Anda di halaman 1dari 19

SKENARIO 3

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 42


NO NAMA NPM
.
1 PALUPY FARADINA 12700476
2 ULYA AUNIYAH SUCINDA I. 12700478
3 M. FADEL L.H 12700480
4 FEBRIANA DIAH AYU K. 12700482
5 INTAN DWI LISANTI 12700484
6 DWITIYA RIZTIADI NUGRAHA 12700486
7 BAYU SUBHANSYA 12700488
8 ABDUL AZIS 12700490
9 TARBIYATUL ULA IRIBARAM 12700492
10 PUTU ADITYA DWIPAYANA 12700494
11 A GEDE RAMA KAESARA 12700496
12 NI KOMANG AYU TRISYA 12700498

PEMBIMBING TUTOR : Dr. Elizabeth S. Nugraheni

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat,rahmat dan tuntutan-Nyalah sehingga laporan untuk Skenario 2pada
semester 3 ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan ini tidak akan terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya
tanpa bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa,
2. Dr. Elizabeth S. Nugraheni, sebagai pembimbing tutor kelompok 42, dan
3. Teman-teman kelompok 42
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritik sangat diperlukan agar dalam pembuatan laporan
selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Sekian dan terima kasih.

Surabaya, November 2013

Kelompok 42

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
I. Skenario................................................................................................4
II. Kata kunci.............................................................................................4
III. Problem.................................................................................................4
IV. Pembahasan...........................................................................................5
Batasan..............................................................................................5
Anatomi/Histologi/Fisiologi/Patofisiologi/Patomekanisme.............5
Jenis-jenis penyakit yang berhubungan............................................10
Gejala Klinis......................................................................................11
Pemeriksaan Fisik Penyakit..............................................................13
Pemeriksaan Penunjang Penyakit.....................................................14
V. Hipotesis Awal......................................................................................15
VI. Analisis dari Differential Diagnosis......................................................15
Gejala Klinis......................................................................................15
Pemeriksaan Fisik.............................................................................16
Pemeriksaan Penunjang....................................................................16
VII. Hipotesis Akhir.....................................................................................16
VIII.Mekanisme Diagnosis...........................................................................17
IX. Strategi Menyelesaikan Masalah..........................................................18
Penatalaksanaan ...............................................................................18
Prinsip Tindakan Medis ....................................................................19
X. Prognosis dan Komplikasi....................................................................19
Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien/ Keluarga pasien.......19
Tanda untuk Merujuk Pasien.............................................................20
Peran Pasien/ Keluarga untuk Penyembuhan....................................20
Pencegahan Penyakit.........................................................................21

3
I. SKENARIO
WAJAH TERASA MENCONG PADA PIPI KANAN BU AYU

Bu Ayu umur 50 Th, Setelah bangun tidur dalam ruangan yang dingin berAc. Bu
Ayu mengeluh mendadak wajahnya terasa mencong pada pipi kanan dan turunnya wajah
sisi kanan yang terjadi sejak 1 jam yang lalu. Sebelumnya bu Ayu tidak pernah mengalami
trauma kepala. Setelah dibawa oleh suaminya ke dokter. Dan dokter melakukan
pemeriksaan, ternyata bu Ayu mengalami kesukaran menutup kelopak mata kirinya. Pada
lipat nasolabial sisi kirinya lebih licin daripada sisi kanan. Pada sudut bibir bu Ayu juga
mengeluarkan air liur dari sisi kiri mulutnya. Pemeriksaan neurologis selebihnya normal.
Dan tekanan darah bu Ayu normal 120/80 mmhg.

Apa yang terjadi dengan Bu Ayu ?

II. KATA KUNCI


Bagaimana
keadaan BuAkut
Serangan Ayu selanjutnya
mendadak? ( 1 jam yang lalu)
Tidak ada riwayat trauma kepala
penanganan
Bagaimana Sukar menutup
yangmata
perlu di lakukan kepada Bu Ayu ?
Nasolabial
Mengeluarkan air liur
Ada mati rasa

III. PROBLEM
1. Apa yang terjadi dengan keadaan bu Ayu ?
2. Apa yang menyebabkan mati rasa pada pipi kanan bu Ayu ?
3. Bagaimana cara mendiagnosa pasiennya ?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut ?
5. Baaimana pencegahan penyakit ?

IV. PEMBAHASAN
4.1 Batasan
- Bells palsy karena udara dingin dan angin
- Anatomi lintasan nervous fascialis
- Gangguan lintasan nervous fascialis pada bells palsy
- Prinsip dasar penanganan bells palsy

4
4.2 Anatomi/Histologi/Fisiologi/Patofisiologi/Patomekanisme

a. Anatomi

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :


1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m.
levator palpebrae (n.II), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian
posterior dan stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus
salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa
faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula
submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di
dua pertiga bagian depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa
raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus
trigeminus.

Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi


seluruh otot mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus
intermedius Wrisberg yang mengantarkan rasa kecap dari dua pertiga
bagian lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius

5
eksterna. Serabut-serabut kecap pertama-tama melintasi nervus lingual,
yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani
dimana ia membawa sensasi kecap melalui nervus fasialis ke nukleus
traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginnervasi kelenjar
lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar
sublingual serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani.

Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus


abdusens, dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari
dan melewati bagian ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar
dari pons di bagian lateral traktus kortikospinal. Karena posisinya yang
berdekatan (jukstaposisi) pada lantai ventrikel IV, maka nervus VI dan
VII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif.
Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus bersama dengan
nervus akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat
batas anterior vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak
ganglion sensoris yang disebut genikulatum karena sangat dekat dengan
genu. Nervus fasialis terus berjalan melalui kanalis fasialis tepat di
bawah ganglion genikulatum untuk memberikan percabangan ke
ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus superfisial major, dan di
sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius yang
dihubungkan oleh korda timpani. Lalu n. fasialis keluar dari kranium
melalui foramen stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis
dan terbagi menjadi lima cabang yang melayani otot-otot wajah, m.
stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus venter posterior.
Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsy adalah di bagian
perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion
genikulatum. Jika lesinya berlokasi di bagian proksimal ganglion
genikulatum, maka paralisis motorik akan disertai gangguan fungsi
pengecapan dan gangguan fungsi otonom. Lesi yang terletak antara
ganglion genikulatum dan pangkal korda timpani akan mengakibatkan
hal serupa tetapi tidak mengakibatkan gangguan lakrimasi. Jika lesinya

6
berlokasi di foramen stilomastoideus maka yang terjadi hanya paralisis
fasial (wajah).

b. Histologi
NEURON
Unit fungsional baik dalam SPP maupun SST adalah neuron atau sel saraf.
Kebanyakan neuron terdiri atas tiga bagian badan sel, atau perikarion, yang
merupakan pusat trofik atau sintesis atau keseluruhan sel saraf dan juga
dikhususkan untuk menerima stimulasi darilingkungan, sel-sel epitel sensorik,
atau dari neuron lain, yang akson yang merupakan dari suatu prosessus
tunggal yang dikhususkan untuk menciptakan atau hantaran impuls saraf sel-
sel lain (sel saraf,sel otot,dan sel kelenjar) akson dapat juga menerima
informasi dari neuronlain. Informasi ini terutama memodifikasi transmisi
potensial aksi ke neuron tersebut, bagian distal akson umumnya bercabang
dan membentuk percabangan terminal (terminalaburizaltion). Setiap cabang
berakhir pada sel berikutnya berupa pelebaran di sebut bulbusakhir (boutons)
yang berinteraksi dengan neuron atau sel lain neuron, dan membentuk
stuktur yang disebut sinaps. Sinaps meneruskan informasi ke sel berikutnya
dalam sirkuit.
Neuron dan prosessus-prosessusnya memiliki ukuran dan bentuk yang
sangat bervariasi.Badan sel dapat berukuran sangat besar, berdiameter
hingga 150 m. Sel saraf lain termasuk sel terkecil di tubuh, misalnya
badan sel dari sel granula serebelum yang hanya berdiameter 4-5 m.

c. Fisiologi

7
Kemampuan untuk bereaksi terhadap suatu rangsang ialah sifat
fundamental semua organisme hidup. Kelenjar bersekresi, otot
berkontraksi, sillia menyapu dan sel-sel mencerna organisme asing, Dua
buah susunan mengalami spesialisasi untuk memungkinkan organisme
melakukan kooordinasi dan mobilisasi sumber-dayanya sebagai jawaban
terhadap lingkungan dalam dan luarnya. Kedua susunan itu ialah susunan
saraf dan susunan saraf endokrin, dantegrasi. Susunan endokrin ialah
coordinator yang menggunakan messenger kimiawi (agenshomoral atau
hormon) yang di sebarkan lewat aliran darah dari sumbernya dalam suatu
kelenjar endokrin ke tempat kerja di organ sasaran. Reaktivitas susunan
ini lambat tetapi bertahan lama. Susunan saraf ialah juga kordinator yang
menggunakan messenger kimiawi, agens itu sekresi oleh sel saraf ke
dalam celah sinaps yang sempit tempat agens itu bekerja mempengaruhi
sel saraf lain, sel otot atau sel kelenjar.

d. Patofisiologi

8
Terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang
menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi
kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis
fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada
pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik
tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat
menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan
oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear,
nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah
korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan
asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks
motorik primer. nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi
LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau
kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus
abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis
fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis
atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis
LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan
ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).
Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy
adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang
menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini
menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di
ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

4.2 Jenis-jenis penyakit yang berhubungan


Jenis jenis penyakit yang berhubungan antara lain :
1. Bells Palsy

9
Bell's palsy adalah namapenyakit yang menyerang saraf wajah
hingga menyebabkan kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah.
Terjadi disfungsi syaraf VII (syaraf fascialis).Berbeda denganstroke,
kelumpuhan pada sisi wajah ditandai dengan kesulitan menggerakkan
sebagian otot wajah, seperti mata tidak bisa menutup, tidak bisa
meniup,dan sebagainya. Kata Bell's Palsy diambil dari nama seorang
dokter dari abad 19,Sir Charles Bell,orang pertama yang menjelaskan
kondisi ini dan menghubungkan dengankelainan pada saraf wajah.

2. Stroke

Stroke(bahasa Inggris: stroke, cerebrovascular accident, CVA)


adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian
otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah
menyebabkan serangkaian reaksi biokimia,yang dapat merusakkan
atau mematikans el-sel saraf di otak.Kematian jaringan otak dapat
menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu.
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga diAmerika Serikatdan
banyak negara industri diEropa (Jauch, 2005). Bila dapat
diselamatkan, kadang-kadang penderita mengalami kelumpuhan di
anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan
bicaranya. Beberapa tahun belakangan ini makin populer istilah
serangan otak . Istilah ini berpadanan dengan istilah yang sudah
dikenal luas, "serangan jantung". Stroke terjadi karena cabang
pembuluh darah terhambat oleh emboli. Emboli bisa berupa kolesterol
atau udara.

3. Ramsay Hunt syndrom

Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang


disertai dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot
wajah.Tanda dan gejala RHS meliputi:

Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di


gendang telinga, salurantelinga eksternal, bagian luar telinga,
atap dari mulut (langit-langit) atau lidah
Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga
yang terinfeksi
Kesulitan menutup satu mata

10
Sakit telinga
Pendengaran berkurang
Dering di telinga (tinnitus)
Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)
Perubahan dalam persepsi rasa

4.3 Gejala Klinis


1. Bells palsy
Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang
lumpuh (lagophthalmos).
Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai
bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata
Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar
pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat
2. Stroke
Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan
atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, terasa
seperti terkena cabai, rasa terbakar
Mulut, lidah mencong bila diluruskan
Gangguan menelan : sulit menelan, minum suka keselek
Bicara tidak jelas (pelo), sulit berbahasa, kata yang diucapkan
tidak sesuai keinginan atau gangguan bicara berupa pelo,
sengau, ngaco, dan kata-katanya tidak dapat dimengerti atau
tidak dipahami (afasia). Bicara tidak lancar, hanya sepatah-
sepatah kata yang terucap
Hilangnya kendalian terhadap kandung kemih, kencing yang
tidak disadari
Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil
Hilangnya penglihatan, berupa penglihatan terganggu,
sebagian lapang pandangan tidak terlihat, gangguan
pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda
sesaat
Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh
Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli
satu telinga atau pendengaran berkurang
Menjadi lebih sensitif: menjadi mudah menangis atau tertawa
Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi
dengan baik, sempoyongan, atau terjatuh

11
Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri
3. Ramsay Hunt syndrom
didahului dengan gejala prodormal berupa nyeri kepala, nyeri
telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah.
Lesi terdapat di telinga luar dan sekitarnya
kelainan berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang
eritema,
edema
rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya

4.4 Pemeriksaan Fisik Penyakit


1. Bells palsy
Pemeriksaan Fisik
Gerakan volunter yang diperiksa, dilakukan pada sisi wajah
yang lesi, dianjurkan minimal :
1. Mengerutkan dahi
2. Memejamkan mata
3. Mengembangkan cuping hidung
4. Tersenyum
5. Bersiul
6. Mengencangkan kedua bibir
Sisi wajah yang lesi tidak bisa melakukan gerakan volunter
seperti yang di atas, karena hanya sisi wajah yang sehat saja,
yang mampu melakukannya.
2. Stroke
A. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
B. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah
satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
C. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
D. Pemeriksaan abdomen

12
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
E. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus : Kadang terdapat
incontinensia atau retensio urine
F. Pemeriksaan ekstremitas : Sering didapatkan kelumpuhan
pada salah satu sisi tubuh.
G. Pemeriksaan neurologi : Umumnya terdapat gangguan
nervus cranialis VII dan XII central.
3. Ramsay Hunt syndrom
Pada pemeriksaan fisik telinga kanan tampak vesikel
berkelompok pada daun telinga liang telinga lapang,
membran timpani utuh, pada telinga kiri tidak ditemukan
kelainan.
Pada pemeriksaan hidung, orofaring dan tenggorok tidak ada
vesikel berkelompok dan tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan penala ditemukan kesan pendengaran normal.
Pada pemeriksaan audiometri nada murni ditemukan kesan
telinga kanan normal dengan ambang dengar 16,25 dB dan
telinga kiri terdapat gangguan konduksi pada frekuensi
rendah dan ambang dengar 15 dB.

4.2 Pemeriksaan Penunjang Penyakit


1. Bells Palsy
CT. SCAN/MRI
Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)
Uji Konduksi saraf (nerve conduction test)
Elektromiografi
Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah
Uji Shirme
2. Stroke
CT-Scan kepala
MRI
Skala koma Glasgow, untuk menilai kesadaran penderita.
3. Ramsay Hunt syndrom
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan audiometri
nada murni, timpanometri, Brainsteam Evoked Response
Audiometry (BERA) dan tes elektronistagmografi (ENG).
Diagnosis pasti ditegakkan dengan mengisolasi virus, deteksi
antigen spesifik untuk virus varisela zoster atau dengan hibridasi
DNA virus

13
V. Hipotesis Awal
Ibu Mega diduga terkena Bells Palsy, Ramsay Hunt syndrom, Stroke.
VI. Analisis dari Differential Diagnosis
1.1. Gejala Klinis
adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya
lipatan nasolabialis akan menghilang
sudut mulut menurunbila minum atau berkumur
air menetes dari sudut ini
fisura palpebra melebar
kerut dahi menghilang
Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanyamaka
kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka
(disebut lagoftalmus) dan bolamata berputar ke atas.

1.2. Pemeriksaan Fisik


- Kesadaran : kompos mentis
- Tensi : 120/80 mmHg
- Nadi : 80 kali/menit
- Respirasi : 20 kali/menit
- Suhu : 37
- GCS :456
- Inspeksi
- Kelopak mata kiri sukar menutup
- Mulut mencong ke dextra
- Sudut pipi kanan menurun
- Keluar air liur dari sisi kiri mulutnya
- Nasolabial sisi kirinya lebih licin daripada sisi kanan
- Thorax, jantung dan abdomen dalam keadaan normal
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada sisi dextra dan sinistra
- Perkusi
Thorax sonor
Abdomen normal
- Auskultasi
Pemeriksaan jantung normal

1.3. Pemeriksaan Penunjang


- CT. SCAN/MRI
- EMG : Test ini dapat memastikan adanya kerusakan saraf
dan tingkat keparahannya.EMG dapat mengukur
aktifitas electric otot sebagai respons terhadap
stimulan dan alam dan kecepatan dari konduksi

14
impulse elektrikdalam aliran saraf.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk
menentukan letak lesi dan derajat kerusakan N. Fasialis
sebagai berikut:
- Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)
- Uji Konduksi saraf (nerve conduction test)
- Elektromiografi
- Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah
- Uji Shirme

VII. Hipotesis Akhir


Berdasarkan data yang didapat dari data pada scenario 3, maka diagnosis
yang dapatditegakkan dari kasus yang dialami oleh Bu Ayu adalah Bells
Palsy

VIII. Mekanisme Diagnosis


a.Gejala Klinis

Mulut Mencong

Hiperakusis BELLS PALSY

STROKE
Kelopak mata tidak menutup sempurna

Wajah tidak simetris


b. Pemeriksaan Fisik RAMSAY HUNT SYNDROME

Pendengaran
Hanya menyerang meningkat
bagian wajah
kesulit mengembangkan cuping hidung BELLS PALSY

Tidak bisa memejamkan mata dengan sempurna 15


STROKE
Kesulitan mengerutkan dahi

Sulit tersenyum
RAMSAY HUNT SYNDROME
Gangguan menelan

c. Pemeriksaan Penunjang

BELLS PALSY
MRI : MRI dapat
memvisualisasi perjalanan dan
penyengatan kontras saraf STROKE
fasialis
Elektromiografi : menunjukkan
seberapa banyak kerusakan saraf
yang terjadi RAMSAY HUNT SYNDROME
tes elektronistagmografi (ENG)
Dari bagan diatas dapat disimpulkan bahwa Ibu Ayu menderita penyakit
Bells Palsy.

IX. Strategi Menyelesaikan Masalah


9.1. Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan selain ditujukan langsung terhadap Bells
Palsy, terapi jugaharus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain
yang mendasari terjadinyaBells Palsy. Oleh karena itu terapi Bells
Palsy dapat di lakukan sebagai berikut :
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa:
Pemberian prednison, Nonflet, Dultik, Neutab
3. Fisioterapi :
Dengan mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore
atau dengan faradisasi.
4. Operasi
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak
karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial.
Tindakan operatif dilakukan apabila :

16
- tidak terdapat penyembuhan spontan
- tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison

5. Home Programe
1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20
menit
2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan
menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehat
3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah
disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah
permen karet
4. Perawatan mata :
1. Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari
2. Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari
3. Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum
tidur

9.2 Prinsip Tindakan Medis


Pasien Bells Palsy dapat sembuh dengan terapi fisik yaitu
mengurut/massage otot wajah selama 5 menit setiap pagi-sore,
Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang
sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet. Penderita
bellss palsy akan kembali normal dalam kurun waktu 2-3 bulan.

X. Prognosis dan Komplikasi


10.1 Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien/ Keluarga
pasien
Cara penyampaian pada Pasien/ keluarga :
- Dokter memberikan penjelasan kepada bu Ayu, bahwa penyakit
yang diderita bu Ayu adalah Bells Palsy dan Penyakit tersebut
dapat disembuhkan.

10.2 Tanda untuk Merujuk Pasien

17
Tanda untuk merujuk pasien merupakan salah satu komplikasi yang
dapat menyertai penyakit bells palsy. Dimana komplikasi yang
dapat menyertai, adalah :
Hilangnya rasa (ageusia)
Kerusakan saraf wajah yang permanen
Spasme wajah kronis (kontraksi kedutan spontan pada saraf
yang mengontrol otot-otot wajah seperti alis, kelopak mata,
mulut, bibir)
Infeksi kornea mata
Kebutaan penuh atau sebagian

10.3 Peran Pasien/ Keluarga untuk Penyembuhan


Peran Pasien
- pasien disarankan untuk minum obat secara teratur agar proses
penyembuhan berjalan dengan cepat
- tidak lupa juga, pasien wajib control sesuai waktu yang disepakati
untuk mengontrol keadaan pasien
- pasien wajib mentaati larangan yang dianjurkan oleh dokter

Peran Keluarga
- keluarga sebaiknya Memberi semangat kepada pasien agar pasien
tabah dan kuat dalam menjalani proses penyembuhan penyakit
yang di derita
- selalu Mengingatkan pasien untuk minum obat secara teratur agar
lekas sembuh.
- keluaga menemani pasien selama melakukan pengobatan agar
pasien merasa diperhatikan dan memiliki semangat untuk sembuh

10.4 Pencegahan Penyakit.


Pencegahan Bell's palsy :
- Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk
mencegah angin mengenai wajah.
- Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin
menerpa wajahlangsung. Arahkan kipas angin itu ke arah lain.
Jika kipas angin terpasang di langit-langit, jangan tidur tepat di

18
bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan rendah
saat pengoperasian kipas.
- Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di
malam hari. Selaintidak bagus untuk jantung, juga tidak baik
untuk kulit dan syaraf.
- Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker
dan pelindung mata.Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan
atmosfir yang rendah berpotensi tinggimenyebabkan Anda
menderita Bells Palsy.
- Setelah berolah raga berat, JANGAN LANGSUNG mandi atau
mencuci wajahdengan air dingin.
- Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena
angin langsung.Tutupi wajah dengan kain atau penutup.
Larangan
Tidak boleh duduk di mobil dengan jendela terbuka
Tidak boleh tidur di lantai atau setelah bergadang
Saran yang harus dikerjakan
Istirahat terutama pada keadaan akut .
Tiap malam mata diplester.Gunanya melatih mata yang
tidak dapat menutup supaya dapat menutup bersamaan.
Pakailah helm teropong.Ini dilakukan untuk menghindari
sentuhan langsung dengan angin.

19

Anda mungkin juga menyukai