Anda di halaman 1dari 22

Makalah Sistem Kardiovaskuler

Disusun Oleh

Annisa Pudjiana Pratiwi


(09150000015)

JURUSAN S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INDONESIA MAJU

JAKARTA, 2016

Jl. Harapan No. 50 Lenteng Agung Jagakarsa Jakarta Selatan DKI Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayahNya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah matakuliah kardiovaskuler dengan tepat
pada waktunya. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata
Kuliah Kardiovaskuler yang telah memberikan dukungan serta bimbingannya kepada saya.

Harapan saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas
Keperawatan khususnya dan masyarakat pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak yang terkait akan kami terima dengan tangan terbuka demi perbaikan dalam
pembuatan makalah di masa yang akan datang.

Jakarta, 9 Agustus 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Prengantar..........................................................................................................................i

Daftar Isi......................................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan......................................................................................................................

1.1 Latar belakang...............................................................................................................1

1.2 Rumusan masalah..........................................................................................................2

1.3 Tujuan............................................................................................................................2

Bab II Pembahasan.....................................................................................................................

2.1 Kelainan Katup............................................................................................................3

2.1.1 Definisi...................................................................................................................3

2.1.2 Tipe-tipe gangguan katup.......................................................................................3

2.1.3 Etiologi...................................................................................................................5
2.1.4 Tanda dan gejala.....................................................................................................6

2.1.5 Patofisiologi...........................................................................................................7

2.1.6 Komplikasi.............................................................................................................10

2.1.7 Penatalaksanaan.....................................................................................................10

2.2 Kardioversi...................................................................................................................

2.2.1 Definisi...................................................................................................................11

2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi...................................................................................11

2.2.3 Prosedur Kardioversi.............................................................................................12

2.3 Defibrilasi.....................................................................................................................

2.3.1 Definisi...................................................................................................................13

2.3.2 Indikasi dan Kontraindikasi...................................................................................13

2.3.3 Prinsip Defibrilasi Kejutan....................................................................................14

2.3.4 Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan defibrilasi.......................................14

2.3.5 Komplikasi.............................................................................................................15

2.3.6 Persiapan Peralatan................................................................................................15

2.3.7 Persiapan Pasien.....................................................................................................15

2.3.8 Prosedur Defibrilasi...............................................................................................16

2.3.9 Monitoring Pasien Setelah Defibrilasi...................................................................16

2.3.10 Dokumentasi dan laporan setelah tindakan..........................................................16

2.4 Defibrillator..................................................................................................................

2.4.1 Definisi...................................................................................................................17

2.4.2 Prinsip Dasar Defibrillator.....................................................................................17

2.4.3 Petunjuk Operasional.............................................................................................18

2.4.4 Jenis-jenis Defibrillator..........................................................................................18

Bab III Penutup...........................................................................................................................


3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katub jantung bekerja mengatur aliran darah melalui jantung ke arteria pulmonal
dan aorta dengan cara membuka dan menutup pda saat yang tepat ketika jantung
berkontraksi dan berelaksasi selama siklus jantung. Katub atrioventrikuler memisahkan
atrium dan ventrikel, terdiri atas katub trikuspidalis yang membagi atrium kanan dan
ventrikel kanan, serta katub miral atau bikuspidalis yang membagi atrium kiri dan
ventrikel kiri. Katub semilunaris terletak antara ventrikel dan arteri yang bersangkutan.
Katub pulmonal terletak antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, sedang katub aorta
terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
Bila salah satu katup jantung tidak terbuka atau tertutup dengan baik maka akan
mempengaruhi aliran darah. Bila katup tidak dapat membuka secara sempurna (biasanya
karena stenosis), akibatnya aliran darah melalui katup tersebut akan berkurang. Bila
katup tidak dapat menutup secara sempurna darah akan mengalami kebocoran sebagai
proses yang disebut regurgitasi atau insufisiensi.
Kelainan katup dibagi menjadi beberapa kategori berikut: prolaps katup mitral,
stenosis mitral, insufiensi atau regurgitasi mitral, stenonis aorta, insufisiensi atau
regurgitasi aorta, stenosis trikuspidalis, insufisiensi ataur egurgitasi trikuspidalis, dan
penyakit katup pulmonal. Kelaian katup tersebut menimbulkan berbagai gejala,
tergantung beratnya, dan mungkin memerlukan perbaikan secara bedah atau penggantian
untuk mengoreksi masalah.
Era globalisassi tidak dapat dipungkiri merupakan sebuah kemajuan yang luar
biasa bagi umat manusia, tidak mengherankan semua kebutuhan kini lebih mudah untuk
mengaksesnya. Kesehatan mengikuti alur gloablisasi dengan menciptakan berbagai alat
resusitasi kehidupan terkait dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah didapatkan di
berbagai cabang ilmu kesehatan. Teknologi ini dapat menambah masa hidup seseorang,
bahkan menyelamatkan seseorang yan berada di kondisi kritis. Kondisi kritis sendiri
merupakan kondisi yang berbahaya, karena terkait dengan keadaan tubuh yang
membutuhkan resusitasi segera karena tidak dapat bertahan terlalu lama dalam
mengkompensasi kondisi patofisiologinya.
Kondisi kritis seringkali terjadi akibat kondisi patofisiologi dari seitem
kardiovaskuler. Mengingat fungsi dari kardiovaskuler merupakan sirkulasi nutrisi ke
seluruh tubuh, sedangkan otak kita tidak bsa terlalu lama kekurangan nutrisi yang
dikirimkan oleh darah. Maka kondisi patofisiologi pada sistem kardiovaskuler merupakan
kondisi kritis yang membutuhkan penanganan segera. Bentuk penanganannya bermacam-
macam, karena proses resusitasi biasanya dilakukan dengan banyak cara.
Cara yang pertama dilakukan adalah pijat jantung untuk mengembalikan kondisi
fisiologis jantung dengan memanipulasi bagian luar tubuh. Keberhaslan cara ini
cenderung tinggi, dan akhirnya bisa membuat korban dapat bertahan hingga sampai di
tempat rujukan. Jika sudah berada di tempat rujukan maka, cara ini akan digantkan
dengan teknologi yang lebih canggih yaitu defibrilasi dan kardioversi jantung
menggunankan defibrilator.

Defibrilator merupakan alat yang dapat memantau kondisi dan irama jantung,
sekaligus memberikan terapi listrik baik itu secara asinkron (defibrilasi) maupun secara
sinkron (kardioversi) sehingga kondisi jantung sebagai pusat sistem kardiovaskuler dapat
dikemabalikan ke fungsi fisiologisnya selama masa kritis. Makalah ini akan membahas
lebih dalam lagi terkait dengan defibrilasi dan kardioversi yang dilakukan oleh
defibrilator sehingga dalam pelaksanaan metode ini tenaga kesehatan dapat
mengoptimalkan teknologi canggih yang sudah tersedia dalam proses resusitasi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Definisi kelainan katup jantung
b. Tipe gangguan katup jantung
c. Etiologi kelainan katup jantung
d. Tanda dan Gejala kelainan katup jantung
e. Patofisiologi kelainan katup jantung
f. Komplikasi kelainan katup jantung
g. Apa yang dimaksud dengan defibrilasi?
h. Apa yang dimaksud dengan kardioversi?
i. Bagaimana penggunaan defibrilasi dan kardioversi dalam proses resusitasi?
1.3 Tujuan
a. Diharapkan mahasiswa dapat memahami secara konsep dasar teori mengenai
kelainan katup jantung
b. Mengetahui dan memahami tipe kelainan katup jantung
c. Mengetahui dan memahami etiologi kelainan katup jantung
d. Untuk mengetahui gambaran mengenai defibrilasi
e. Untuk mengetahui gambaran mengenai kardioversi
f. Untuk mengetahui proses kardioversi dan defibrilisasi dalam proses resusitasi di
klinik

g. BAB II

h. PEMBAHASAN

i.

j. 2.1 Kelainan Katup Jantung

k. 2.1.1 Definisi
l. Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung mengalami
kelainan yang membuat aliran darah tidak dapat diatur dengan maksimal oleh jantung. Katup
jantung yang mengalami kelainan membuat darah yang seharusnya tidak bisa kembali masuk
ke bagian serambi jantung ketika berada di bilik jantung membuat jantung memiliki tekanan
yang cukup kuat untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya orang tersebut tidak bisa
melakukan aktifitas dalam tingkat tertentu. Kelainan katup jantung yang parah membuat
penderitanya tidak dapat beraktifitas dan juga dapat menimbulkan kematian karena jantung
tidak lagu memiliki kemampuan untuk dapat mengalirkan darah.

m. Kelainan katup jantung biasanya terjadi karena faktor genetika atau keturunan dan
terjadi sejak masih dalam kandungan. Kelainan pada katup jantung juga bisa terjadi karena
kecelakaan ataupun cedera yang mengenai jantung. Operasi jantung juga dapat menyebabkan
kelainan pada katup jantung jika operasi tersebut gagal atau terjadi kesalahan teknis maupun
prosedur dalam melakukan oeprasi pada jantung.

n. Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah yang


melintasi katup jantung. Katup yang terserang penyakit dapat mengalami dua jenis gangguan
fungsional: regurgitasi-daun katup tidak dapat menutup rapat sehngga darah dapat mengalir
balik (sinonim dengan isufisiensi katup dan inkompetensi katup) dan stenosis katup-lubang
katup mengalami penyempitan shingga aliran darah mengalami hambatan. Isufisiensi dapat
dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai lesi campuran atau
terjadi sendiri yang disebut sebagai lesi murni.

2.1.2 Tipe-Tipe Gangguan Katub


a. Stenosis Mitral
o. Stenosis mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah bilah
katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif aliran
darah. Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga jari. Pada kasus
stenosis berat menjadi penyempitan lumen sampai seleba pensil. Ventrikel kiri tidak
terpengaruh, namun antrium kiri mengalami kesulitan dalam menggosongkan darah
melalui lumen yang sempit ke ventrikel kiri. Akibatnya antrium akan melebar dan
mengalami hipertrofi karena tidak ada katup yang melindungi vena pulmonal terhadap
aliran balik dari antrium, maka sirkulasi pulmonal mengalami kongesti. Akibatnya-
p. ventrikel kanan harus menanggung beban tekanan arteri pulmonal yang tinggi dan
mengalami peregangan berlebihan yang berakhir gagal jantung.
b. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi)
q. Insufisiensi mitral terjadi bilah- bilah katup mitral tidak dapat saling
menutup selama systole. Chordate tendineae memendek, sehingga bilah katup tidak
dapat menutup dengan sempurna, akibatnya terjadilah regurgitasi aliran balik dari
ventrikel kiri ke antrium kiri. Pemendekan atau sobekan salah satu atau kedua bilah
katup mitral mengakibtakan penutupan lumen mitral tidak sempurna saat ventrikel kiri
dengan kuat mendorong darah ke aorta, sehingga setiap denyut, ventrikel kiri akan
mendorong sebagaian darah kembali ke antrium kiri. Aliran balik darah ini ditambah
dengan darah yang masuk dari paru, menyebabkan antrium kiri mengalami pelebaran
dan hipertrofi. Aliran darah balik dari ventrikel akan menyebabkan darah yang
mengalir dari paru ke antrium kiri menjadi berkurang. Akibatnya paru mengalami
kongesti, yang pada giliranya menambah beban ke ventrikel kanan. Maka meskipun
kebocoran mitral hanya kecil namun selalu berakibat terhadap kedua paru dan
ventrikel kanan.
c. Stenosis Aorta
r. Stenosis katup aorta adalah penyempitan lumen antara ventrikel kiri dan
aorta. Pada orang dewasa stenosis bisa merupakan kelainan bawaan atau dapat sebagai
akibat dari endokarditisrematik atau kalsifikasi kuspis dengan penyebab yang tidak
diketahui. Penyempitan terjadi secara progresif selama beberapa tahun atau beberapa
puluh tahun.
s. Bilah bilah katup aorta saling menempel dan menutup sebagaian lumen
diantara jantung dan aorta. Ventrikel kiri mengatasi hambatan sirkulasi ini dengan
berkontraksi lebih lambat tapi dengan energi yang lebih besar dari normal, mendorong
darah melalui lumen yang sangat sempit. Mekanisme kompesansi jantung mulai gagal
dan munculah tanda tanda klinis.
t. Obstruksi kalur aliran aorta tersebut menambahkan beban tekanan ke
ventrikel kiri, yang mengakibatkan penebalann dinding otot. Otot jantung menebal
(hipertrofi) sebagai respons terhadap besarnya obstruksi terjadilah gagal jantung bila
obsruksinya terlalu berat.
d. Insufiensi Aorta (Regurgitasi)
u. Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk
bilah katup aorta,sehingga masing masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta
dengan rapt selama diastole dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari aorta
ke ventrikel kiri. Defek katup ini bisa disebabkan oleh endokarditis, kelainan bawaan,
atau penyakit seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau
sobekan aorta asendens Karena kebocoran katup aorta saat diastole, maka sebagaian
darah dalam aorta, yang biasanya bertekanan tinggi, akan mengalir ke ventrikel kiri,
sehingga ventrikel kiri harus mengatasi keduanya yaitu mengirim darah yang secara
normal diterima dari atrium kiri ke ventrikel melalui lumen ventrikel, maupun darah-
v. yang kembali dari aorta. Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi
untuk mengakomodasi peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga
mendorong yang lebih normal untuk memompa darah, menyebabkan tekanan darah
sistolik meningkat. Sistem kardiovaskuler berusaha mengkompesansi melalui refleks
dilatasi pembul;uh darah arteri perifer melemas sehingga tahanan perifer turun dan
tekanan diastolic turun drastis.
w.
x. 2.1.3 Etiologi
y. Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai peyakit yang hampir selalu
disebabkan oleh rematik, tetapi sekarang telah lebih banyak ditemukan penyakit katup jenis
baru. Penyakit katup jantung yang paling sering dijumpai adalah penyakit katup degeneratif
yang berkaitan dengan meningkatnya masa hidup rata-rata pada orang-orang yang hidup di
negara industri dibandingkan dengan yang hidup di negara berkembang. Meskipun terjadi
penurunan insidensi penyakit demam rematik , namun penyakit rematik masih merupakan
penyebab lazim deformitas katup yang membutuhkan koreksi bedah. Selain penyakit rematik,
telah dikenal beberapa penyebab lain yang semakin sering menimbulkan perubahan bentuk
dan malfungsi pada katup yaitu endokartis bakterialis, defek jaringan penyambung sejak
lahir, disfungsi dan reptura otot papilaris karena aterosklirosis koroner dan malformasi
kongnital.
a. Stenosis Mitral
z. Stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah
menderita demam rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak
mendapatkan antibiotik. Di bagian dunia lainnya, demam rematik sering terjadi
dan menyebabkan stenosis katup mitral pada dewasa, remaja dan kadang pada
anak-anak. Yang khas adalah jika penyebabnya demam rematik, daun katup mitral
sebagian bergabung menjadi satu.
b. Insufisiensi Mitral
aa. Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat
dibagi atas reumatik dan non reumatik(degenaratif, endokarditis, penyakit jantung
koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya). Di negara
berkembang seperti Indonesia, penyebab terbanyak insufisiensi mitral adalah
demam reumatik.
c. Stenosis Aorta
ab. Berdasarkan etiologinya stenosis katup aorta merupakan penyakit
utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut
dan penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini
timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru muncul setelah usia
70-80 tahun. Stenosis katup aorta juga bisa disebabkan oleh demam rematik pada
masa kanak-kanak, pada keadaan ini biasanya disertai dengan kelainan pada katup
mitral baik berupa stenosis, regurgitasi maupun keduanya. Pada orang yang lebih
ac. muda, penyebab yang paling sering adalah kelainan bawaan. Pada
masa bayi, katup aorta yang menyempit mungkin tidak menyebabkan masalah,
masalah baru muncul pada masa pertumbuhan anak. Ukuran katup tidak berubah,
sementara jantung melebar dan mencoba untuk memompa sejumlah besar darah
melalui katup yang kecil.
ad. Katup mungkin hanya memiliki dua daun yang seharusnya tiga,
atau memiliki bentuk abnormal seperti corong. Lama-lama, lubang/pembukaan
katup tersebut, sering menjadi kaku dan menyempit karena terkumpulnya endapan
kalsium.
d. Insufisiensi Aorta
ae. Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan
katub dan kanker aorta juga bias menimbulkan isufisiensi aorta. Pada isufisiensi
aorta kronik terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katub, dengan atau tanpa
kalsifikasi, yang umumnya merupakan skuele dari demam reumatik.
af.
2.1.4 Tanda dan Gejala

ag. Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di
dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di
dalam paru- paru (edema pulmoner). Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah
merasakan lelah dan sesak nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan
aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.

ah. Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga
oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan
bahwa seseorang menderita stenosis katup mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat
menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-
paru. Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung
menjadi cepat dan tidak teratur.

a. Stenosis Mitral
ai. Sangat cape, lemah, dyspnea, capek bila ada kegiatan fisik, nocturnal
dyspnea, batuk kering, bronchitis, rales, edema paru-paru, hemoptysis/batuk
darah, kegagalan pada sebelah kanan jantung.
aj. Auskultasi: teraba getaran apex S1 memberondong, peningkatan bunyi.
Murmur: lemah, nada rendah, rumbling/gemuruh, diastolic pada apex.
b. Insufisiensi Mitral
ak. Sangat cape, lemah, kehabisan tenaga, berat badan turun, napas sesak bila
terjadi kegiatan fisik, ortopneu, paroxysma noktural dipsneu rales.
al. Tingkat lanjut: edema paru-paru, kegagalan jantung sebelah kanan.
am.Auskultasi: terasa getaran pada raba apex, S1 tidak ada, lemah, murmur.
an. Murmur: bernada tinggi, menghembus, berdesis, selam systoll(pada apex)
S3-
ao. nada rendah.
c. Stenosis Aorta
ap. Angina, syncope, capai, lemah, sesak napas saat ada kegiatan ortopneu,
paroxysmal nokturial, edema paru-paru, rales.
aq. Tingkat lanjut: kegagalan sebelah kanan jantung
ar. Murmur: nada rendah, kasar seperti kerutan, systoll(pada basis atau
carctis) gemetar systoll pada basis jantung.
d. Insufisiensi Aorta
as. Palpitasi, sinus tacikardi, sesak napas bila beraktifitas ortopnew,
paroxysmal noktural dyspnea, diaphoresis hebat, angina.
at. Tingkat lanjut: kegagalan jantung sebelah kiri dan kanan.
au. Murmur: nada tinggi, menghembus diastole (sela iga ke-3) murmur
desakan systoll pada basis.
av.
aw. 2.1.5 Patofisiologi

ax. Demam reuma inflamasi akut dimediasi imun yang menyerang katup jantung
akibat reaksi silang antara antigen streptokokus hemolitik- grup A dan protein jantung.
Penyakit dapat menyebabkan penyempitan pembukaan katup (stenosis) atau tidak dapat
menutup sempurna (inkompetensi atau regurgitasi) atau keduanya.

ay. Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup memaksa
jantung memompa darah lebih banyak untuk menggantikan jumlah darah yang mengalami
regurgitasi atau mengalir balik sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup
memaksa jantung meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran
yang meningkat, karena itu akan meningkatkan tekanan kerja miokardium . Respon
miokardium yang khas terhadap peningkatan volume kerja dan tekanan kerja adalah dilatasi
ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan hipertrofi merupakan mekanisme
kompensasi yang bertujuan meningkatakan kemampuan pemompa jantung.

a. Stenosis Mitral
az. Stenosis mitral terjadi karna adanya fibrosis dan fusikomisura
katub mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya
sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katub mitral pada
waktu diastolic lebih kecil dari normal. Berkurangnya luas efektif lubang
mitral menyebabkan berkurangnya daya alir katub mitral. Hal ini akan
meningkatkan tekanan diruang atrium kiri, sehingga timbul perbedaan tekanan
antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu diastolik. Jika peningkatan tekanan
ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya
akan menyebabkan kandungan vena dan kapiler paru. Bendungan ini
menyebabkan terjadinya sembab interstitial kemudian mungkin terjadi
sembab alveolar.

ba. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan hemoptysis.

bb. Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningakat,


kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katub
tricuspid atau pulmonal. Akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami
bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan
gangguan fungsi hati.

bc. Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah


takikardi. Tetapi konpensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung
karna pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolic.
Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris
sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel
dari atrium dan memudahkan pembentukan thrombus di atrium kiri.

b. Isufisiensi Mitral

bd. Insufisiensi mitral akibat reumatik terjadi karna katub tidak biasa
menutup sempurna waktu sistolik. Perubahan pada katub meliputi klasifikasi,
penebalan dan distorsi daun katub. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak
sempurna waktu sistolik. Selain pemendekan kordatendinea mengakibatkan
katub tertarik ke ventrikel terutama bagian posterior, dapat juga terjadi
dilatasi annulus atau rupture korda tendinea. Selam fase sistolik, terjadi aliran
regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang v yang tinggi di atrium
kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang pada saat diastolik,darah mengalir
dari atrium kiri ke ventrikel.darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru
melalui vena pulmonalis,jika terdapat darah regurgidan dari ventrikel kiri
waktu sistolik sebelumnya.ventrikel kiri cepat distensi,apeks bergerak ke
bawah secara mendadak,menarik katup korda dan otot kapilaris,hal ini
menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung ke tiga.pada insufisiensi
mitral kronik, regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis
dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal.

c. Stenosis Aorta

be. Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta


menyebabkan tahanan dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel
kiri dan aorta. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang
berlebihan pada ventrikel kiri, yang dicoba diatasi dengan meningkatkan
ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel kiri). Pelebaran ruang
ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah
diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri.

bf. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan


menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas
miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran darah koroner
ke miokard yang hipertrofi.
bg. Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri
dengan aorta mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup
mitral <1cm2,maka stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan
adaptasi miokard menghadapi stenosis aorta meyebabkan manifestasi
baru muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran darah pada
stenosis katup aorta(progressive pressure overload of left ventricle akibat
stenosis aorta) akan merangsang mekanisme RAA(Renin-Angiotensin-
Aldosteron) beserta mekanisme lainnya agar miokard mengalami
hipertrofi.Penambahan massa otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan
tekanan intra-ventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis aorta
tersebut dan mempertahankan wall stress yang normal berdasarkan rumus
Laplace: Stress (pressurexradius): 2xthickness.
bh. Namun bila tahanan aorta bertambah,maka hipertrofi akan
berkembang menjadi patologik disertai penambahan jaringan kolagen dan
menyebabkan kekakuan dinding ventrikel,penurunan cadangan
diastolic,penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard . Pada
akhirnya performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak
dinding ventrikel dan after load mismatch. Gradien trans-valvular
menurun,tekanan arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat
menyebabkan sesak nafas. Gejala yang mencolok adalah sinkope, iskemia
sub-endokard yang menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal
miokard (gagal jantung kongestif). Angina timbul karena iskemia miokard
akibat dari kebutuhan yang meningkat hipertrofi ventrikel kiri, penurunan
suplai oksigen akibat dari penurunan cadangan koroner, penurunan waktu
perfusi miokard akibat dari tahanan katup aorta.
d. Insufisiensi Aorta
bi. Insufisien kronik mengakibatkan peningkatan secara bertahap dari
volume akhir diastolik ventrikel kiri.akibat beban volume ini, jantung
melakukan penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel
kiri.curah sekuncup ventrikel kiri juga meningkat. Konpensasi yang terjadi
berupa hipertrofi ventrikel kiri yang biasa menormalkan tekanan dinding
sistolik.pada tahap kronik,faktor miokard primer atau klesi sekunder seperti
penyakit coroner diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi.selanjutnya
dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena pulmonal.
bj. Perubahan hemodinamid keadaan akut dapat dibedakan dengan
keadaan kronik, kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi
sebelum
bk. nya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi
terhadap insufisiensi aorta.peningkatan secara tiba-tiba dari tekanan diastolik
akhir ventriker kiri biasa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.
bl.
bm. 2.1.6 Komplikasi
bn. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada kelainan katup:
a) Angina pectoris
b) Bedah jantung
c) Gagal jantung kongestif
d) Disritmia
e) Kondisi inflamasi jantung
f) Aspek-aspek psikososial perawatan akut
g) Penyakit jantung rematik
h) Penyakit jantung iskemik
bo.
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Stenosis Mitral

bp. Terapi antibiotic diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi.


Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan kardiotinikum
dan diuritik. Intervensi bedah meliputi komisurotoomi untuk membuka atau
menyobek komisura katub mitral yang lengket atau mengganti katub miral
dengan katub protesa. Pada beberapa kasus dimana pembedahan merupakan
kontraindikasi dan terapi medis tidak mampu menghasilkan hasil yang diharapkan,
maka dapat dilakukan valvuloplasti transluminal perkutan untuk mengurang
beberapa gejala.

b. Insufisiensi Mitral
bq. Penatalaksanaannya sama dengan gagal jantung kongestif, intervensi
bedah meliputi penggantian katup mitral.
c. Stenosis Aorta
br. Penatalaksanaan yang sesuai untuk stenosis aorta adalah penggantian
katub aorta secara bedah. Terdapat resiko kematian mendadak pada pasien yang
diobati saja tanpa tindakan bedah. Keadaan yang tak dikoreksi tersebut dapat
menyebabkan gagal jantung permanen yang tidak berespond terhadap terapi
medis.
d. Insufisiensi Aorta
bs. Penggantian katub aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang
tepat untuk penggantian katub masih kontroversial. Pembedahan dianjurkan pada
semua pasien dengan hipertropi ventrikel kiri tanpa memperhatikan ada atau
tidaknnya gejala lain. Bila pasien mengalami gejala gagal jantung kongestif, harus
diberikan penatalaksanaan medis sampai dilakukannya pembedahan.
2.2 Kardioversi
bt.
bu. 2.2.1 Definisi
bv. Kardioversi adalah tindakan kejut listrik untuk mengatasi takikardi
supraventrikuler (SVT), atrial fibrilasi, atrial flutter dan takikardi ventrikuler dengan
pulse dengan menggukanan mode syncrone. Energi yang diperlukan 100,200.300 dan
360 Joule. (beberapa penelitian melakukan kardioversi berhasil dengan energi awal
50 Joule pada SVT dan Flutter atrial).
2.2.2 Indikasi dan kontraindikasi kardioversi

bw. Indikasi:
a. Kardioversi darurat
1) Takikardi supraventrikular, fluter atrial, dan fibrilasi atrial dengan hipotensi,
hipoperfusi sistemik, gagal jantung kongestif, atau iskemia miokard.
2) Takikardia ventrikel dengan nadi palpasi gagal berubah ke irama sinus dengan
lidokain atau amiodaron.
b. Kardioversi elektif
bx. Kardioversi dilakukan elektif pada takikardia supraventrikuler, fluter
atrial, dan fibrilasi atrial, yang gagal berubah ke irama sinus dengan digitalis,
propranolol, adrofonium, fenilefrin, kuinidin, atau verapanil. Irama sinus lebih
baik daripada aritmia karena curah jantung lebih banyak dan lebih rendah angka
embolisme.
by.Kontraindikasi:
a. Intoksikasi digitalis
bz. Fibrilasi ventrikel dapat terjadi walaupun dilakukan kardioversi sinkron,
Stimulasi cepat atrium dengan pemacu temporer(TPM) dapat merubah atritmia
supraventrikular.
b. Penyakit sistem konduksi. Blok atrioventrikular dipasang profilaktik Temporer
Pace Maker (TPM).
c. Pasien dengan tidak mampu bertahan pada irama sinus
d. Fibrilasi atrial yang telah lama atu bertahun
e. Kardioversi dengan fibrilasi atrial cepat berulang, dengan dosis kuinidin
profilaktik
f. Post operasi baru katup jantung, kardioversi ditunda 10-14 hari, TPM dapat
menghentikan takiaritmia
2.2.3 Prosedur kardioversi
g. Prosedur tindakan kardioversi sama dengan prosedur tindakan defibrilasi, hanya
yang membedakannya dalam hal :
a) Siapkan alat-alat resusitasi
b) Bila pasien masih sadar berikan sedasi dengan atau tanpa analgesi
c) Pilih modul sinkron
d) Pilih energi awal 50 joule untuk takikardi supraventrikel atau 100 joule untuk
takikardi ventrikel dan meningkat sesuai dengan respon pasien sampai
maksimal 360 joule.
e) Paddle tidak boleh segera diangkat setelah melepaskan muatan agar modul
sinkronisasi tidak terganggu.
f) 2.3 Defibrilasi

g) 2.3.1 Definisi
h) Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran
listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang
ditempatkan pada permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi
aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan
membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.

i) American Heart Association (AHA) merekomendasikan agar defibrilasi


diberikan secepat mungkin saat pasien mengalami gambaran VT non- pulse atau VF,
yaitu 3 menit atau kurang untuk setting rumah sakit dan dalam waktu 5 menit atau
kurang dalam setting luar rumah sakit. Defibrilasi dapat dilakukan diluar rumah sakit
karena sekarang ini sudah ada defibrillator yang bisa dioperasikan oleh orang awam
yang disebut automatic external defibrillation (AED).

j) AED adalah defibrillator yang menggunakan system computer yang dapat


menganalisa irama jantung, mengisi tingkat energi yang sesuai dan mampu
memberikan petunjuk bagi penolong dengan memberikan petunjuk secara visual
untuk peletakan elektroda.

k) 2.3.2 Indikasi dan kontraindikasi defibrilasi

a) Elektif : SVT yang tidak mempan dengan obat-obatan (PAT, AF rapid, Atrial
Flutter, Junctional Takhikardia)
b) Darurat : Gangguan irama jantung dengan hemodinamik tak stabil (hipotensi
atau perfusi jelek), untuk mencegah gangguan yang lebih berat.

l) Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama (rekomendasi


class I) yang ditujukan pada:

Ventrikel fibrilasi (VF)


Ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse)

m) Kontraindikasi Defibrilasi pada pasien tidak ada.

n) Meskipun defibrilasi merupakan terapi definitive untuk VF dan VT non-pulse,


penggunaan defibrilasi tidak berdiri sendiri tetapi disertai dengan resusitasi.
kardiopulmonari (RKP). Peran aktif dari penolong atau tenaga kesehatan pada saat
mendapati pasien dengan cardiac arrest, dimana sebagian besar menunjukkan VF dan VT,
untuk bertahan terbukti meningkat. Dikutip dari AHA dalam ACLS: principle and
practice, dalam 4 studi disebutkan bahwa terdapat hubungan antara interval dari kolaps
dengan dimulainya pemberian RKP.

o) 2.3.3 Prinsip Defibrilasi Kejutan


p) Memberikan energi dalam jumlah banyak dalam waktu yang sangat
singkat (beberapa detik) melalui pedal positif dan negative yang ditekankan pas
dinding dada atau melalui adhesive pads yang ditempelkan pada sensing dada
pasien. Arus listrik yang mengalir sangat singkat ini bukan merupakan loncatan awal
bagi jantung untuk berdetak, tetapi mekanismenya adalah aliran listrik yang sangat
singkat ini akan mendepolarisasi semua miokard, menyebabkan berhentinya
aktivitas listrik jantung atau biasa disebut asistole. Beberapa saat setelah
berhentinya aktivitas listrik ini, sel-sel pace maker akan berrepolarisasi secara
spontan dan memungkinkan jantung untuk pulih kembali. Siklus depolarisasi
secara spontan dan repolarisasi sel-sel pacemaker yang reguler ini memungkinkan
jantung untuk mengkoordinasi miokard untuk memulai aktivitas kontraksi kembali.
q)
r) 2.3.4 Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan defibrilasi
a) Lamanya VF Kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme miokards
dan jumlah miokard yang rusak selama periode hipoksia karena arrest. Semakin lama
waktu yang digunakan untuk memulai defibrilasi maka semakin banyak persediaan
ATP yang digunakan miokard untuk bergetar sehingga menyebabkan jantung
memakai semua tenaga sampai habis dan keadan ini akan membuat jantung menjadi
kelelahan.
b) Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik, hipotermi dan
penyakit dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi pemulihan aktivitas
kontraksi jantung.
c) Besarnya jantung Makin besar jantung, makin besar energi yang dibutuhkan untuk
defibrilasi.
d) Ukuran pedal Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-12 cm dan
untuk anak-anak berkisar 4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar membuat tidak
semua permukaan pedal menempel pada dinding dada dan menyebabkan banyak arus
yang tidak sampai ke jantung. Untuk itu, penggunaan pedal pada anak-anak bisa
disesuaikan dengan ukuran tubuhnya.
e) Letak pedal Hal yang sangat penting tetapi sering kali diabaikan adalah peletakan
pedal pada dinding dada saat dilakukan defibrilasi. Pedal atau pad harus diletakkan
pada posisi yang tepat yang memungkinkan penyabaran arus listrik kesemua arah
jantung. - posisi sternal, pedal diletakkan dibagian kanan atas sternum dibawah
klavikula - pedal apeks diletakkan disebelah kiri papilla mamae digaris midaksilaris.
Pada wanita, posisi pedal apeks ada di spasi interkosta 5-6 pada posisi mid-axilaris.
Pada pasien yang terpasang pacemaker permanent, harus dihindari peletakan padel
diatas generator pacemaker, geser pedal setidaknya 1 inchi dari tempat itu.
Defibrilasi langsung ke generator pacemaker dapat menyebabkan malfungsi pace
maker secara temporary atau permanent. Setelah dilakukan defibrilasi atau
kardioversi, PPM harus dicek ambang pacing dan sensinya serta dilihat apakah alat
masih bekerja sesuai dengan setting program. Hal yang harus diperhatikan pada saat
melakukan defibrilasi adalah posisi pedal atau pads, keduanya tidak boleh saling
menyentuh atau harus benar-benar terpisah.
f) Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule, sedangkan pada
defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan adalah 1-2
joule/kg BB, maksimal 3 j/kg BB.
s)
g) Jelli/Gel Saat menggunakan pedal, jangan lupa memberikan jelli khusus untuk
defibrilasi atau kardioversi pada pedal. Jelli berfungai sebagai media konduksi untuk
penghantar arus listrik. Tujuan dari pemberian gel adalah untuk mengurangi
resistensi transtorakal dan mencegah luka bakar pasien. Yang harus diperhatikan juga
adalah jangan sampai gel tersebut teroles dikulit diantara sternum dan apeks, atau
jelli dari salah satu atau ekdua pedal mengalir menghubungkan keduanya pada saat
ditekan ke dada pasien. Jika ini terjadi akan mengakibatkan arus hanya mengalir
dipermukaan dinding dada, aliran arus ke jantung akan missing memancarkan bunga
api yang menyebabkan sengatan listrik pasien pada pasien dan alat-alat operator.
t)
u) 2.3.5 Komplikasi defibrilasi
a) Henti jantung-nafas dan kematian
b) Anoxia cerebral sampai dengan kematian otak
c) Gagal nafas
d) Asistole
e) Luka bakar
f) Hipotensi
g) Disfungsi pace-maker
v)
w) 2.3.6 Persiapan Peralatan
a) Defibrillator dengan monitor EKG dan pedalnya
b) Jelly
c) Obat-obat Emergency (Epinephrine, Lidocain, SA, Procainamid, dll)
d) Oksigen
e) Face mask
f) Papan resusitasi
g) Peralatan intubasi dan suction
h) Peralatan pacu jantung emergency
x)
y) 2.3.7 Persiapan Pasien
a) Pastikan pasien dan atau keluarga mengerti prosedur yang akan dilakukan
b) Letakkan pasien diatas papan resusitasi pada posisi supine
c) Jauhkan barang-barang yang tersebut dari bahan metal dan air disekitar pasien
d) Lepaskan gigi palsu atau protesa lain yang dikenakan pasien untuk mencegah
obstruksi jalan nafas
e) Lakukan RKP secepatnya jika alat-alat defibrillator belum siap untuk
mempertahankan cardiac output yang akan mencegah kerusakan organ dan jaringan
yang irreversible
f) Berikan oksigen dengan face masker untuk mempertahankan oksigenasi tetap
adekuat yang akan mengurangi komplikasi pada jantung dan otak
g) Pastikan mode defibrillator pada posisi asyncrone
h) Matikan pace maker (TPM) jika terpasang
z) 2.3.8 Prosedur Defibrilasi
1. Oleskan jelly pada pedal secara merata
2. Pastikan posisi kabel defibrillator pada posisi yang bisa menjangkau sampai ke
pasien
3. Nyalakan perekaman EKG agar mencetak gambar EKG selama pelaksanaan
defibrilasi
4. Letakkan pedal pada posisi apeks dan sternum
5. Charge pedal sesuai energi yang diinginkan (360 joule)
6. Pastikan semua clear atau tidak ada yang kontak dengan pasien, bed dan peralatan
pada hitungan ketiga (untuk memastika jangan lupa lihat posisi semua personal
penolong)
7. Pastikan kembali gambaran EKG adalah VT atau VF non-pulse
8. Tekan tombol pada kedua pedal sambil menekannya di dinding dada pasien, jangan
langsung diangkat, tunggu sampai semua energi listrik dilepaskan.
9. Nilai gambaran EKG dan kaji denyut nadi karotis
10. Jika tidak berhasil, langsung charge pedal dengan energi 360 joule dan ulangi
langkah 4-9
11. Jika kejutan kedua tidak berhasil, lakukan tahapan ACLS berikutnya
12. Bersihkan jelly pada pedal dan pasien
aa)
ab) 2.3.9 Monitoring Pasien Setelah Defibrilasi
a) Evaluasi status neurology. Orientasikan klien terhadap orang, ruang, dan waktu
b) Monitor status pulmonary (RR, saturasi O2)
c) Monitor status kardiovaskuler (TD, HR, Ritme) setiap 15 menit
d) Monitor EKG
e) Mulai berikan obat anti disritmia intravena sesuai dengan anjuran dokter f. Kaji
apakah ada kulit yang terbakar
f) Monitor elektrolit (Na. K, Cl)
ac)
ad) 2.3.10 Dokumentasi dan laporan setelah tindakan
a) Print out EKG sebelum, selama dan sesudah defibrilasi
b) Status neurology, respirasi dan kardioversi sebelum dan sesudah defibrilasi
c) Energi yang digunakan untuk defibrilasi
d) Semua hasil yang tidak diinginkan dan intervensi yang telah diberikan
ae) 2.4 Defibrillator
af)
ag) 2.4.1 Definisi
ah) Defibrillator adalah peralatan elektronik yang dirancang untuk
memberikan kejut listrik dengan waktu yang relatif singkat dan intensitas yang tinggi
kepada pasien penyakit jantung. Pengulangan pemberian kejut listrik paling lama 45
detik sejak jantung berhenti. Energi Externalyang diberikan antara 50 sampai 400
Joule. Energi Internal yang diberikan maximum 1/10 External.
ai) Posisi elektroda (paddles) : anterior - anterior (apex - sternum) atau
anterior posterior. Diameter elektroda antara 8 - 10 cm untuk dewasa. Pengaturan
energi, dan pemeberian energi di kontrol oleh mikrokontroler. Energi yang tersimpan
pada C : W = CV
aj) Sebelum Pemberian pulse defibrillator pada permukaan elektroda
diberikan gel elektrolit. Ada dua jenis defibrillator: a.c defibrillator dan d.c
defibrillator. Untuk a.c defibrillator sudah tidak digunakan lagi. Mempunyai
elektroda (paddles) yang mempunyai diameter 8 - 10 cm (untuk dewasa). Energi
yang diberikan berkisar antara : 50 - 400 Joules. Pemberian defibrillator dapat
dilakukan dengan cara sinkronisasi atau asinkronisasi. Posisi elektroda (Paddles)
dapat diletakkan pada posisi anterior - anterior (Apex-sternum) atau posterior
anterior. Pada saat pemberian defibrillator hindari bersentuhan antara pengguna alat
dengan pasien. Energi yang tersimpan pada C : W = CV
ak) Paduan d.c defibrillator terdiri dari trafo berkekuatan besar dan pada
sekundernya terdapat penyearah dan capastor.Penyearah ini akan megisi energi listrik
pada kapasitor, besarnya energi listrik akan dikontrol oleh mikrokontrol. Pada saat
discharge (pemberian) energi pada pasien dengan menekan switch yang berada pada
ujung elektroda. Bila memilih jenis sinkron, dapat dilakukan dengan menekan key
board (sinkron).
al)
am) 2.4.2 Prinsip Dasar Defibrillator
an) Pada Prinsipnya Prosedur Pengoperasian Defibrillator Dibagi Dalam Tiga
Tahap:
a. Pemilihan besarnya energi dan mode pengoperasian
b. Pengisian energi (charge) pada kapasitor
c. Pembuangan energi dari kapasitor ke pasien (discharge)
ao)
ap) Besarnya energi dilakukan dengan memutar selector pemilihan energi R3,
set Level yang akan mengatur besarnya tegangan yang akan timbul pada pengisian
kapasitor C1. Bila tombol charge ditekan maka akan terjadi pengisian kapasitor C1, dan
tegangan pada kapasitor C1, dideteksi oleh detector A1 melalui pembagi tegangan R1 dan
R2yang bersesuaian dengan tegangan pada C1. Bila tegangan pada pembagi tegangan
telah lebih besar dari tegangan R3, maka A1 keluarannya akan menyebabkan High-
voltage DC supply tidak lagi mensupply tegangan ke kapasitror C1. Bila ditekan tombol
discharge tegangan pada kapasitor C1 akan berpindah sehingga tubuh atau jantung akan
mendapatkan energi listrik dari kapasitor C1. Bentuk tegangan yang diberikan pada
pasien dipengaruhi oleh adanya induktor.
aq) 2.4.3 Petunjuk Operasional
a) Ambil paddles dari sisi samping alat
b) Yakinkan dalam keadaan kering
c) Beri krim pada permukaan paddle
d) Tempelkan paddle pada pasien diposisi apeks dan sternum
e) Tekan tombol energy
f) Lakukan pengisian dengan menekan satu tombol pada paddle, lalu proses pengisian
dapat dilihat di monitor
g) Jangan menyentuh pasien
h) Setelah proses pengisiian selesai maka akan terdengar suara beep, pada display
muncul tulisan Defibrillator Ready dan pada tombol paddle akan menyala
i) Tekan paddle agak menekan ke tengkorak
j) Untuk pengosongan tekan kedua tombol pada paddle secara bersamaan
k) Lihat pada monitor
l) Selesai pilih switch pada tombol energy menunjukkan angka 0
m) Tekan tombol power.
ar)
as) 2.4.4 Jenis-jenis Defibrillator

at) M-series monophasic dan defibrilator biphasic adalah defibrilator yang


umum digunakan di rumah sakit. Unit portable menggabungkan Defibrillator, ECG, Non-
Invasive Transcutaneous Pacing (NTP) dan fungsi pemantauan pasien yang lainnya.
Berbagai jenis defibrilator adalah:

a. DC Defibrillator
au) DC defibrilator selalu dikalibrasi dalam satuan watt-detik atau joule
sebagai ukuran dari energi listrik yang tersimpan dalam kapasitor. Energi dalam
detik-watt sama dengan satu setengah kapasitansi dalam farad dikalikan dengan
tegangan di yaitu volt kuadrat
av)

aw) Jumlah energi (E) yang diberikan merupakan faktor bagi keberhasilan
defibrilator. Energi yang diberikan kepada pasien dapat diperkirakan dengan
mengasumsikan nilai resistansi yang ditempatkan antara elektroda yang seterusnya
mensimulasi resistansi dari pasien. Kebanyakan defibrilator akan memberikan 60 -
80% dari energi mereka untuk disimpan ke resistansi sebanyak 50

ax) Defibrilasi eksternal: piringan logam berdiameter 3-5 cm yang melekat pada
pegangan yang sangat terisolasi. Menghasilkan arus besar untuk menstimulasi
kontraksi yang seragam & simultan dari serat otot jantung. Kapasitor hanya akan
menyalurkan energi listrik yang tersimpan apabila kontak defibrilator dengan tubuh
yang baik sudah tercapai
ay) Internal defibrilasi: besar berbentuk sendok elektroda.
b. Advisory Difibrillator
az) Mampu dengan akurat menganalisis ECG dan membuat keputusan
menyalurkan kejutan dengan handal. Dirancang untuk mendeteksi fibrilasi ventrikel
atau ventricular fibrillation dengan sensitivitas dan spesifisitas sebanding dengan
paramedis terlatih, kemudian memberikan atau merekomendasikan seberapa banyak
energi sesuai dengan kejutan defibrilasi tersebut.
c. Implan Defibrillator
ba) Biasa digunakan oleh pasien yang berisiko tinggi mengalami ventricular
fibrillation. Implan defibrilator menyimpan rekaman sinyal jantung pasien, sejarah
terapi pasien dan data diagnostik pasien. Implan defibrilator mempunyai volume
kurang dari 70 cc, ia juga mempunyai lebih dari 30 juta transistor dan menyalurkan
kurang dari 20 micro ampere selama beroperasi sebagai pemantauan konstan. Implan
defibrilator sangat tertutup rapat dari lingkungan sekeliling di dalam tubuh maka
ianya sangat bio-kompatible dan mampu bertahan pada rentang suhu 30 C hingga 60
C. Sumber energi untuk menjalankan implan defibrilator berasal dari baterai Lithium
Perak Vanadium Oksida (LiSVO).
bb)BAB III
bc) PENUTUP
bd)
be) 3.1 Kesimpulan
bf) Dalam kehidupan kita pasti menghadapi masalah. Untuk menghadapi
masalah tersebut kita harus memiliki karakter yang kuat. Dengan memiliki karakter kuat
tersebut kita pasti dapat menghadapi masalah yang datang pada kita. Kekuatan dan
keutamaan karakter merupakan salah satu kunci kemajuan dan pembangunan dalam
bangsa. Dalam mengembangkan karakter, kita diharuskan untuk berpikir secara kritis
yaitu dengan berpikir sesuai dengan dasar-dasar filsafat, dasar-dasar logika serta yang
tidak kalah penting adalah dasar-dasar etika. Dalam pengembangan proses berpikir, kita
juga diwajibkan memiliki kemauan kuat agar ilmu yang didapat dapat bermanfaat, agar
kemauan tersebut tercipta pertama-tama kita harus menguatkan karakter yang kita miliki.
Dengan memiliki karakter yang kuat, berpikir dengan berdasarkan pada dasar-dasar
filsafat, dasar-dasar logika dan dasar-dasar etika kita pasti menjadi bangsa yang maju.
bg) DAFTAR PUSTAKA
bh)
bi)
bj) Santoso Karo karo. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
bk) Price, S.A. & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
bl) Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta:EGC
bm) Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta :
EGC
bn) Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC
bo)

Anda mungkin juga menyukai