TB Paru Lapsus
TB Paru Lapsus
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl lahir / Umur : 01 07 1972 / 44 tahun
Alamat : Ds. Kalilikan RT 02/01 Kec. Astambul
No. Reg : 0-34-92-96
Tgl. Pemeriksaan : 23-12-2017
II. Subjektif
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama : Batuk-batuk
Anamnesis : Dialami sejak 7 hari yang lalu, terasa memberat sejak
1 hari yang lalu. Batuk berlendir, sejak 1 minggu, dengan lendir berwarna
putih kekuningan. Pasien merasa nyeri dada bila batuk.
Pasien mengeluh demam, sejak 1 minggu, naik turun, dan pasien tidak
menggigil. Riwayat demam sebelumnya juga diakui oleh pasien.
Pasien mengeluh mual sejak 7 hari yang lalu, namun tidak ada muntah. Nafsu
makan pasien dirasakan berkurang dan berat badan diraskan turun.
Pasien tidak merasakan nyeri kepala dan pusing.
BAB baik, konsistensi lunak, BAK lancar, berwarna kuning.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Jantung (-)
Riwayat Merokok (-)
III. Objektif
Keadaan umum : Sakit sedang / gizi cukup / compos mentis
Tanda vital & antropometri :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
1
Nadi : 90 x / menit
Pernapasan : 24 x / menit
Suhu : 37,4C
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 159 cm
IMT : 18,9
Pemeriksaan Fisis
Kepala
Ekspresi : Normal
Simetris muka : Simetris kiri = kanan
Deformitas :-
Rambut : Hitam, lurus, sukar dicabut
Mata
Eksopthalmus/enopthalmus :-
Gerakan : Gerakan ke segala arah
Tekanan bola mata : Dalam batas normal
Kelopak mata : Edema palpebra (-)
Konjugtiva : Anemis (-)
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Isokhor, 2,5 mm D=S, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan prosessus mastoideus : (-)
Mulut
Bibir : kering (-)
Tonsil : T1-T1
Gigi geligi : Caries (-)
Farings : hiperemis (-)
Gusi : perdarahan gusi (-)
Lidah : kotor (-), deviasi (-), atrofi (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
2
Dada
Inspeksi
Bentuk : Normothorax, simetris kiri=kanan
Pembuluh darah : Spider navy (-)
Buah dada : Simetris, ginekomasti (-)
Sela iga : Normal
Paru
Palpasi
Fremitus raba : Vokal Fremitus kiri=kanan
Nyeri tekan : (-)
Perkusi
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru hepar : ICS V dextra anterior
Batas paru belakang kanan : vertebra thorakal IX
Batas paru belakang kiri : vertebra thorakal X
Auskultasi
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh +/+ , Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : BJ I/II reguler, bising (-)
Perut
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Punggung
Palpasi : NT (-), MT (-)
Nyeri Ketok : (-)
Auskultasi : BP Vesikular, Rh +/+, Wh +/+
Gerakan : Ikut gerak napas
3
Lain-lain : (-)
Alat Kelamin : (tidak dilakukan pemeriksaan)
Anus dan rektum : (tidak dilakukan pemeriksaan)
Ekstremitas : (edema : -/- )
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah Rutin (20/12/2016)
WBC : 10.58 x 103/uL* (4.000-10.000 Ul)
RBC : 4.08 x 106/uL (4.000-6.000 Ul))
HGB : 10.9 g/dl (12-16 g/dl)
PLT : 493 x 103/uL* (150.000-400.000
Ul))
HCT : 32.0 % (37-48%)
4
Hasil foto thorax Ny. Mahrita
IV. Diagnosa
TB Paru kasus baru rhonki positif BTA negatif
CAP
V. Rencana Terapi
Pengobatan :
O2 1-2 lpm
IVFD RL:NaCl 0,9% 14 tpm
amp aminophilin
Inj. Zeftadin 3x1
Inj. Vomizol 2x1
Nebul CP/6 jam
Lactrin 3x1
Codein 3x1
Sistenol 3x1
- Inj. Lameson 3x1/2
- Rifastar 0-0-III
- BG 3x1
- Sohobion 1x1
5
O : SS/GC/CM - Inj. Lameson 3x1/2
Kepala : Anemia(-), ikterus(-)
Leher : DVS R+1 CmH20 Monitor :
Thorax : Vesikuler Tunggu hasil foto thorax
Rh +/+, Wh -/- Cek DR, LED,
Monitor :
- Kultur sputum dan
sensitivitas antibiotik
- Tunggu hasil foto thorax
6
22/12/201 S : batuk , sesak (-), nafsu makan R/
6 O2 1-2 lpm
11.50 O : Anemia(-) ikterus(-) IVFD RL:NaCl 0,9% 14
Monitor :
Hasil pewarnaan BTA
SPS negatif (-)
Pewarnaan gram positif
coccus (+)
23/12/201 S : Sesak (-), batuk < R/
BLPL
6 O : Anemia(-) ikterus(-)
13.00 DVS R+1 CmH2O
T : 120/80 Rh +/+ Wh -/-
N : 80x/i BJ I/II reguler, murmur(-)
P : 22x/i Peristaltik(+), kesan Normal
S : 36.6C Udema -/-
VI. Resume
Seorang perempuan berusia 44 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan batuk-
batuk sejak 7 hari lalu, memberat sejak satu hari dan berlendir warna putih
kekuningan. Nyeri dada bila batuk.
7
Pasien mengeluh demam, sejak 1 minggu, terus menerus, dan pasien tidak
menggigil. Riwayat demam sebelumnya juga diakui oleh pasien. Pasien mengeluh
mual sejak 7 hari yang lalu namun tidak ada muntah. Nafsu makan dirasa berkurang
dan berat badan dirasakan turun.
Pasien tidak merasakan nyeri kepala dan pusing.
BAB baik, konsistensi lunak, BAK lancar, berwarna kuning.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Jantung (-)
Riwayat Merokok (-)
Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit sedang, gizi cukup, compos mentis.
Tekanan darah : 130/80 mmHg, nadi: 84 x/menit, reguler Pernapasan : 24 x/menit,
tipe thoracoabdominal, suhu axilla: 36,90C. tidak ada anemia, nyeri ulu hati tidak ada,
hepar tidak teraba.
Hasil pemeriksaan laboratorium: WBC : 10,58 x 103/uL, RBC : 4,08 x 106/uL,
HGB : 10,9 g/dl, PLT : 493 x 103/uL, HCT : 32,0 %, SGOT 64, SGPT 29, Ureum :
28, Kreatinin : 0,9, GDS 88, Albumin 2,92.
Hasil pemeriksaan dahak SPS didapatkan negatif, pewarnaan gram didapat pus
coccus positif.
Hasil pemeriksaan rontgen thorax menunjukkan gambaran KP duplex dengan
effusi pleura dextra, mengarah ke TB paru
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, maka
pasien ini kami diagnosis dengan TB Paru kasus baru rhonki positif BTA negatif
dengan DD CAP.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan paru
disebabkan infeksi basil Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis).1
2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting khususnya
di negara berkembang. Pada bulan Maret tahun 1993 World Health Organization
(WHO) telah mendeklarasikan tuberkulosis sebagai Global Health Emergency.
Berdasarkan laporan Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh WHO pada
tahun 2007, angka insidensi TB pada tahun 2007 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Asia termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia
sebesar 33%. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit
ini.2,3,4
2.3 Etiologi
Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium yang
paling banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang,
9
bersifat aerob, dinding sel mengandung; lipid, fosfatida polisakarida, tuberkulo protein,
mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80 0C, dan 20 menit pada suhu
600C), dan apabila terkena sinar ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup
berbulan-bulan pada suhu kamar dan ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil
Tahan Asam (BTA).1,4,5
a. Kontak dengan penderita BTA positif (seberapa dekat dan seberapa lama)
b. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi ruang yang
buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen :3
10
2.5 P
a
t
o
g
e
n
e
s
i
s
2.5.1
Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan ke alveolus dan menetap di sana.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Di sini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di
jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
kompleks primer atau fokus Ghon. Kompleks primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer
adalah 3-8 minggu.1-4
11
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi
di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mngikuti salah satu jalan sebagai
berikut:2-4
12
3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan
dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian
dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
Kavitas tersebut akan menjadi:
2.6
Klasifikasi
TB paru diklasifkasikan atas:2,7
13
2. TB paru BTA (-)
b. Berdasarkan lokasi
1. TB paru
2. TB extra paru
c. Berdasarkan tipe pasien
1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan 1 bulan
dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali positif
pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.
a. Gejala Respiratorik2,3,8
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk
2 minggu dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat
adanya peradangan pada bronkus batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif
14
ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat
bersifat mukoid atau purulen.
2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding
kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah
inilah yang paling sering membawa penderita berobat ke dokter.
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.
4. Wheezing
Terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh
sekret, peradangan, jaringan granulasi dan ulserasi.
5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang
cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapatkan.
b. Gejala sistemik-4,8,9
1. Demam
2. Keringat malam
15
kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul
lebih dini.
Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak
badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala dan
mudah lelah.
4. Gangguan Menstruasi
2.8 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar1,3,4,8:
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan
keluhan sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus
atau berat badan menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi
alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta
didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun,
maka biasanya penderita datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan
fisik mudah diketahui, berupa:
16
Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran pernafasan yang
masih terbuka akan meningkatkan penghantaran getaran suara sehingga fremitus
suara meningkat. Suara nafas menjadi bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan
bronkofoni atau suara bisik yang disebut whispered pectoraliloque.
c. Pemeriksaan laboratorium
Sputum
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan bronkus,
jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan
serebrospinal, urin dan tinja. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena
mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Bila sputum sudah didapat, kuman BTA
pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus
yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar. Cara pengambilan sputum yaitu 3
kali (sewaktu-pagi-sewaktu). Pembacaan hasil pemeriksaan sediaaan sputum
dilakukan dengan menggunakan skala International Union Against Tuberkulosis
and Lung Disease (IUATLD), sebagai berikut:
17
Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila apabila sedikitnya 2 dari 3
spesimen SPS hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu
diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu pemeriksaan rontgen dada atau
pemeriksaan sputum SPS diulang.
Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyokong
diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan gambaran
yang khas. Tapi gambaran darah kadang-kadang dapat membantu menentukan
aktivitas penyakit.
- Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang
aktif.
- Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan anemi derajat
sedang. Bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.
Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya.
d. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif1 :
- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah paru.
18
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
- Fibrotik
- Kalsifikasi
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut:
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas
2.9
Diagnosis Banding
Pada proses paru minimal sebagai diagnosis banding adalah simple
bronchopneumonia, kanker paru stadium dini, dan pneumonia lobaris. Pada proses
tuberkulosis menahun perlu diingat bahwa ada penyakit paru non tuberkulosis yang
bersifat menahun, seperti bronkiektasis, bronkitis, emfisema dan kanker paru.4,8
a. Simple bronkopneumonia1
Terdapat pada bronkiolus dan bronkus. Disebabkan oleh streptococcus,
hemophilus influenza, koliform dan jamur. Sering ditandai dengan septikemia,
demam dan kurang kesadaran. Juga terdapat bercak-bercak konsolidasi.1
b. Pneumonia lobaris1
Disebabkan oleh streptococcus pneumonia. Disertai dengan keluhan batuk, nyeri
dada, demam,dan sputum purulen. Pneumonia lobaris mengenai seluruh lobus.1
c. Kanker paru stadium dini1
Tidak ada stadium batuk berdarah. Ditemukan gambaran patologis ditemukan
sel neoplasma.1
d. Bronkitis1
Ditandai dengan keluhan batuk, dyspneu dan takypneu. Biasanya disebabkan
oleh virus (hemophilus influenza) dan bakteri (streptococcus pneumonia).1
19
Diagnosis banding TB dengan Ca paru dan aspergilosis
CA paru4 ASPERGILOSIS7
Patofisio -Dari etiologi yang menyerang - infeksi di tandai oleh invasi hifa
logi percabangan segmen/ sub bronkus kedalam pembuluh darah kemudian
menyebabkan cilia hilang dan dapat menimbulkan percabangan
deskuamasi sehingga terjadi bronkus yang rusak,kista pulmonalis
pengendapan atau pembentukan kavitas seperti bola-
karsinogenmetaplasia,hyperplasia bola hifa di dalam kista atau kavitas.
dan displasia. Bila lesi perifer yang
disebabkan oleh metaplasia,
hyperplasia dan displasia menembus
ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus
vertebra, khususnya pada hati.
20
Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
5. Kelelahan kronis
7. Suara serak/parau.
Pengoba - Tujuan pengobatan kanker dapat -pada kasus ini di gunakan pengobatan
tan berupa : mikosis sistemik :
a. Kuratif
1. obat amfoterisin B deoksilat
Memperpanjang masa bebas
dengan dosis ( 0,7-
penyakit dan meningkatkan angka
1,0/mg/kg/hari
harapan hidup pasien.
2. obat itrakonasol oral ( 200
b. Paliatif.
mg/hari 2 x sehari untuk 4
Mengurangi dampak kanker,
21
meningkatkan kualitas hidup.. dosis ) selama 6-12 minggu.
c. Supotif. 3. obat varikonasol ( 6 mg/kg 2 x
Menunjang pengobatan kuratif, sehari untuk 2 dosis )
paliatif dan terminal sepertia 4. koloidal dispersi ( 6 mg/kg
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan sehari )
komponen darah, obat anti nyeri dan
anti infeksi.
d. . Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker
paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan
yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru paru yang tidak
terkena kanker.
1. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa
tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk
melakukan biopsy.
2. Pneumonektomi pengangkatan
paru).
3. Lobektomi (pengangkatan lobus
paru).
Karsinoma bronkogenik yang
terbatas pada satu lobus,.
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satu atau
lebih segmen paru.
2.10 Penatalaksanaan
22
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase
yaitu fase intensif dan fase lanjutan:1-4,6
a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap intensif
diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2
minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada akhir
pengobatan
b. Tahap lanjutan
Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat tambahan.
b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak
dapat dibunuh INH.
c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi
(Fixed Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan
pengawasan menelan obat.6
23
Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan paduan
OAT:2
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif rontgen
positif yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru berat.
2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan penderita
dengan pengobatan lalai (drop out).
Dos
is Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
24
Dosis
Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
2.11 Komplikasi
25
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, yang dibagi atas:2
Adapun komplikasi lainnya yaitu Hemoptitis adalah peredaran dari saluran nafas
yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, sehingga terjadi ketidak mampuan
menampung atau menyimpan oksigen dari lobus. Pneumotorak adalah adanya udara
dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah tekanan pneumotorak udara dalam membran
berada dalam tekanan yang lebih tinggi dari udara dalam paru-paru yang berdampingan
dan pembuluh darah, sehingga kapasitas oksigen yang dihirup hanya sebagian.1
11. Pencegahan
26
2. Pasteurisasi susu sapi dan membunuh hewan yang terinfeksi oleh Mikobakterium
bovis akan mencegah tuberkulosis bovin pada manusia
27
Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura, kelenjar getah bening hilus/mediastinal) pada
anak dengan gejala TB dan BTA negatif sebaiknya berdasarkan foto toraks yang sesuai
dengan TB, adanya riwayat kontak dengan pasien TB menular atau bukti adanya infeksi TB
(uji tuberkulin/interferon gamma release assay positif). Pada pasien tersebut dilakukan
pemmeriksaan biakan dari spesimen dahak (yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau
induksi dahak).
28
diterima baik oleh pasien maupun petugas. Kegiatan-kegiatan dapat meliputi pengawasan
menelan obat secara langsung oleh PMO yang dapat diterima dan dapat
dipertanggungjawabkan oleh pasien dan sistem kesehatan.
Standar 10
Semua pasien harus dimonitor hasil pengobatannya. Penilaian terbaik pada pasien TB
paru adalah dengan pemeriksaan dahak ulang (2 kali) paling sedikit pada akhir fase awal (2
bulan), bulan kelima dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan BTA positif dalam bulan
kelima pengobatan dianggap sebagai gagal pengobatan dan diberikan pengobatan dengan
modifikasi yang sesuai (lihat standar 14 dan 15).
Penilaian hasil pengobatan pada pasien TB ekstra paru dan anak-anak, paling sedikit
dinilai secara klinis. Penilaian dengan pemeriksaan foto toraks umumnya tidak diperlukan
dan mungkin menyesatkan (misleading).
Catatan tertulis mengenai semua obat yang diberikan, respon bakteriologik dan efek samping
obat harus terdokumentasi dan tersimpan secara baik untuk semua pasien.
Standar 11
Catatan tertulisnmengenainsemua obat yang diberikan, respon bakteriologik dan efek
samping obat haruss terdokumentasi dan tersimpan secara baik untuk semua pasien.
Standar 12
Pada daerah dengan angka prevalensi HIV yang tinggi pada populasi umum dengan
kemungkinan ko-infeksi TB-HIV, maka konseling dan testing HIV diindikasikan untuk
seluruh pasien TB sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalensi
HIV rendah, konseling dan testing HIV hanya diindikasikan pada pasien TB dengan keluhan
dan tanda-tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat
risiko tinggi terpajan HIV.
Standar 13
Semua pasien TB-HIV harus dievaluasikan untuk menentukan apakah mempunyai
indikasi untuk diberi terapi anti retroviral dalam masa pengobatan TB pengaturan untuk
memperoleh obat antiretroviral harus dilakukan pada pasien yang memenuhi indikasi.
Dengan adanya kompleksitas pemberian ARV dan OAT secara bersamaan maka dianjurkan
untuk berkonsultasi kepada dokter yang ahli di bidang tersebut sebelum memulai pengobatan
TB dan HIV tanpa mempertimbangkan penyakit yang muncul lebih dahulu. Meskipun
demikian pemberian OAT jangan sampai ditunda. Semua pasien TB-HIV harus mendapatkan
kotrimoksazol sebagai profilaksis untuk infeksi lainnya.
Standar 14
Penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat harus dilakukan pada semua pasien
yang berisiko tinggi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pajanan terhadap kasus
yang sudah resisten dan prevalensi resistensi obat pada masyarakat. Pada pasien dengan
29
kemungkinan MDR, pemeriksaan biakan uji sensitifitas terhadap INH, Rifampisin dan
Etambutol harus dilakukan secar tepat.
Standar 15
Pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus yang terdiri dari atas
obat-obatan lini kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui atau dianggap
sensitif dan diberikan paling sedikit selama 18 bulan. Untuk memastikan kepatuhan
diperlukan kegiatan yang berorientasi kepada pasien. Konsultasi dengan dokter yang
berpengalaman dalam pengobatan penderita dengan MDR harus dilakukan.
Dua Standar Tanggung Jawab Kesehatan Masyarakat
Standar 16
Semua petugas yang melayani pasien TB harus memastikan bahwa individu (terutama
anak usia dibawah 5 tahun dan ODHA) yang kontak erat dengan pasien TB harus dievaluasi
dan dilakukan penanganan sesuai dengan rekomendasi internasional. Anak dibawah usia 5
tahun dan ODHA yang kontak dengan kasus menular (penderita TB BTA positif) harus
dievaluasi baik untuk TB yang laten maupun yang aktif.
Standar 17
Semua petugas harus melaporkan semua kasus TB (kasus baru maupun kasus
pengobatan ulang) dan hasil pengobatannya kepada dinas kesehatan setempat sesuai dengan
ketentuan hukun dan kebijakan yang berlaku.
13 Prognosis8
30
Basil TB yang tadinya sensitif terhadap obat-obat yang dipakai akan
menjadi resisten. Dengan begitu penderita sukar sembuh dan akan dapat
menularkan basil-basil yang resisten pada sekelilingnya. Hasil akhirnya,
mereka yang ditulari akan mendapatkan penyakit TB dengan basil-basil yang
punya resistensi primer terhadap beberapa tuberkulostatika yang semestinya
masih relatif.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien masuk dengan keluhan utama batuk sejak satu minggu, berdahak dan
berlendir, memberat sejak satu hari terakhir dan nyeri di dada saat batuk. Pasien
mengeluhkan demam naik turun selama seminggu terakhir, namun tidak menggigil.
Pasien mengeluh mual namun tidak muntah, nafsu makan turun dan berat badan
dirasa menurun.
Pasien diberikan terapi O2 1-2 lpm jika perlu saat sesak, IVFD RL : NaCl 0,9%
14 tpm dengan drip aminophilin ampul, inj. Zeftadin 3x1, inj. Vomizol 2x1, inj.
Lameson 3x1/2, nebul per 6 jam, per oral lactrin 3x1, codein 3x1, sistenol 3x1,
Rifastar 0-0-III, BG 3x1 dan sohobion 1x1.
Pemberian O2 dimaksudkan untuk memperlancar masuknya oksigen ke dalam
sirkulasi darah juga membantu pasien meringankan sesak yang dialaminya.
Pemberian cairan NaCl 0,9% dimaksud untuk menjaga asupan cairan dan juga
nutrisi pasien yang tampak lemah dan kehilangan napsu makan.
Zeftadin (Ceftadizime) sebagai antibiotic golongan sefalosporin diberikan
apabila ada indikasi seperti infeksi bakteri gram positif dan gram negatif paling kuat
termasuk P. Aeruginosa, dan enterobacter, saluran napas (tuberculosis dan atipikal
mycobact), infeksi saluran kemih. Beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti
hindari alkalinisasi urin berlebihan dan pastikan minum yang cukup untuk
31
menghindari risiko kristaluria; hati-hati pada pengendara kendaraan bermotor karena
dapat menurunkan kewaspadaan, efeknya meningkat bila diberi bersama alkohol.
Adapun efek samping dari ciprofloxacyn seperti ; flatulen, disfagi, pankreatitis,
takikardia, hipotensi, udem, kemerahan, berkeringat, gangguan dalam bergerak,
tinnitus, vaskulitis, tenosinovitis, eritema, haemorrhagic bullae, petekiae dan
hiperglikemia; nyeri dan flebitis pada tempat penyuntikan. Adapun dosis pemberian
obatnya 1-6 gram/hari, dapat dibagi pemberian tiap 8 jam.
Meta analisis terbaru menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid dapat
mengurangi mortalitas dari semua bentuk tuberkulosis (TBC) sebesar 17%, terlepas
dari kelompok organ yang terserang penyakit ini. Hal ini merupakan kesimpulan dari
meta-analisis yang dilakukan oleh Julia A. Critchley (Dphil, Division of Population
Health Sciences and Education, St. George's, University of London, United Kingdom)
Kodein merupakan analgesik agonis opioid (agonis opioid merupakan obat
opioid yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor, tertama pada
reseptor m, dan mungkin pada reseptor k contoh ; morfin, papaveretum, petidin,
fentanil, alfentanil, sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin). Efek kodein terjadi
apabila kodein berikatan secara agonis dengan reseptor opioid di berbagai tempat di
susunan saraf pusat. Efek analgesik kodein tergantung afinitas kodein terhadap
reseptor opioid tersebut.Kodein dapat meningkatkan ambang rasa nyeri dan mengubah
reaksi yang timbul di korteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima dari
thalamus.Kodein juga merupakan antitusif yang bekerja pada susunan saraf pusat
dengan menekan pusat batuk. Pemberian dengan dosis 10-20 mg, tiap 4 - 6 jam sesuai
kebutuhan, maksimum 60 mg perhari.
Rifastar (kombinasi Rifampicin, isoniazid, pyrazinamide, dan ethambutol)
diberikan sebagai Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada pasien ini. Pemberian ini cocok
sebagai pemberian terapi untuk pasien TB paru kasus baru (menggunakan kategori I).
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Raviglion MC, OBrien RJ. Tuberculosis. In: Harrisons Principles of internal medicine. 15 th
2. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta:
3. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta:
4. Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:
5. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi
http://www.tbcindonesia.or.id
7. WHO. Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006
http://www.Adln.lib.unair.ac.id/go.php.id=jiptunair
33