Anda di halaman 1dari 3

Nama: Safira Yasmin

NIM : 155090701111016
Cekungan Bengkulu
Cekungan Bengkulu merupakan salah satu dari dua cekungan forearc di Indonesia yang
paling banyak dikerjakan operator perminyakan (satunya lagi Cekungan Sibolga-Meulaboh).
Meskipun belum berhasil menemukan minyak atau gas komersial, tidak berarti cekungan-
cekungan ini tidak mengandung migas komersial. Sebab, target-target pemboran di wilayah
ini (total sekitar 30 sumur) tak ada satu pun yang menembus target Paleogen dengan sistem
graben-nya yag telah terbukti produktif di Cekungan-Cekungan Sumatera Tengah dan
Sumatera Selatan.
Evolusi cekungan yang terjadi pada Daerah Bengkulu meliputi fase pre-rift, syn-rift,
transgresif, dan regresif (inversion).Berikut ini adalah penjelasan secara detail setiap fase dari
awal sampai akhir.
Fase Pre-Rift
Fase Pre-Rift pada Cekungan Bengkulu terjadi pada Paleosen Awal Eosen, dimana pada
fase ini muncul rekahan-rekahan yang kemudian memicu terjadinya pembukaan dan
perenggangan pada basement rock, yang merupakan batuan Pra-Tersier, terdiri dari kompleks
batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan
karbonat. (Paleogene Rift System?)
Fase Syn-Rift (Horst & Graben Stage)
Fase Syn-Rift pada Cekungan Bengkulu terjadi pada Awal Eosen Oligosen, dimana pada
fase ini terjadi pengendapan Formasi Lahat dari Paleosen Tengah Oligosen. Formasi Lahat
ini merupakan Formasi tertua di Cekungan Bengkulu, yang terendapkan pada lingkungan
Fluvial-Lacustrine.
Fase Transgressive
Fase Transgressive pada Cekungan Bengkulu terjadi pada Akhir Oligosen-Pliosen. Pada
fase ini terjadi pengendapan Formasi Talang akar, Hulusimpang, Seblat, Gumai, Air Benakat,
Muara Enim, Lemau, Simpang Aus, dan Eburna. Lingkungan pengendapan sedimen berupa
Darat, Transisi, Laut Dangkal, hingga laut dalam. Sda Pada Miosen Tengah Bukit Barisan
Terangkat dan menyebabkan Cekungan Bengkulu terpisah dengan Cekungan Sumatra Selatan
menjadi Fore Arc Basin. Hal ini ditandai oleh adanya perbedaan stratigrafi neogen antara
kedua cekungan tersebut. Cekungan Bengkulu menjadi semakin dalam akibat posisinya
terapit Sesar Sumatra dan Sesar Mentawai, dan Cekungan Sumatra Selatan semakin
mendangkal.
Fase Regressive (Inversion)
Pada fase ini terjadi pengendapan Formasi Bintunan dengan lingkungan pengendapan
berupa darat transisi dan terjadi pada Kala Pleistosen.

Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan (dalam hal ini
adalah volcanic arc-nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada Miosen Tengah.
Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti tidak
ada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc-nya sendiri tidak ada.
Begitulah yang selama ini diyakini, yaitu bahwa pada sebelum Miosen Tengah, atau
Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat Cekungan Sumatera
Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen, setelah Pegunungan Barisan
naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan Sumatera Selatan. Mulai saat itulah,
Cekungan Bengkulu menjadi cekungan forearc dan Cekungan Sumatera Selatan menjadi
cekungan backarc (belakang busur).
Sejarah penyatuan dan pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera Selatan
dapat dipelajari dari stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan itu. Dapat diamati
bahwa pada Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama. Keduanya mengembangkan
sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan Bengkulu ada Graben Pagarjati, Graben
Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat yang sama di Cekungan Sumatera Selatan saat itu
ada graben-graben Jambi, Palembang, Lematang, dan Kepahiang).
Menurut saya dikarenakan adanya bukti bukti berkembangnya terumbu-terumbu karbonat
yang masif pada Miosen Atas yang hampir ekivalen secara umur dengan karbonat Parigi di
Jawa maka Cekungan Bengkulu masuk kepada cekungan yang lebih dalam daripada
Cekungan Sumatera Selatan setelah neogen, dan cekungan Sumatera Selatan sedang banyak
diendapkan sedimen-sedimen regresif (Formasi Air Benakat/Lower Palembang dan Muara
Enim/Middle Palembang) karena cekungan sedang mengalami pengangkatan dan inversi. Hal
ini berarti Cekungan Bengkulu dalam fase penenggelaman sementara Cekungan Sumatera
Selatan sedang terangkat. Karena hal ini maka terjadinya perbedaan stratigrafi pada Neogen
di Cekungan Bengkulu dapat dijelaskan dengan proses tektonik yaitu karena pada Neogen,
Cekungan Bengkulu menjadi diapit oleh dua sistem sesar besar yang memanjang di sebelah
barat Sumatera, yaitu Sesar Sumatera (Semangko) di daratan dan Sesar Mentawai di wilayah
offshore, sedikit di sebelah timur pulau-pulau busur luar Sumatera (Simeulue-Enggano).
Kedua sesar ini bersifat dextral. Sifat pergeseran (slip) yang sama dari dua sesar mendatar
yang berpasangan (couple strike-slip atau duplex) akan bersifat trans-tension atau membuka
wilayah yang diapitnya. Dengan cara itulah semua cekungan forearc di sebelah barat
Sumatera yang diapit dua sesar besar ini menjadi terbuka oleh sesar mendatar (trans-tension
pull-apart opening) yang mengakibatkan cekungan-cekungan ini tenggelam sehingga punya
ruang untuk mengembangkan terumbu karbonat Neogen yang masif asalkan tidak terlalu
dalam.
Daftar Pustaka
Barber, A. J., M. J. Crow, J. S. Milsom, 2005, Sumatra: Geology, Resources and Tectonic Evolution,
The Geological Society London: London.
LEMIGAS, 2006, Indonesia Basin Summaries (IBS), The Gateway (LEMIGAS): Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai