadah ini air diuapkan sehingga kondisi untuk
pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan
sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan
larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya,
bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar.
Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.

Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula
sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula
yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena
keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan
sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai
kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.

Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah
produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut
menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol (etanol) .
Belakangan ini molases dari tebu di olah menjadi bahan energi alternatif dengan
meningkatkan kandungan etanol sampai 99,5%.

PenyimpananGula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket


selama penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di
dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor
dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak
diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai
di negara pengguna.

Afinasi (Affination)Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan
dan pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang
dinamakan dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat
dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan
melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil (‘magma') di-
sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga kotoran dapat dipisahkan dari gula
dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum proses karbonatasi.
Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat
warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-
bahan ini semua dikeluarkan dari proses.

KarbonatasiTahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk


membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada
tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang.

Salah satu dari dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi
dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam
cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran tersebut.

Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel-partikel kristal halus
berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk
dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan
pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi.

Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin


materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi
non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk
proses selanjutnya berupa penghilangan warna.

Selain karbonatasi, t eknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama
dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat.
Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan
menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Penghilangan warnaAda dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula,
keduanya mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui
kolom-kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular
[granular activated carbon, GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna.
GAC merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat
dari tulang-tulang hewan.

Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus
untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon
dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar dari karbon.

Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan lebih
sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin
dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.

Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika
jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam
pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.

PendidihanSejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk
tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk
mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-
kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan
keduanya.

Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang
berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum
dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.
Gula
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kristal Gula yang sudah dimurnikan.

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi
perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.
Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman.
Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim
atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel.

Gula sebagai komoditi[sunting | sunting sumber]


Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat
sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi
dahlia, anggur, atau bulir jagung, juga menghasilkan semacam pemanis namun bukan tersusun
dari sukrosa sebagai komponen utama. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap
ekstraksi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan).
Negara-negara penghasil gula terbesar adalah negara-negara dengan iklim hangat
seperti Australia, Brasil, dan Thailand. Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pernah menjadi
produsen gula utama dunia pada tahun 1930-an, namun kemudian tersaingi oleh industri gula
baru yang lebih efisien. Pada tahun 2001/2002 gula yang diproduksi di negara berkembang dua
kali lipat lebih banyak dibandingkan gula yang diproduksi negara maju. Penghasil gula terbesar
adalah Amerika Latin, negara-negara Karibia, dan negara-negara Asia Timur.
Lain halnya dengan gula bit yang diproduksi di tempat dengan iklim yang lebih sejuk
seperti Eropa Barat Laut dan Timur, Jepang utara, dan beberapa daerah di Amerika Serikat,
musim penumbuhan bit berakhir pada pemanenannya di bulan September. Pemanenan dan
pemrosesan berlanjut sampai Maret di beberapa kasus. Lamanya pemanen dan pemrosesan
dipengaruhi dari ketersediaan tumbuhan, dan cuaca. Bit yang telah dipanen dapat disimpan
untuk di proses lebih lanjut, namum bit yang membeku tidak bisa lagi diproses.
Pengimpor gula terbesar adalah Uni Eropa (UE). Peraturan pertanian di UE menetapkan kuota
maksimum produksi dari setiap anggota sesuai dengan permintaan, penawaran, dan harga.
Sebagian dari gula ini adalah gula "kuota" dari industry levies, sisanya adalah gula "kuota c"
yang dijual pada harga pasar tanpa subsidi. Subsidi-subsidi tersebut dan pajak impor yang tinggi
membuat negara lain susah untuk mengekspor ke negara negara UE, atau bersaing dengannya
di pasar dunia. Amerika Serikat menetapkan harga gula tinggi untuk mendukung pembuatnya,
hal ini mempunyai efek samping namun, banyak para konsumen beralih ke sirup
jagung (pembuat minuman) atau pindah dari negara itu (pembuat permen)
Pasar gula juga diserang oleh harga sirup glukosa yang murah. Sirup tersebut di produksi dari
jagung (maizena), Dengan mengkombinasikannya dengan pemanis buatan pembuat minuman
dapat memproduksi barang dengan harga yang sangat murah.

Sejarah Industri gula di Indonesia[sunting | sunting sumber]


Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira) kelapa atau enau, serta
cairan batang tebu. Tebu adalah tumbuhan asli dari Nusantara, terutama di bagian timur.
Ketika orang-orang Belanda mulai membuka koloni di Pulau Jawa kebun-kebun tebu monokultur
mulai dibuka oleh tuan-tuan tanah pada abad ke-17, pertama di sekitar Batavia, lalu berkembang
ke arah timur.
Puncak kegemilangan perkebunan tebu dicapai pada tahun-tahun awal 1930-an, dengan 179
pabrik pengolahan dan produksi tiga juta ton gula per tahun[1]. Penurunan harga gula akibat
krisis ekonomi merontokkan industri ini dan pada akhir dekade hanya tersisa 35 pabrik dengan
produksi 500 ribu ton gula per tahun. Situasi agak pulih menjelang Perang Pasifik, dengan 93
pabrik dan prduksi 1,5 juta ton. Seusai Perang Dunia II, tersisa 30 pabrik aktif. Tahun 1950-an
menyaksikan aktivitas baru sehingga Indonesia menjadi eksportir netto. Pada tahun 1957 semua
pabrik gula dinasionalisasi dan pemerintah sangat meregulasi industri ini. Sejak 1967 hingga
sekarang Indonesia kembali menjadi importir gula.
Macetnya riset pergulaan, pabrik-pabrik gula di Jawa yang ketinggalan teknologi, tingginya
tingkat konsumsi (termasuk untuk industri minuman ringan), serta kurangnya investor untuk
pembukaan lahan tebu di luar Jawa menjadi penyebab sulitnya swasembada gula[1].
Pada tahun 2002 dicanangkan target Swasembada Gula 2007[2]. Untuk mendukungnya dibentuk
Dewan Gula Indonesia pada tahun 2003 (berdasarkan Kepres RI no. 63/2003 tentang Dewan
Gula Indonesia)[3]. Target ini kemudian diundur terus-menerus[2].

Jenis[sunting | sunting sumber]


Gula merah[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gula merah

Gula merah adalah jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga
pohon keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Gula merah yang dipasarkan dalam
bentuk cetakan batangan silinder, cetakan setengah bola dan bubuk curah disebut sebagai
gula semut
Gula tebu[sunting | sunting sumber]
Gula tebu kebanyakan dipasarkan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama tama bahan mentah
dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan yang terbentuk kemudian
ditambahkan bahan tambahan (biasanya menggunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan
ketidakkemurnian, campuran tersebut kemudian diputihkan dengan belerang dioksida.
Campuran yang terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang
kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasanya
sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan. Sebuah mesin
sentrifugal juga dapat digunakan pada proses kristalisasi.
Gula batu adalah gula tebu yang tidak melalui tahap kristalisasi. Gula kotak/blok adalah gula
kristal lembut yang dipres dalam bentuk dadu. Gula mentah (raw sugar) adalah gula kristal yang
dibuat tanpa melalui proses pemutihan dengan belerang. Warnanya agak kecoklatan karena
masih mengandung molase, namun sekarang gula batu sudah bersih dalam pembuatannya
sehingga gula batu yang berwarna coklat sudah tidak ada lagi.

Gula bit[sunting | sunting sumber]


Setelah dicuci, bit kemudian di potong potong dan gulanya kemudian di ekstraksi dengan air
panas pada sebuah diffuse. Pemurnian kemudian ditangani dengan menambahkan
larutan kalsium oksida dan karbon dioksida. Setelah penyaringan campuran yang terbentuk lalu
dididihkan hingga kandungan air yang tersisa hanya tinggal 30% saja.
Gula kemudian diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal gula pertama tama dipisahkan
dengan mesin sentrifugal. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan kristal gula dengan
molasses. Upaya agar sentrifugasi berlangsung secara optimal adalah dengan pengaturan
kecepatan putaran. Kecepatan putaran sangat mempengaruhi kekuatan mesin tersebut dalam
melepaskan lapisan molasses dari kristal gula. Kecepatan putaran sentrifugasi dan cairan yang
tersisa digunakan untuk tambahan pada proses kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (di
mana sudah tidak bisa lagi diambil gula darinya) digunakan untuk makanan ternak dan dengan
itu terbentuklah gula putih yang kemudian disaring ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk
kemudian dijual.
Rumus Kimia Gula Pasir

Gambar gula pasir

Gula pasir adalah salah satu senyawa paling penting dalam kehidupan manusia. Di dalam ilmu
kimia, Gula pasir tergolong dalam senyawa sukrosa. Sukrosa merupakan jenis gula disakarida
yang dibentuk oleh dua gugus monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa. Pada rumus molekul
gula tersebut, tidak terdapat perbedaan antara glukosa dan fruktosa, keduanya memiliki rumus
kimia C6H12O6. Namun untuk rumus strukturalnya, glukosa dan fruktosa memiliki perbedaan
(lihat pada gambar).
rumus kimia gula glukosa dan fruktosa

Gula dapur memiliki rumus molekul yang sama dengan sukrosa, yaitu gabungan antara rumus
glukosa dan fruktosa.

C6H12O6 + C6H12O6 => C12H22O11 + H2O

glukosa + fruktosa => Sukrosa + Air

Jadi rumus kimia dari gula dapur ialah C12H22O11,dengan rumus struktural seperti pada gambar
berikut:

rumus kimia gula

Dengan memahami rumus kimia dari gula dapur ini, kamu dapat mengetahui beberapa reaksi
yang terjadi pada gula pasir.

Reaksi Gula Pasir


Beberapa reaksi yang terjadi pada gula pasir sangat berguna dalam kehidupan kita. Berikut ini
beberapa reaksi yang sering digunakan baik di pabrik maupun terjadi di alam.

Reaksi Sukrosa Terbakar Oleh HClO3


Reaksi antara Sukrosa dan Asam Hidroklorat menghasilkan H2O, CO2 dan HCl.

8 HClO3 + C12H22O11 → 11 H2O + 12 CO2 + 8 HCl


Berdasarkan reaksi diatas kita bisa tahu bahwa hasil akhir dari reaksi tersebut berupa H2O dan
CO2, maka ini termasuk dalam reaksi pembakaran Sukrosa (gula).

Reaksi Dehidrasi
Reaksi antara Sukrosa dengan katalis H2SO4 akan menghasilkan C, H2O dan panas.

H2SO4(catalyst) + C12H22O11 → 12 C + 11 H2O + Heat (dan sisa H2O + SO3 ).

Dari hasil reaksinya, kita bisa tahu kalau itu merupakan reaksi dehidrasi (pemecahan molekul
air).

Reaksi Dekomposisi Sukrosa


Sukrosa, dapat terdekomposisi dengan adanya panas, reaksi dekomposisi tersebut ialah:

C12H22O11 + heat → 3CO2 + 5H2O + 6H2

Reaksi ini menghasilkan gas hidrogen, karbon dioksida dan uap air.
Sukrosa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sukrosa

Nama IUPAC[sembunyikan]

(2R,3R,4S,5S,6R)-2-[(2S,3S,4S,5R)-3,4-dihydroxy-2,5-bis(hydroxymethyl)oxolan-2-yl]oxy-6-

(hydroxymethyl)oxane-3,4,5-triol

Nama lain[sembunyikan]

Gula; Sakarosa; α-D-glukopiranosil-(1→2)-β-D-fruktofuranosida; β-D-fruktofuranosil-(2→1)-α-D-

glukopiranosida; β-(2S,3S,4S,5R)-fruktofuranosil-α-(1R,2R,3S,4S,5R)-glucopyranoside; α-(1R,2R,3S,4S,5R)-

glukopiranosil-β-(2S,3S,4S,5R)-fruktofuranosida

Identifikasi
Nomor CAS 57-50-1

PubChem 5988

Nomor EC 200-334-9

DrugBank DB02772

ChEBI 17992

ChemSpider 5768

Nomor RTECS WN6500000

SMILES O1[C@H](CO)[C@@H](O)[C@H](O)[C@@H](O)[C@H]1O[C@@]2(O[C@@H]([C@@H](O)[C@@H]2O)CO)CO

InChI 1/C12H22O11/c13-1-4-6(16)8(18)9(19)11(21-4)23-12(3-15)10(20)7(17)5(2-14)22-12/h4-11,13-20H,1-

3H2/t4-,5-,6-,7-,8+,9-,10+,11-,12+/m1/s1

Sifat

Rumus molekul C12H22O11

Massa molar 342.30 g/mol

Penampilan padatan putih

Densitas 1.587 g/cm3, padat

Titik lebur 186 °C decomp.

Kelarutandalam air 2000 g/L (25 °C)

log P −3.76
Struktur

Struktur kristal Monoklinik

Grup ruang P21

Bahaya

MSDS ICSC 1507

Indeks EU not listed

Senyawa terkait

Senyawa terkait Laktosa

Maltosa

Sukrosa merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomernya yang berupa
unit glukosa dan fruktosa, dengan rumus molekul C12H22O11.[1] Senyawa ini dikenal sebagai
sumber nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain seperti hewan
Penambahan sukrosa dalam media berfungsi sebagai sumber karbon.[1] Sukrosa atau gula
dapur diperoleh dari gula tebu atau gula beet.[1] Unit glukosa dan fruktosa diikat oleh jembatan
asetal oksigen dengan orientasi alpha.[1] Struktur ini mudah dikenali karena mengandung enam
cincin glukosa dan lima cincin fruktosa.[1] Proses fermentasi sukrosa melibatkan mikroorganisme
yang dapat memperoleh energi dari substrat sukrosa dengan melepaskan karbondioksida dan
produk samping berupa senyawaan alkohol.[2] Penggunaan ragi (yeast) ini dalam proses
fermentasi diduga merupakan proses tertua dalam bioteknologi dan sering disebut
dengan zymotechnology.[2] Sukrosa diproduksi sekitar 150 juta ton setiap tahunnya.[3]

Ciri-ciri fisik dan kimia[sunting | sunting sumber]


Struktur α-D-glukopiranosil-(1→2)-β-D-
fruktofuranosida[sunting | sunting sumber]
Pada sukrosa, glukosa dan fruktosa terhubung melalui ikatan antara karbon pertama (C1) pada
subunit glukosa dengan karbon kedua (C2) milik fruktosa. Ikatan ini disebut dengan ikatan
glikosida.

Degradasi panas dan oksidatif[sunting | sunting sumber]


Kelarutan sukrosa dalam air berdasarkan temperatur tertentu

T (°C) S (g/ml)
50 2.59

55 2.73

60 2.89

65 3.06

70 3.25

75 3.46

80 3.69

85 3.94

90 4.20
Daftar pabrik gula di Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Litografi dengan pabrik gula (berdasarkan lukisan oleh Abraham Salm, 1865-1872)

Rumah dinas direktur Pabrik Gula Purwokerto pada tahun 1900-an

Pabrik Gula biasa disingkat PG partikulir dan milik negara di Indonesia mulai bermunculan
setelah dimulainya era liberalismepada masa penjajahan Hindia Belanda (1870), dengan
diperkenalkannya Hak Sewa Tanah untuk penggunaan selama 70 tahun. Sebelumnya, telah
berdiri sejumlah pabrik gula sederhana untuk mengolah panenan tebu, yang termasuk dalam
komoditi yang diikutsertakan dalam program Cultuurstelsel.
Berikut ini adalah daftar pabrik gula di Indonesia:

 PG Asembagus Situbondo Jawa Timur, (lokasi)


 PG Bandjaratma Brebes Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Bone (Arasoe) Bone Sulawesi Selatan[1]
 PG Bantul, Kabupaten Bantul, Yogyakarta
 PG Camming Bone Sulawesi Selatan[1]
 PG Candi Sidoarjo Jawa Timur, (lokasi)
 PG Ceper Baru Klaten Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Cepiring Kendal Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Cinta Manis, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, (lokasi sementara)
 PT Gunung Madu Plantations, Lampung Tengah, Lampung, (lokasi)
 PT Pemuka Sakti Manisindah, Way Kanan, Lampung
 PT Sugar Group Companies, Tulang Bawang, Lampung

 PG Colomadu Karanganyar Jawa Tengah, (lokasi)


 PG Cukir (Tjoekir) Cukir, Diwek, Jombang, Jawa Timur, (lokasi)
 PG De Maas, Besuki, Situbondo, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Gempol Palimanan, (lokasi)
 PG Gempolkerep Mojokerto, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Gending, Probolinggo, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Gondang Baru, Jogonalan, Klaten, Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Gondang Lipuro, Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Yogyakarta
 PG Jatibarang Brebes, Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Jatiroto, Jatiroto, Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur
 PG Jatiwangi, Jatiwangi Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, (lokasi)
 PG Jatitujuh Jatiwangi Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, (lokasi)
 PG Jombang Baru Jombang, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Kadhipaten, Kadipaten, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, (lokasi)
 PG Kalibagor Banyumas, Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Kanigoro Madiun, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Karangsuwung, Karangsuwung, Karangsembung, Cirebon, Jawa Barat, (lokasi)
 PG Kebon Agung, Malang, Jawa Timur, (lokasi), [1]
 PG Kedaton, Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta
 PG Kedawung, Pasuruan, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Kedu Kidul, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
 PG Kersana
 PG Ketanggungan Barat/PG Tersana II, Brebes, Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Krembung, Sidoarjo, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Krian, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Krebet Baru 1, Malang, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Krebet Baru 2, Malang, Jawa Timur
 PG Lestari, Nganjuk Jawa Timur, (lokasi)
 PG Madukismo Bantul Yogyakarta, (lokasi)
 PG Merican Kediri Jawa Timur, (lokasi)
 PG Mojopanggung, Tulungagung, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Mojo, Sragen, Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Mojodikota
 PG Ngadirejo Kediri, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Olean, Situbondo, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Pandji, Situbondo, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Pagottan, Madiun, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Pajarakan, Probolinggo, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Pakis Baru Pati Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Pangka, Tegal Jawa Tengah, (lokasi), [2]
 PG Pesantren Baru, Pesantren, Kota Kediri, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Prajekan, Bondowoso, (lokasi)
 PG Pundong, Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta
 PG Purwodadi (Poerwodadie), Magetan, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Purwokerto
 PG Rejo Agung, Madiun, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Rejosari, Magetan, Jawa Timur
 PG Rendeng Kudus, Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Semboro, Jember, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Sindanglaut, Jawa Barat, (lokasi)
 PG Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah, (lokasi)
 PG Subang Pasir Bungur Subang, Jawa Barat, (lokasi)
 PG Sudono (Soedhono), Ngawi, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Sugarindo Singaparna Jawa Barat, (lokasi)
 PG Sumberharjo
 PG Takalar, Takalar, Sulawesi Selatan, (lokasi)
 PG Tasikmadu Karanganyar Jawa Tengah, (lokasi), [3]

 PG Trangkil, Pati, Jawa Tengah, (lokasi)


 PG Tersana Baru, Cirebon, Jawa Barat, (lokasi)
 PG Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Watutulis, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Wonolangan, Probolinggo, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Wringinanom, Situbondo, Jawa Timur, (lokasi)
 PG Ghendis Multi Manis, Kabupaten Blora , Jawa Tengah

Anda mungkin juga menyukai