PENDAHULUAN
Anemia aplastik bukan penyakit tunggal, tetapi suatu kelompok penyakit yang
berhubungan dengan kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan ketiga tipe sel
darah yaitu : sel darah merah, sel darah putih dan platelet 1. Pengurangan jumlah sel
darah merah menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam darah tepi, sel darah putih
dengan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang 3. Aplasia yang hanya mengenai
berkisar antara 2 sampai 6 juta kasus persejuta penduduk pertahun. Penelitian The
penyakit pada pria juga lebih berat daripada wanita. Perbedaan umur dan jenis
1
Pemeriksaan penunjang pada anemia aplastik berupa pemeriksaan darah rutin,
pemeriksaan darah tepi (blood smear) dan pemeriksaan BMA (Bone Marrow
Aspiration) 6.
Terapi anemia aplastik dapat dibagi menjadi terapi primer dan terapi suportif.
Terapi primer secara umum terdiri dari transplantasi sumsum tulang dan terapi
imunosupresif. Terapi suportif berupa transfusi sesuai dengan sel hemopoetik yang
dibutuhkan 7.
Berikut ini akan dilaporkan suatu kasus anemia aplastik pada seorang pasien
laki-laki berumur 15 tahun yang dirawat di bangsal penyakit dalam RSUD Ratu
Zalecha Martapura.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. F
Umur : 15 tahun
B. Identitas Orangtua
Ayah Ibu
II. ANAMNESIS
3
a. Keluhan Utama
Lemas
Sejak 5 hari yang lalu pasien tampak lemas tanpa sebab yang jelas. Pasien
juga tampak pucat. Pucat terutama terlihat didaerah bibir, telapak tangan dan kaki.
Sebelum masuk rumah sakit, pada kulit pasien sering timbul bintik-bintik
perdarahan dan dada berdebar. Pasien juga mengaku ada keluhan demam sejak
satu minggu terakhir ini. Pasien tidak pernah mengeluhkan luka yang sulit
sembuh atau lebam yang lambat hilang jika trauma. Pasien kemudian dibawa ke
pasien 4.6. Pasien kemudian dirujuk ke IGD RSUD Ratu Zalecha Martapura.
h. Riwayat Keluarga
Tidak ada dikeluarga yang menderita penyakit seperti penderita. Tidak ada
riwayat penyakit asma, darah tinggi, kencing manis maupun penyakit keganasan
dikeluarga.
Ikhtisar Keluarga :
Keterangan :
4
= perempuan
= laki-laki
= penderita
Susunan Keluarga
i. Riwayat Psikososial
Pasien tinggal serumah dengan ayah ibu dan kakaknya dalam rumah permanen,
ventilasinya baik, air minum, mandi, cuci dan minum sehari-hari berasal dari
c. Tanda vital
Suhu : 37,3 C
Berat Badan : 45 kg
5
Tinggi Badan : 160 cm
e. Kepala/leher
terdapat alopesia.
Mata : Palpebra tidak edema, alis dan bulu mata tidak mudah
hidung minimal.
Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, mukosa bibir basah, bercak darah
6
Lidah : Bentuk simetris, anemis, tidak tremor, tidak kotor, warna
merah keputihan.
Pharing : Tidak tampak hiperemis, tidak edema, tidak ada abses, tidak
ada pseudomembran.
abses/pseudomembran.
tortikolistidak ditemukan.
g. Toraks
1. Pulmo
teratur
2. Cor
7
Palpasi : Tidak teraba adanya thrill, apeks tidak teraba
h. Abdomen
massa
i. Ekstremitas
Umum : Akral hangat, tidak edema, tidak ada parese, kedua telapak
8
l. Anus : Tidak dilakukan
19 Maret S : Pucat (+), gusi berdarah (-), lemas (+) IVFD NS 16 tpm
2017
O : Compos Mentis, E4V5M6 Inj. Antrain (k/p)
TD:
120/80 Kepala : Konjungtiva anemis(+), ikterus(-) Transfusi PRC sampai 3
Mata : Isokor 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+) kolf cek DL ulang
Thorax : Nafas Spontan, SN Vesikuler
Rh -/-, Wh -/-
Cor : BJ I/II reguler, murmur(-)
Abdomen : Peristaltik(+), supel, teraba hepar dan
lien schuffner 1
Ekstremitas : udem -/-, pucat +/+
A : Pansitopenia ec suspect malaria dd demam
9
berdarah dengue
10
S: dbn
Thorax : Nafas Spontan, SN Vesikuler
Rh -/-, Wh -/-
Cor : BJ I/II reguler, murmur(-)
Abdomen : Peristaltik(+), supel, teraba hepar dan
lien schuffner 1
Ekstremitas : udem -/-, pucat +/+
A : Anemia Aplastik + Retinal Bleeding
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
16 Maret 2017
Hematologi
Hemogram
11
Segmen : 31,0 (normal: 50-70%)
17 Maret 2017
Hematologi
19 Maret 2017
Hematologi
LED : 7
12
20 Maret 2017
Leukosit : Jumlah menurun, blast like? 1%, limfosit variant (+), sebagian
granulasitokik neutrofil
21 Maret 2017
Hematologi
5. RESUME
Nama : Tn. F
13
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 15 tahun
Berat Badan : 45 kg
Uraian : Sejak 5 hari yang lalu penderita pucat dan lemas, terdapat
Pemeriksaan Fisik :
Suhu : 37,3 C
14
Leher : tidak ada kelainan
6. DIAGNOSA
a. Diagnosa Banding
Leukemia
ITP
Anemia Aplastik
b. Diagnosa Kerja
Anemia aplastik
7. PENATALAKSANAAN
IVFD NS 16 tpm
Inj. Antrain (k/p)
Transfusi PRC 2 kolf/hari
Jika reaksi transfusi inj. dipenhidramin
15
8. USUL DAN SARAN
9. PROGNOSIS
10. PENCEGAHAN
insektisida
BAB III
PEMBAHASAN
16
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah
dalam darah tepi, sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam
mengalami aplasia, tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem
hemopoetik lainnya4,8.
Jepang 14 : 1.000.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Asia berkaitan dengan
Anemia aplastik dapat terjadi pada segala umur1,7. Kecuali jenis kongenital,
anemia aplastik biasanya terdapat pada pasien besar berumur lebih dari 6 tahun.
Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun dengan dosis rendah
tetapi berlangsung sejak usia muda secara terus-menerus, baru akan terlihat
yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan menyebabkan
gejala anemia aplastik setelah ia berumur lebih dari 6 tahun. Di samping itu pada
17
beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat setelah ia kontak dengan
agen penyebabnya4.
a. Faktor kongenital
Sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,
b. Faktor didapat
18
2. Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin),
Pada kasus ini, anemia aplastik yang terjadi bersifat idiopatik dan terjadi
setelah pasien berumur 11 tahun. Hal ini berdasarkan riwayat penyakit penderita dan
riwayat penyakit keluarga. Pasien tidak pernah menderita sakit sebelumnya. Pasien
tinggal bersama orang tua yang bergolongan ekonomi menengah ke atas. Lingkungan
jauh dari daerah pertanian dan tidak pernah terpapar insektisida atau bahan
sejenisnya. Keluarga pasien juga tidak ada yang menderita penyakit yang serupa,
karena penyebab yang tidak jelas ini maka etiologinya digolongkan idiopatik.
tulang yang berupa aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik, serta
aktifitas relatif sistem limfopoetik dan RES. Gejala anemia dapat berupa pucat, sakit
kepala, palpitasi dan mudah lelah. Pada anemia yang sangat berat dapat terjadi
dispneu, edema pretibial dan gejala lain yang disebabkan kegagalan jantung.
19
infeksi sekunder dan berulang, hal ini biasanya ditandai dengan demam yang kronik
atau tanda infeksi yang lain sesuai agen penyebabnya 1,2,3,4. Pada anemia aplastik tidak
Jenis keluhan %
Perdarahan 83
Badan lemah 30
Pusing 69
Jantung berdebar 36
Demam 33
Nafsu makan berkurang 29
Pucat 26
Sesak nafas 23
Penglihatan kabur 19
Telinga berdengung 13
Pucat 100
Perdarahan 63
Kulit 34
Gusi 26
Retina 20
Hidung 7
Saluran cerna 6
Vagina 3
Demam 16
Hepatomegali 7
Splenomegali 0
Manifestasi klinis yang berat dari anemia seperti dispneu, edema pretibial
akibat kegagalan jantung tidak didapatkan baik dari anamnesa maupun pemeriksaan
20
fisik. Dari riwayat tidak didapatkan adanya infeksi sekunder yang dapat memperberat
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis berupa pucat, perdarahan dan tanpa
relatif. Diagnosis pasti ditentukan dari pemeriksaan sumsum tulang yaitu gambaran
sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia sistem
sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel RES (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel
endotel)4.
Pada kasus ini didapatkan manifestasi klinis berupa gejala anemia yaitu
Pada kasus ini ditegakkan berdasarkan adanya gejala dan tanda anemia dan
penurunan jumlah.
rutin dan blood smear pada ITP hanya akan terjadi trombositopenia. Diagnosis
leukemia dapat disingkirkan karena biasanya terjadi organomegali dan pada blood
smear akan ditemukan sel-sel muda. Kedua diagnosis banding di atas akan jelas dapat
21
Secara umum penatalaksanaan anemia aplastik adalah terapi primer dan terapi
suportif6,7. Terapi primer dapat berupa transplantasi sumsum tulang terutama pada
pasien yang berusia muda. Transplantasi sumsum tulang ini memiliki angka
kesembuhan yang tinggi yaitu sekitar 70% dengan efek jangka panjang yang baik
yaitu 67%. Jika transplantasi tidak dapat dilakukan karena adanya reaksi penolakan
siklosporin dengan angka keberhasilan jangka panjang 36,6%7. Terapi suportif adalah
yang mempunyai daya anabolic dan merangsang sistem hemopoetik lebih kuat
terdapat remisi, dosis obat diberikan separuhnya dan jumlah sel darah diawasi
setiap minggu. Bila kemudian terjadi relaps, dosis obat harus diberikan penuh
22
remisi terlihat pada sistem granulopoetik terlebih dahulu, disusul oleh sistem
indikator terbaik untuk menilai keadaan remisi ini. Bila remisi parsial telah
tercapai bahaya perdarahan yang fatal masih ada, sehingga pasien sebaiknya
100.000/mm3.
2. Transfusi darah
hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau sering,
akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan timbulnya
reaksi hemolitik (reaksi transfusi), sehingga dalam hal ini transfusi darah gagal
timbulnya antibodi terhadap sel darah tersebut. Dengan demikian transfusi darah
ruangan yang suci hama. Pemberian obat antibiotik hendaknya dipilih yang tidak
4. Makanan
23
5. Istirahat
sumsum tulang karena umur penderita masih muda dengan efek jangka panjang yang
baik, akan tetapi hal ini tidak memungkinkan dilakukan karena kurangnya sarana dan
prasarana yang ada. Pilihan terapi yang lain yaitu terapi imunosupresif. Terapi
pemberian kortikosteroid yang dalam hal ini adalah prednison. Program terapi dengan
prednison ini hanya dapat kita lakukan apabila didapatkan kepastian diagnosa dari
BMA.
respon imun humoral, efek glukokortikoid belum dapat disimpulkan secara tuntas
yang jelas terlihat ialah pengurangan jumlah immunoglobulin. Terhadap respon imun
jeratan disekitar tempat pembebasan MIF dan jaringan setempat terhindar dari
kerusakan akibat penghancuran oleh makrofag. Dalam hal ini, efek glukokortikoid
gangguan cor, atau keadaan lain yang retensi garam merupakan masalah, maka dipilih
24
kortikosteroid yang efek mineralokortikoidnya sedikit atau tidak ada, terlebih-lebih
seluler) sehingga parameter yang paling baik dalam menentukan prognosis adalah
hasil pemeriksaan BMA. Selain itu, jika kadar Hb F lebih dari 200 mg%, jumlah
granulosit lebih dari 2.000/mm3 dan infeksi sekunder dapat dikendalikan maka
BAB IV
PENUTUP
Demikian telah dilaporkan suatu laporan kasus anemia aplastik pada seorang
pasien laki-laki berumur 15 tahun yang dirawat di ruang penyakit dalam RSUD Ratu
pansitopenia pada pemeriksaan darah rutin dan blood smear. Diagnosa pasti
ditegakkan dengan MDT, tidak bisa dilakukan BMA karena ketidaksediaan fasilitas.
25
Etiologi diduga adalah idiopatik. Selama dirawat diberikan terapi suportif berupa
pandangan kabur yang oleh dokter spesialis mata didiagnosa sebagai retinal bleeding
dan pasien diperbolehkan pulang kemudian dirujuk ke poli retina RSUD Ulin
Banjarmasin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Aplastic Anemia (Severe). Dalam : Medical Center, 2010. Dari URL:
http://www.medical center.com/
4. Hasan R, Alatas H ed. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Pasien Buku I, 1985;
Jakarta.
5. Salonder, H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga, 2001;
Jakarta.
6. Small BM. Bone Marrow Failure. Dalam : SMBS Education Fact Sheet, 2011.
Dari URL: http://www.smbs.buffallo.edu/
26
8. Young NS. Acquired Aplastic Anemia. Dalam : Annals of Internal Medicine,
2002. Vol 136 No 7 Dari URL: http://www.annals.org/
10. Tirza D dan Handoko T Imunosupresan. Dalam : Farmakologi dan Terapi Edisi
4. Editor : Sulistia G. Ganiswara. 1995: FKUI, Jakarta hal709-710.
27