Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIK

Disusun Oleh :
dr. Muthia Ayu Aztari

Pembimbing :
dr. Ade Fitra
dr. Lidyawati

Narasumber :
dr. Gumar Jaya Saleh, Sp.BS

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
2016/2017

BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas
Nama : Tn. MG
Tempat, Tanggal lahir : 02 Maret 1972
Umur : 44 thn
Alamat : Bengkong
Suku bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Satpam
Pendidikan terakhir : SMA
No.Rekam Medis : 37-78-67
Tanggal masuk : 18 Januari 2017
Tanggal pemeriksaan : 18 Januari 2017
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Lemah anggota gerak sebelah kiri sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSOB dengan keluhan lemah anggota gerak sebelah kiri sejak 1 hari
SMRS. Menurut keterangan istrinya, pasien tiba-tiba terjatuh dan bicara pasien menjadi tidak
jelas saat sedang memindah-mindahkan barang dirumah. Pasien terjatuh dengan posisi badan
sebelah kiri terhantuk ke lantai. Pasien mengaku sadar ketika terjatuh.selain itu pasien juga
mengaku pandangannya menjadi buram. Menurut istri, sebelum terjatuh, kondisi pasien baik-
baik saja, keluhan sakit kepala, pusing, mual, muntah, muntah proyektil, tangan dan kaki
kesemutan, kejang dan riwayat trauma sebelumnya tidak ada.
Pada awalnya, sekitar 15 menit setelah terjatuh pasien dibawa ke IGD RS Awal Bross,
kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan CT Scan. Oleh dokter, pasien
disarankan untuk dirawat, namun karena alasan biaya, keluarga pasien memilih untuk
membawa pasien pulang dan tidak melanjutkan pengobatan di RS. Selama 1 hari dirumah
pasien tidak dapat makan dan minum sehingga pasien terlihat semakin lemas, sehingga
pasien dibawa ke RSOB.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi sejak 20 tahun yang lalu, namun pasien tidak
pernah minum obat untuk mengontrol hipertensi. Pasien mengaku menggunakan obat-obat
tradisional untuk mengatasi hipertensi. Riwayat stroke sebelumnya disangkal, riwayat DM
disangkal. Pasien mengaku meliki riwayat kolesterol sejak 10 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga


Orang tua pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi. Ayah pasien memiliki riwayat stroke,
dan sudah meninggal. Kakak pasien memiliki riwayat stroke sekitar 2 tahun yang lalu.

Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien tinggal di rumah bersama istri dan 2 orang anaknya di Bengkong dengan status
pendidikan SMA. Sejak 6 bulan yang lalu, pasien sudah berhenti merokok, namun
sebelumnya pasien biasa merokok 1-2 bungkus perhari selama 30 tahun. Pasien bekerja
sebagai satpam di gudang LPG sekupang, dan bekerja 8-9 jam perhari, dan istri pasien
merupakan ibu rumah tangga.

Riwayat Gizi
Makan 3x/hari dengan porsi cukup. Pasien mengaku sering mengonsumsi makan makanan
berlemak, berminyak dan jarang makan sayur serta buah-buahan.

1
1.3 Pemeriksaan Fisik (Tanggal pemeriksaan: 18 Januari 2017)
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Apatis
Tekanan Darah : 183/110 mmHg
Frekuensi Nadi : 90 kali/menit, teraba kuat, reguler, isi cukup
Frekuensi Pernapasan : 18 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
SpO2 : 99%
Suhu : 36,70C

Status Generalis
Kesan gizi : Berlebih
Habitus : Piknikus
Berat badan : 96 kg
Tinggi badan : 175 cm
Indeks massa tubuh : 31.35 kg/m2 (Obesitas)
Kulit : Tidak tampak ada kelainan
Kepala : Normosefal, tidak ada deformitas
Mata : Pupil isokor,diameter 3 mm/3 mm, Refleks cahaya langsung +/+,
Refleks cahaya tidak langsung +/+, Konjungtiva anemis -/-, Sklera
ikterik -/-,
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada sekret
Tenggorok : Uvula ditengah, Tonsil T1/T1, Arkus faring simetris, Faring tidak
hiperemis
Gigi dan Mulut : Bibir tampak kering, oral hygine baik
Telinga : Tidak ada deformitas, tidak ada sekret
Leher : Tiroid tidak membesar, JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar
Thoraks
- Paru : Gerakan dada simetris, sonor pada kedua lapang paru, suara nafas
vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
- Jantung : Bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, BU (+) normal, timpani (+), supel, tidak teraba masa, nyeri

tekan tidak ada

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 , edema pitting di kedua kaki (-)/(-)

Status Neurologis ( 18 Januari 2017)


1. Tanda-tanda Perangsangan Meningen
Kaku Kuduk : -
Brudzinski I :-
Kernig :-
Brudzinski II : -
Laseque :-
2
2. Gangguan Saraf Otak
N. I (Olfaktorius)
Penciuman (Kualitas) : Sulit dinilai
N. II (Optikus)
Visus (kasar) : Menurun/menurun
Lihat warna : Baik/Baik
Kampus (Konfrontasi) : Baik/Baik
Funduskopi : Tidak dilakukan
N. III, IV, VI (Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusen)
Sikap Bola Mata = Simetris
- Ptosis : -/-
- Strabismus : -/-
- Nistagmus : -/-
- Eksoptalmus : -/-
- Enoptalmus : -/-
- Diplopia : -/-
- Deviasi Konjugee : -/-
Pergerakan Bola Mata
- Lateral Kanan : Baik
- Lateral Kiri : Baik
- Atas : Baik
- Bawah : Baik
- Berputar : Baik
Pupil
- Bentuk : bulat, 3 mm/ 3mm
- Isokor : isokor
- Refleks Cahaya
Langsung : (+) kanan = kiri
Konsensual : (+) kanan = kiri
- Refleks Akomodasi : (+) kanan = kiri
N.V (Trigeminus)
Motorik
Membuka Mulut : Baik
Gerakan Rahang : Baik
3
Kekuatan gigitan : Baik
Sensorik
Rasa Raba : Kanan > kiri
Rasa Nyeri : Kanan > kiri
Rasa suhu : Tidak dilakukan

Reflex
Reflex kornea : +/+
Reflex maseter : -
N VII (Fasialis)
Sikap Wajah (dlm istirahat) : Asimetris
Angkat Alis : Baik
Kerut Dahi : Baik
Kembung Pipi : Baik
Menyeringai : Sulcus nasolabialis mendatar di kiri
N.VIII (Vestibulokokhlear) :
Test gesek jari : +/+
Test berbisik :+/+
Nistagmus : -/-
Tes Rinne : +/+
Tes Weber : Tidak ada lateralisasi
Tes Swabach : Sama dengan pemeriksa
N.IX, X (Glossofaringeus, Vagus) :
Uvula : sulit dinilai
Arcus faring : sulit dinilai
Palatum molle : sulit dinilai
Disfoni : (-)
Disfagi : (+)
Disarthria : (-)
N. XI (Asesorius) :
Menoleh kanan dan kiri : baik
Angkat bahu :baik
N.XII (Hipoglosus) :
Sikap lidah dalam mulut : deviasi ke kanan
4
Julur lidah : deviasi ke kiri
Gerakan lidah : tidak dapat digerakkan
Tenaga otot lidah : sulit dinilai
Tremor :
Fasikulasi :
Atrofi :-
3. Motorik
Derajat kekuatan otot : 5555 1111
5555 1111
Tonus otot : normotoni
Trofi otot : eutrofi
Gerakan spontan abnormal :
Tremor :
Khorea :
Atetosis :
Balismus :
Diskinesia :
Mioklonik :
4. Refleks
Fisiologis
Biseps : ++ / ++
Triseps : ++ / ++
KPR : ++ / ++
APR : ++ / ++
Patologis
Babinski :-/-
Chaddock :-/-
Oppenheim :-/-
Gordon :-/-
Schaeffer :-/-
Hofman Trommer : - / -
Klonus Lutut :-/-
Klonus Kaki :-/-

5
5. Sensibilitas
Eksteroseptif
- Rasa raba : Kanan > kiri
- Rasa nyeri : Kanan > kiri
- Rasa suhu : tidak dilakukan
Proprioseptif
- Rasa arah : sulit dinilai
- Rasa sikap : sulit dinilai
- Rasa getar : Tidak dilakukan
6. Vegetatif
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
7. Fungsi Luhur
Memori : Baik
Bahasa : Afasia motorik
Afek dan Emosi : Baik
Visuospasial : Baik
Kognitif : Baik

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
DARAH PERIFER LENGKAP (18/1/17)
Parameter Hasil Nilai Normal
HB 15.4 11.0 16.5 g/dl
RBC 5.84 3.8 - 5.8 10^6/uL
HCT 46.3 35.0 50.0 %
MCV 79.3 80.0 - 97.0 fL
MCH 26.4 26.5 33.5 pg
MCHC 33.3 31.5 35.0 g/dL
RDW-CV 13.7 10.0 -15.0 %
Leukosit 10.61 4 11 10^3/uL
Eosinofil 3.4 05%
Basofil 1.3 01%
Neutrofil 69.3 46 75 %
Limfosit 17.0 17 48 %

6
Monosit 8.7 4 10 %
Trombosit 237 150 450 10^3/uL
GDS 109 70 110 mg/dL

ELEKTROLIT
Parameter Hasil Nilai Normal

Natrium 144 135 147 mEq/l

Kalium 2,7 3,5 - 5 mEq/L

Chlorida 102 94-111 mEq/L

KIMIA DARAH

Parameter Hasil Nilai Normal

Ureum 24.3 10 50 mg/dl

Kreatinin 1.31 0,7 1,2 mg/dl

1.4.2 Elektrokardiografi (18 Januari 17)

7
Kesan :
Sinus Rhythm, Normoaxis, HR 90 x/m, PR 0.16 ms, QRS 0.12ms, ST depresi I, aVL, V5,
V6, gel R pada V6 >26mm.
Kesimpulan : EKG sinus rhytm normoaxis dan LVH strain.
1.4.3 Rontgent Thoraks (18 Januari 17)

Kesan :
Tidak tampak kelainan pada jaringan lunak, tulang intak, tidak tampak penebalan corakan
bronkovaskular, jantung dalam batas normal.

1.4.4 CT-Scan Kepala (18 Januari 17)

8
Kesan :
Terdapat lesi hiperdens ukuran 3cm x 2cm pada hemisfer sinistra.
1.5 Ringkasan
Laki-laki, 44 tahun mengeluhkan hemiparese sinistra dan bicara pelo sejak 1 hari SMRS,
keluhan dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang memindah-mindahkan barang di rumah.
Menurut istrinya, pasien tiba-tiba terjatuh, dengan posisi badan sebelah kiri terhantuk ke
lantai. Keluhan sakit kepala, pusing, mual, muntah, muntah proyektil, tangan dan kaki
kesemutan, kejang dan riwayat trauma sebelumnya tidak ada. Pasien memiliki riayat
hipertensi tidak terkontrol sejak 20 thn yang lalu, riwayat keluarga dengan hipertensi dan
stroke. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran apatis, TD 183/109 mmgH, dan pada
pemeriksaan neurologis didapatkan lateralisasi dengan kekuatan motorik kedua ekstemitas
sinistra 1111/1111. Pada pemeriksaan CT-Scan kepala, dikonfirmasi adanya perdarahan
intrakranial hemisfer dekstra.
1.5 Diagnosis
- Hemiparese sinistra ec stoke hemoragik
- HT gr II
- Hipokalemi

1.6 Tatalaksana
Rencana pengobatan:
Tatalakasana awal IGD :
IVFD NaCl 0.9 % 500cc/ 24 jam
Konsul dr. Gumar, Sp.BS
Terapi konservatif :
IVFD sorbitol / 8jam
Inj. Manitol 3 x 100 cc iv
Inj.fenitoin 1 x 100mg iv
Inj. citicolin 3 x 1000mg iv
Inj. deksketoprofen 2 x 25mg iv
Inj. Asam traneksamat 3 x 500mg iv,
Inj. Omeprazol 2 x 40mg iv
Konsul dr. Afdhalun :
Observasi, bila TD >200 beri nicardipine mulai 0,5 mcg/KgBB/mnt
KCL 50 meq dalam RL 500cc/ 8 jam

9
1.7 Follow Up
Tanggal Subjective Objective Assessment Plan
19/1/ 17 Lemah anggota Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj. Manitol 3 x 100 cc iv
gerak sebelah kiri TD : 180/100 sinistra ec
- Inj.fenitoin 1 x 100mg iv
(+), pandangan mmHg, stroke - Inj. citicolin 3 x 1000mg iv
- Inj. deksketoprofen 2 x
buram (+). HR 99x/mnt, S hemoragik
25mg iv
- HT gr II
36C, RR 20x/mnt - Inj. Asam traneksamat 3 x
500mg iv,
Kekuatan motorik :
- Inj. Omepraol 2 x 40mg iv
5555 1111
5555 1111
20/1/17 Pasien gelisah, Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj. Manitol 3 x 100 cc iv
Lemah anggota TD 180/80 mmHg, sinistra ec
- Inj.fenitoin 1 x 100mg iv
gerak sebelah kiri HR 89x/mnt, S stroke - Inj. citicolin 3 x 1000mg iv
- Inj. deksketoprofen 2 x
(+), pandangan 36.3 C, RR hemoragik
25mg iv
- HT gr II
buram (+). 20x/mnt - Inj. Asam traneksamat 3 x
500mg iv,
Kekuatan motorik :
- Inj. Omepraol 2 x 40mg iv
5555 1111
5555 1111

LAB Elektrolit
Na : 135 mEq/l
K : 3.1 mEq/ l
Clor : 98 mEq/l
21/1/17 Pasien gelisah, Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj. Manitol 3 x 100 cc iv
lemah anggota TD 200/140 sinistra ec
- Inj.fenitoin 1 x 100mg iv
gerak sebelah kiri mmHg, HR stroke - Inj. citicolin 3 x 1000mg iv
- Inj. deksketoprofen 2 x
(+), pandangan 87x/mnt, S 36.9 C, hemoragik
25mg iv
- HT gr II
buram (+) RR 16x/mnt - Inj. Asam traneksamat 3 x
500mg iv,
Kekuatan motorik :
- Inj. Omepraol 2 x 40mg iv
5555 1111 - Amlodipine 2 x 5mg
5555 1111
22/1/17 Pasien merasa Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj. Manitol 3 x 100 cc iv
gelisah TD 180/120mmHg, sinistra ec
- Inj.fenitoin 1 x 100mg iv
Anggota gerak HR 84x/mnt, S stroke - Inj. citicolin 3 x 1000mg iv
- Inj. deksketoprofen 2 x
sebelah kiri lemah 37.3 C, RR hemoragik

10
(+), pandangan 18x/mnt - HT gr II 25mg iv
- Inj. Asam traneksamat 3 x
buram (+) Kekuatan motorik :
500mg iv,
5555 1111 - Inj. Omepraol 2 x 40mg iv
- Alprazolam 2x 0.25 mg
5555 1111
- Amlodipine 2 x 5mg
23/1/17 Pasien merasa Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj. Manitol 3 x 100 cc iv
gelisah TD 130/80mmHg, sinistra ec
- Inj.fenitoin 1 x 100mg iv
Anggota gerak HR 82x/mnt, S stroke - Inj. citicolin 3 x 1000mg iv
- Inj. deksketoprofen 2 x
sebelah kiri lemah 37.1 C, RR hemoragik
25mg iv
- HT gr II
(+), pandangan 18x/mnt - Inj. Asam traneksamat 3 x
500mg iv,
buram (+). Kekuatan motorik :
- Inj. Omepraol 2 x 40mg iv
5555 1111 - Alprazolam 2 x 0.25 mg
- Amlodipine 2 x 5mg
5555 1111
24/1/17 Pasien merasa Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj. Manitol 3 x 100 cc iv
gelisah TD 130/80mmHg, sinistra ec
- Inj.fenitoin 1 x 100mg iv
Anggota gerak HR 79x/mnt, S stroke - Inj. citicolin 3 x 1000mg iv
- Inj. deksketoprofen 2 x
sebelah kiri lemah 36.9 C, RR hemoragik
25mg iv
- HT gr II
(+), pandangan 16x/mnt - Inj. Asam traneksamat 3 x
500mg iv,
buram (+) Kekuatan motorik :
- Inj. Omepraol 2 x 40mg iv
5555 1111 - Alprazolam 2 x 0.25 mg
- Amlodipine 2 x 5mg
5555 1111
25/1/17 Pasien merasa Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj. Manitol 3 x 100 cc iv
gelisah TD 150/90mmHg, sinistra ec
- Inj.fenitoin 1 x 100mg iv
Anggota gerak HR 100x/mnt, S stroke - Inj. citicolin 3 x 1000mg iv
- Inj. deksketoprofen 2 x
sebelah kiri lemah 36.5 C, RR hemoragik
25mg iv
- HT gr II
(+) 20x/mnt - Inj. Asam traneksamat 3 x
500mg iv,
Kekuatan motorik :
- Inj. Omepraol 2 x 40mg iv
5555 1111 - Alprazolam 2 x 0.25 mg
- Amlodipine 2 x 5mg
5555 1111
26/1/17 Lemah anggota Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj. Manitol 3 x 100 cc iv
gerak sebelah kiri TD 160/100mmHg, sinistra ec
- Inj.fenitoin 1 x 100mg iv
(+) HR 86x/mnt, S stroke - Inj. citicolin 3 x 1000mg iv
- Inj. deksketoprofen 2 x
36.3 C, RR hemoragik
25mg iv
- HT gr II
16x/mnt - Inj. Asam traneksamat 3 x
500mg iv,
Kekuatan motorik :
- Inj. Omepraol 2 x 40mg iv

11
5555 1111 - Alprazolam 2 x 0.25 mg
- Amlodipine 2 x 5mg
5555 1111

DARAH PERIFER LENGKAP (26/1/17)


Parameter Hasil Nilai Normal
HB 14.1 11.0 16.5 g/dl
RBC 5.32 3.8 - 5.8 10^6/uL
HCT 41.7 35.0 50.0 %
MCV 78.4 80.0 - 97.0 fL
MCH 26.5 26.5 33.5 pg
MCHC 33.8 31.5 35.0 g/dL
RDW-CV 13.3 10.0 -15.0 %
Leukosit 10.77 4 11 10^3/uL
Eosinofil 3.0 05%
Basofil 0.6 01%
Neutrofil 74.4 46 75 %
Limfosit 10.5 17 48 %
Monosit 11.5 4 10 %
Trombosit 148 150 450 10^3/uL

Tanggal Subjective Objective Assessment Plan


27/1/ 17 Lemah anggota Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj. Manitol 3 x 100 cc
gerak sebelah kiri TD : 180/110 mmHg, sinistra ec
iv
(+) HR 100x/mnt, S 37.5C, stroke - Inj.fenitoin 1 x 100mg
iv
RR 20x/mnt hemoragik
- Inj. citicolin 3 x
- HT gr II
Kekuatan motorik : 1000mg iv
- Inj. deksketoprofen 2
5555 1111
x 25mg iv
5555 1111 - Inj. Asam traneksamat
3 x 500mg iv,
- Inj. Omepraol 2 x
40mg iv
- Alprazolam 2 x 0.25
mg
- Amlodipine 2 x 5mg
28/1/17 Pasien gelisah, Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj. Manitol 3 x 100 cc
Lemah anggota TD 100/60 mmHg, HR sinistra ec
iv
gerak sebelah kiri 89x/mnt, S 36.3 C, RR stroke - Inj.fenitoin 1 x 100mg
iv

12
(+), 20x/mnt hemoragik - Inj. citicolin 3 x
- HT gr II 1000mg iv
Kekuatan motorik :
- Inj. deksketoprofen 2
5555 1111 x 25mg iv
- Inj. Asam traneksamat
5555 1111
3 x 500mg iv,
- Inj. Omeprazol 2 x
40mg iv
- Alprazolam 2 x 0.25
mg
- Amlodipine 2 x 5mg

DARAH PERIFER LENGKAP (28/1/17)


Parameter Hasil Nilai Normal
HB 13.3 11.0 16.5 g/dl
RBC 4.97 3.8 - 5.8 10^6/uL
HCT 39.3 35.0 50.0 %
MCV 79.1 80.0 - 97.0 fL
MCH 26.8 26.5 33.5 pg
MCHC 33.8 31.5 35.0 g/dL
RDW-CV 13.4 10.0 -15.0 %
Leukosit 16.73 4 11 10^3/uL
Eosinofil 0.5 05%
Basofil 0.2 01%
Neutrofil 76.2 46 75 %
Limfosit 7.9 17 48 %
Monosit 15.2 4 10 %
Trombosit 159 150 450 10^3/uL
Tanggal Subjective Objective Assessment Plan
29/1/ 17 Pasien gelisah Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol / 8jam
- Inj.fenitoin 1 x 100mg
Lemah anggota TD : 140/100 mmHg, sinistra ec
iv
gerak sebelah kiri HR 89x/mnt, S 37C, stroke - Inj. citicolin 3 x
1000mg iv
(+) RR 18x/mnt hemoragik
- Inj. deksketoprofen 2
- HT gr II
Kekuatan motorik : x 25mg iv
- Inj. Asam traneksamat
5555 1111
3 x 500mg iv,
5555 1111 - Inj. Omepraol 2 x
40mg iv
- Alprazolam 2 x 0.25
mg
- Amlodipine 2 x 5mg

13
30/1/17 Pasien gelisah, Kes : CM - Hemiparese - IVFD sorbitol /8jam
- Inj. Omeprazole 2 x
Lemah anggota TD 145/90 mmHg, HR sinistra ec
40mg
gerak sebelah kiri 89x/mnt, S 36.3 C, RR stroke
- Amlodipine 2 x 5mg
(+), 20x/mnt hemoragik
- HT gr II
Kekuatan motorik :
5555 3333
5555 3333

31/1/17 Lemah anggota Kes : CM - Hemiparese ACC Pulang


gerak sebelah kiri TD 140/80 mmHg, HR sinistra ec
(+) 87x/mnt, S 36.9 C, RR stroke
16x/mnt hemoragik
- HT gr II
Kekuatan motorik :
5555 3333
5555 3333

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Otak
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges
terdiri dari 3 lapisan :
1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan bersifat
tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang tengkorak. Berfungsi untuk
melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis.
2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri dari lapisan
yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang
14
subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi
untuk melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan melekat
langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah. Berfungsi untuk
melindungi otak secara langsung.
Otak dibagi kedalam lima kelompok utama, yaitu :
1. Telensefalon (endbrain), terdiri atas:
Hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal ganglia
dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus klaustrum dan
amigdala.
2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus, dan
hipotalamus.
3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina yang memiliki dua kolikulus yaitu
kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari tegmentum yang terdiri dari
nucleus rubra dan substansia nigra
4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata
5. Cerebellum

Kebutuhan energy oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena out aliran
darah ke otaj harus berjalan lancar. Adapun pembuluh darah yang memperdarahi otak
diantaranya adalah :
1. Arteri Karotis ;
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari
arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika.
15
Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan taring. Cabang dari
arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media, memperdarahi struktur-struktur di
daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater. Arteri
karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus
karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususnya berespon
terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang secara reflex mempertahankan suplai
darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum,
menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media adalah lanjutan
langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum
bercabang-cabang arteri karotis interna mempercabangkan arteri ophtalmica yang
memperdarahi orbita. Arteri serebri anterior menyuplai darah pada nucleus kaudatus,
putamen, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus
frontalis dan parietalis.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis
dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis dan postsentralis.

2. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang sama.
Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata, sedangkan arteri
subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata.
Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi
sebagian diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis dan
organ-prgan vestibular.

3. Sirkulus Arteriosus Willisi


Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh pembuluh-
pembuluh darah anastomosis ya itu sirkulus arteriosus willisi.

16
2.2 Fisiologi Otak
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area Wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target
organ.

Otak dibagi menjadi beberapa bagian :


1. Cerebrum
Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu 7/8 dari otak.
Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang berfungsi mengatur
kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar belahan kanan yang berfungsi
mengatur kegiatan organ tubuh bagian kiri.
Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan sel saraf.
Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang bayak mengandung dendrite dan neurit.
Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik yang menerjemahkan impuls
17
menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik yang berfungsi mengendalikan koordinasi
kegiatan otot rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan,
memori, kecedasan, nalar/logika, kemauan.
Mempunyai 4 macam lobus yaitu :
Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba.
Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran
Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan.
Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori, kemauan, nalar,
sikap.
1. Mesencephalon
Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan varol.
Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan pupil mata
dan pendengaran.
2. Diencephalaon
Merupakan bagia otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di depan
mesencephalon.
Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk pemancar bagi impuls yang sampai di otak
dan medulla spinalis.
Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat pengaturan suhu
tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh, rasalapar, sexualitas, watak, emosi.
3. Cerebellum
Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar. Berfungsi
sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan keseimbangan tubuh
serta posisi tubuh.
Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan belahan
cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan varoli yang berfungsi
untuk menghantarkan impuls dari otot-otot belahan kiri dan kanan.
4. Medulla oblongata
Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak.
Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla spinalis, di
depan cerebellum.

18
Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih dan bagian
medulla terdiri dari bdan sel saraf dengan warna kelabu.
Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung, penyempitan dan
pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat pencernaan, menelan, batuk,
bersin,sendawa.
5. Medulla spinalis
Disebut denga sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas tulang
belakang yaitu ruas tulang leher sampaia dengan tulang pinggang yang kedua.
Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari organ ke otak
dan dari otak ke organ tubuh.

2.3 Stroke Hemoragik


2.3.1 Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak [3]

2.3.2 Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan. [2] Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang
sepertiganyaakan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan
hidup dengan kekacauan, d a n s e p e r t i g a s i s a n y a d a p a t s e m b u h k e m b a l i
seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai
pen yebab kematian mencapai 9% (se kitar 4 juta)dari total kematian per
[4]
tahunn ya.
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada
s t r o k e iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya. S e l a i n itu ada sekitar 40-80%

19
a k h i r n y a meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal
pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita
dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun.
Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-
lakimenunjukkan outcome yang lebih buruk. [2]

2.3.3 Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:[5]
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi
a r t e r i veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis

2.3.4 Faktor Resiko Stroke Hemoragik


Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam table berikut : [6]
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,

20
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial

21
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas

22
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan

23
arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

2.3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik


A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa
orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan
perdarahan.[6]
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka,
tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.[6]

B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.[6]
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu.[6]

24
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.[6]

2.3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh
menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya.[7]
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.[7]
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus
lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.
[7]

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik


kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan

25
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.
[7]

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial


dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.[7]
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.[7]
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:[7]
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).

2.3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke

26
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.[2]
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.[2]
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.[2]

A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.[8]

B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)

27
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: [2,8]
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)
dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah
dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti

28
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau
memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

2.3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi
secara mendadak. [1]
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.[9]

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai


perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. [10]
Sistem grading yang dipakai antara lain :


Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

29
Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi
awal
V Koma


WFNS SAH grade
WFNS grade GCS Score Major facal deficit
0
1 15 -
2 13-14 -
3 13-14 +
4 7-12 + or -
5 3-6 + or -

Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya
aneurisma. [10]
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa. [2]
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.2

30
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.2
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:
Siriraj Hospital Score [11]

Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,


meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic
Attack (TIA).2

2.3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


2.3.9.1 Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat 12
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis

31
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka
evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat. Evaluasi
gejala dan klinik stroke akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko
stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).12
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu
tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat
kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan
ekstremitas.12
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara
jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale).12

2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan 12
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien
dengan defisit neurologis yang nyata.
Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%.1
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.
Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia.
Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen
Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.

32
b. Stabilisasi Hemodinamik12
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk
memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan
dan nutrisi.
Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan Darah
pada Stroke Akut)
Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka
obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis
sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik
berkisar 140 mmHg.
Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
B).
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus
dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence C).
3. Pemeriksaan Awal Fisik Umum 12
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal:
a. Derajat kesadaran
b. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
c. Keparahan hemiparesis

4. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)12


a. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis

33
pada hari-hari pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B).
b. Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA, Class V,
Level of evidence C).
c. Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
d. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :
- Tinggikan posisi kepala 200 - 300
- Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolernia
- Osmoterapi atas indikasi:
Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6
jam dengan target 310 mOsrn/L.. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2
kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
- Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.
- Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat
dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator.
Agen nondepolarized seperti vencuronium atau pancuronium yang sedikit
berefek pada histamine dan blok pada ganglion lebih baik digunakan.
Pasien dengan kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan relaksan otot
sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternative.
- Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan
tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan
kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.
- Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar.

34
- Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan
nyawa dan memberikan hasil yang baik.

5. Penanganan Transformasi Hemoragik12


Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimptomatik. 1
Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan,
antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan
darah arterial secara hati-hati.1

6. Pengendalian Kejang 12
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh
fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit.
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang
tidak dianjurkan 1
Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada
kejang selama pengobatan 1

7. Pengendalian Suhu Tubuh


Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya. Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC
1 atau 37,5 oC.
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter
ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi
meningitis.
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic .1

35
2.3.9.2 Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga neurologis. Pada
sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan
ESO 2009) merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke
akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di
bawah ini.12
1. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200 mmHg atau
Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan
tekanan darah setiap 5 menit.
2. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral 60 mmHg.
3. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan
darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140
mmHg masih diperbolehkan.1
4. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.
5. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral.
6. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan
esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan
dalam upaya diatas.
7. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
8. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang.

36
9. Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke
perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160
mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS
dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual,
tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan
komorbiditas kardiovaskular.
10. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien
apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan
bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
11. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat
dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal, tetapi
target rentang tekanan darah belum jelas.
12. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut
dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam
pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)12


a. Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopenia berat sebaiknya
mendapat erapi penggantian factor koagulasi atau trombosit
b. Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan
oral sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi mendapat terapi untuk menggganti
vitamin K-dependent factor dan mengkoreksi INR, serta mendapat vitamin K
intravena. Konsentrat kompleks protrombin tidak menunjukkan perbaikan keluaran
dibandingkan dengan Fresh Frozen Plasma (FFP). Namun, pemberian konsentrat
kompleks protrombin dapat mengurangi komplikasi dibandingkan dengan FFP dan
dapat dipertimbangkan sebagai alternative FFP.
c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut:
d. Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR dan diberikan
dalam waktu yang sma dengan terapi yang lain karena efek akan timbulPasien dengan
GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan intraserebral disertai kompresi
batang otak masih mungkin untuk life saving 6 jam kemudian. Kecepatan pemberian
<1 mg/menit untuk meminimalkan risiko anafilaksis.

37
e. FFP 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi factor pembekuan darah bila
ditemukan sehingga dengan cepat memperbaiki INR atau aPTT. Terapi FFP ini untuk
mengganti pada kehilangan factor koagulasi.2,3,4
f. Faktor VIIa rekobinan tidak mengganti semua factor pembekuan, dan walaupun INR
menurun, pembekuan bias jadi tidak membaik. Oleh karena itu, factor VIIa
rekombinan tidak secara rutin direkomendasikan sebagai agen tunggal untuk
mengganti antikoagulan oral pada perdarahan intracranial. Walaupun factor VII a
rekombinan dapat membatasi perluasan hematoma pada pasien ICH tanpa
koagulopati, risiko kejadian tromboemboli akan meningkat dengan factor VIIa
rekombinan dan tidak ada keuntungan nyata pada pasien yang tidak terseleksi
g. Kegunaan dari transfuse trombosit pada pasien perdarahan intracranial dengan
riwayat penggunaan antiplatelet masih tidak jelas dan dalam tahap penelitian.
h. Untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien dengan perdarahan intracranial,
sebaiknya mendapat pneumatic intermittent compression selain dengan stoking elastis
i. Setelah dokumentai penghentian perdarahan LMWH atau UFH subkutan dosis rendah
dapat dipertimbangkan untuk pencegahan tromboembolin vena pada pasien dengan
mobilitas yang kurang setelah satu hingga empat hari pascaawitan.
j. Efek heparin dapat diatasi dengan pemberian proamin sulfat 10-50 mg IV dalam
waktu 1-3 menit. Penderita dengan pemberian protamin sulfat perlu pengawasan ketat
untuk melihat tanda-tanda hipersensitif.
Prosedur/ Operasi12
1. Penanganan dan Pemantauan Tekanan Intrakranial
a. Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi transtentorial,atau
dengan perdarahan intraventrikuler yang luas atau hidrosefalus, dapat
dipertimbangkan untuk penanganan dan Pemantauan tekanan intrakranial.
Tekanan perfusi otak 50-70 mmHg dapat dipertahankan tergantung pada status
otoregulasi otak.
b. Drainase ventrikular sebagai tata laksana hidrosefalus dapat di[pertimabngkan
pada pasien dengan penurunan tingakt kesadaran.
2. Perdarahan Intraventikuler
Walaupun pemberian intraventrikuler recombinant tissue-type plasminogen activator
(rTPA) untuk melisiskan bekuan darah intraventrikuler memiliki tingkat komplikasi
yang cukup rendah, efikasi dan keamanan dari tata laksana ini masih belum pasti dan
dalam tahap penelitian.
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 12

38
a. Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
b. Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila:
a. Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
b. PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
c. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
d. Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
39
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang
setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan
klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi
klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1


a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan cerebral
perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
40
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.

5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis
6-12 g/hari.1

6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi

41
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1

8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.1

9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang
dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan 1

42
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression
devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

2.3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi
neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul.
Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari
disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
43
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
2.3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1

44
BAB III
DISKUSI

Pasien didiagnosa dengan stroke hemoragik berdasarkan anmenesis dan pemeriksaan fisik
yang dijumpai. Dari segi jenis kelamin pasien adalah seorang laki-laki usia 44 tahun. Insidens
terjadinya stroke lebih sering terjadi pada lali-laki dibanding dengan wanita terutama pada
usia dibawah 65 tahun, namun pada usia biasanya insidens stroke meningkat pada usia diatas
55 tahun.3
Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan utama berupa kelemahan anggota badan sebelah
kiri secara tiba-tiba saat pasien sedang melakukan aktivitas berupa mengangkat barang-
barang, selain itu pasien juga mengeluh bicara menjadi terganggu , dan pandangan menjadi
tidak jelas/ kabur. Menurut pasien keluhan nyeri kepala, mual, muntah dan riwayat trauma
sebelumnya tidak ada.Pada sebuah perdarahan intaserebral, gejala muncul tiba-tiba, sekitar
50% penderitanya mengalami serangan saat sedang berakitivitas, biasanya serangan berupa
nyeri kepala hebat. Namun pada beberapa orang sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada.
Gejala yang dapat terjadi dapat berupa kelelahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi dan mati
rasa, sering hanya pada satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat bicara atau menjadi
bingung, visi ternganggu atau hilang.8
Penyebab pasti terjadinya stroke hemoragik pada pasien ini belum dapat dipastikan. Namun
faktor resiko jenis kelamin pasien, dimana laki-laki memiliki resiko tinggi mengalami stroke
dibanding perempuan terutama saat usia dibawah 65 tahun. Riwayat hipertensi tidak
terkontrol selama 20 tahun terakhir juga merupakan salah satu predisposisi terjadinya stroke.
Diketahui bahwa berdasarkan beberapa penelitian faktor genetik juga sangat berpengaruh
pada insidens terjadinya stroke hemoragik, ayah pasien mengalami stroke dan sudah
meninggal, kemudian kakak kandung pasien juga pernah mengalami stroke. Bila dilihat dari
kecukupan gizi dan gaya hidup pasien, pasien memiliki berat-badan berlebih dan pada
pengkitungan BMI, pasien masuk pada kategori obesitas. Serta pasien memiliki kebiasaan
makan-makanan berlemak, berminyak dan jarang makan sayur dan buah, pola makan ini
mempengaruhi pada profil lipid pasien, pasien sendiri mengaku memiliki riwayat sakit
kolesterol dan hiperkolesterolemia juga memiliki kaitan penting proses perdarahan
intraserebral atau subarachnoid. Faktor merokok pun juga tidak dapat dilepaskan dari

45
terjadinya stroke, diketahui pasien memiliki riwayat merokok selama 30 tahun terakhir, dan
baru saja berhenti sejak 6 bulan yang lalu.
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya
ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik ,
namun pada pasien ini ditemukan adanya perubahan kesadaran, pasien tampak apatis. Defisit
neurologis fokal, terjadi pada pasien dengan perdarahan intraserebral. Bila terjadi pada
hemisfer yang dominan (kiri) defisit neurologis terjadi pada daerah kiri, dan sebaliknya bila
perdarahan terjadi pada hemisfer yang tidak dominan (kanan) defisit dapat terjadi pada
daerah kiri. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penurunan kekuatan motorik ekstremitas
kiri. Saat pemeriksaan fisik yang dilakukan di IGD, kekuatan motorik kedua ekstermitas kiri
1111/1111, kelemahan N VII berupa sulcus nasolabialis mendatar disisi kiri, disertai dengan
adanya peningkatan tekanan darah hingga 183/110 mmHg. Hasil pemeriksaan fisik tersebut
memberi kesan kondisi pasien mengarah pada adanya perdarahan intraserebral hemisfer
dekstra.
Penegakkan diagnosa ini dikonfirmasi dengan melakukan beberapa cara; 1). Siriraj Score 1.5,
dari hasil skoring menunjukan kemungkinan terjadinya stroke hemoragik, 2) Pemeriksaan CT
scan non kontras, hterdapat perdarahan intraserebral pada hemisfer dekstra. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan pada pasien ini telah mengkonfirmasi gejala-gejala yang muncul
pada pasien.
Pasien mendapatkan terapi berupa cairan IVFD sorbitol / 8jam sebagai rehidrasi, Inj. Manitol
3 x 100 cc iv diberikan untuk mengendalikan TIK pada pasien, Inj.fenitoin 1 x 100mg iv
diberikan sebagai profilkasis kejang pada pasien stroke perdarahan, Inj. citicolin 3 x 1000mg
iv diberikan pada pasien dengan gejala penurunan kesadaran, Inj. deksketoprofen 2 x 25mg
iv diindikasikan sebagai analgetik pada pasien, Inj. Asam traneksamat 3 x 500mg iv
digunakan untuk mngendalikan perdarahan sebagai antifibrotik, Inj. Omepraol 2 x 40mg iv
untuk mencegah terjadinya stress ulcer akibat pemberian obat-obatan., dan pemantauan
tekanan darah. Terapi ini sesuai dengan standard pengobatan pada pasien-pasien dengan
kodisi seperti ini.
Pada perawatan hari ketiga, terjadi pengingkatan tekanan darah hingga 200/140 mmHg,
sehingga dilakukan pengendalian tekanan darah dengan pemberian amlodipine 5mg PO.
Pemberian amlodipine sebagai cara penatalakansanaa hipetensi pada stroke.
Pasien menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan kesadaran pada 1 hari perawatan di RS,
kesadaran pasienmenjadi kompos mentis. Dan pada hari ke 11 perawatan pasien menunjukan
46
ada nya peningkatan kekuatan motorik pada kedua ekstermitas sinistra, pada follow up pasien
kekuatan motorik ekstermitas sinistra 3333/3333 dan setelah observasi selama 1 hari pasien
diperbolehkan untuk pulang.
Pemberian edukasi kepada pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya perurukan
dikemudaan hari. Edukasi yang diberikan berupa pengaturan pola makan, melakukan gaya
hidup sehat, mengatur berat badan dan menghidari diri dari pemicu stress. Pasien juga
disarankan untuk selalu mengikuti saran dari dokter dan selalu datang ke dokter untuk
melanjutkan pengobatan, sampai pada akhirnya dokter yang memutuskan bahwa pasien
sudah melakukan pengobatan secara lengkap .

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : Februari 19,
2017.
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,
Jakarta. 2006
4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
5. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York.2005
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.
8. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On : Februari 1,
2017
9. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh
dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.p
df/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [Tanggal: 2 Oktober 2012]
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh
dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsA
AFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?
nmid=88307927 [Tanggal: 2 Februari 2017]
11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. [Tanggal: 17 Februari
2017]
48
12. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2011.

49

Anda mungkin juga menyukai