cawan kosong. Sehingga, massa cawan kosong perlu ditimbang juga. Hasil
penimbangan untuk kentang
Selanjutnya pengkuran aliran udara, baik laju alir maupun suhunya. Laju alir
udara diukur dengan menggunakan anemometer. Pengukuran ini dilakukan hingga
nilaiya konstan, diperoleh 1,5 m/s baik untuk Run I maupun Run II. Hal ini karena
laju alir udara diatur sama untuk kedua percobaan tersebut. Sedangkan untuk
suhu, yg diukur adalah suhu bola kering (dry bulb temperature) dan suhu bola
basah (wet bulb temperature). Pengukuran suhu bola kering dilakukan dengan
cara meletakkan thermometer pada aliran udara rangkaian alat drying. Pengukuran
suhu tersebut dilakukan hingga suhunya konstan. Sedangkan untuk suhu bola
basah, dibutuhkan kapas basah. Kapas basah ini diletakkan di bagian bawah
thermometer, namun tidak menempel pada bagian merah termometer. Kemudian
termometer juga diletakkan pada aliran udara rangkaian alat drying. Pengukuran
ini juga dilakukan hingga nilainya konstan. Pada praktikum ini, suhu yang terukur
adalah Td = 35oC dan Tw = 27oC untuk Run I serta Td = 53oC dan Tw = 34oC.
Setelah persiapan tersebut selesai, proses drying dapat dilaksanakan. Pengeringan
dimulai pada saat t=0 dengan meletakkan cawan berisi irisan kentang di dalam
alat drying. Kemudian dilakukan penimbangan setiap 10 menit sekali. Pada
praktikum ini proses pengeringan berlangsung selama 120 menit, baik untuk Run
I maupun Run II.
Data-data yang telah diperoleh selama praktikum tersebut kemudian akan diolah
pada perhitungan serta divisualisasikan pada kurva karakteristik pengeringan.
Berikut adalah hasil perhitungan dari data hasil praktikum tersebut:
Tabel 1. Hasil Perhitungan untuk Run I
Berat
No
.
1
Waktu
Berat
Pengurangan
Pengeringa
Moisture
Drying Rate
Sampel
Kadar Air
Content
(R)
(%)
0.00%
(gr)
0
(X)
0.18194338
(gr/cm2.menit)
0.001037756
(menit)
(gr)
0
42.5658
8
0.16482198
2
10
41.9492
1.45%
0.6166
3
0.14953600
0.000926508
20
41.3987
2.74%
1.1671
6
0.13312822
0.000994502
4
5
30
40
40.8078
40.2061
4.13%
5.54%
1.758
2.3597
4
0.116420555
0.10033765
0.001012679
0.000974811
50
39.6269
6.90%
2.9389
2
0.08382157
0.001001066
60
39.0321
8.30%
3.5337
8
0.06726662
0.001003422
70
38.4359
9.70%
4.1299
9
0.05133089
0.000965891
80
37.862
11.05%
4.7038
4
0.03499530
0.000990127
10
90
37.2737
12.43%
5.2921
7
0.01964268
0.000930547
11
12
13
100
110
120
36.7208
36.4201
36.0134
13.73%
14.44%
15.39%
5.845
6.1457
6.5524
9
0.011293019
0
0.000506087
0.000684488
0
Pengurangan
Pengeringa
Moisture
Drying Rate
No
Waktu
Sampel
Kadar Air
Content
(R)
(menit)
(gr)
(%)
(gr)
(X)
0.34763736
(gr/cm2.menit)
42.5658
0.00%
5
0.29280840
0.002914671
10
40.834
4.07%
1.7318
9
0.24129109
0.002738626
20
39.2068
7.89%
3.359
9
0.18022510
0.003246228
30
37.278
12.42%
5.2878
3
0.12904655
0.002720618
40
35.6615
16.22%
6.9043
6
0.05801712
0.003775878
6
7
50
60
33.418
32.8605
21.49%
22.80%
9.1478
9.7053
8
0.04036662
0.000938289
0.000757363
4
0.02611958
0.01515252
70
32.4105
23.86%
10.1553
0.000583002
80
32.0641
24.67%
10.5017
3
0.00777888
0.000391978
10
90
31.8312
25.22%
10.7346
6
0.00349210
0.000227882
11
100
31.6958
25.54%
10.87
9
0.00124740
0.000119327
12
13
110
120
31.6249
31.5855
25.70%
25.80%
10.9409
10.9803
8
0
6.63114E-05
0
Berdasarkan data tersebut, massa dari kentang terus berkurang. Hal ini disebabkan
oleh kandungan air dalam kentang tersebut terus berkurang. Pengurangan
kandungan air ini dapat terjadi karena pada proses pengeringan terjadi transfer
massa dan juga transfer panas antara udara dan air. Untuk transfer panas, panas
pada udara terjadi perpindahan panas secara konveksi (karena udara sebagai
medium perantara ikut bergerak). Kemudian, udara panas yang mengalir menuju
kentang menembus beberapa lapisan pada kentang. Mula-mula udara panas akan
bertemu dengan interface pada kentang, dimana terjadi perpindahan panas secara
konveksi juga. Kemudian melewati surface kentang yang memiliki ketebelan
tertentu secara konduksi. Hingga panas tersebut akan berpindah secara konveksi
ke bagian dalam kentang. Panas yang telah melewati berbagai lapisan pada
kentang tersebut diterima oleh kentang sehingga suhu pada kentang meningkat.
Peningkatan suhu secara terus menerus menyebabkan kandungan air yang ada di
dalam kentang tersebut menguap. Selanjutnya terjadi perpindahan massa.
Kandungan air yang telah menguap kemudian bergerak keluar dari kentang
melewati lapisan-lapisan tadi menuju aliran udara panas. Proses tersebut
berlangsung secara terus menerus sehingga menyebabkan kandungan air pada
kentang tersebut terus berkurang. Hingga pada titik tertentu tercapai kondisi
dimana kandungan air pada kentang tersebut tidak dapat berkurang lagi.
Data data hasil perhitungan di atas, kemudian diolah ke dalam kurva moisture
content vs waktu pengeringan:
20
40
60
80
100
120
140
0.2
0.15
0.1
0.05
0
20
40
60
80
100
120
140
berkurang lagi (kandungan air telah habis). Titik tersebut disebut kadar air kritis.
Pada praktikum ini, titik tersebut tercapai pada saat berat kentang sudah konstan,
atau dengan kata lain tidak ada kandungan air lagi di dalamnya. Sehingga yang
bersisa hanyalah berat kentang (kandungan air = 0). Berat suatu bahan tanpa
kandungan air tersebut adalah bone dry. Apabila setelah tercapai kondisi bone dry
bahan masih dikeringkan, maka bahan tersebut bisa rusak. Kadar air kritis serta
kondisi bone dry sebenarnya tercapai apabila suatu bahan kandungan airnya
benar-benar tidak dapat berkurang lagi setelah dilakukan pemanasan dengan
pemanasan maksimum sebelum bahan tersebut rusak. Sementara pada praktikum
ini, kondisi yang sebenarnya tercapai adalah kondisi kadar air kesetimbangan,
dimana kadar uap air yang terdapat dalam kentang dan aliran udara sudah
setimbang. Karena pada kenyataannya sangat sulit serta membutuhkan waktu
yang panjang agar tercapai kandungan air dalam suatu bahan benar-benar habis
(benar-benar kering). Maka dari itu kondisi pada saat berat dai bahan yang telah
konstan dapat diasumsikan sebagai tercapainya kondisi air kritis serta bone dry.
Pada praktikum ini, diperoleh berat bone dry-nya adalah 36,0134 gr untuk Run I
dan 31,5855 gr untuk Run II.
Selain itu data hasil perhitungan tersebut juga diolah menjadi kurva hubungan
antara Drying Rate dan Moisture Content
0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2
Gambar 3. Hubungan antara Drying Rate dan Moisture Content untuk Run I
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
Gambar 4. Hubungan antara Drying Rate dan Moisture Content untuk Run II
Berdasarkan kurva tersebut, terlihat beberapa tahapan dalam pengeringan sebagai
berikut:
Garis A-B merupakan awal dari pengeringan, dimana pada awal pengeringan
ini temperature bahan akan menuju temperature pengering dan kandungan air
yang teruapkan sangat bergantung pada variabel pengeringan dan jenis
permukaan sampel
Garis B-Cmerupakan pengeringan dengan laju konstan, walaupun di dalam
kurva tersebut tidak terlihat konstan, namun diasumsikan konstan, karena
perbedaan titik antara satu dengan yang lain tidak terlalu jauh
Garis C-E merupakan pengeringan dengan laju menurun. Pada periode ini,
kandungan air yang terdapat di dalam bahan terus berkurang secara drastis dan
hampir mendekati kesetimbangan. Sehingga, banyaknya kandungan air yang
dapat diuapkan setiap waktunya (laju pengeringan) pun ikut menurun secara
drastic.
Laju pengeringan ini akan terus menurun hingga akhirnya akan berhenti pada saat
mencapai kadar air kesetimbangannya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya,
pada praktikum ini kondisi tersebut diasumsikan telah mencapai kadar air
kritisnya.
Run I
Run II
0.2
0.15
0.1
0.05
0
20
40
60
80
Run II laju pengeringannya lebih cepat daripada Run I. Hal ini dikarenakan suhu
aliran udara pada Run II yang menggunakan Pemanas Tipe III lebih besar
daripada Run I. Karena perbedaan suhu antara kentang dengan aliran udara pada
Run II lebih besar, maka transfer panasnya pun menjadi lebih cepat dibandingkan
dengan Run I. Jumlah panas yang ditransfer ini yang akan menyebabkan jumlah
kandungan air yang diuapkan setiap waktunya pun menjadi lebih besar, sehingga
transfer massanya pun lebih besar daripada Run I. Perbedaan suhu ini juga
menyebabkan perbedaan kelembaban. Run I yang lebih rendah suhunya memiliki
kelembaban udara yang lebih besar dibandingkan dengan Run II. Hal ini terlihat
dari nilai suhu bola basah dari masing-masing Run, yaitu 27 oC untuk Run I dan
34oC untuk Run II. Kelembaban mengakibatkan perbedaan kandungan air antara
medium pengering dengan bahan yang akan dikeringkan menjadi lebih rendah.
Hal ini akan menyebabkan jumlah kandungan yang dapat diuapkan menjadi lebih
sedikit setiap waktunya atau transfer massanya menjadi lebih lambat. Sehingga
laju pengeringannya pun lebih rendah dan prosesnya berlangsung lebih lama. l