PENDAHULUAN
1
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus perjam. Sebagian besar studi
menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau
dikaji lenih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%.1
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Definisi abortus menurut National Center for Health Statistics, the
Centers for Disease Control and Prevention, dan World Health Organization
adalah terminasi kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau dengan berat
janin kurang dari 500 gram.3
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia
luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar
bila berat badannya telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan
lebih daripada 20 minggu. Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus
spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi
tanpa tindakan mekanis dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus
provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik
dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.4
2.2. EPIDEMIOLOGI
Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti
kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak
memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 % dari
semua kehamilan. Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi
lagi karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi
komplikasi; juga karena abortus spontan hanya disertai gejala ringan, sehingga
tidak memerlukan pertolongan medis dan kejadian ini hanya dianggap sebagai
haid yang terlambat. Terlebih lagi insidens abortus preminalis sangat sulit
ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio dari
jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA angka kejadian secara
nasional berkisar antara 10-20%. Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi
pada usia kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena
kelainan pada kromosom.2
3
Sesuai Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 1997 dilaporkan 6%
kehamilan dalam periode 1992-1997 berakhir dengan keguguran, angka
keguguran lebih tinggi didaerah perkotaan (7%) daripada pedesaan (5%) secara
umum kehamilan yang tidak diinginkan (tidak direncanakan atau tidak
diharapakan) telah turun dari 17% (1991-1994) menjadi 14% (1994-1997).
Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%, abortus imminens
86,17%, sedangkan kasus abortus inkomplit di Indonesia sebanyak 9,75%.2
2.3. ETIOLOGI
Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus
spontan yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor
paternal. Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan,
dan kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom.
Setelah melewati trimester pertama tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomali
kromosom berkurang.3
a Faktor Fetus
Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia,
sekitar 50 hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada trimester
pertama mempunyai kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah
seperti autosomal trisomy, monosomy X dan polyploidy .Abnormalitas kromosom
adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang mengalami abortus spontan,
serta merupakan sebagian besar dari kegagalan kehamilan dini. Kelainan dalam
jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur kromosom.
Abnormalitas kromosom secara struktural dapat diturunkan oleh salah satu dari
kedua orang tuanya yang menjadi pembawa abnormalitas tersebut.3
4
Gambar 1. Kelainan Kromosom pada Abortus Trimester Pertama
b Faktor Ibu
Ibu hamil yang mempunyai riwayat keguguran memiliki risiko yang tinggi
untuk terjadi keguguran pada kehamilan seterusnya terutama pada ibu yang
berusia lebih tua. Pada wanita hamil yan mempunyai riwayat keguguran tiga kali
berturut-turut, risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah
sebesar 50 persen.5
Berbagai penyakit infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, kekurangan
nutrisi, alkohol, tembakau, deformitas uterus ataupun serviks, kesamaan dan
ketidaksamaan immunologik kedua orang tua dan trauma emosional maupun fisik
dapat menyebabkan abortus, meskipun bukti korelasi tersebut tidak selalu
meyakinkan. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urelyticum dari traktus
genitalis beberapa wanita yang mengalami abortus, mengarahkan pada hipotesis
bahwa infeksi mycoplasma yang mengenai traktus genitalis, merupakan
abortifasient. Pada kehamilan lanjut, persalinan prematur dapat ditimbulkan oleh
penyakit sistemik yang berat pada ibu. Hipertensi jarang menyebabkan abortus,
tetapi dapat mengakibatkan kematian janin dan persalinan prematur.3
Abortus sering disebabkan, mungkin tanpa alasan yang adekuat,
kekurangan sekresi progesteron yang pertama oleh korpus luteum dan kemudian
oleh trofoblast. Karena progesteron mempertahankan desidua, defisiensi relatif
secara teoritis mengganggu nutrisi konseptus dan dengan demikian
mengakibatkan kematian. Pada saat ini, tampak bahwa hanya malnutrisi umum
5
yang berat merupakan predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Wanita
yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita
yang tidak merokok. Alkohol dinyatakan meningkatkan resiko abortus spontan,
meskipun hanya digunakan dalam jumlah sedang.4
c Faktor Paternal
Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zigote
mempunyai terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga
mengakibatkan abortus.3
6
merupakan penyebab 20-25% kelainan sitogenetik pada abortus. Sepertiga
dari fetus dengan Sindroma Down bisa bertahan.1
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik
amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu diatas 35
tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1:80, pada usia di atas 35 tahun
karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah
usia 35 tahun.1
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal
(tetraploidi, triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan
kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus akibat
kelainan kromosom, di mana terjadinya kelainan pada fase sangat awal
sebelum proses pembelahan.1
Struktur kromosom merupakan kelainan ketiga. Kelainan structural terjadi
pada sekitar 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa
kelainan struktur kromosom sering diturunkan dari ibunya. Kelainan struktur
kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsenrasi sperma,
infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya
keguguran.1
Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya
mutasi gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan
abortus.1
Gangguan jaringan konektf lain, misalnya Sindrom Marfan. Juga pada
perempuan dengan sickle cell anemia beresiko tinggi mengalami abortus. Hal
ini karena adanya mikroinfark pada plasenta. Kelainan hematologic lain yang
menyebabkan abortus misalnya disfibrinogenemi, defesiensi faktor XIII, dan
hipofibrinogenemi afibrinogenemi kongenital.1
2. Anatomik
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15
% wanita dengan abortus spontan yang rekuren.1,6,7,8
7
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta).
Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma,
dan endometriosis.
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian
abortus spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan
defek uterus yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi
duktus Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus,
bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired yang sering
dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang termasuk
perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini
dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi (USG), histerosalfingografi
(HSG), histeroskopi dan laparoskopi (prosedur diagnostik). Pemeriksaan yang
dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG dan HSG. Dari
pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu mioma
terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor
mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti
adanya mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai
keluhan dan harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan
adanya ROB pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu
mutlak dilakukan operasi.1,6,7,8
3. Imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah
dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya
aliran darah dari ari-ari tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti
signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain:
antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin. Adanya
penanda ini meskipun gejala klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan
8
reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena
pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas
kapiler.1,6,7,8
4. Infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering
dihubungkan dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang
sering diduga sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma,
Mycoplasma, Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma
gondii. Infeksi aktif yang menyebabkan abortus spontan berulang masih
belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat
dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya diambil dari cairan pada servikal
dan endometrial.1,6,7,8
5. Lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan
terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung
ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida
juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin.
Dengan adanya gangguan pada system sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.1
6. Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang
baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian
langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan
gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron.1
Diabetes Mellitus
9
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik resiko abortusnya
tidak lebih jelek jika dibanding perempuan yang tanpa diabetes. Akan
tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester
pertama, resiko abortus dan malformasi janin meningkat signifikan.
Diabetes jenis insulin-dependen dengan control glukosa tidak adekuat
punya peluang 2 3 kali lipat mengalami abortus.1
Kadar progesteron yang rendah
Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas
endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan
Corner mempublikasikan tentang proses fisiologis korpus luteum, dan
sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan
dengan resiko abortus. Support fase luteal punya peran kritis pada
kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat dimana trofoblas harus
menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan
korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan
bila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan.1
Defek fase luteal
Jones (1943) yang pertama kali mengutarakan konsep insufisiensi
progesteron saat fase luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23 60%
perempuan dengan abortus berulang. Sayangnya belum ada metode yang
bisa dipercaya untuk mendiagnosis gangguan ini. Pada penelitian terhadap
perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali,
didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan, 50% perempuan dengan
histologi defek fase luteal punya gambaran progesteron yang normal.1
Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua
Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada mukosa
uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses
implantasi juga proses migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang
berlebihan pada jaringan ibu. Di sini berperan penting interaksi antara
trofoblas ekstravillous dan infiltasi leukosit pada mukosa uterus. Sebagian
10
besar sel ini berupa Large Granular Lymphocytes (LGL) dan makrofag,
dengan sedikit sel T dan sel B.1
Sel NK banyak dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada
endometrium yang terpapar progesteron. Peningkatan sel NK pada tempat
implantasi saat trimester pertama mempunyai peran penting dalam
kelangsungan proses kehamilan karena ia akan mendahului membunuh sel
target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA. Trofoblas ekstravillous
(dengan pembentukan cepat HLA1) tidak bisa dihancurkan oleh sel NK
desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal untuk
plasentasi yang normal.1
7. Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan
adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen
koagulasi dan fibrinolitik memegang peranan penting pada implantasi embrio,
invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan
hiperkoagulasi diakrenakan :1
- Peningkatan kadar faktor prokoagulan
- Penurunan faktor antikoagulan
- Penurunan aktivitas fibrinolitik
2.4. PATOGENESIS
11
tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahan. Pada kehamilan
lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta. Pendarahan
tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap. Hasil konsepsi pada
abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion
kosong atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati
lama.10
Apabila hasil konsepsi tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu akan terjadi
gangguan pembentukan darah. Berbagai bentuk perubahan hasil konsepsi yang
tidak dikeluarkan dapat terjadi :9
a. Mola karneosa atau mola darah: sebuah ovum yang dikelilingi oleh kapsul
gumpalan darah sehingga terlihat seperti gumpalan daging. Tebal kapsul
tersebut bervariasi, dengan didalamnya tersebar vili korialis yang sudah
mengalami degenerasi. Rongga kecil yang berisi cairan didalamnya tampak
tertekan dan berubah bentuk akibat dinding tebal gumpalan darah yang lama.
Spesimen semacam ini berkaitan dengan abortus yang terjadi agak lambat,
sehingga darah dibiarkan berkumpul di antara desidua dan korion serta
mengental dan membentuk sejumlah lapisan.
12
f. Missed abortion : hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu.
2.5. KLASIFIKASI
13
2. Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang
mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka,
akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri. Abortus insipiens
didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-
kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat
dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk
dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan
kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi
sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan
mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.11
14
Gambar 4. Abortus Inkomplit
5. Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.11
15
Gambar 5. Missed Abortion
8. Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau
peritonium.11
1. Amenore
2. Perdarahan pervaginam
3. Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus
4. Pemeriksaan ginekologi
a. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada atau tidak ada jaringan
konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva
16
b. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan
atau jaringan berbau busuk dari ostium
c. Vagina toucher (VT): portio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau
tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, kavum douglas, tidak menonjol dan tidak nyeri.
17
Menurut WHO setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua
daripada tiga gejala seperti di bawah harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
abortus:4
a Perdarahan pada vagina.
b Nyeri pada abdomen bawah.
c Riwayat amenorea.
1 Anamnesis
Tiga gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut
bagian bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke
punggung,bokong dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang tidak
tinggi.4 Gejala ini terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang
masih tertingal di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa
reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT.13 Perdarahan pervaginam dapat tanpa
atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya
apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur.
Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.
Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat
infeksi traktus genitalis harus diperhatikan.4 Riwayat kepergian ke tempat endemik
malaria dan pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas dapat
menambah curiga abortus akibat infeksi.13
2 Pemeriksaan Fisik
18
Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan Diagnosis
tanda
19
jaringan seperti
anggur
3 Pemeriksaan Penunjang
a Darah lengkap
Jika terdapat perdarahan yang signifikan, pasien akan anemis. Hitung
leukosit dan sedimentasi mungkin akan meningkat walaupun tanpa adanya
infeksi.14
b Tes kehamilan
Turun atau peningkatan abnormal dari level plasma dari human chorionic
gonadotropin (hCG) dapat membantu diagnosa kelainan pada kehamilan
seperti blighted ovum, abortus spontaneous atau kehamilan ektopik.14
c Ultrasonografi
Ultrasonografi transvaginal membantu untuk mendokumentasikan
kehamilan intrauterine seawal-awalnya 4-5 minggu usia kehamilan. Gerak
janin dapat terlihat pada embrio >5mm dari crown sampai rump atau pada
embrio setidaknya pada kehamilan 5-6 minggu. Ultrasound dapat berguna
untuk menentukan bilamana kehamilan masih viable dan mana yang lebih
mirip pada keadaan abortus.14
Pada abortus yang mengancam, ultrasonografi dapat mengungkap
gestational sac yang normal dan embrio yang masih viable. Walaupun
begitu, sebuah sac yang irregular sebuah eccentric fetal pole, terdapatnya
sac yang besar (> 25% of sac size) dan terdapat perdarahan retrochorionic,
dan atau heart rate yang lambat (<85bpm) merupakan prognosis yang
buruk. Jika terlihat fetus yang hidup pada minggu ke 6 atau kurang pada
USG, resiko dari abortus 15-30%. Resiko berkurang menjadi 5-10% pada
minggu 7-9 minggu kehamilan dan berkurang menjadi kurang dari
5%setelah minggu ke 9 kehamilan.14
Pada abortus komplit, gestasional sac selalu deflate dan irregular,
material achogenic memperlihatkan jaringan plasenta terlihat pada rongga
20
uterus. pada abortus komplit, endometrium terlihat menutup dengan tidak
ada produk hasil konsepsi.14
Embrio atau fetus tanpa gerakan dari jatung konsisten dengan
missed abortion, yang mana terdapat gestasional sac yang abnormal, tanpa
sebuah yolk sac atau embrio, konsisten dengan blighted ovum. Sebagian
kehamilan hilang beberapa minggu sebelum muncul keluhan dan gejala.14
21
Gambar 8. Gestasional sac yang kosong menandakan blighted ovum.
Gambar 9. Uterus yang kosong (U) dengan sebuah massa di adnexa (A)
merupakan tanda dari kehamilan ektopik. Hcg pada saat transabdominal
ultrasonografi lebih dari 100 mIU/mL.
22
2 Pemeriksaan dalam ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah
kehamilan.
d Abortus Tertunda (Missed abortion)
1 Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak.
2 Pemeriksaan obstetri fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan
bunyi jantung janin tidak ada.
3 Pemeriksaan penunjang USG, laboratorium (Hb, trombosit, fibrinogen,
waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu protrombin)
e Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
1 Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomali kongenital.
2 BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau
tidak gangguan glandula thyroidea.
f Abortus Septik (Septic abortion)
1 Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah
ditolong di luar rumah sakit.
2 Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan
sebagainya.
3 Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri
tekan dan leukositosis.
4 Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi
kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.
23
iminens pada kehamilan sebelum umur kehamilan masih positif
20 minggu berupa flek- - Dilatasi serviks (-) - USG : gestasional
flek sac (+), fetal plate
- nyeri perut ringan (+), fetal movement
- keluar jaringan (-) (+), fetal heart
movement (+)
Abortus - perdarahan banyak dari - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin
insipien uterus pada kehamilan umur kehamilan masih positif
sebelum 20 minggu - Dilatasi serviks (+) - USG : gestasional
- nyeri perut berat sac (+), fetal plate
- keluar jaringan (-) (+), fetal movement
(+/-), fetal heart
movement (+/-)
24
sekunder pada payudara
mulai menghilang.
Mola - Tanda kehamilan (+) - TFU lebih dari umur - tes kehamilan urin
hidatidosa - Terdapat banyak atau kehamilan masih positif
sedikit gelembung mola - Terdapat banyak
- Perdarahan banyak / atau sedikit (Kadar HCG lebih
sedikit gelembung mola dari 100,000
- Nyeri perut (+) ringan - DJJ (-) mIU/mL)
- Mual dan muntah (+) - USG : adanya
pola badai salju
(Snowstorm).
Blighted - Perdarahan berupa flek- - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
ovum flek usia kehamilan positif
- Nyeri perut ringan - OUE menutup - USG : gestasional
- Tanda kehamilan (+) sac (+), namun
kosong (tidak terisi
janin).
25
2.9. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana Umum4,12,15,16
1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-
tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
2. Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan darah sistolik
<90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok. Jika tidak
terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk
dengan cepat.
3. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan
komplikasi,berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48
jam:
a. Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
b. Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
c. Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
5. Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran.
Metode Bedah dan medis4,6,12,15,16
Terdapat berbagai metode bedah dan medis untuk mengobati abortus spontan
serta terminasi yang dilakukan pada keadaan lain, dan hal ini diringkas sebagai berikut:
Teknik Medis
- Oksitosin intravena
- Cairan hiperosmotik intraamnion
Salin 20%
26
Urea 30%
- Prostaglandin E2, F2, dan analognya
Injeksi intraamnion
Injeksi ekstraovular
Insersi vagina
Injeksi parenteral
Ingesti oral
- AntiprogesteronRU 486 (mifepriston) dan epostan
- Berbagai kombinasi dari di atas.
Tatalaksana sesuai jenis abortus4,12,15,16
a. Abortus imminens
- Pertahankan kehamilan
- Tidak perlu pengobatan khusus
- Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau berhubungan seksual
- Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4
minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.
- Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.
- Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik
(salbutamol atau indometasin) karena obat ini tidak dapat mencegah
abortus.
- Bila reaksi kehamilan 2 kali berturut-turut negatif, maka sebaiknya uterus
dikosongkan (kuret)
b. Abortus Insipiens
- Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan rasa tidak
nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan informasi mengenai
kontrasepsi pascakeguguran.
- Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evaluasi isi uterus. Jika
evakuasi Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan
rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan informasi
mengenai kontrasepsi pascakeguguran.
- Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus dengan
aspirasi vakum manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat dilakukan
segera:
27
Berikan Ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila
perlu) atau Misoprostol 400 mg per oral dan bila masih diperlukan
dapat diulang setelah 4 jam jika perlu.
Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
- Jika usia kehamilan > 16 minggu:
Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan spontan
kemudian dilakukan evakuasi uterus dengan AVM.
Bila perlu, berikan Induksi oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL
mulai 8 tetes sampai 40 tetes/ menit, sesuai kondisi kontraksi uterus
sampai terjadi pengeluaran hasil konsepsi.
Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
- Lakukan pemantauan pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
- Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
- Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar
hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8
g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
c. Abortus inkomplit
- Lakukan konseling.
- Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang
dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang mencuat dari serviks.
- Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan
evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang
dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak
tersedi. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2
mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
- Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin
dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per
menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi.
- Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam.
Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
28
- Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
- Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar
hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8
g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
d. Abortus komplit
- Tidak diperlukan evakuasi lagi.
- Lakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional dan
menawarkan kontrasepsi pasca keguguran.
- Observasi keadaan ibu.
- Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/ hari
selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah.
- Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.
e. Abortus Habitualis
- Pada serviks inkompeten terapinya operatif Shirodkar atau Mc Donald
(cervical cerclage).
- Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih
besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya.
f. Abortus Infeksious
- Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup
- Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan da
uji kepekaan obat)
Berikan suntikan penisilin 1.000.000 satuan tiap 6 jam
Berikan suntikan streptomisin 500mg setiap 12 jam
Atau antibiotika spektrum luas lainnya.
- Bila tetap terjadi perdarahan banyak setelah 1-2 hari lakukan dilatasi dan
kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi
g. Abortus Septik
- Penatalaksanaan sama dengan abortus infeksious, hanya dosis dan jenis
antibiotika ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil
pembiakan dan uji kepekaan kuman. Perlu di observasi apakah ada tanda
perforasi atau akut abdomen.
29
Teknik yang bisa digunakan baik pada trimester pertama maupun trimester
kedua adalah dengan teknik pembedahan maupun dengan menggunakan obat-
obatan. Teknik pembedahan yang biasa dilakukan antara:3
Trimester pertama Trimester kedua
Surgica Dilatasi dan kuretase Dilatasi dan kuretase
l Aspirasi menstruasi Dilatasi dan evakuasi
Aspirasi vakum manual Dilatasi dan ekstraksi
Histerektomi
Histerotomi
Medical Prostaglandin E2, F2, E1, dan Oxytocin intravena
analognya, cara pemberian : Intraamnionic hyperosmotic fluid
o Intravagina o 20% saline
o Injeksi parenteral o 30% urea
o Oral Prostaglandin E2, F2, E1
o Sublingual o Injeksi intraamnion
Antiprogesteron o Injeksi ekstraovular
Methotrexate o Intravagina
Variasi kombinasi diatas o Injeksi parenteral
o Oral
30
Gambar 10. Pemasangan laminaria sebelum dilakukan dilatasi kuretase.
Selain menggunakan alat, obat-obatan juga dapat digunakan untuk
persiapan serviks. Obat-obatan yang paling sering digunakan adalah misoprostol
(cytotec). Dosis yang digunakan adalah 400-600 g yang dapat diberikan secara
oral, sublingual, atau dimasukan ke dalam fornix posterior. Obat lain yang dapat
digunakan adalah progesterone antagonis mifepristone (Mifeprex). Dosisnya 200-
600 g yang diberikan peroral. Pilihan lainnya adalah prostaglandin E2 dan F2
yang memiliki efek yang tidak diharapkan sehingga biasanya menjadi pilihan
kedua.3
a Surgical Abortion
1 Dilatasi dan kuretase
Pendekatan transcervical untuk surgical abortion adalah dengan
mendilatasikan serviks kemudian mengevakuasi kehamilan baik dengan
menggores isi uterus (kuretase tajam), menyedot isi uterus (suction kuretase),
atau keduanya. Kedua teknik kuretase ini direkomendasikan pada usia
kehamilan 15 minggu. Komplikasi yang mungkin terjadi meningkat jika
dilakukan setelah trimester pertama.3
31
2 Dilatasi dan evakuasi
Dimulai saat umur kehamilan 16 minggu. Dilatasi servikal mekanik yang
luas, dapat dilakukan dengan metal atau hygroscopic dilators, dihancurkan
secara mekanik, dan mengevakuasi bagian-bagian fetus. Untuk melengkapi
evakuasi fetus, dilanjutkan dengan kuretase menggunakan large-bore vacuum
untuk membersihkan plasenta dan jaringan sisanya.3
3 Dilatasi dan ekstraksi
Cara ini mirip dengan dilatasi dan evakuasi. Bedanya, pada teknik ini
kanul suction digunakan untuk mengevakuasi isi intracranial setelah
melahirkan tubuh janin melalui serviks yang telah dilebarkan. Ekstraksi ini
dapat mengurangi cedera uterus atau serviks dari alat atau tulang fetus.
Prosedur ini biasa disebut partial birth abortion.3
4 Menstrual aspiration
Cara ini dilakukan satu sampai tiga minggu setelah pasien terlambat haid
dan dengan hasil tes kehamilan yang positif. Cara ini menggunakan kanul
Karman yang fleksibel 5 atau 6 mm yang ditambahkan dengan semprotan.
Prosedur ini digunakan sebagai ekstraksi haid, induksi haid, haid instan,
abortus traumatic dan mini-abortus.3
5 Manual vacuum aspiration
Cara ini mirip dengan menstrual aspiration tetapi digunakan untuk
kegagalan di awal kehamilan atau terminasi kehamilan sampai umur
kehamilan 12 minggu.3
6 Histerotomi atau histerektomi
Pada perempuan dengan kehamilan trimester kedua yang menginginkan
sterilisasi, dapat dipilih histerotomi dengan ligase tuba. Pada pasien dengan
penyakit uterus dapat dipilih histerektomi sebagai terapi yang idel. Pada
beberapa kasus dengan kegagalan induksi dengan obat-obatan pada trimester
kedua, kedua cara ini dapat dipertimbangkan.3
b Medical Abortion
32
Saat ini hanya ada 3 obat yang digunakan untuk awal aborsi medis yang
dipelajari secara luas. Obat-obatan ini digunakan baik sendiri maupun kombinasi.
Obat-obatan tersebut antara lain :3
1 Antiprogestin mifepristone
2 Antimetabolite methotrexate
3 Prostaglandin misoprostol
Mifepristone dan methotrexate meningkatkan kontraksi uterus dengan
membalikan inhibisi induksi progesterone, mengingat misoprostol secara
langsung menstimulasi myometrium.3
33
dan menggigil. Pada beberapa jam setelah pemberian misoprostol, dilakukan
pemeriksaan dalam.jika kehamilan masih utuh, pemberian diulang satu sampai
dua minggu kemudian. Beberapa memilih untuk mengulang dengan menggunakan
dosis prostaglandin. Sebaliknya, jika terjadi abortus incomplete pada evaluasi
dengan USG, dapat dilanjutkan dengan suction kuretase. Komplikasiyang
mungkin terjadi adalah perdarahan dan infeksi.3
Dengan regimen methotrexate, misoprostol diberikan 2-7 hari kemudian,
dan akan dilihat lagi minimal 24 jam setelah pemberian misoprostol. 7 hari setelah
pemberian methotrexate dilakukan pemeriksaanUSG. Jika, kehamilan masih utuk,
dosis misoprostol yang lain diberikan. Dievaluasi setelah 7 hari, jika masih utuh
dilanjutkan dengan suction kuretase.3
34
metoclorpamid, antipiretik seperti acetaminophen, dan antidiare seperti
diphenoxylate atau atropine dapat mengurangi gejala yang muncul. Pemberian
misoprostol (cytotec) sendiri juga efektif untuk terminasi kehamilan di trimester
kedua.3
35
Gambar 15. Algoritme Penatalaksanaan Abortus
Abortus:
Definisi
Pembagian menurut:
Penyebab
Gambaran klinis
Abortus Imminens
Abortus Insipien Abortus InkompletusAbortus Khusus
Amenorea Amenorea Amenorea Infeksiosus
Rasa nyeri Rasa nyeri Perdarahan Miised abortion
Perdarahan Perdarahan banyak/menggumpal
Sisa jaringan Habitualis
Tanpa dilatasiTerdapat dilatasi Terdapat dilatasi
2.10. KOMPLIKASI
36
Komplikasi yang mungkin timbul dari abortus adalah:13
a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal,
diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca
tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
b. Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus
provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya
datang dengan syok hemoragik.
37
seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan
histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
g. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi
memerlukan waktu. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.
paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina
ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli,
Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus
infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri
tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan
peritonium.
2.11. PROGNOSIS
DAFTAR PUSTAKA
38
1. Prawiroharhdjo, Sarwono. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu
Kandungan, edisi keempat. 2010. Jakarta: PT Bina Pustaka. Hal. 459-74.
2. Anonymous. 2007. www.ncbi.nlm.nih.gov. management of threatened
abortion.
3. Cunningham, G.F et l. 2014. Obstetri William, edisi 24. Jakarta: EGC.
4. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, editor. Ilmu Kesehatan
Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.
39
http://digilib.unsri.ac.id/download/MASALAH%20ABORTUS%20DAN
%20KESEHATAN.pdf
16. Achadiat CM. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC;
2004.
40