Oleh:
Definisi
Stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri yang
dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya trombus,
embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang
mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal
menurun yang menyebabkan terjadinya infark.1
Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi
aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis
yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh. 2
Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat dari dua mekanisme
patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri :
1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis
atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang
mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa
menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit
neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau
intermiten dalam beberapa jam atau hari.
2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau
vetebralis atau cabangnya oleh trombus atau embolisasi
materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri
karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya
akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya
disertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi
ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di
mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala
berdenyut (Smeltzer & Brenda, 2007).4
Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis
sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah
mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.3
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada
pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur.3
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum.3
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008). Selain kerusakan
parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakihatkan
peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan
drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah
dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93%
pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal.3
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):5
1) Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2) Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)
atau afasia (kehilangan berbicara).
3) Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.
4) Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari
kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut
(dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:
1) Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2) Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3) Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah
sebagai berikut: 3
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara
pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
c. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
d. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
e. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
f. Pemeriksaan laboratorium
1) Lumbal pungsi: tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari
pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin).
3) Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
4) Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
5) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
Penatalaksanaan Medis
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
5) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala
15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.
Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik adalah:
1. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam
pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA
(recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh
di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan
normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di
lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
2. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai
72 jam. Seperti:
a. Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark.
Terapi dengan manitol dan hindari cairan hipotonik
b. Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang
dapat mencegah trombosis yang progresif dan
optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat
menyerupai kegagalan perfusi.
3. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab
dapat memperluas infrak dan perburukan neurologis.
a. Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan
hipertensi neurologis seperti, iskemia miokard akut,
edema paru kardiogenik
b. Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada
tiga kali pengukuran selang 15 menit dimana sistolik
>220 mmHg, diastolik >120 mmHg
c. Pasien adalah kandidat trombolisis intravena. Dengan
obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin.
Penatalaksanaan Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
Tujuan :Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala
- GCS 456
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)
Intervensi:
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan
perfusi jaringan otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap
dua jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial
terjadi perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel.
Prognosis
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status
neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar
10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis
lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung
koroner.7
Daftar Pustaka
1. Price, SA dan Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit
ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC.
2. Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika.
3. Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
4. Smeltzer, Suzanne., dan Brenda G barre. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol.2.
Jakarta : EGC. 2007
5. Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn,2000, Keperawatan Medikal bedah
Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth, Edisi 1, Alih bahasa : Yasmin Asih,
Editor Monica Ester, Jakarta : EGC
6. Batticaca, Fransisca B. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. 2008
7. Anonimus. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online) 2009
[cited 2010 May 15]. Available from:
http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-stroke-non-
hemoragik.
Pathway