Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengeringan (drying) zat padat merupakan pemisahan sejumlah kecil air atau zat
cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair didalam
zat padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Pengeringan
biasanya merupakan langkah terakhir dari sederetan operasi, dan hasil
pengeringan biasanya siap untuk dikemas
Pada praktikum ini, dilakukan proses pengeringan untuk mengeringkan kentang.
Proses pengeringan yang dipakai merupakan direct drying. Karena terjadi kontak
langsung antara medium pemanas (aliran udara) dan bahan yang akan dikering
(kentang). Kentang yang dikeringkan merupakan kentang yang telah diiris dengan
ketebalan 2 mm. Untuk melakukan proses pengeringan tersebut digunakan
rangkaian alat drying.
Pada praktikum ini, divariasikan nilai suhunya untuk Run I dan Run II. Untuk
memvariasikan suhu tersebut, digunakan tipe pemanas yang berbeda. Untuk Run I
digunakan pemanas tipe I. Sedangkan untuk Run II digunakan pemanas tipe III.
Sehingga, langkah-langkah dalam pelaksanaan praktikum adalah sama, hanya
berbeda pada saat menyalakan saklar untuk pemanas yang akan dipakai pada
masing-masing Run.
Praktikum ini dimulai dengan menyiapkan seluruh alat dan bahan. Kemudian
menyalakan saklar alat drying, yaitu saklar untuk kipas dan juga pemanas.
Kemudian kentang dipotong setebal 2 mm yang diukur dengan penggaris.
Kemudian potongan tersebut diletakkan di cawan petri. Kentang dipotong
disesuaikan jumlah, bentuk dan ukurannya hingga mampu menutupi seluruh
permukaan cawan. Sehingga, luas permukaan bahan akan sama dengan luar
permukaan cawan, yaitu 59,41665 cm2. Kemudian timbang cawan serta irisan
kentang tersebut. Massa tersebut merupakan massa cawan beserta kentang, massa
dari kentang tersebut adalah selisih antara massa cawan beserta kentang dengan

cawan kosong. Sehingga, massa cawan kosong perlu ditimbang juga. Hasil
penimbangan untuk kentang
Selanjutnya pengkuran aliran udara, baik laju alir maupun suhunya. Laju alir
udara diukur dengan menggunakan anemometer. Pengukuran ini dilakukan hingga
nilaiya konstan, diperoleh 1,5 m/s baik untuk Run I maupun Run II. Hal ini karena
laju alir udara diatur sama untuk kedua percobaan tersebut. Sedangkan untuk
suhu, yg diukur adalah suhu bola kering (dry bulb temperature) dan suhu bola
basah (wet bulb temperature). Pengukuran suhu bola kering dilakukan dengan
cara meletakkan thermometer pada aliran udara rangkaian alat drying. Pengukuran
suhu tersebut dilakukan hingga suhunya konstan. Sedangkan untuk suhu bola
basah, dibutuhkan kapas basah. Kapas basah ini diletakkan di bagian bawah
thermometer, namun tidak menempel pada bagian merah termometer. Kemudian
termometer juga diletakkan pada aliran udara rangkaian alat drying. Pengukuran
ini juga dilakukan hingga nilainya konstan. Pada praktikum ini, suhu yang terukur
adalah Td = 35oC dan Tw = 27oC untuk Run I serta Td = 53oC dan Tw = 34oC.
Setelah persiapan tersebut selesai, proses drying dapat dilaksanakan. Pengeringan
dimulai pada saat t=0 dengan meletakkan cawan berisi irisan kentang di dalam
alat drying. Kemudian dilakukan penimbangan setiap 10 menit sekali. Pada
praktikum ini proses pengeringan berlangsung selama 120 menit, baik untuk Run
I maupun Run II.
Data-data yang telah diperoleh selama praktikum tersebut kemudian akan diolah
pada perhitungan serta divisualisasikan pada kurva karakteristik pengeringan.
Berikut adalah hasil perhitungan dari data hasil praktikum tersebut:
Tabel 1. Hasil Perhitungan untuk Run I
Berat
No
.
1

Waktu

Berat

Pengurangan

Pengeringa

Moisture

Drying Rate

Sampel

Kadar Air

Content

(R)

(%)
0.00%

(gr)
0

(X)
0.18194338

(gr/cm2.menit)
0.001037756

(menit)
(gr)
0
42.5658

8
0.16482198
2

10

41.9492

1.45%

0.6166

3
0.14953600

0.000926508

20

41.3987

2.74%

1.1671

6
0.13312822

0.000994502

4
5

30
40

40.8078
40.2061

4.13%
5.54%

1.758
2.3597

4
0.116420555
0.10033765

0.001012679
0.000974811

50

39.6269

6.90%

2.9389

2
0.08382157

0.001001066

60

39.0321

8.30%

3.5337

8
0.06726662

0.001003422

70

38.4359

9.70%

4.1299

9
0.05133089

0.000965891

80

37.862

11.05%

4.7038

4
0.03499530

0.000990127

10

90

37.2737

12.43%

5.2921

7
0.01964268

0.000930547

11
12
13

100
110
120

36.7208
36.4201
36.0134

13.73%
14.44%
15.39%

5.845
6.1457
6.5524

9
0.011293019
0

0.000506087
0.000684488
0

Tabel 2. Hasil Perhitungan untuk Run II


Berat
Berat

Pengurangan

Pengeringa

Moisture

Drying Rate

No

Waktu

Sampel

Kadar Air

Content

(R)

(menit)

(gr)

(%)

(gr)

(X)
0.34763736

(gr/cm2.menit)

42.5658

0.00%

5
0.29280840

0.002914671

10

40.834

4.07%

1.7318

9
0.24129109

0.002738626

20

39.2068

7.89%

3.359

9
0.18022510

0.003246228

30

37.278

12.42%

5.2878

3
0.12904655

0.002720618

40

35.6615

16.22%

6.9043

6
0.05801712

0.003775878

6
7

50
60

33.418
32.8605

21.49%
22.80%

9.1478
9.7053

8
0.04036662

0.000938289
0.000757363

4
0.02611958
0.01515252

70

32.4105

23.86%

10.1553

0.000583002

80

32.0641

24.67%

10.5017

3
0.00777888

0.000391978

10

90

31.8312

25.22%

10.7346

6
0.00349210

0.000227882

11

100

31.6958

25.54%

10.87

9
0.00124740

0.000119327

12
13

110
120

31.6249
31.5855

25.70%
25.80%

10.9409
10.9803

8
0

6.63114E-05
0

Berdasarkan data tersebut, massa dari kentang terus berkurang. Hal ini disebabkan
oleh kandungan air dalam kentang tersebut terus berkurang. Pengurangan
kandungan air ini dapat terjadi karena pada proses pengeringan terjadi transfer
massa dan juga transfer panas antara udara dan air. Untuk transfer panas, panas
pada udara terjadi perpindahan panas secara konveksi (karena udara sebagai
medium perantara ikut bergerak). Kemudian, udara panas yang mengalir menuju
kentang menembus beberapa lapisan pada kentang. Mula-mula udara panas akan
bertemu dengan interface pada kentang, dimana terjadi perpindahan panas secara
konveksi juga. Kemudian melewati surface kentang yang memiliki ketebelan
tertentu secara konduksi. Hingga panas tersebut akan berpindah secara konveksi
ke bagian dalam kentang. Panas yang telah melewati berbagai lapisan pada
kentang tersebut diterima oleh kentang sehingga suhu pada kentang meningkat.
Peningkatan suhu secara terus menerus menyebabkan kandungan air yang ada di
dalam kentang tersebut menguap. Selanjutnya terjadi perpindahan massa.
Kandungan air yang telah menguap kemudian bergerak keluar dari kentang
melewati lapisan-lapisan tadi menuju aliran udara panas. Proses tersebut
berlangsung secara terus menerus sehingga menyebabkan kandungan air pada
kentang tersebut terus berkurang. Hingga pada titik tertentu tercapai kondisi
dimana kandungan air pada kentang tersebut tidak dapat berkurang lagi.
Data data hasil perhitungan di atas, kemudian diolah ke dalam kurva moisture
content vs waktu pengeringan:

Hubungan antara Moisture Content terhadap Waktu Pengeringan (Run I)


0.2
0.18
0.16
0.14
0.12
Moisture Content (X) 0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0

20

40

60

80

100

120

140

Waktu (t), (menit)

Gambar 1. Hubungan antara Moisture Content terhadap Waktu Pengeringan untuk


Run I

Hubungan antara Moisture Content terhadap Waktu Pengeringan (Run II)


0.4
0.35
0.3
0.25

Moisture Content (X)

0.2
0.15
0.1
0.05
0

20

40

60

80

100

120

140

Waktu (t), (menit)

Gambar 2. Hubungan antara Moisture Content terhadap Waktu Pengeringan untuk


Run II
Berdasarkan kedua kurva tersebut dapat dilihat bahwa moisture content pada
kentang semakin berkurang seiring bertambahnya waktu. Hal ini terjadi karena
kandungan air yang ada di dalam kentang selalu berkurang setiap waktunya
hingga tercapai titik dimana kandungan air yang ada di dalam kentang tidak dapat

berkurang lagi (kandungan air telah habis). Titik tersebut disebut kadar air kritis.
Pada praktikum ini, titik tersebut tercapai pada saat berat kentang sudah konstan,
atau dengan kata lain tidak ada kandungan air lagi di dalamnya. Sehingga yang
bersisa hanyalah berat kentang (kandungan air = 0). Berat suatu bahan tanpa
kandungan air tersebut adalah bone dry. Apabila setelah tercapai kondisi bone dry
bahan masih dikeringkan, maka bahan tersebut bisa rusak. Kadar air kritis serta
kondisi bone dry sebenarnya tercapai apabila suatu bahan kandungan airnya
benar-benar tidak dapat berkurang lagi setelah dilakukan pemanasan dengan
pemanasan maksimum sebelum bahan tersebut rusak. Sementara pada praktikum
ini, kondisi yang sebenarnya tercapai adalah kondisi kadar air kesetimbangan,
dimana kadar uap air yang terdapat dalam kentang dan aliran udara sudah
setimbang. Karena pada kenyataannya sangat sulit serta membutuhkan waktu
yang panjang agar tercapai kandungan air dalam suatu bahan benar-benar habis
(benar-benar kering). Maka dari itu kondisi pada saat berat dai bahan yang telah
konstan dapat diasumsikan sebagai tercapainya kondisi air kritis serta bone dry.
Pada praktikum ini, diperoleh berat bone dry-nya adalah 36,0134 gr untuk Run I
dan 31,5855 gr untuk Run II.
Selain itu data hasil perhitungan tersebut juga diolah menjadi kurva hubungan
antara Drying Rate dan Moisture Content

Hubungan antara Drying Rate dan Moisture Content (Run I)


0
0
0

Drying Rate (R), (gr/cm2.min) 0


0
0
0

0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2

Moisture Content (X)

Gambar 3. Hubungan antara Drying Rate dan Moisture Content untuk Run I

Hubungan antara Drying Rate dan Moisture Content (Run I)


0
0
0
0

Drying Rate (R), (gr/cm2.min) 0


0
0
0
0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

Moisture Content (X)

Gambar 4. Hubungan antara Drying Rate dan Moisture Content untuk Run II
Berdasarkan kurva tersebut, terlihat beberapa tahapan dalam pengeringan sebagai
berikut:

Garis A-B merupakan awal dari pengeringan, dimana pada awal pengeringan
ini temperature bahan akan menuju temperature pengering dan kandungan air
yang teruapkan sangat bergantung pada variabel pengeringan dan jenis

permukaan sampel
Garis B-Cmerupakan pengeringan dengan laju konstan, walaupun di dalam
kurva tersebut tidak terlihat konstan, namun diasumsikan konstan, karena

perbedaan titik antara satu dengan yang lain tidak terlalu jauh
Garis C-E merupakan pengeringan dengan laju menurun. Pada periode ini,
kandungan air yang terdapat di dalam bahan terus berkurang secara drastis dan
hampir mendekati kesetimbangan. Sehingga, banyaknya kandungan air yang
dapat diuapkan setiap waktunya (laju pengeringan) pun ikut menurun secara
drastic.

Laju pengeringan ini akan terus menurun hingga akhirnya akan berhenti pada saat
mencapai kadar air kesetimbangannya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya,
pada praktikum ini kondisi tersebut diasumsikan telah mencapai kadar air
kritisnya.

Hubungan antara Moisture Content terhadap Waktu Pengeringan


0.4
0.35
0.3
0.25

Moisture Content (X)

Run I
Run II

0.2
0.15
0.1
0.05
0

20

40

60

80

100 120 140

Waktu (t), (menit)

Gambar 5. Perbandingan hubungan antara Moisture Content terhadap Waktu


Pengeringan untuk Run I dan Run II

Hubungan antara Drying Rate dan Moisture Content


0
0
0
0
Run I
Run II

Drying Rate (R), (gr/cm2.min) 0


0
0
0
0

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

Moisture Content (X)

Gambar 6. Perbandingan hubungan antara Drying Rate dan Moisture Content


untuk Run I dan Run II
Dalam proses pengeringan tentu ada beberapa yang mempengaruhi laju
pengeringan, diantaranya yaitu suhu, kelembaban, serta laju alir medium pemanas.
Dalam praktikum ini, yang mempengaruhi laju pengeringan adalah suhu. Pada

Run II laju pengeringannya lebih cepat daripada Run I. Hal ini dikarenakan suhu
aliran udara pada Run II yang menggunakan Pemanas Tipe III lebih besar
daripada Run I. Karena perbedaan suhu antara kentang dengan aliran udara pada
Run II lebih besar, maka transfer panasnya pun menjadi lebih cepat dibandingkan
dengan Run I. Jumlah panas yang ditransfer ini yang akan menyebabkan jumlah
kandungan air yang diuapkan setiap waktunya pun menjadi lebih besar, sehingga
transfer massanya pun lebih besar daripada Run I. Perbedaan suhu ini juga
menyebabkan perbedaan kelembaban. Run I yang lebih rendah suhunya memiliki
kelembaban udara yang lebih besar dibandingkan dengan Run II. Hal ini terlihat
dari nilai suhu bola basah dari masing-masing Run, yaitu 27 oC untuk Run I dan
34oC untuk Run II. Kelembaban mengakibatkan perbedaan kandungan air antara
medium pengering dengan bahan yang akan dikeringkan menjadi lebih rendah.
Hal ini akan menyebabkan jumlah kandungan yang dapat diuapkan menjadi lebih
sedikit setiap waktunya atau transfer massanya menjadi lebih lambat. Sehingga
laju pengeringannya pun lebih rendah dan prosesnya berlangsung lebih lama. l

Anda mungkin juga menyukai