Oleh : Arifuddin
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LANDASAN TEORETIS
(Suyoto, 2003:32)
Di muka telah diuraikan bahwa fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat untuk
berkomunikasi. Untuk itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan agar siswa terampil
berkomunikasi. Siswa dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, bukan
dituntut lebih banyak untuk menguasai pengetahuan tentang bahasa.
Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia ini merupakan kerangka tentang standar
kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia yang harus diketahui, dilakukan, dan dimahirkan
oleh siswa pada setiap tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam lima komponen utama, yaitu (1)
standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) hasil belajar, (4) indikator, dan (5) materi pokok.
Standar kompetensi mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek-
aspek tersebut dalam pembelajarannya dilaksanakan secara integratif.
Integratif artinya bersifat memadukan (KBBI, 2002:437). Dalam kaitannya dengan pendekatan
pengajaran bahasa Indonesia, keterapaduan itu sangat penting. Dalam GBPP kurikulum 2004
dinyatakan bahwa pembelajaran berbahasa yang mencakup aspek mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis sebaiknya mendapat porsi yang seimbang dan dilaksanakan secara
terpadu (Diknas, 2004:13).
Contoh:
Kompetensi ini disajikan secara terpadu dengan kompetensi dasar yang lainnya dengan
menggunakan tema yang sama (Diknas, 2004:13). Pendekatan komunikatif bersifat tematis,
kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari tema-tema yang ada pada program pembelajaran.
Setiap materi yang diberikan selalu berpatokan pada tema. Jadi, pengajaran bahasa Indonesia,
termasuk di sekolah dasar menggunakan pendekatan komunikatif tematis integratif. Pendekatan
komunikatif melatih siswa untuk berkomunikasi secara praktis dan wajar baik lisan maupun
tulisan. Pendekatan tematis mengarahkan pembelajaran pada suatu titik pokok materi yang
dipelajari yang berada dalam lingkup tema tertentu, sedangkan pendekatan integratif merupakan
upaya pembelajaran yang memadukan antara aspek keterampilan berbahasa dari keempat
keterampilan berbahasa.
(3) Pembinaan
Guru berperanan sebagai pembina dalam permainan simulasi, memberikan beberapa saran jika
diperlukan agar simulasi dapat berjalan dengan lebih baik. Mengeksploitasi seoptimal mungkin
pembelajaran menggunakan model permainan simulasi agar diperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya bagi siswa.
(4) Diskusi
Setelah proses pembelajaran yang menggunakan model permainan simulasi, diperlukan adanya
suatu diskusi tentang permainan simulasi dan hubungannya dengan dunia nyata. Termasuk juga
kesulitan-kesulitan yang dialami siswa selama pelaksanaan simulasi.
Dengan melihat keempat peranan guru dalam permainan simulasi di atas, maka dapat dikatakan
guru mempunyai fungsi manajerial. Seperti yang dikatakana Bruce Joyce (dalam Sukmadewi,
2003:13):
the teacher has an important role to play in raising students consciousness about the concepts
and principles underpinning the simulation and their own reactions. In addition, the teacher has
important managerial functions.
(Guru memiliki peranan yang penting dalam meluruskan ketidakpahaman siswa tentang konsep-
konsep dan dasar-dasar simulasi dan reaksi mereka sendiri, dan guru mempunyai fungsi
pengaturan yang penting).
2.7 Metode Permainan Simulasi dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa
Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan (Diknas,
2003:11). Hal itu dapat dirujuk dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai alat untuk berkomunikasi.
Dalam kurikulum (baik di SD, SMP, maupun SMA), bahasa Indonesia mendapatkan alokasi
waktu mengajar tiga kali dalam seminggu. Hal ini tidak lepas dari kompleksnya materi bahasa
Indonesia yang meliputi keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis),
apresiasi sastra, serta komponen kebahasaan yang lain. Keterampilan maupun pengetahuan
bahasa ini menuntut penguasaan siswa. Kompleksnya materi serta banyaknya alokasi waktu
mengajar menyebabkan motivasi siswa menurun. Rendahnya motivasi siswa dengan sendirinya
akan berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa. Kondisi ini terbukti dari data hasil
observasi awal bahwa prestasi belajar siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2005/2006
diperoleh bahwa nilai rata-rata kelas untuk keterampilan berbicara siswa adalah 65. Kondisi ini
makin diperburuk oleh adanya anggapan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa sendiri,
sehingga tidak terlalu penting untuk dipelajari.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemilihan metode yang tepat sesuai dengan materi yang
diajarkan dapat menuntun guru dan siswa ke arah kesuksesan pembelajaran (Furqanal. Dkk.,
1995:5). Penerapan metode permainan simulasi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan hasil
dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang berkaitan dengan
keterampilan berbicara. Metode bermain esensinya adalah suatu bentuk rekreasi yang
memberikan kesenangan. Metode ini dapat memberikan pengalaman yang menarik bagi siswa
dalam memahami konsep, menguatkan konsep yang dipahami, atau memecahkan masalah.
Bermain pada hakikatnya adalah meningkatkan daya kreativitas dan citra diri anak yang positif
(Hughes, dalam Sudono, 1995). Unsur-unsur yang merupakan daya kreativitas akan muncul
ketika anak bermain. Hal ini akan menimbulkan motivasi dan keinginan untuk bekerja dengan
baik, sehingga akan terjadi proses belajar sampai menghasilkan produk. Belajar dan bermain
memberikan kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan
sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan, dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta
pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Sejatinya, di sinilah proses pembelajaran (Mayke,
dalam Sudono, 1995).
Permainan yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah simulasi. Model permainan simulasi
merupakan sebuah metode pembelajaran yang memperhatikan pengetahuan awal siswa yang
diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Dalam permainan ini, siswa yang terlibat memiliki
peranan masing-masing dan berinteraksi dengan siswa yang lainnya. Model pembelajaran
permainan simulasi merupakan model yang tepat dipergunakan untuk melatih sekaligus
meningkatkan kemampuan berbicara siswa, karena model ini dapat menyesuaikan permasalahan
dengan pengetahuan yang diperoleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penerapan metode permainan simulasi dapat
meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Penelitian itu di antaranya adalah: 1)
Soemanti (2003) tentang penerapan metode permainan simulasi tematis untuk meningkatkan
kemampuan bahasa Inggris siswa menunjukkan bahwa metode permainan simulasi dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa; 2) Sukmadewi (2003) menunjukkan hasil yang
sama bahwa penerapan metode permainan simulasi dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi
belajar siswa pada pelajaran Matematika pokok bahasan Aritmatika; dan 3) Reni (2004) tentang
penerapan metode permainan simulasi dalam pembelajaran Fisika untuk meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa juga menunjukkan hasil yang sama. Hasil penelitian tersebut sekaligus
memberikan penguatan bahwa penerapan metode pembelajaran permainan simulasi cocok
diterapkan pada berbagai bidang ilmu, dan dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan teori, kemudian diperkuat oleh beberapa hasil penelitian di atas, peneliti mencoba
menerapkan metode perminan simulasi dalam pelajaran bahasa Indonesia yang berkaitan dengan
keterampilan berbicara. Pada hakikatnya, berbicara dan bermain, khususnya permainan simulasi
berpotensi menumbuhkan motivasi siswa dalam berbicara, karena permainan memungkinkan
siswa bebas berekspresi dan melakukan aktivitas apa pun Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa penerapan metode yang tepat (simulasi) akan menuntun guru dan siswa ke
arah kesuksesan pembelajaran. Metode permainan simulasi jika diterapkan dengan baik dan tepat
mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
Untuk mencapai tujuan penelitian secara efektif, perlu adanya tahapan kerja yang sistematis.
Dalam hal ini, perlu adanya pegangan metodologis mengenai tahapan kerja yang harus ditempuh.
Metode penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting, karena berhasil tidaknya, demikian
juga tinggi rendahnya kualitas hasil penelitian sangat ditentukan oleh ketepatan peneliti dalam
memilih metode penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Penelitian
tindakan kelas (PTK) adalah suatu bentuk penelitian yang dilaksanakan oleh guru untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu mengelola
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) dalam arti luas (Purwadi, dalam Sukidin, 2002).
Tujuan PTK secara umum adalah memperbaiki pelaksanaan KBM.
Priyono (dalam Sukidin. dkk, 2002) menyatakan bahwa PTK adalah strategi pengembangan
profesi guru, karena: (a) menempatkan guru sebagai peneliti, bukan sebagai informan pasif, (b)
menempatkan guru sebagai agen perubahan, dan (c) mengutamakan kerja kelompok antara guru,
siswa, dan staf pimpinan sekolah lainnya dalam membangun kinerja sekolah yang baik. Dalam
penelitian ini, tindakan yang diberikan adalah penggunaan metode simulasi pada mata pelajaran
bahasa Indonesia yang berkaitan dengan kemampuan berbicara.
Dalam penelitian ini dipergunakan beberapa metode sesuai dengan tahapan kerja yang ditempuh.
Metode-metode yang dimaksud berkaitan dengan (1) rancangan penelitian, (2) subjek penelitian,
(3) instrumen penelitian, (4) pengumpulan data, dan (5) analisis data.
1. Keberanian
2. Kekuratan informasi
4. Kelancaran
7. Gaya pengucapan
5
6
7 Keberanian
Keakuratan informasi
(sangat buruk.akurat sepenuhnya)
Kelancaran
(terbata-bata.lancar sekali)
Gaya pengucapan
(kaku.wajar)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3.1.5.4 Refleksi
Mengadakan refleksi terhadap tindakan yang telah dilakukan berdasarkan hasil observasi dan tes.
Refleksi ini dilakukan untuk menganalisis hambatan-hambatan yang muncul serta alternatif
pemecahan yang terbaik. Kriteria yang digunakan untuk menentukan keberhasilan pelaksanaan
tindakan adalah berikut ini.
1) Adanya peningkatan aktivitas berbicara siswa yang ditunjukkan dengan peningkatan skor,dan
2) Adanya peningkatan keterampilan berbicara siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dari
siklus ke siklus.
3) Adanya respons positif siswa yang ditandai dengan pernyataan setuju dari sebagian besar
siswa.
Bila hasil-hasil yang diperoleh pada tindakan siklus seperti yang tersebut di atas, peneliti
mengambil keputusan bahwa penggunaan metode permainanan simulasi dapat meningkatkan
kemampuan berbicara pada siswa kelas V SD No.1 Banjar Tegal dan tindakan dapat dihentikan.
2 Hasil Belajar Siswa Siswa Tes Setelah pembelajaran berlangsung pada masing-masing siklus.
3 Responss Siswa Siswa Angket Pada akhir siklus II (sesudah pelaksanaan tindakan).
Data aktivitas siswa yang terkumpul dihitung untuk memperoleh rata-rata aktivitas siswa ( ),
yang selanjutnya dicocokkan dengan kriteria penggolongan di atas. Dengan demikian, dapat
ditentukan aktivitas siswa selama proses pembelajaran yang diterapkan. Aktivitas yang
ditargetkan dalam penelitian ini tergolong aktif.
85% siswaDari kriteria keberhasilan, kelas dianggap tuntas jika mendapatkan nilai 7,5 hingga
8,4 ke atas secara individual. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa penguasaan keterampilan
berbiara siswa dianggap tuntas.
(Arikunto, 1990)
c) Data Respons Siswa
Data yang menyangkut respons siswa dianalisis untuk memperoleh respons siswa secara klasikal.
Analisis ini didasarkan pada data rata-rata ( ) dari skor respons siswa, mean ideal (Mi) dan
standar deviasi ideal (Sdi).
Mi = (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal)
Sdi = 1/6 (skor tertinggi ideal skor terendah ideal)
(Nurkancana dalam Sukmadewi, 2003:25)
Rata-rata kelas ( ) dari respons siswa kemudian dikategorikan dengan pedoman berikut ini.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Keterangan:
1 = Keberanian
2 = Keakuratan informasi
3 = Hubungan antar informasi
4 = Ketepatan struktur dan kosakata
5 = Kelancaran
6 = Kewajaran uratan wacana
7 = Gaya pengucapan
Adapun persentase hasil belajar siswa siklus I sesuai data hasil belajar tersebut adalah berikut ini.
Banyaknya siswa yang memperoleh nilai baik sebanyak 4 orang (18,18%), yang mendapatkan
nilai lebih dari cukup sebanyak 13 orang (59,09%), dan yang mendapatkan nilai cukup sebanyak
5 orang (22,72%). Secara klasikal, skor yang diperoleh siswa dominan berada pada ketegori
lebih dari cukup.
Sementara kesalahan yang dominan dilakukan oleh siswa pada kriteria tes keterampilan
berbicara berada pada rentangan cukup hingga baik. Adapun persentase kesalahan siswa dalam
kriteria keterampilan berbicara adalah berikut ini.
Tabel 4.2: Persentase kesalahan siswa sesuai dengan kriteria keterampilan berbicara siklus I
No Aspek yang Dinilai Persentase Keterangan
1
2
3
4
5
6
7 Keberanian
Keakuratan informasi
Hubungan antar informasi
Ketepatan struktur dan kosakata
Kelancaran
Kewajaran urutan wacana
Gaya pengucapan 80,45%
77,27%
60,90%
67,72%
68,63%
63,63%
61,36% Baik
Baik
Cukup
Lebih dari cukup
Lebih dari cukup
Cukup
Cukup
Berdasarkan persentase hasil kriteria penilaian keterampilan berbicara siswa di atas, kesalahan
yang dominan dilakukan oleh siswa, yakni pada kategori hubungan antar informasi (60,90%),
ketepatan struktur dan kosakata (67,72%), kelancaran (686,3%), kewajaran urutan wacana
(63,63%), dan gaya pengucapan (61,36%). Secara umum, keberhasilan belajar siswa berada pada
kategori cukup.
4.1.4 Siklus II
Pada dasarnya, perencanaan hingga pelaksanaan penelitian sama dengan siklus I, yakni masih
menggunakan metode permainan simulasi. Hanya saja, siklus II merupakan revisi dari
pelaksanaan siklus I dengan mengacu pada pertimbangan hasil refleksi pada siklus sebelumnya.
Pertemuan pertama, guru mengajarkan tema transportasi. Tema ini diajarkan dalam sekali
pertemuan dengan alokasi waktu 2X40 menit.
Ketika memasuki rungan kelas, guru tidak lagi menghabiskan waktu untuk mengatur siswa
dalam kelompoknya. Siswa sudah berada dalam kelompok dan bersiap menerima pelajaran. Pada
saat memasuki inti pelajaran, guru mengemukakan pertanyaan ringan untuk membangkitkan
keberanian siswa untuk menjawab. Selanjutnya, guru melontarkan pertanyaan yang agak sukar
hingga ke pertanyaan yang sukar. Mengawali pertanyaan yang agak sukar hingga pada
pertanyaan yang sukar, guru secara simultan melontarkan semacam pernyataan untuk
menghilangkan ketakutan siswa menjawab pertanyaan. Tampak bahwa siswa mulai aktif
berbicara, khususnya menanggapi setiap pertanyaan guru. Pertanyaan tersebut berbunyi begini,
Siapa yang pernah melihat orang yang melakukan wawancara? Beragam jawaban siswa
terlontar. Ada yang menjawab bahwa pernah melihat orang yang sedang melakukan wawancara.
Ada juga yang menjawab sering menyaksikan orang yang berwawancara. Peneliti tidak melihat
adanya siswa yang diam ketika bertanya tentang persoalan seputar wawancara. Mereka lebih
sering menjawab seretak. Ada beberapa siswa pria yang memanfaatkannya untuk berteriak
sambil menjawab pertanyaan.
Melihat situasi yang mulai ribut, akhirnya guru mengelola kelas dengan menyuruh siswa agar
mengangkat tangan jika hendak menjawab. Guru mengingatkan siswa agar tidak menjawab
serampangan, kecuali siswa yang sudah ditunjuk langsung oleh guru. Situasi kembali hening.
Selanjutnya guru bertanya tentang apa itu wawancara. Salah seorang yang ditunjuk oleh guru
menjawab bahwa wawancara adalah pembicaraan yang dilakukan oleh dua orang di dalam
televisi. Guru menawarkan pertanyaan sejenis kepada siswa yang lain tentang pengertian
wawancara. Yang ditunjuk menjawab, Wawancara adalah saling bertanya antara laki-laki dan
perempuan untuk membicarakan sesuatu. Guru memberikan penguatan kepada siswa tersebut
tentang jawaban yang dikemukakan. Kembali guru melanjutkan, Ada lagi yang lain? Tidak ada
seorang siswa pun yang berani berpendapat. Mereka ikut menyetujui terhadap dua jawaban
rekannya tadi. Guru terus memotivasi siswa agar terus mengeluarkan gagasan. Reaksi siswa tetap
nihil. Akhirnya guru melanjutkan pertanyaan, Siapa yang bisa menyimpulkan pengertian
berbicara sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh teman kalian tadi. Salah seorang siswa
memberanikan diri bahwa wawancara adalah kegiatan yang dilakukan oleh dua untuk
membicarakan sesuatu. Guru mengatakan, Bagus. Siapa yang memiliki pendapatan lain, atau
yang ingin melengkapi jawaban teman kalian tadi?, guru melanjutkan. Seorang siswa
mengangkat tangan kemudian menjawab bahwa wawancara adalah pembicaraan yang dilakukan
oleh dua orang tentang sesuatu, baik itu persoalan atau pun tentang prestasi yang diraih oleh
seseorang. Guru terlihat puas mendengar jawaban salah seroang siswa tadi. Guru kembali
bertanyan, Siapakah dua orang yang melakukan wawancara tersebut? Sebagian besar siswa
menyahut, Satu orang sebagai pewawancara, dan seorang lagi sebagai narasumber. Bersamaan
dengan jawaban tersebut ada juga siswa yang menjawab bahwa yang melakukan wawancara
adalah manusia. Jawaban tersebut menghilang tanpa ada yang merespons.
Pertemuan pertama pada siklus II terlihat hampir semua siswa terlibat aktif dalam mengikuti
pelajaran yang disampaikan. Selanjutnya, guru menggunakan metode permainan simulasi dalam
proses pembelajaran dengan kompetensi dasar Berwawancara dengan Narasumber. Metode
permainan simulasi mengalami sedikit pemodifikasian disesuaikan dengan tujuan dan
kompetensi dasar yang hendak dicapai. Guru mengklasifikasikan siswa ke dalam beragam
profesi (polisi, petani, pedagang, guru, dan sebagainya). Kemudian, siswa disuruh bermain peran
sesuai dengan profesinya, tetapi masih dalam konteks berwawancara. Salah seorang siswa
bertindak sebagai narasumber, sementara siswa yang lain bertindak sebagai pewawancara.
Kegiatan ini berlangsung dalam kelompok masing-masing.
Siswa begitu antusias belajar dengan penerapan metode permainan simulasi. Pembicaraan
mereka mengalir apa adanya ketika berperan, entah sebagai guru, polisi, pedagang, dan
sebagainya. Keunikan siswa siswa seabgai individu tampak di sini. Hampir semunya kelihatan
aktif dan kreatif bertanya maupun menjawab. Peneliti tertarik dengan wawancara yang dilakukan
oleh siswa yang mendapatkan peran menjadi guru dan polisi. Ketika salah seorang siswa yang
berperan sebagai pewawancara beranya kepada rekannya yang berperan sebagai guru, Apa yang
anda lakukan jika anda menjadi guru. Ia menjawab dengan bangga, Jika aku menjadi guru, aku
akan membangun sekolah, dan membuat siswa menjadi pintar. Sementara siswa yang
mewawancarai rekannya yang berperan menjadi polisi bertanya, Jika bertemu penjahat, apa
yang anda lakukan! Dia menjawab dengan lantang, Saya akan mengikatnya dengan tali,
kemudian membawanya ke penjara. Peneliti melihat siswa all out memerankan seperti apa yang
guru tawarkan. Aktivitas siswa semakin menunjukkan hasil yang signifikan dalam proses belajar-
mengajar. Pada siklus II observasi I terlihat bahwa rata-rata aktivitas belajar siswa berada pada
tataran 14,09. Skor ini menunjukkan bahwa aktivitas berbicara siswa berada pada kategori aktif.
Skor ini tentu saja sudah memenuhi target penelitian. Guru dan peneliti pusat melihat aktivitas
perkembangan siswa. Tidak terasa waktu bergulir mendekati pukul 08.30. Artinya, waktu
pembelajaran akan segera berakhir. Guru segera mengakhiri pembelajaran, dan menyuruh siswa
kembali kembali ke tempat duduk masing-masing.
Sebelum jam pelajaran berakhir, guru meminta siswa untuk menyimpulkan pelajaran. Banyak di
antara siswa yang mengangkat tangan untuk menyimpulkan pelajaran. Terakhir, guru
menyimpulkan pelajaran. Siswa serantak menuliskan simpulan yang dilontarkan oleh guru. Bel
berdering, pelajaran pun berakhir.
Hari berikutnya peneliti melanjutkan siklus II pertemuan II. Peneliti melaksanakan pertemuan
kedua pada hari Rabu, 24 Januari 2007. Pertemuan ini membahas tema kehidupan di laut, dengan
kompetensi dasar mendeskripsikan benda atau alat. Tema ini diajarkan dalam sekali pertemuan
dengan alokasi waktu 2X40 menit. Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar masih menerapkan
metode permainan simulasi.
Pada awal kegiatan pembelajaran, guru terlebih dahulu menyampaikan tujuan pembelajaran
kepada siswa. Kemudian, guru menyampaikan bahwa kegiatan pembelajaran masih
menggunakan metode permainan simulasi yang telah dirancang. Guru menegaskan jika ada
teman yang bertanya tentang sesuatu yang belum dipahami agar menjelaskan semampunya.
Siswa harus melayani dan membantu teman jika menuai kendala.
Aktvitas siswa sudah menunjukkan perubahan yang signifikan. Ketika guru memasuki ruangan
kelas, siswa tidak lagi ribut dan bergerak ke sana ke mari untuk mencari anggota kelompoknya.
Sebelum guru memasuki kelas, siswa sudah siap dalam kelompoknya masing-masing untuk
menerima pelajaran. Guru membagikan media permainan simulasi kepada setiap kelompok.
Siswa pun mulai bermain simulasi sesuai instruksi dari guru. Pembelajaran berjalan lancar dan
efektif.
Pada saat pelaksanaan permainan simulasi, kemampuan berbicara dan kemampuan
mengembangkan ide sudah memadai. Siswa tidak lagi acuh tak acuh dan peduli terhadap
permasalahan yang dihadapi oleh teman yang lain. Mereka terlihat menikmati bermain simulasi.
Mereka tidak lagi membuat diskusi di atas diskusi. Permainan simulasi berlangsung selama
sejam. Menjelang berakhirnya permainan simulasi, guru menyuruh siswa agar kembali ke
bangku masing-masing.
Pada pertemuan kedua, aktivitas siswa mengalami peningkatan pesat dibandingkan siklus
sebelumnya. Hampir semua siswa aktif bertanya, berkomentar, maupun menanggapi. Semua
indikator yang menjadi patokan dalam observasi menunjukkan keaktifan siswa di dalam proses
pembelajaran berlangsung. Aktivitas yang dilakukan oleh siswa pada siklus II observasi ke II
adalah sebesar 15,81. Skor ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa berada pada kategori
aktif. Skor ini sekaligus menunjukkan bahwa target penelitan sudah tercapai
Sisa waktu sejam dimanfaatkan guru untuk mengevalusi perkembangan kemampuan berbicara
siswa secara individual di depan kelas. Guru menawarkan topik mendeskripsikan tentang
ruangan kelas, alat transportasi/permainan, dan mendeskripsikan teman. Tidak seperti siklus
sebelumnya, siswa tidak lagi gugup dan takut jika dipanggil untuk berbicara di depan kelas.
Mereka siap dengan apa yang hendak dibicarakan. Ketika siswa berbicara, guru berada di
sebelah siswa untuk membantu siswa mengumpulkan informasi jika terjadi kemacematan dalam
berbicara. Di samping itu, guru memberikan komentar jika terjadi kesalahan siswa, baik itu
menyangkut kosakata, kewajaran urutan wacana, maupun gaya pengucapan. Data hasil belajar
siswa dalam siklus II dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Keterangan:
1 = Keberanian
2 = Keakuratan informasi
3 = Hubungan antar informasi
4 = Ketepatan struktur dan kosakata
5 = Kelancaran
6 = Kewajaran uratan wacana
7 = Gaya pengucapan
Rata-rata skor hasil belajar siswa adalah 7,90, sementara ketuntasan klasikal yang diperoleh
siswa pada siklus II mencapai 86,3%. Skor ini sudah memenuhi tuntutan kurikulum yang
menetapkan bahwa keberhasilan belajar-mengajar diukur dari hasil rata-rata kelas minimal 6,5,
dan ketuntasan klasikal minimal 85%.
Adapun persentase hasil belajar siswa siklus II sesuai data hasil belajar tersebut adalah berikut
ini.
Siswa yang memperoleh nilai istimewa sebanyak 2 orang (9,09%), yang mendapatkan nilai baik
sekali sebanyak 6 orang (27,3%), yang mendapatkan nilai baik sebanyak 8 orang (36,3%), yang
mendapatkan nilai lebih dari cukup sebanyak 3 orang (13,6%), dan yang memperoleh nilai cukup
sebanyak 3 orang (13,6%). Secara klasikal, skor yang diperoleh siswa dominan berada pada
ketegori baik.
Sementara kesalahan yang dominan dilakukan oleh siswa pada kriteria tes keterampilan
berbicara berada pada rentangan cukup hingga baik. Adapun persentase kesalahan siswa dalam
kriteria keterampilan berbicara adalah berikut ini.
Tabel 4.4: Persentase kesalahan siswa sesuai dengan kriteria keterampilan berbicara siklus II
No Aspek yang Dinilai Persentase Keterangan
1
2
3
4
5
6
7 Keberanian
Keakuratan informasi
Hubungan antar informasi
Ketepatan struktur dan kosakata
Kelancaran
Kewajaran urutan wacana
Gaya pengucapan 86,81%
83,18%
75,45%
80,90%
85,90%
76,36%
72,72% Baik sekali
Baik
Baik
Baik
Baik sekali
Baik
Lebih dari cukup
Berdasarkan persentase hasil kriteria penilaian keterampilan berbicara siswa di atas, hasil belajar
siswa dominan berada pada kategori baik, kecuali gaya pengucapan siswa yang masih berada
pada kategori lebih dari cukup, yakni (72,72). Sementara keberanian (86,81%), dan kelancaran
(85,90%) berada pada kategori baik sekali. Secara umum, keberhasilan belajar siswa berada pada
kategori baik.
Di bawah ini akan disajikan perbandingan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa pada siklus I
dan siklus II.
Tabel 4.5: Perbandingan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
JENIS DATA SIKLUS I SIKLUS II
Skor aktivitas belajar siswa 13,5
(Cukup Aktif)
15,81
(Aktif)
Skor rata-rata hasil belajar 6,85 7,90
Ketuntasan klasikal 72,7%
(Belum Tuntas)
90,9%
(Tuntas)
Berdasarkan perbandingan hasil analisis data terhadap hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II
dapat diketahui bahwa persentase banyaknya siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar
adalah 90,9%, yang mengalami penurunan hasil belajar 0%, sementara yang prestasi belajarnya
tetap adalah 9,09%. Ini berarti, dengan menerapkan metode pembelajaran pemainan simulasi,
maka akivitas belajar maupun hasil belajar siswa dalam keterampilan berbicara meningkat.
Angket respons siswa diberikan pada akhir sikus II setelah pelaksanaan tindakan. Data respons
siswa mengenai pembelajaran yang diterapkan, yaitu model pembelajaran permainan simulasi
disajikan pada lampiran 17. Berdasarkan skor siswa pada lampiran tersebut, maka rata-rata
respons siswa adalah 25. Sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, maka skor
tersebut menunjukkan bahwa secara klasikal siswa setuju terhadap pembelajaran permainan
simulasi. Siswa merasa senang mengikuti pembelajaran permainan simulasi, karena metode ini
memungkinkan siswa belajar sambil bermain.
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode permainan simulasi dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia yang berkaitan dengan keterampilan
berbicara. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Hughes dalam Sudono (1995) bahwa
bermain pada hakikatnya adalah meningkatkan daya kreativitas dan citra diri anak yang positif.
Belajar sambil bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-
ulang, menemukan sendiri, berekspresi, mempraktekkan, dan mendapatkan bermacam-macam
konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Belajar sambil bermain memberikan
peluang kepada siswa untuk terlibat aktif secara fisik maupun mental. Peluang ini memberikan
kontribusi pada tumbuhnya motivasi dan keinginan untuk bekerja dengan baik, sehingga akan
terjadi proses belajar sampai menghasilkan produk. Konsekuensi logisnya sudah tentu dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Somantri (2002:50) juga menegaskan bahwa
dalam pembelajaran dengan menggunakan metode permainan simulasi terjadi perubahan sikap
pada diri siswa. Perubahan sikap ini khususnya terletak pada tumbuhnya motivasi siswa. Di
samping itu, siswa belajar keterampilan emosional. Siswa berlatih untuk menahan diri, belajar
bersabar mendengarkan pendapat orang lain, tidak mudah menyalahkan orang lain, dan bekerja
sama dengan orang lain untuk meningkatkan kemampuan berbahasa. Hal tersebut sangat
mendukung siswa mengembangkan kecerdasan emosional yang juga penting selain kecerdasan
kognitif (Goleman, 2000:397-406).
Salah satu langkah dalam penerapan pembelajaran yang memberikan kontribusi terhadap hasil
penelitian adalah pembentukan kelompok kecil sebagai wadah berdiskusi. Seorang dosen Akaba
17 Semarang, Suwandi, mengatakan bahwa siswa yang pasif dapat dibantu dengan menggunakan
metode diskusi dalam kelompok-kelompok kecil. Diskusi kelompok kecil memudahkan guru
mengetahui siswa mana yang aktif berbicara, dan siswa mana yang pasif. Diskusi kelompok
kecil dilakukanoleh siswa dengan pengawasan dan bimbingan guru. Jika setiap kelompok
memiliki seorang pembicara yang aktif, ia tentu akan mnengajak anggota lain dalam
kelompoknya turut aktif dalam berbicara atau percakapan. Pengelompokkan merupakan cara
yang efektif, dengan memilih pengatur yang dianggap lebih mampu dalam kelompoknya yang
akan mendorong mereka untuk berbicara. Diskusi kelompok kecil diprediksikan akan membuat
suasana kelas menjadi ramai (Tillit dan Bruder, dalam Somantri, 2002:76). Secara tidak
langsung, keramaian tersebut memancing siswa untuk berbicara walaupun terlepas dari konteks
atau topik yang dibicarakan. Kesuksesan permainan simulasi terletak pada pundak pengatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas belajar dan hasil belajar siswa meningkat dengan
menerapkan metode permainan simulasi. Siswa merespons setuju dan senang terhadap
pembelajaran dengan menerapkan metode permainan simulasi. Pembelajaran ini berpusat pada
siswa (student oriented). Siswa dalam proses pembelajaran berpeluang untuk aktif, baik secara
fisik maupun mental. Melalui peluang ini, siswa merasa mendapatkan perlakuan istimewa
sebagai sosok pelajar. Hal inilah yang membawa konsekuensi logis tumbuhnya keaktifan,
meningkatnya hasil belajar, rasa senang, dan respons setuju terhadap pembelajaran. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Soemantri (2002:82) juga menunjukkan hasil yang sama bahwa
penggunaan model pembelajaran permainan simulasi dapat meningkatkan skor hasil belajar,
aktivitas belajar, pemahaman terhadap konsep atau materi, dan perubahan sikap ke arah yang
positif.
Yang menarik dalam metode permainan simulasi, bahwa metode ini mampu menghilangkan rasa
nervous (gugup), dan membangkitkan keberanian terhadap siswa yang rendah rasa percaya
dirinya. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang langsung secara teoretis,
produktif, dan ekspresif. Apabila itu dirangsang oleh seorang guru, bagi siswa tertentu barangkali
malah menghambat kelancaran berbicaranya. Lain halnya apabila stimulus tersebut diberikan
oleh teman sebaya. Stimulus yang diberikan oleh teman sebaya juga mengembangkan
kemampuan menyimak yang sifatnya juga langsung, apresiatif, reseptif, dan fisikal. Tidak semua
stimulus yang bersumber dari teman sebaya dapat menghilangkan rasa gugup. Untuk itu
diperlukan bantuan berupa alat peraga. Berbicara dengan bantuan alat peraga diyakini akan
menghasilkan tangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak (Tarigan, 1983:5).
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Beberapa simpulan yang dapat ditarik dari penelitian tersebut adalah berikut ini.
a) Penerapan model pembelajaran permainan simulasi dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa kelas V SD No.1 Banjar Tegal Singaraja dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Hal
ini terlihat dari skor aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus selama metode simulasi
diterapkan. Siklus I rata-rata skor aktivitas belajar siswa sebesar 13,5 meningkat menjadi 15,81
pada siklus II. Pada siklus I aktivitas belajar siswa masih tergolong cukup aktif. Sementara pada
siklus II aktivitas belajar siswa meningkat dengan kategori aktif.
b) Penerapan model pembelajaran permainan simulasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas V SD No.1 Banjar Tegal Singaraja dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini
terbukti dari skor hasil belajar siswa dari siklus ke siklus selama metode simulasi diterapkan.
Siklus I rata-rata skor hasil belajar siswa adalah 6,85 meningkat menjadi 7,90 pada siklus II. Dari
siklus I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar 15,32%. Ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar
72,7% (belum memenuhi tuntutan kurikulum) meningkat menjadi 90,9% pada siklus II. Pada
siklus II ini ketuntasan belajar klasikal yang dicapai sudah memenuhi tuntutan kurikulum.
c) Respons siswa kelas V SD No.1 Banjar Tegal Singaraja terhadap penerapan metode
pembelajaran permainan simulasi dalam pembelajaran keterampilan berbicara mencapai skor 25.
Angka ini mengindikasikan bahwa secara klasikal siswa setuju terhadap metode pembelajaran
yang diterapkan peneliti.
5.2 Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran-saran yang dapat disampaikan oleh peneliti adalah berikut
ini.
a) Diharapkan kepada guru bahasa Indonesia agar menerapkan model pembelajaran permainan
simulasi sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan
rancangan tindakan yang telah dipaparkan dan dilaksanakan oleh peneliti.
b) Penerapan metode permainan simulasi sudah terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
Diharapkan kepada peneliti lain agar mengadakan penelitian lebih lanjut tentang metode
pembelajaran permainan simulasi bidang atau keterampilan yang lain.
c) Penerapan metode permainan simulasi dalam penelitian ini masih terbatas pada tingkat
sekolah dasar. Diharapkan kepada peneliti lain agar penelitian dilanjutkan pada tingkat yang
lebih tinggi, seperti SMP dan SMA. Merujuk pada pernyataan Kindsvatter bahwa permainan
simulasi cocok diterapkan pada semua tingkatan, dari taman kanak-kanak hingga pada tingkatan
yang lebih tinggi.
d) Pemanfaatan media dan teman sebaya dalam pembelajaran sudah terbukti mampu
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Diharapkan kepada guru agar memanfaatkan alat
peraga dan teman sebaya dalam proses belajar-mengajar terutama dalam pembelajaran berbicara.
Berbicara dengan bantuan alat peraga akan menghasilkan penangkapan informasi yang baik pada
pihak penyimak. Sementara stimulus yang diberikan oleh teman sebaya dapat membangkitkan
motivasi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Bukian, Putu Ardana. 2004. Metode Pengajaran Berbicara di Kelas VI Sekolah Dasar No.6
Bungkulan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Skripsi. (Tidak diterabitkan). Singaraja:
IKIP Negeri Singaraja
Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD, TK, dan
SLB.
-. 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SD dan MI. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1992. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Furqanal. Dkk. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Goleman, Daniel. 2000. Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hadiatmadja, Musman. 1982. Analisa Transaksional dalam Proses Belajar Mengajar dalam
Kumpulan Pikiran-pikiran dalam Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Hasibuan dan Moedjiono. 1993. Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Karolina, Yoca. 2001. Strategi Guru dalam Mengajarkan Keterampilan Berbicara pada Siswa
SLTP di Singaraja. Skripsi. (Tidak diterbitkan). IKIP N Singaraja.
Kemmis, Stephen dan Rubin Mc. Tanggart. 1988. The Action Research Planner. Victoria: Deakin
University.
Kindvatter, Richard et.al. 1996. Dynamics of Effective Teaching, Third Edition. New York.
Longman Publisher.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Slamet. 2003. Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) pada Uji Coba di SMU Negeri 4 Denpasar. Thesis. Singaraja. IKIP
Negeri Singaraja. Program Pasca Sarjana.
Somantri, Nurdin. 2003. Penerapan Metode Simulasi Tematis untuk Peningkatan Kemampuan
Bahasa Inggris Siswa. http://www.Pendidikan.Com.
Subana, M dan Sunarti tt. Strategi Belajar-Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Subariyati, Ary. 1997. Pemantapan Konsep Prasyarat Setiap Pokok Bahasa dalam Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Kalkulus sebagai Mata Kuliah Program Bersama (Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Matematika). Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Singaraja.
STKIP Singaraja.
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Sudono, Anggani. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan Usia Dini).
Jakarta: Grasindo
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendekia
Sukmadewi, I.G.A.N. 2003. Penerapan Model Pembelajaran Permainan Simulasi pada Pokok
Bahasan Aritmatika Sosial sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar dan Aktivitas Siswa
Kelas IC SLTPN 1 Rendang. Skripsi. (Tidak diterbitkan) Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Tarigan. Djago. 1991. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia I. Buku Modul. Jakarta:
Depdikbud.
Tarigan, Hendry Guntur. 1983. Berbicara sebagai Suatu keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Tim BP-7 Pusat. 1985 Petunjuk Pelaksanaan Permainan Simulasi P-4 untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta
Trisuyoto, Imanuel. 2003. Melatih Siswa SD Terampil Berbicara. Fasilitator, Edisi V (hlm. 32-
33).
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peningkatan Keterampilan Berbicara
Bahasa Jawa Krama dengan Metode Sosiodrama dan Bermain Peran pada Siswa Kelas IIB SMP
Negeri 21 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Penulisan skripsi ini sebagai upaya menemukan
metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan keterampilan siswa berbicara bahasa Jawa
krama.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
masukan, arahan dan bimbingan yang telah diberikan dengan tulus dan penuh kesabaran oleh Drs.
Bambang Indiatmoko, M. Si., Dosen Pembimbing I dan Drs. Widodo, Dosen Pembimbing II, selama
penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dr. H.A.T. Soegito, S.H., M.M., Rektor Universitas Negeri Semarang
2. Prof. Dr. Rustono, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
3. Drs. Mukh Doyin, M.Si., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan
Seni, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian dan segala
kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan kepada penulis.
vii
5. Drs. Sunaryo Prodjo, M. Pd., Kepala SMP Negeri 21 Semarang atas izin yang diberikan untuk
melakukan penelitian di SMP Negeri 21 Semarang.
6. Ibu Hj. Muljani, guru mata pelajaran Bahasa Jawa SMP Negeri 21 Semarang yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis.
7. Teman-teman PBSJ angkatan 2001 beserta Pandawa Lima, Kos B2, Wahyul, Prodata, dan
Khasanah Comp., atas segala bantuan dan motivasi yang diberikan.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
terselesaikannya skripsi ini.
Semoga segala bantuan, dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada saya
menjadi amal yang dapat diterima dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah S.W.T. Penulis
juga berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
SARI.................................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN......................................................................... iv
PERNYATAAN.................................................................................................. v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN...................................................................... vi
PRAKATA.......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI....................................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
DAFTAR GRAFIK............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .............................................................................. 7
1.3 Pembatasan Masalah .............................................................................. 8
1.4 Rumusan Masalah .................................................................................. 8
1.5 Tujuan Penelitian.................................................................................... 9
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................. 9
ix
2.2.4 Pembelajaran Berbicara Bahasa Jawa Krama dengan Metode Sosiodrama dan Bermain
Peran.................................................... 25
2.3Kerangka Berpikir.................................................................................. 26
2.4Hipotesis Tindakan................................................................................. 28
x
4.1.2.1.4 Aspek Unggah-ungguh...................................... 56
4.1.2.1.5 Aspek Kelancaran.............................................. 58
4.1.2.2 Hasil Nontes...................................................................... 59
4.1.2.2.1 Observasi........................................................... 59
4.1.2.2.2 Jurnal.................................................................. 61
4.1.2.2.3 Wawancara......................................................... 62
4.1.3 Hasil Siklus II................................................................................ 65
4.1.3.1 Hasi Tes............................................................................ 65
4.1.3.1.1 Aspek Pilihan Kata............................................ 66
4.1.3.1.2 Aspek Intonasi................................................... 67
4.1.3.1.3 Aspek Pelafalan................................................. 69
4.1.3.1.4 Aspek Unggah-ungguh...................................... 70
4.1.3.1.5 Aspek Kelancaran.............................................. 71
4.1.3.2 Hasil Nontes...................................................................... 72
4.1.3.2.1 Observasi........................................................... 72
4.1.3.2.2 Jurnal.................................................................. 74
4.1.3.2.3 Wawancara......................................................... 75
4.2 Pembahasan............................................................................................ 77
4.2.1 Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siswa Kelas IIB SMP Negeri
21 Semarang Tahun Pelajaran
2004/2005 ....................................................................................................... 77
4.2.2 Perubahan Perilaku Siswa Kelas IIB SMP Negeri 21 Semarang setelah Mengikuti
Pembelajaran Berbicara Bahasa Jawa Krama dengan Metode Sosiodrama dan Bermain
Peran.......................... 82
xi
BAB V PENUTUP.............................................................................................. 85
5.1 Simpulan................................................................................................. 85
5.2 Saran....................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 88
LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................. 90
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Skema Kerangka Berpikir.......................................................................28
Bagan 2 Desain Penelitian....................................................................................29
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pedoman Skor Penilaian........................................................................36
Tabel 2 Kategori Penilaian Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama........38
Tabel 3 Hasil Tes Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus.......44
Tabel 4 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus
Aspek Pilihan Kata................................................................................45
Tabel 5 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus
Aspek Intonasi.......................................................................................46
Tabel 6 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus
Aspek Pelafalan.....................................................................................48
Tabel 7 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus
Aspek Unggah-ungguh .........................................................................49
Tabel 8 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus
Aspek Kelancaran..................................................................................50
Tabel 9 Hasil Tes Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I..........52
Tabel 10 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I
Aspek Pilihan Kata................................................................................53
Tabel 11 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I
Aspek Intonasi.......................................................................................54
Tabel 12 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I
Aspek Pelafalan.....................................................................................55
Tabel 13 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I
Aspek Unggah-ungguh..........................................................................57
Tabel 14 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I
Aspek Kelancaran..................................................................................58
Tabel 15 Hasil Tes Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II........65
Tabel 16 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II
Aspek Pilihan Kata................................................................................66
Tabel 17 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II
Aspek Intonasi.......................................................................................68
Tabel 18 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II
Aspek Pelafalan.....................................................................................69
Tabel 19 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II
Aspek Unggah-ungguh..........................................................................70
Tabel 20 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II
Aspek Kelancaran..................................................................................71
Tabel 21 Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama..................79
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus....................44
Grafik 2 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus
Aspek Pilihan Kata.............................................................................46
Grafik 3 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus
Aspek Intonasi....................................................................................47
Grafik 4 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus
Aspek Pelafalan..................................................................................48
Grafik 5 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus
Aspek Unggah-ungguh ......................................................................50
Grafik 6 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Prasiklus
Aspek Kelancaran...............................................................................51
Grafik 7 Hasil Tes Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I......52
Grafik 8 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I
Aspek Pilihan Kata.............................................................................54
Grafik 9 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I
Aspek Intonasi....................................................................................55
Grafik 10 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I
Aspek Pelafalan..................................................................................56
Grafik 11 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I
Aspek Unggah-ungguh.......................................................................57
Grafik 12 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus I
Aspek Kelancaran...............................................................................58
Grafik 13 Hasil Tes Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II.....66
Grafik 14 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II
Aspek Pilihan Kata.............................................................................67
Grafik 15 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II
Aspek Intonasi....................................................................................68
Grafik 16 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II
Aspek Pelafalan..................................................................................69
Grafik 17 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II
Aspek Unggah-ungguh.......................................................................70
Grafik 18 Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siklus II
Aspek Kelancaran...............................................................................71
Grafik 19 Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama...............82
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pembelajaran Siklus I................................................. 90
Lampiran 2 Rencana Pembelajaran Siklus II................................................ 94
Lampiran 3 Daftar Responden...................................................................... 98
Lampiran 4 Soal Tes..................................................................................... 99
Lampiran 5 Contoh teks dialog..................................................................... 100
Lampiran 6 Pedoman Observasi................................................................... 101
Lampiran 7 Lembar Jurnal............................................................................ 104
Lampiran 8 Pedoman Wawancara................................................................ 105
Lampiran 9 Hasil Tes Prasiklus....................................................................106
Lampiran 10 Hasil Tes Siklus I......................................................................107
Lampiran 11 Hasil Tes Siklus II.....................................................................108
Lampiran 12 Hasil Observasi Siklus I............................................................109
Lampiran 13 Hasil Observasi Siklus II........................................................... 110
Lampiran 14 Hasil Jurnal Siklus I..................................................................111
Lampiran 15 Hasil Jurnal Siklus II.................................................................113
Lampiran 16 Hasil Wawancara Siklus I.........................................................115
Lampiran 17 Hasil Wawancara Siklus II........................................................118
Lampiran 18 Hasil Pekerjaan Siswa Siklus I.................................................. 121
Lampiran 19 Hasil Pekerjaan Siswa Siklus II................................................ 124
Lampiran 20 Foto Pelaksanaan Penelitian......................................................127
Lampiran 21 Surat Izin Penelitian dari Fakultas............................................ 130
Lampiran 22 Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan.............................. 131
Lampiran 23 Surat Keterangan Selesai Penelitian.......................................... 132
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan bahasa daerah merupakan salah satu kebanggan Bangsa Indonesia yang
menunjukkan keanekaragaman budayanya. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari sekian banyak
bahasa daerah di Indonesia yang keberadaannya ikut mewarnai keragaman budaya bangsa Indonesia.
Sebagai orang Jawa yang lahir dan besar di Jawa, sudah menjadi kewajiban kita untuk melestarikan
bahasa Jawa. Menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dengan sesama pengguna bahasa
Jawa adalah salah satu cara untuk melestarikan bahasa Jawa. Akan tetapi, ironisnya sekarang ini
pengguna sekaligus pemilik bahasa Jawa sudah enggan menggunakannya, bahkan sudah ada yang
mulai meninggalkannya.
Belakangan ini bahasa Jawa sudah mengalami kemunduran secara fungsional, hal ini
disebabkan oleh terus menyempitnya pemahaman terhadap jagat kata bahasa Jawa. Selain itu
pengajaran bahasa terancam bubar karena tidak ada petunjuk pelaksanaannya, adanya kecemburuan
bahkan rasa isin dikalangan generasi tua terhadap upaya pembaharuan kreatif pemanfaatan kosakata
bahasa Jawa secara maksimal oleh generasi muda juga menjadi salah satu penyebab kemunduran
fungsional bahasa Jawa. Satu penyebab lagi yaitu terdesaknya bahasa Jawa oleh rekayasa
nasionalisma bahwa kita harus mewadah dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
(Mardianto, 1993: 4). Semua itu jelas terlihat pada kenyataan sekarang, di mana anak-anak
12
sekarang yang akan menjadi generasi penerus yang peduli dan diharapkan akan menjaga
bahasa Jawa agar tetap lestari lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi.
Faktor yang paling dominan dari hal tersebut adalah kurangnya pendidikan berbahasa Jawa
dengan baik di lingkungan keluarga. Orang tua tidak memperhatikan bahwa kurangnya pendidikan
dalam keluarga akan mengakibatkan anak-anak tidak dapat menggunakan bahasa Jawa dengan benar,
yang akhirnya kaum muda jika berkomunikasi dengan orang tua menggunakan bahasa Indonesia atau
dengan bahasa Jawa yang sudah rusak (Widada 1993: 37). Faktor lain adalah lingkungan.
Lingkungan yang kurang mendukung mereka untuk selalu menggunakan bahasa Jawa ragam krama
dalam mereka berkomunikasi. Yang kedua secara tidak kita sadari tingkat mobilitas penduduk yang
semakin tinggi juga berpengaruh. Berpindahnya orang-orang kota ke wilayah pedesaan serta banyak
dibangunnya perumahan di dekat atau di daerah pedesaan sehingga banyak pendatang yang latar
belakangnya bukan orang Jawa juga berpengaruh terhadap menurunnya intensitas pemakaian bahasa
Jawa. Pergaulan kita dengan orang yang tidak bisa berbahasa Jawa mau tidak mau memaksa kita
untuk menyesuaikan dengan mereka dalam kita berkomunikasi.
Pada kenyataannya memang sebagian masih ada yang berkomunikasi menggunakan bahasa
Jawa dalam keseharian mereka, tetapi bahasa Jawa yang digunakan hanya bahasa Jawa ragam ngoko.
Ragam krama yang dalam pemakaiannya dapat secara langsung sebagai sarana menghormati lawan
3
bicara kita, tinggal sedikit yang menggunakan. Kenyatan yang banyak terjadi sekarang
adalah orang Jawa yang menggunakan bahasa Jawa khususnya bahasa Jawa ragam krama hanya
orang-orang di pedesaan, sedangkan bagi masyarakat Jawa yang berdomisili di kota sudah jarang
menggunakan bahasa Jawa, bahkan tidak sedikit yang tidak bisa berbahasa Jawa ragam krama.
Sikap kurang positif terhadap bahasa Jawa yang melanda orang tua terutama dari golongan
modern sudah sering kita jumpai.Biasanya mereka lebih menomersatukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa dalam keluarga, yang secara otomatis menganaktirikan bahasa Jawa yang justru merupakan
bahasa ibu (Widada 1993: 37).
Saat ini mata pelajaran bahasa Jawa masih menjadi mata pelajaran muatan lokal wajib di
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan
Jawa Timur. Berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah No. 271 a/103/ I/1994 tanggal 13 juni 1994, untuk tahun ajaran
2005/ 2006 Bahasa Jawa menjadi muatan lokal untuk SMA se-Jawa Tengah. Keberadaan mata
pelajaran bahasa Jawa sebagai mata pelajaran muatan lokal yang dalam Ujian Akhir Nasional tidak
diujikan memang kurang mendapat perhatian yang besar dari siswa. Dalam proses
pembelajarannyapun hanya sebagian kecil siswa yang mau memperhatikan dengan sungguh-
sungguh. Di samping itu, dalam lingkungan keluarga dan dalam pergaulan siswa tidak terbiasa
menggunakan bahasa Jawa ragam krama. Di rumah siswa juga terbiasa berkomunikasi menggunakan
bahasa
4
Jawa ngoko atau bahasa Indonesia. Faktor-faktor tersebut itulah yang mempengaruhi
kemampuan berbicara bahasa Jawa siswa khususnya bahasa Jawa ragam krama. Berdasarkan hasil
pengamatan penulis, kondisi seperti ini juga terjadi pada sebagian besar siswa di SMP Negeri 21
Semarang.
Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) sudah mulai dilaksanakan di beberapa
kota di Indonesia. Kurikulum ini tentu saja berlaku untuk semua mata pelajaran termasuk mata
pelajaran bahasa Jawa. Kurikulum 2004 (KBK) menekankan pada pengembangan kemampuan
melakukan (kompetensi) yang dimiliki oleh masing-masing siswa dengan standar performansi atau
penampilan tertentu sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan dalam Garis-garis Besar
Pedoman Pengajaran (GBPP). Selanjutnya kemampuan dan penampilan akan menghasilkan hasil-
hasil yang dapat dirasakan oleh siswa berupa penguasaan.
Pelaksanaan kurikulum 2004 (KBK) mata pelajaran bahasa Jawa berbeda dengan
pelaksanaan Kurikulum 1994. Dalam kurikulum 2004 (KBK), guru hanya sebagai fasilitator dan
motivator bagi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Untuk itu guru harus pandai memilih
metode pembelajaran yang tepat dan dapat merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Mata pelajaran bahasa Jawa kurikulum 2004 lebih menekankan pada penguasaan empat keterampilan
berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Siswa tidak lagi
menghafalkan teori-teori yang diberikan oleh guru melalui ceramah, tetapi siswa dituntut untuk bisa
menerapkan dan mengaitkannya dengan kehidupan
5
nyata. Jadi dari pembelajaran bahasa Jawa di sekolah, diharapkan siswa mencapai
kompetensi-kompetensi tertentu dan mampu memanfaatkannya dalam kehidupan mereka. Dan yang
paling utama adalah siswa mampu berbahasa Jawa dengan baik dan benar sesuai dengan konteksnya.
Begitu juga dengan pelajaran sastra, siswa tidak hanya menghafalkan teori sastra atau hasil-
hasil sastra Jawa saja, tetapi harus mampu menyimak, berbicara, membaca dan menulis karya sastra,
serta mengerti dan dapat mengambil manfaat dari isi serta pesan dalam karya sastra Jawa.
Keempat keterampilan tersebut memang saling berkaitan, tetapi dalam kehidupan sehari-hari
orang lebih sering menggunakan keterampilan berbicara dan mendengarkan atau menyimak daripada
membaca dan menulis. Kemampuan berbicara khususnya bahasa Jawa ragam krama saat ini
sangatlah kurang, ini terlihat dari intensitas pemakaiannya yang mulai berkurang. Bahasa Jawa
krama lebih jarang digunakan daripada bahasa Jawa ngoko karena bahasa Jawa krama dianggap lebih
sulit. Hal lain yang menyebabkan bahasa Jawa krama jarang digunakan adalah anggapan bahwa
dengan menggunakan Bahasa Jawa krama akan membuat jarak atau mengurangi keakraban
seseorang dan akan memisah-misahkan orang secara status sosial. Padahal anggapan itu tidaklah
benar, bahasa Jawa krama digunakan sebagai pengungkapan rasa hormat kepada seseorang yang
dihormatinya. Oleh karena itu, keterampilan berbicara khususnya bahasa Jawa krama sangatlah
penting untuk ditingkatkan. Melihat kenyataan bahwa bahasa Jawa krama sudah jarang digunakan
untuk berkomunikasi, penulis
6
sebagai seorang calon guru berusaha untuk mencari cara untuk meningkatkan keterampilan
berbicara bahasa Jawa krama, khususnya bagi siswa di SMP Negeri 21 Semarang.
Untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jawa krama, guru tidak mungkin
memberikan teori dengan berceramah kepada siswa. Akan tetapi siswa harus mengalami sendiri
menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk membiasakan diri bukan menghafal. Oleh sebab itu
penulis mencoba untuk menggunakan metode sosiodrama dan bermain peran dalam meningkatkan
keterampilan berbicara bahasa Jawa krama khususnya bagi siswa kelas IIB SMP Negeri 21
Semarang.
Salah satu keunggulan metode sosiodrama dan bermain peran antara lain, dengan metode ini
siswa dapat merasakan berbagai macam peristiwa secara langsung, karena kadang-kadang banyak
peristiwa psikologis atau sosial yang sukar bila dijelaskan dengan kata-kata belaka. Maka perlu
didramatiskan, atau siswa dipartisipasikan untuk berperan dalam peristiwa psikologis atau sosial
tersebut. Dengan metode ini siswa secara langsung menggunakan bahasa Jawa krama untuk
berkomunikasi, meskipun hanya dalam sebuah peran tertentu. Jika membelajarkan berbicara bahasa
Jawa krama tidak melalui praktek langsung, siswa akan mengalami kesulitan dalam berbicara bahasa
Jawa krama.
Berdasarkan pertimbangan dan kenyataan di lapangan mengenai betapa rendahnya
keterampilan siswa dalam berbicara bahasa Jawa krama serta metode sosiodrama dan bermain peran
yang diharapkan dapat
7
meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jawa krama, maka penulis menentukan
penelitian ini dengan judul Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Dengan
Metode Sosiodrama dan Bermain Peran Pada Siswa Kelas IIB SMP Negeri 21 Semarang Tahun
Pelajaran 2004/2005.