PENDAHULUAN
Pakan ikan adalah campuran dari berbagai bahan pangan (bahan mentah),
baik nabati maupun hewani yang mempunyai nilai nutrisi yang diolah sedemikian
rupa sehingga mudah dicerna oleh ikan dan dapat menghasilkan energi untuk
aktivitas hidup serta pertumbuhannya. Pakan ikan alami merupakan makanan ikan
yang tumbuh di alam tanpa campur tangan manusia secara langsung. Pakan ikan
alami sebagai makanan ikan adalah plankton dan tumbuhan air lain. Plankton
Kriteria yang harus dimiliki oleh pakan alami ialah dapat diproduksi secara
massal pada lingkungan yang terkendali dan memilki toleransi yang tinggi
terhadap perubahan lingkungan, memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, dan
mempunyai bentuk serta ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva.
Beberapa jenis pakan alami yang diproduksi secara massal adalah Chlorella,
Chlorella sp merupakan salah satu pakan alami bagi zooplankton dan ikan.
ikan juga. Adanya mikroalga juga dapat meminimalisir jumlah biaya produksi
dalam budidaya ikan karena pakan yang digunakan merupakan pakan yang
berharga murah dan memiliki tingkat kendungan protein yang tinggi sehingga
1
Pertumbuhan suatu jenis phytoplankton sangat erat kaitanya dengan
ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
antara lain cahaya, suhu, dan pH air, yang kemungkinan dapat memacu atau
menghambat pertumbuhan.
ubah dapat menjadi faktor pembatas utama. Kultur pada ruangan terbuka dinilai
yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu penelitian dilaksanakan pada teras
laboratorium, namun media kultur tidak terkena paparan cahaya matahari secara
langsung.
ditambahkan POC (Pupuk Organik Cair) dengan dosis yang bebeda sebagai
sumber nutrisi untuk pertumbuhan Chlorella sp. pada ruangan terbuka perlu
dilakukan.
2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh pemberian pupuk kotoran puyuh yang ditambahkan POC
1. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pemberian pupuk kotoran puyuh yang
ditambahkan Pupuk Organik Cair (POC) dengan dosis yang berbeda terhadap
Chlorella sp.
puyuh yang ditambahkan Pupuk Organik Cair (POC) dengan dosis yang
1.5. Hopotesis
3
Ho = Tidak adanya pengaruh pemberian pupuk kotoran puyuh yang ditambahkan
chlorella Sp.
Sp.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Chlorella sp. tergolong tumbuhan renik air berdasarkan UU RI No. 9 tahun
telah hidup di bumi sejak 2,5 milyar tahun yang lalu dengan sifat genetik yang
organisme autotrof dan eukariotik. Autotrof berarti jenis tumbuhan yang belum
mempunyai akar, batang dan daun sebenarnya, tetapi sudah memiliki klorofil.
Sedangkan eukariotik berarti sel yang telah mengandung inti sel dan organel-
organel lain.
Klasifikasi Chlorella sp. menurut Bold dan Wynne (1985) adalah sebagai
berikut:
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyeeae
Ordo : Chlorococcales
Familia : Oocystaeeae
Genus : Chlorella
5
Sumber: http://blog.ub.ac.id/dewaqua/2012/12/17/teknik-kultur-chlorella-sp-
sebagai-pakan-alami-larva-organisme-budidaya/
Gambar 2.1. Morfologi Chlorella sp.
Bentuk umum sel-sel Chlorella adalah bulat atau elips (bulat telur),
termasuk mikro algae bersel tunggal (unicellular) yang soliter, namun juga dapat
dijumpai hidup dalam koloni atau bergrombol. Diameter sel umumnya berkisar
(memiliki inti sel) dengan dinding sel yang terdiri atas selulosa dan pectin,
yang sebagian besar hidup di lingkungan akuatik baik perairan tawar, laut maupun
payau, juga ditemukan ditanah dan tempat yang lembab. Bold dan Wynne (1985),
menyatakan Chlorella air tawar dapat hidup dengan kadar salinitas hingga 5 ppt,
sementara Chlorella air laut dapat mentolerir salinitas antara 33-40 ppt. Menurut
Hirata dalam Prabowo (2009), beberapa spesies Chlorella air laut dapat mentolerir
kondisi lingkungan yang relatif bervariasi. Tumbuh optimal pada salinitas 25-34
ppt sementara pada salinitas 15 ppt tumbuh lambat dan tidak tumbuh pada
6
Umumnya Chlorella bersifat planktonis yang melayang di dalam perairan,
hewan lain misalnya Hydra dan beberapa ciliata air tawar seperti Paramaecium
2.3 Reproduksi
Chlorella sp. mempunyai waktu generasi yang sangat cepat. Oleh karena itu
dalam waktu yang relatif singkat, perbanyakan sel akan terjadi sangat cepat,
terutama jika tersedia cahaya sebagai sumber energi, walaupun dalam jumlah
minimal. Pada umumnya perbanyakan sel terjadi dalam kurun waktu 4 - 14 jam,
membelah, Chlorella sp. memerlukan lebih banyak sulfur, tetapi pada saat
Proses reproduksi Chlorella dapat dibagi menjadi 4 tahap (Kumar dan Singh
komponen di dalam sel hidup (Fardiaz, 1989). Apabila sejumlah kecil Chlorella
sp. diinokulasikan dalam medium kultur terbatas dan jumlah sel Chlorella sp.
dihitung sebgai fungsi waktu, maka pola pertumbuhan berdasarkan jumlah sel
dapat dikelompokkan menjadi 5 fase yaitu fasa tunda (lag phase), fase
7
eksponensial (log phase), fase penurunan laju pertumbuhan , fase stasioner dan
Setelah pemberian inokulum ke dalam media kultur, terjadi fase tunda yang
(pembelahan sel). Penyesuaian dalam hal ini berarti suatu masa ketika sel-sel
Selama fase ini sel membelah dengan cepat, sel-sel berada dalam keadaan
stabil, dan jumlah sel bertambah dengan kecepatan konstan. Bahan sel baru
terbentuk dengan laju tetap, akan tetapi bahan-bahan tersebut bersifat katalitik dan
massa bertambah secara eksponensial. Hal ini tergantung pada satu dari dua hal
yang terjadi, yaitu kalau tidak satu atau lebih zat makanan dalam pembenihan
habis, maka tentu hasil metabolisme beracun akan tertimbun dan menghambat
pertumbuhan.
Pada fase ini, laju pertumbuhan sel menurun akibat adanya kompetisi yang
tinggi dalam media hidup, dan zat makanan yang etrsedia dalam media tidak
4. Fase stasioner
8
Selama fase ini jumlah sel cenderung konstan. Hal ini disebabkan oleh
kasus, pergantian sel terjadi dalam fase stasioner, dimana adanya kehilangan sel
yang lambat karena kematian yang diimbangi oleh pembentukan sel-sel yang baru
melalui pembelahan. Bila hal ini terjadi maka jumlah sel akan bertambah secara
Pada fase ini jumlah populasi menurun. Jumlah sel yang mati per satuan
waktu perlahan-lahan bertambah dan akhirnya kecepatan mati dari sel-sel menjadi
konstan.
II.1.1. Nutrien
yang dikultur. Pada umumnya kebutuhan unsur hara pada setiap jenis fitoplankton
hampir sama, hanya terdapat perbedaan sedikit untuk jenis fitoplankton tertentu.
9
Menurut Basmi (1995), Nutrien terdiri atas unsur-unsur hara makro
(macronutrients) dan unsur hara mikro (micronutrients). Contoh unsur hara makro
dan P. Unsur hara mikro adalah Fe, Cu, Zn, Mn, B, dan Mo.
yang cukup dengan perbandingan antar nutrien yang tepat (Becker 1994). Fosfor
merupakan bahan dasar pembentuk asam nukleat, enzim, dan vitamin. Unsur
fosfor dapat diperoleh dari KH2PO4, NaH2PO4, Ca3PO4 (Tjahjo et al. 2002).
2000). Unsur besi (Fe) berperan dalam pembentukan klorofil dan sebagai
komponen esensial dalam proses oksidasi. Unsur ini dapat diperoleh dari FeCl 3,
hara mikro dibutuhkan dalam jumlah kecil tetapi harus ada dan untuk
10
Unsur Fungsi Fisiologis
sebagai penyusun protein dan bahan genetik. Senyawa nitrogen yang biasa
digunakan dalam kultur mikroalga adalah amonium, nitrat, dan urea. Alga
11
mengabsorbsi unsur nitrogen dalam bentuk amonium atau nitrat, meskipun
amonium dapat menjadi sumber nitrogen bagi tumbuhan pada pH tinggi, tetapi
kebanyakan alga tumbuh baik apabila mendapat sumber nitrogen dalam bentuk
kandungan protein, dan klorofil (Becker 1994). Nitrogen yang dibutuhkan untuk
media kultur dapat diperoleh dari KNO3, NaNO3 dan NH4Cl (Tjahjo et al. 2002).
2.2.2. Cahaya
suhu. Menurut Finks dan Main (1991), untuk keperluan kultur dalam ruangan
12
& Galvan dalam Csavina, 2008). Kurniastuty dalam pujiono (2013), kultur
digantikan dengan cahaya lampu dengan intensitas cahaya 5.000 lux 10.000 lux.
2.2.3.Suhu
(De La Noue & De Pauw, 1988). Suhu optimum dapat bervariasi sesuai dengan
terhadap suhu yang lebih tinggi dan lebih rendah (Fogg, 1975).
bahwa umumnya setiap kenaikan 10oC dapat mempercepat reaksi 23 kali lipat.
dalam sel fitoplankton, suhu air juga dapat merangsang perkembangan organisme
13
molekul, meningkatnya laju difusi dan juga laju fotosintesis (Sachlan dalam
o
Prabowo, 2009). Suhu di bawah 16 C dapat menyebabkan kecepatan
2.2.4.pH
hidrogen yang terkandung dalam air. Nilai pH medium kultur merupakan faktor
memanfaatkan unsur hara (De La Noue & De Pauw, 1988). Batas toleransi
mikroorganisme air terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi antara lain oleh suhu,
oksigen terlarut, alkalinitas maupun jenis dan stadia organisme. Chlorella sangat
tahan terhadap kondisi lingkungan yang asam dan masih dapat tumbuh pada pH 2,
2.2.5.Salinitas
didalam mikroalga. Salinitas yang tinggi atau rendah dapat menyebabkan tekanan
osmosis didalam sel juga menjadi lebih rendah atau lebih tinggi sehingga aktivitas
sel menjadi terganggu. Hal ini dapat menpengaruhi pH sitoplasma sel dan
14
2.2.6.Agitasi
sistem batch, salah satunya dengan cara memberikan pasokan udara (aerasi) ke
dalam media. Aerasi merupakan cara pengadukan yang termudah dan efektif
(Becker, 1994). Proses pengadukan dalam kultur mikroalga sangat penting dan
dilakukan secara terus menerus untuk mencegah pengendapan sel dan mencegah
15
BAB III
METODE PRAKTIKUM
februari 2017 dan selesai pada tanggal 12 april 2017. Praktikum ini dilaksanakan
di Balai Benih Ikan (BBI) Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau Pekanbaru.
diantaranya yaitu: air mineral, kotoran puyuh yang sudah kering, POC ( pupuk
Organik Cair) sebagai perlakuan, serta bibit chlorella sp. yang berasal
laboratorium mikroalga Bapak Prof. Dr. T. Dahril, M.Sc. yang berada di Jalan
3.2.2. Alat
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum pakan alami yaitu: botol
bekas sebanyak 12 buah digunakan sebagai wadah praktikum pakan alami, lampu
tetes, petridisk, blower, selang aerasi, batu aerasi, neraca serta kompor gas dan
16
yang diletakkan di rak-rak yang terbuat dari kayu dengan format penyusunannya
3.3.2. Pemupukan
Pupuk yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pupuk kotoran puyuh
yang didapat dari salah satu peternak puyuh yang berada di daerah kulim,
penyaringan yang bertujuan untuk memisahkan air dan ampas kotoran. Air hasil
perebusan didapat sebanyak 800 ml/liter kemudian dibagi sama rata untuk
Tahap selanjutnya memasukkan air mineral yang telah steril kedalam botol
Bersamaan dengan masuknya air mineral yang telah steril kedalam toples,
juga dimasukkan pupuk kotoran puyuh dan Pupuk Organik Cair (POC) dengan
dosis yang berbeda untuk setiap perlakuannya. Perlakuan control (PO) pupuk
kotoran puyuh tanpa pemberian Pupuk Organik Cair (POC), perlakuan pertama
(P1) menggunakan pupuk kotoran puyuh yang ditambahkan Pupuk Organik Cair
(POC) dengan dosis 5 ml, perlakuan kedua (P2) pupuk kotoran puyuh yang
17
ditambahkan Pupuk Organik Cair (POC) dengan 10 ml dan perlakuan ketiga (P3)
pupuk kotoran puyuh yang ditambahkan Pupuk Organik Cair (POC) dengan 15
ml. Untuk air pupuk kotoran puyuh yang dimasukkan ke setiap perlakuan yaitu
alami ini diperoleh langsung dari laboratorium mikroalga Bapak Prof. Dr. T.
pipet tetes serta dilakukan penghitungan jumlah pada 1 cc tersebut. Ini dilakukan
sebanyak 3 kali ulangan. Setelah selesai menghitung jumlah individu chlorella Sp.
setiap botol.
dengan satu factor 4 taraf dan 3 ulangan. Praktikum pakan alami ini dimana
perlakuanya yaitu pengaruh pemberian Pupuk Organik Cair (POC) dengan dosis
PO = Kontrol, hanya pupuk kotoran puyuh dan tanpa adanya perlakuan Pupuk
18
P1 = Pemberian pupuk kotoran puyuh yang ditambahkan Pupuk Organik Cair
Analisis Variansi (ANAVA) dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada taraf
signifikan 5% untuk mengetahui beda tidak nyata, nyata, dan sangat nyata.
Hipotesis yang diajukan dalam pelaksanaan praktikum teknologi pakan alami ini
yaitu :
chlorella Sp.
Sp.
1 Jika F hitung > F tabel pada taraf 0,01 maka H0 ditolak, artinya perbedaan
antara rata-rata perlakuan dikatakan non signifikan atau tidak nyata (ns).
Asumsi yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1) Tingkat ketelitian dan keahlian dalam setiap pengambilan sampel sama.
2) Tingkat akurasi alat yang digunakan sama selama proses penelitian.
19
3) Sampel yang diambil dianggap mewakili keadaan pada keseluruhan sampel.
hari sekali, dengan asumsi selama tiga hari chlorella Sp. sudah mengalami
Parameter kualitas air yang diukur yaitu pH dan suhu, dengan pengukuran
setiap tiga hari sekali selama praktikum pakan alami ini berlangsung. Untuk
menggunakan thermometer.
BAB IV
20
Setelah dilakukan parktikum maka didapat hasil perhitungan kelimpahan
Organik Cair (POC) yang diberikan pada tiap perlakuan yang dapat dilihat pada
sp. yang tertinggi terdapat pada perlakuan (P1) yaitu pemberian pupuk kotoran
puyuh yang ditambahkan Pupuk Organik Cair (POC) dengan dosis 5 ml/ liter air
yang pada hari ke-2 hanya 300.000 sel/ml mengalami peningkatan yang tertinggi
pada hari ke-14 yaitu sebanyak 8.766.666,667 sel/ml. Sedangkan jumlah sel
terendah terdapat pada perlakuan kontrol (P0) yaitu hanya pupuk kotoran puyuh
dan tanpa adanya perlakuan Pupuk Organik Cair (POC) dimana kelimpahan
Chlorella sp. yang hanya mencapai 266.666,6667 sel/ml pada hari pengamatan
ke-2. Pada perlakuan lainnya yaitu perlakuan (P2) pupuk kotoran puyuh yang
chlorella sp. Tertinggi mencapai 6.900.000 sel/ml pada hari ke-16 dan perlakuan (P3)
21
pupuk kotoran puyuh yang ditambahkan pupuk organik cair (POC) dengan dosis 15 ml/L
dapat dilihat dan dibandingkan dengan jelas, baik fase maupun kecenderungan
10000000
9000000
8000000
7000000
6000000
5000000 PO (0ml/L)
KELIMPAHAN SEL
4000000 P1 (5ml/L)
3000000 P2 (10ml/L)
2000000 P3 (15 ml/L)
1000000
0
2 4 6 8101214161820
HARI KE-
Dilihat dari gambar grafik diatas maka gambar grafik tersebut dapat
menunjukkan kelimpahan chlorella sp. mulai dari yang tertinggi sampai yang
terendah. Pada pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-6 pertambahan kelimpahan
jumlah sel yang relatif sedikit, hal ini disebabkan Chlorella sp. pada
Hal ini sesuai dengan pendapat Maharsyah, et al., dalam Sidabutar (1999),
22
senyawa atau bahan organik dan anorganik dalam media yang kemudian menjadi
sumber nutrisi dan dapat juga menjadi nutrisi pembatas bagi pertumbuhan
Chlorella sp.
pertumbuhan logaritmik (log phase) dimana pada fase ini sel membelah dengan
cepat, sel-sel berada dalam keadaan stabil, dan jumlah sel bertambah dengan
kecepatan konstan. Ini bisa jadi dikarenakan sel chlorella sp. telah bisa
memanfaatkan unsur hara makro maupun mikro yang terkandung didalam pupuk
kutoran puyuh dan juga pupuk organik cair (POC) tersebut. Fase ini berlangsung
pada pengamatan hari ke-6 sampai hari ke-16, namun pada perlakuan (P0) dan
(P1) dilihat pada grafik fase ini hanya berlangsung sampai pengamatanhari ke-14.
Hal ini bisa jadi dikarenakan pada perlakuan (P0) dan (P1) jumlah jumlah unsur
haranya lebih sedikit sehingga mengalami fase logaritmik (log phase) lebih cepat
Selanjutnya yaitu Fase penurunan laju pertumbuhan pada fase ini laju
pertumbuhan sel menurun akibat adanya kompetisi yang tinggi dalam media
hidup, dan zat makanan yang tersedia dalam media tidak mencukupi kebutuhan
populasi yang bertambah dengan cepat pada fase eksponensial. Akibatnya hanya
sebagian dari populasi yang mendapatkan cukup nutrisi untuk tumbuh dan
membelah. Ini dapat dilihat pada grafik diatas dimana pada perlakuan (P0) dan
(P1) pada pengamatan hari ke-16 telah mengalami penurunan pertumbuhan sel
dan (P1) pada table diatas mulai memeauki fase penurunan laju pertumbuhan
23
Pada pengamatan hari ke-18 sampai dengan hari ke-20 sel chlorella sp.
mengalami penurunan jumlah sel atau sudah memasuki fase stasioner dan fase
kematian (death phase) hal ini disebabkan jumlah unsur hara makro dan mikronya
sudah mulai berkurang dan tidak sebanding dengan jumlah sel chlorella sp. yang
ada didalamnya, sehingga makanan untuk sel chlorella sp. tidak ada lagi dan
terbatasnya waktu penelitian, maka untuk fase penurunan jumlah kelimpahan atau
fase kematian Chlorella sp. tidak dapat ditentukan. Masih terjadinya peningkatan
kelimpahan sel Chlorella sp. hingga hari ke-20 dikarenakan ketersediaan unsur
hara yang masih ada hingga membuat Chlorella sp. masih dapat tumbuh dengan
subur namun jika unsur hara tersebut telah habis maka sel chlorella sp. akan mati.
Menurut Purwoko (2007), sel menjadi mati lebih cepat dari pada
eksponensial bergantung pada spesiesnya, semua sel mati dalam waktu beberapa
hari atau beberapa bulan. Penyebab utama kematian adalah autolisis sel dan
Chlorella sp. dilakukan uji statistik ANAVA. Hasil uji ANAVA untuk kelimpahan
24
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai non signifikan atau tidak nyata
0,000 lebih besar dari dari 0,005 ( = 5%), hal ini menunjukkan bahwa tidak
adanya pengaruh dari pemanfaatan pupuk kotoran puyuh dan pupuk organik cair
(POC) terhadap kelimpahan sel Chlorella sp., sehingga hipotesis yang diajukan
pada setiap perlakuan yang berbeda. Pengukuran suhu dilakukan setiap 2 hari
Dilihat tabel di atas, hasil pengukuran suhu pada media kultur mikroalga
Kisaran suhu yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 27 oC31oC, kisaran
25
Suhu mempengaruhi proses-proses fisik, kimiawi dan biologis yang
yang dapat dilihat pada gambar 4.2.1. yang disajikan berikut ini.
SUHU oC
32
31
P0 (0mg/L)
30
P1 (5mg/L)
29 P2 (10mg/L)
28 P3 (15mg/L)
27
26
25
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Suhu sangat penting artinya bagi organisme dalam air. Setiap kelompok
Kenaikan suhu akan menyebabkan naiknya kebutuhan akan oksigen atau reaksi
suhu cukup jelas terlihat, hal dikarenakan penelitian ini dilakukan di ruangan
terbuka dan dalam kondisi tidak terkontrol sehingga faktor cuaca yang berubah-
ubah, misalnya hujan, panas dan waktu pengukuran dapat mempengaruhi suhu
media kultur.
26
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) dan Taw (1990) kisaran suhu
tersebut masih berada dalam kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan Chlorella sp.
untuk kultur di ruangan yaitu 25-300C. Dengan semakin meningkatnya suhu, akan
berimplikasi negatif terhadap enzim photo oksidatif yang dimiliki oleh Chlorella.
terlalu kuat akan merusak klorofil dalam reaksi yang disebut photo oxidation.
Diperjelas lebih lanjut melalui penelitian Tomasick et al., (1997), mengenai suhu
bagi fitoplankton, secara umum laju fotosintesis fitoplankton akan menurun secara
drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan setiap spesies
halnya dengan pengukuran suhu yang dilakukan setiap dua hari sekali. pH sangat
asam atau pun terlalu basa akan menyebabkan pertumbuhan chlorella sp.
terhambat atau bisa juga mengalami kematian. Hasil dari pengukuran pH dapat
dilihat dalam tabel 4.2.2. serta grafik perubahan pH tiap perlakuan dapat dilihat
27
16 7 7 7 7
18 7 7 6 6
20 6 7 7 7
Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa kadar pH yaitu nilainya berkisar
antara 67 untuk setiap perlakuan. Nilai pH pada tiap perlakuan tersebut masih
sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroalga Chlorella sp. hal ini diperkuat
al., (2005), menyatakan bahwa rentang pH kultur yang terukur tersebut pada
Ph
7.2
7
6.8 P0 (0mg/L)
6.6 P1 (5mg/L)
6.4 P2 (10mg/L)
6.2 P3 (15mg/L)
6
5.8
5.6
5.4
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
kertas lakmus ini tidak dapat menunjukkan angka pH suatu larutan dengan
signifikan sehingga hasil yang didapat dari pengukuran pH untuk setiap perlakuan
kurang maksimal.
28
Dilihat pada grafik diatas bahwa nilai pH hanya berkisar antara 67
sehingga bentuk dari grafik kurang menarik ini disebabkan oleh pengukurannya
dapat menggunakan alat yang bisa menunjukkan angka pH suatu larutan dengan
meningkat hingga puncak populasi. Peningkatan ini bias jadi dikarenakan adanya
aktivitas fotosintesis yang dilakukan oleh mikroalga Chlorella sp. dan akan
chlorella sp.
nutrien dalam media oleh sel Chlorella, yaitu pemanfaatan unsur nitrogen dalam
bentuk nitrat dan amonium. Reynolds (1984), pada lingkungan netral (kisaran pH
7), CO2 berada dalam bentuk bebas sehingga dapat berdifusi dengan mudah ke
dalam sel Chlorella. Hal tersebut menyebabkan CO2 sebagai sumber karbon
4.2.3. Nutrien
Untuk memenuhi nutrisi pada praktikum ini digunakan pupuk kotoran
puyuh sebagai pupuk dasar dan juga POC (Pupuk Organik Cair) untuk perlakuan
serta untuk tambahan nutrisinya. POC (Pupuk Organik Cair) yang didapat berasal
dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru dan juga pupuk kotoran
puyuh yang didapat disalah satu peternak puyuh yang berasal di daerah
kulim,pekanbaru.
29
Pertumbuhan tanaman tidak hanya dikontrol oleh faktor dalam (internal),
tetapi juga ditentukan oleh faktor luar (eksternal). Salah satu faktor eksternal
tersebut adalah unsur hara esensial. Unsur hara esensial adalah unsur-unsur yang
diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Apabila unsur tersebut tidak tersedia bagi
tanaman, maka tanaman akan menunjukkan gejala kekurangan unsur tersebut dan
mengenal unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro diperlukan bagi
tanaman dalam jumlah yang lebih besar (0,5-3% berat tubuh tanaman). Sedangkan
unsur hara mikro diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang relatif kecil yaitu
unsur hara mikro diantaranya adalah Fe, B, Mn, Cu, Zn, Mo, dan Cl. Diantara 105
unsur yang ada di permukaan bumi, ternyata hanya 16 unsur yang mutlak
diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi. Dan dari 16 unsur tersebut,
unsur N, P, dan K-lah yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang besar (Rina,
2015).
Perikanan Dan Kelautan Universitas Riau maka didapatkan hasil yang bisa dilihat
30
Dari hasil pengukuran unsur hara makro yang terdapat pada tabel diatas
maka unsur hara tersebut memiliki fungsi yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.
Menurut Rina, (2015), N berfungsi untuk menyusun asam amino (protein), asam
untuk proses membuka dan menutupnya stoma (mulut daun), tanaman lebih tahan
penyakit, memperkuat tubuh tanaman sepaya daun, bunga, dan buah tidak mudah
rontok.
31
Tambaru (2008) memerlukan kandungan nitrat berkisar 0,9-3,5 mg/l. Pengaruh
peningkatan kelimpahan dari plankton, hal ini dapat disebabkan oleh komposisi
pembelahan sel sehingga semakin cepat pembalahan sel maka semakin cepat
4.2.4. Cahaya
mikroalga chlorella sp. tanpa adanya cahaya proses fotosintesis tidak akan terjadi
Pada penelitian ini sumber cahaya yaitu cahaya matahari secara tidak
langsung dan juga menggunakan lampu neon sebanyak 6 buah, dengan watt untuk
setiap lampunya yaitu 36 watt dihidupkan selama 24 jam. Lampu ini berguna
untuk proses pembelahan sel mikroalga chlorella sp. pada malam hari, dimana
pada malam hari tidak ada cahaya matahari lagi. Penggunaan cahaya matahari pun
kurang efektif karna cahaya matahari hanya ada pada siang hari dan juga
intensitasnya tidak dapat diatur sesuai kebutuhan. Hal ini sesuai dengan
32
tidak dapat dikurangi maupun ditambah sehingga dapat digantikan dengan cahaya
lampu dengan intensitas cahaya 5.000 lux 10.000 lux.. Leon & Galvan dalam
Pada dinding tempat diletakkan rak ditempeli kertas miyak bewarna putih
yang bertujuan untuk memantulkan kembali cahaya dari lampu tersebut ke setiap
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Pemberian pupuk kotoran puyuh yang ditambahkan pupuk organik cair (POC)
pada media tumbuh Chlorella sp. memberikan pengaruh non signifikan atau
33
menurunnya kandungan bahan anorganik pada pupuk kotoran puyuh dan
dapat terus dikembangkan. Ini dikarenakan manfaat dari chlorella sp. yang sangat
chlorella sp. dapat menjadi pakan alami bagi benih ikan dan manfaat lainnya yang
DAFTAR PUSTAKA
Amini. 2004. Kajian Nutritif Phytoplankton Pakan Alami pada Sistem Kultivasi
Massal. Jurnal Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. 9 (4): 206-210.
34
Effendi H. 2000. Telaah Kualitas air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya Perairan.
Bogor: Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 258 halaman.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Pusat antar Universitas Pangan dan
Gizi. Institut Pertanian Bogor. 268 halaman.
Finks, W. and K. L. Main. 1991. Rotifer and Microalgae Cultur System. The
Oceanic Institue, Honolulu. Hawai.
Fogg GE. 1975. Algal Culture and Phytoplankton Ecology. The University of
Wisconsin Press. London. 126 Halaman.
Hadyan, A.A. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Etanol Bayam (Amaranthus sp.) Dalam
Budidaya Chlorella sp. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran. Jatinangor.
Hladka, J.D. 1971. A Comparison of Growth Rate of Algae as Influenced by
Variation in Nitrogen Nutrition in Chlorella pyrenoidosa and Scenesdesmus
obligus. Biologia Plantarum. 13:1-11.
Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 116 Halaman.
Oswald WJ. 1970. Growth characteristic of microalgae cultured in domestic
sewage. Di dalam: Trebon, editor. Proceeding of the IBP/PP Technical
Meeting. Wageningen: Center of AG Pub. & Doc. 80:473.
Prabowo, D. A. 2009. Optimasi Pengembangan Media Untuk Peretumbuhan
Chlorella sp Pada Skala Laboratorium. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prihantini, dkk. 2005. Pertumbuhan Chlorella sp. Dalam Medium Ekstrak Tauge
(MET) Dengan Variasi pH Awal. Skripsi Tidak Diterbitkan. Depok:
Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Indonesia.
Pujiono , A.E. 2013. Pertumbuhn Tetraselmis Chuii Pada Medium Air Laut
Dengan Intensitas Cahaya, Lama Penyinaran dan Jumlah Inokulan Yang
Berbeda Pada Skala Laboraturium. Skripsi jurusan Biologi Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember Jawa Timur.
57 Halaman.
Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba, Bumi Aksara. Jakarta.
Reynolds, C.S. 1984. Assessment of Primary Production at the Global Scale In
Phytoplankton Productivity: Carbon Assimilation in Marine and Freshwater
Ecosystems. Blackwell Science, USA.
Richmond A., A. Vonshak and S. M. Arad. 1980. Environmental limitations in
outdoor production of algal biomass. Algal Biomass.
35
Rina, D. 2015. Manfaat Unsur P, N Dan K Bagi Tanaman.
http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?
option=com_content&view=article&id=707:manfaat-unsur-n-p-dan-k-
bagitanaman&catid=26: lain Itemid=59. Diakses pada tanggal 20 April
2017. Bptp kaltim. Diakses pada tanggal 20 april 2017.
Sidabutar EA. 1999. Pengaruh jenis medium pertumbuhan mikroalga Chlorella sp.
terhadap aktivitas senyawa pemacu pertumbuhan yang dihasilkan [skripsi].
Bogor: Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Strickland, J. 1960. Measuring the production of marine phytoplankton. Fish. Res.
Bull. 122: 1-171.
Suriawiria, U. 1987. Simbiosis dan Karakteristik Chlorella. Intermedia. Jakarta.
36
LAMPIRAN
37
38
Lampiran 1. Kelimpahan Sel Mikroalga Chlorella sp.
PERLAKUAN HARI
/
ULANGAN 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
1 400000 800000 1400000 2500000 4200000 5400000 6500000 5050000 6030000 4800000
P0
2 150000 700000 1200000 2400000 4900000 4300000 8400000 8100000 5050000 4200000
3 250000 900000 2500000 4300000 5200000 6400000 6500000 6000000 5400000 3400000
1 250000 400000 1400000 2500000 2000000 6100000 7700000 4000000 4200000 3800000
P1 2 300000 250000 700000 2400000 4200000 8200000 9900000 7800000 6150000 5450000
3 350000 1100000 1200000 1300000 6500000 4050000 8700000 6100000 5050000 4700000
1 250000 400000 800000 1800000 2000000 5400000 7600000 7100000 6400000 5300000
P2 2 300000 1100000 1150000 2400000 2500000 5050000 6300000 7900000 8500000 7300000
3 400000 800000 600000 1500000 5500000 4700000 4800000 5700000 5500000 4300000
1 350000 500000 1100000 1600000 5000000 7050000 6200000 8600000 7200000 6400000
P3 2 500000 700000 950000 1900000 4900000 5500000 5600000 5050000 4300000 3800000
3 450000 400000 1150000 3400000 4300000 4500000 5700000 4100000 3800000 2850000
39
Lampiran 2. Hasil Rata-rata Kelimpahan Chlorella sp.
FK = 1,72733E+15
JKT = 2,49788E+14
JKP = 1,89223E+13
JKG = 2,30866E+14
sumber F Tabel
DK JK KT F Hitung
variasi 0,05
JK
Perlakuan 3 1,89223E+13 6,30742E+12 0,218565715 1,2
JK Galat 8 2,30866E+14 2,88582E+13
Jumlah 11 2,49788E+14
40
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Suhu Rata-Rata Pada Media Kultur
Perlakuan Suhu
Hari ke- P0 (0mg/L) P1 (5mg/L) P2 (10mg/L) P3 (15mg/L)
2 31 30 31 29
4 31 30 30 31
6 30 31 30 29
8 29 29 31 31
10 30 28 27 28
12 30 31 31 30
14 29 30 31 30
16 31 30 31 30
18 30 31 30 29
20 31 30 30 31
41
Thomacytometer Hand Counter
42
Penyaringan Pupuk Kertas Lakmus
43