Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatitis akut merupakan infeksi sistemik yang mempengaruhi terutama hati.


Hampir semua kasus disebabkan oleh virus ini yaitu : hepatitis virus A (HAV), hepatitis virus B(HBV),
dan hepatitis virus C (HCV). Kecuali virus hepatitis B, merupakan virus DNA, walaupun
virus-virus tersebut berbeda dalam sifat molekuler dan antigen, akan tetapi semua jenis
virus tersebut memperlihatkan kesamaan dalam perjalanan penyakitnya. Hepatitis virus
akut inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama < 6 bulan.
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh
dunia. Penyakit tersebut atau gejala sisanya bertanggung jawab atas 1 2 juta kematian
setiap tahunnya. Banyak episode hepatitis dengan klinis anikterik, tidak nyata atau
subklinis. Secara global virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang
persisten.

Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar
dari 39,8 68,3 %. Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar
dari 2,5 % di Banjarmasin sampai 25,1 % di Kupang, sehingga termasuk dalam kelompok
negara dengan kelompok endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara - negara Asia
diperkirakan bahwa penyebaran perinatal ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas
prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari
ibu dengan HBeAg positif akan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga
kehidupannya. Adanya HBeAg pada ibu sangat berperan penting untuk penularan.
Walaupun ibu mengandung HbsAg positif namun jika HBeAg dalam darah negatif, maka
daya tularnya menjadi rendah. Data di Indonesia telah dilaporkan oleh Suparyatmo, pada
tahun 1993, bahwa dari hasil pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap hepatitis B, bayi
yang mendapat penularan secara vertikal adalah sebanyak 22 bayi (45,9 %).

Akhir akhir ini lebih dari 95% inveksi hepatitis B akut akan sembuh sempurna.
Imunitas yang dimiliki akan melindungi seseorang terhadap suatu infeksi virus hepatitis B
yang akan datang. Sebaliknya, kebanyakan bayi dan anak anak yang terinfeksi virus
hepatitis B akut akan menjadi kronis. Prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut
menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5% - 46,4%) menempati urutan kedua setelah
1
hepatitis A (39,8% - 68,3%) dan hepatitis B pada urutan ketiga (6,4% - 25,9%). Infeksi
hepatitis D erat kaitannya dengan infeksi hepatitis B. Gambaran klinis hepatitis virus
bervariasimulai dari infeksi asimpomatik tanpa kuning sampai yang sangat berat yaitu
hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala
hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap :

Fase inkubasi
Fase prodromal (pra ikterik)
Fase ikterik
Fase konvalesen (penyembuhan).

Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis akut, umumnya terapi berupa tirah baring,
diet seimbang dan pengobatan suportif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Hepar
2.1.1 Anatomi Hepar
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada
manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi
kuadran atas, terbanyak di hipochondrium kanan, epigastrium, dan melebar ke
hipokondrium kiri. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di
bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intra abdominal dan permukaan hepar sebagian
ditutupi peritoneum yang merupakan Capsula Glissoni, kecuali di daerah posterior-
superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung
dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.
Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ
abdomen ke hepar berupa ligamen. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan
pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar).
Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga IV/V tepat di bawah aerola mammae.
Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh v.
porta hepatis. Cabang dari vena ini berjalan diantara lobulus dan berakhir di sinusoid.
Oksigenasi darah disuplai oleh arteri hepatica. Darah meninggalkan hepar melalui v.
sentralis dari setiap lobulus yang mengalir melalui v. hepatica.

Vena hepatica: Satu dari beberapa vena pendek yang berasal dari lobus hepar
sebagai cabang kecil. Vena ini mengarah langsung menuju v. kava inferior,
mengalirkan darah dari hepar.

Vena cava inferior: Terbentuk dari bersatunya v. iliaka komunis kanan dan kiri,
mengumpulkan darah dari bagian tubuh dibawah diaphragma dan mengalir
menuju atrium kanan jantung

Arteri hepatica: Arteri ini merupakan cabang dari truncus coeliacus (berasal
dari aorta abdminalis) dan mensuplai 20 % darah hepar.

Vena porta hepatis: Pembuluh darah yang mengalirkan darah yang berasal dari
seluruh traktus gastrointestinal. Pembuluh ini mensuplai 80 % darah hepar.

3
Hepar menerima darah dari dua sumber : arterial dan vena. Perdarahan arterial
dilakukan oleh a. hepatika yang bercabang menjadi kiri dan kanan dalam porta hepatis
(berbentuk Y). Darah vena dibawa ke hepar oleh v. porta yang didalam porta hepatis
terbagi menjadi cabang kanan dan kiri. Vena ini mengandung darah yang berisi
produk-produk digestif dan dimetabolisme oleh sel hepar. Dari v. porta darah
memasuki sinusoid-sinusoid hepar lalu menuju ke lobulus-lobulus hepar untuk
mencapai sentralnya. Darah arteri dan vena bergabung dalam sinusoid dan masuk
kedalam vena sentral dan berakhir pada v. hepatika. Terdapat tiga vena utama yaitu:
medial (terbesar), dekstra dan sinistra.

Gambar Anatomi Hepar

2.1.2 Fisiologi Hepar


Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa
fungsi hepar yaitu :

1. Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat

4
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling
berkaitan 1 sama lain. Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus
halus menjadi glikogen, Mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun
di dalam hepar kemudian hepar akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses
pemecahan glikogen menjdi glukosa disebut glikogenolisis. Selanjutnya hepar
mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa.
Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis
dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon
(3C) yaitu pyruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2. Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak

Hepar tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus


mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa
komponen :
Senyawa 4 karbon KETON BODIES
Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol)
Pembentukan cholesterol
Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme
lipid.

3. Fungsi hepar sebagai metabolisme protein

Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses
deaminasi, hepar juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan
proses transaminasi, hepar memproduksi asam amino dari bahan-bahan non
nitrogen. Hepar merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan
- globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product
metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hepar, juga dibentuk di
limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hepar.

4. Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah

5
Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan
dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V,
VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah
faktor ekstrinsik, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah
faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan
faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan
beberapa faktor koagulasi.

5. Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hepar khususnya vitamin A, D, E, K

6. Fungsi hepar sebagai detoksikasi

Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada


proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai
macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

7. Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai


bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi -
globulin sebagai immune livers mechanism.

8. Fungsi hemodinamik

Hepar menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hepar yang
normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di
dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke
hepar

9. Fungsi hepar sebagai kelenjar eksokrin

Hepar menghasilkan sekresi empedu sebanyak 1000 cc setiap hari. Dalam cairan
empedu terdapat:

6
o pigmen empedu, sebagai hasil pemecahan Hb eritrosit dalam lien dan
medulla osseum (bilirubin yang tidak mengandung Fe akan masuk darah ke
hepatosit)

o garam empedu yang penating untuk pencernaan

o protein

o kolesterol

o kristaloid dalam air

o Hormon steroid yang mengikuti peredaran entahepatik. Hormon steroid


masuk hepatosit, mengalami perubahan atau tidak, kemudian masuk enzim
yagn disalurkan dalam intestinum. Di intestinum diserap masuk ke dalam
darah lagi untuk kembali hepatosit. Demikian pula peredaran untuk
bilirubin.

10. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah suatu produk sampingan dari bagian heme sel-sel darah
merah yang dilepaskan ketika sel-sel darah mengalami kehancuran. Pada saat
tersebut bilirubin tidak dapat larut dalam air (unconjugated) dan terdapat dalam
darah berikatan dengan protein. Hati bertanggung jawab untuk menangkap
bilirubin unconjugated ini, untuk mengkonjugasinya kedalam bentuk yang larut
dalam air dan untuk mensekresi bilirubin conjugated kedalam duodenum dan
dipecah oleh bakteri menjadi urobilinogen. Sehingga urobilinogen di eksresikan
bersama feses sehingga feses berwarna coklat. Sebagian lainnya dieliminasi
dalam urin dan sebagian sisanya kembali menuju hati dan diubah kembali mejadi
bilirubin.

2.2 Hepatitis
2.2.1 Definisi Hepatitis

7
Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Dikatakan akut
apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama
kurang dari 6 bulan, dan kronis apabila hepatitis yang tetap bertahan selama lebih dari 6
bulan. Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.
Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus
yaitu : virus hepatitis A (HAV), Virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus
hepatitis D (HDV), Dan virus hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang ditularkan pasca
transfusi seperti virus hepatitis G dan virus hepatitis TT telah dapat diidentifikasi akan
tetapi tidak menyebabkan hepatitis.

2.2.2 Agen Penyebab Hepatitis Virus


Secara umum agen penyebab hepatitis virus dapat di klasifikasikan kedalam dua
group yaitu:
1. Transmisi secara enterik, terdiri dari Virus hepatitis A (HAV) dan Virus hepatitis E
(HEV) :
Virus tanpa selubung
Tahan terhadap cairan empedu
Ditemukan di tinja
Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik
Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal.
2. Transmisi melalui darah, terdiri atas virus hepatitis B(HBV), virus hepatitis D
(HDV), dan virus hepatitis C(HCV):
Virus dengan selubung ( envelope )
Rusak bila terpajan cairan empedu/detergen
Tidak terdapat dalam tinja
Dihubungkan dengan penyakit hati kronik
Dihubungkan dengan viremia yang persisten

2.2.2 Macam-Macam Hepatitis Akut

1. Hepatitis A

Virus hepatitis A (HAV) adalah suatu virus RNA yang tidak berkapsul, tahan
terhadap panas, asam, dan eter, termasuk famili picorna-virus-nm, pada awalnya
diklasifikasikan sebagai enterovirus, saat ini diklasifikasikan dalam genus virus
heparna dari famili picornavirus. Aktivitas virus dapat dihilangkan dengan

8
mendidihkannya selama 1 menit, memberikan formaldehid dan klor atau melalui
radiasi sinar ultraviolet. Hepatitis A memiliki masa inkubasi kurang lebih 4 minggu.
Replikasinya terbatas pada hati, dan selama akhir masa inkubasi serta fase praikterus
akut, virus tersebut terdapat dalam hati, empedu, feses, dan darah. Meskipun virus
tetap berada dalam hati, tersebar dalam feses, viremia dan infektivitasnya hilang
dengan cepat setelah ikterusnya tampak jelas. Tidak seperti virus hepatitis lainnya,
virus hepatitis A dapat bereplikasi dalam biakan jaringan namun replikasinya kurang
baik dibandingkan picornavirus yang lain.

Virus Hepatitis A

Penyebaran penyakit Hepatitis oleh kotoran atau tinja penderita biasanya


melalui makanan (fecel-oral) dan akibat buruknya tingkat kebersihan, bukan melalui
aktivitas sexual atau melalui darah. Penyakit hepatitis kadang-kadang dapat timbul
sebagai komplikasi leptospirosis, sifilis, tuberculosis, toksoplasmosis, dan amebiasis,
yang kesemuanya peka terhadap pengobatan khusus. Penyebab noninfeksiosa
meliputi penyumbatan empudu, sirosis empedu primer, keracunan obat, dan reaksi
hipersensitivitas obat. Komplikasi akibat hepatitis A hampir tidak ada, kecuali pada
para lansia atau seseorang yang memang sudah mengidap penyakit kronis hati atau
sirosis. Hati harus berfungsi dengan baik agar dapat menguraikan sebagian besar obat-
obatan. Obat yang tidak menyebabkan gangguan apa pun pada waktu hati kita sehat
dapat membuat kita sakit parah adalah bila kita mengalami hepatitis. Ini juga berlaku
untuk alkohol, aspirin, jamu-jamuan, dan narkoba. Karena tugas hati adalah untuk
menguraikan zat-zat yang terdapat dalam darah, dan beban dapat menjadi terlalu
berat.

9
Antibodi terhadap HAV anti-HAV dapat dideteksi selama proses akut penyakit
tersebut, dan aktivitas aminotransferase serum meningkat, pada saat itu HAV tetap
ditemukan dalam feses. Respons antibodi terjadi pada tahap permulaan ini terutama
IgM dan menetap selama beberapa bulan, kurang lebih 6 sampai 12 bulan. Akan
tetapi, selama masa konvalesen, anti-HAV dari kelas IgG menjadi antibodi yang
dominan. Oleh karena itu, diagnosis hepatitis A dibuat selama proses akut dari
penyakit tersebut dengan diperlihatkannya titer anti-HAV dari IgM yang tinggi. Pada
proses akut anti-HAV dari IgG tetap terdeteksi untuk jangka waktu tidak terbatas, dan
pasien dengan anti-HAV serum positif lebih memiliki ketahanan tubuh terhadap
infeksi ulangan. Jadi, aktivitas antibodi penetralisir terjadi juga dengan munculnya
anti-HAV, dan terdapatnya IgG anti-HAV dalam globulin imun yang berperan sebagai
pelindung terhadap infeksi HAV.

Epidemiologi dan faktor resiko

Penyebaran HAV antar individu ditingkatkan melalui higiene perorangan yang


buruk dan kepadatan penduduk, dan masyarakat yang terjangkit luas serta
dihubungkan dengan sumber minum yang digunakan bersama, makanan yang
terkontaminasi, tidak terbukti adanya penularan maternal neonatus, prevalensi
berkorelasi dengan standar sanitasi dan rumah tinggal ukuran besar, transmisi melalui
transfusi darah jarang terjadi. Pada daerah beriklim sedang, gelombang epidemik telah
dicatat setiap 5-20 tahun saat muncalnya populasi nonimun yang baru, akan tetapi, di

10
negara berkembang, insidensi hepatitis tipe A telah menurun, agaknya sebagai fungsi
dari perbaikan sanitasi, dan pola siklis ini tidak lagi diamati.

Masa inkubasi 15 50 hari (rata-rata 30 hari), HAV diekresi di tinja oleh


orang yang terinfeksi selama 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan
penyakit. Viremia muncul singkat (tidak lebih dari 3 minggu) kadang kadang
sampai 90 hari pada infeksi yang membandel atau infeksi yang kambuh. Eksresi feses
yang memanjang (bulanan) dilaporkan pada neonatus yang terinfeksi. Transmisi
enterik (fekal oral) predominan di antara anggota keluarga.

Faktor resiko lain meliputi paparan pada :


Pusat perawatan sehari untuk bayi dan anak balita
Institusi untuk developmentary disadvantage
Berpergian kenegara berkembang
Perilaku seks anal oral
Pemakaian bersama pada IVDU

Patofisiologi

HAV didapat melalui transmisi fecal-oral; setelah itu orofaring dan traktus
gastrointestinal merupakan situs virus ber-replikasi. Virus HAV kemudian di transport
menuju hepar yang merupakan situs primer replikasi, dimana pelepasan virus menuju
empedu terjadi yang disusul dengan transportasi virus menuju usus dan feses. Viremia
singkat terjadi mendahului munculnya virus didalam feses dan hepar. Pada individu
yang terinfeksi HAV, konsentrasi terbesar virus yang di ekskresi kedalam feses terjadi
pada 2 minggu sebelum onset ikterus, dan akan menurun setelah ikterus jelas terlihat.
Anak-anak dan bayi dapat terus mengeluarkan virus selama 4-5 bulan setelah onset
dari gejala klinis.

11
Kerusakan sel hepar bukan dikarenakan efek direct cytolytic dari HAV; Secara
umum HAV tidak melisiskan sel pada berbagai sistem in vitro. Pada periode inkubasi,
HAV melakukan replikasi didalam hepatosit, dan dengan ketiadaan respon imun,
kerusakan sel hepar dan gejala klinis tidak terjadi.

2. Hepatitis E
Virus hepatitis E merupakan jenis hepatitis non-A, non-B yang disebarkan
lewat virus yang ditransmisikan melalui enterik yang banyak terjadi terutama di India,
Asia, Afrika dan Amerika tengah, di area geografis tersebut HEV merupakan penyebab
paling umum dari hepatitis akut. Mempunyai epidemiologi yang hampir sama dengan
HAV, memiliki 32-34 nm, nonenvelop, HAV like virus dengan 7600 nukleotida, rantai
tunggal , genom RNA dengan tiga overla ORF (open reading frames), terbesar adalah
ORF1 mengkode protein nonstruktural yang terlibat dalam replikasi virus. Gene sedang
adalah ORF2 mengkode protein nukleikapsid, dan yang terkecil, ORF 3 mengkode
protein struktural yang fungsinya belum diketahui. Pada manusia hanya terdiri atas satu
serotipe, empat sampai lima genotipe utama. Dapat menyebar pada sel embrio diploid
paru, replikasi hanya terjadi pada hepatosit. virus dapat dideteksi di dalam tinja, empedu
dan hati dan di eksresikan di dalam tinja selama masa inkubasi. Respon imun untuk
antigen virus terjadi sangat awal selama infeksi akut. Kedua IgM anti HEV dan IgG anti

12
HEV dapat dideteksi, tetapi menurun secara mendadak setelah infeksi akut, dan
mencapai level terendah dalam 9-12 bulan.

Gambar 2 : Virus Hepatitis E

Epidemiologi dan Faktor Resiko :

Masa inkubasi HEV rata-rata 40 hari, distribusi luas dalam bentuk epidemi dan
endemi, hepatitis seporadik sering terjadi pada dewasa muda di negara yang sedang
berkembang, penyakit epidemi dengan sumber penularan melalui air, intrafamilial kasus
sekunder jarang, dilaporkan adanya transmisi maternal neonatal, di negara maju
infeksi sering berasal dari orang yang kembali pulang setelah melakukan perjalanan,
atau imigran baru dari daerah endemik. Viremia yang memanjang atau pengeluaran di
tinja merupakan kondisi yang tidak sering dijumpai. Zoonosi : babi dan binatang lain.

3. Virus Hepatitis B

Virus Hepatitis B adalah suatu virus DNA dengan struktur genom yang sangat
kompleks. DNA HBV membuat sandi yang menghasilkan empat kelompok produk
virus dan memiliki struktur yang kompleks serta memiliki banyak partikel. HBV
memperoleh penghematan genomiknya dengan suatu strategi membuat sandi protein
yang efisien dari empat gen yang saling bertumpang tindih: S, C, P, dan X. HBV
memiliki tiga bentuk morfologi yang berbeda, memiliki pasangan pada simpai dan
antigen virus nukleokapsid HBV, bereplikasi dalam hati tetapi ada di tempat
ekstrahepatik, mengandung polimerasi DNA endogen sendiri, memiliki genom untai
ganda parsial, genom untai tunggal parsial, berhubungan dengan hepatitis akut dan

13
kronik dan karsinoma hepatoseluler, dan mengandalkan strategi replikasi yang unik di
antara virus DNA tetapi khas pada retrovirus. Sebagai pengganti replikasi DNA
langsung dari suatu cetakan DNA, replikasi hepadnavirus mengandalkan transkripsi
terbalik. Protein virus ditranslasi oleh RNA pragenomik dan protein tersebut bersama
dengan genom dipaketkan ke dalam virion dan disekresi dari hepatosit.

Protein yang diekspresikan pada permukaan luar virion dan pada struktur sferis
dan tubuler yang lebih kecil dinyatakan sebagai antigen permukaan hepatitis B
(HBsAg). Pada orang yang terinfeksi HBV, skonsentrasi HBsAg dan partikel virus
dalam darah pasien dapat mencapai 500 g/ml dan 10 milyar partikel per milliliter.
Protein nukleokapsid disandikan oleh gen C. Antigen tersebut terekspresi pada
permukaan inti nukleokapsid yang disebut sebagai antigen inti hepatitis B (HbcAg), dan
antibodi yang berhubungan disebut anti-HBc. Antigen HBV yang ketiga adalah antigen
hepatitis Be (HBeAg) yang merupakan protein nukleokapsid yang larut, nonpartikular
dimana secara imunologis berbeda dari HBcAg yang utuh tetapi merupakan produk gen
C yang sama. Gen C memiliki dua kodon inisiasi yaitu pada daerah prainti dan daerah
inti. Bila proses translasi dimulai pada daerah prainti, protein yang dihasilkan adalah
HBeAg, yang memiliki peptida sinyal yang mengikatnya pada rerikulum endoplasma
halus dan menimbulkan sekresi ke dalam sirkulasi. Bila proses translasi dimulai pada
daerah inti, HBcAg adalah protein yang dihasilkan dari proses itu. Protein itu tidak
mempunyai peptida sinyal, tidak disekresi, tetapi berkumpul di dalam partikel
nukleokapsid yang bergabung dan terikat pada RNA dan yang pada akhirnya
mengandung DNA HBV, tergabung dalam inti nukleokapsid yang merupakan
polimerase DNA, berperan dalam mengatur replikasi dan memperbaiki DNA HBV.
Partikel HBcAg tetap dalam hepatosit, tempat HBcAg segera terdeteksi dengan
pewarnaan imunohistokimiawi, dan dikeluarkan setelah enkapsidasi oleh simpai
HBsAg. Oleh karena itu, partikel simpai tanpa inti tidak bersirkulasi dalam serum.
Protein nukleokapsid yang disekresi. HBeAg, merupakan penanda kualitatif replikasi
HBV dan infektivitas relatif yang baik sekali, mudah terdeteksi.

Serum HBsAg-positif yang mengandung HBeAg lebih infeksius dan


berhubungan dengan terdapatnya virion hepatitis B (dan polimerase DNA dan DNA
HBV) dibandingkan dengn serum yang negatif HBeAg atau serum yang positif anti-
HBe. Sebagai contoh, ibu karier HBsAg yang positif HBeAg hampir selalu (>90

14
persen) menularkan infeksi hepatitis B pada keturunannya, sedangkan ibu karier HBsAg
dengan anti-HBe jarang (10 sampai 15 persen) menginfeksi keturunannya.

Pada setiap individu dengan infeksi HBV akut, HBeAg berkembang sementara
pada awal perjalanan penyakit, tetapi HBeAg positif yang menetap berkorelasi dengan
replikasi virus yang sedang berlangsung dan mungkin berhubungan dengan aktivitas
penyakit yang berkelanjutan pada hepatitis kronik, hilangnya HBeAg mungkin
merupakan petanda perbaikan biokimiawi dan resolusi infeksi yang potensial.
Sayangnya, HBeAg bukan merupakan penanda diskriminatif yang baik untuk
mendukung prediksi prognosis atau menggantikan evaluasi morfologik menilai
keparahan pasien yang menderita hepatitis kronik.

Gen HBV ketiga dan merupakan yang terbesar adalah gen P, gen ini membuat
sandi dari polimerase DNA, seperti yang dijelaskan di atas, enzim ini mempunyai
aktivitas DNA-dependents DNA polymerase dan RNA-dependent reverse transcriptase.
Gen keempat adalah gen X, yang membuat sandi protein kecil, nonpartikular yang telah
diperlihatkan mampu melakukan transaktivasi transkripsi gen virus dan sel.
Transaktivasi semacam itu dapat meningkatkan replikasi HBV, mengakibatkan
hubungan klinis yang tampak antara ekspresi produk gen X, antigen hepatitis x
(HBxAg), dengan antibodi terhadapnya pada pasien yang menderita hepatitis kronik
aktif dan karsinoma hepatoseluler. Aktivitas transaktivasi dapat meningkatkan
transkripsi virus lain selain HBV, seperti HIV. Oleh karena itu, HBV dapat berperan
dalam meningkatkan replikasi virus-virus lain. Proses seluler yang mengalami
transaktivasi oleh gena X termasuk gena interferon- manusia dan gena histokom
patibilitas mayor kelas I; secara potensial, efek tersebut dapat meningkatkan kerentanan
hepatosit yang terinfeksi HBV terhadap sel T sitolitik. Akan tetapi, gena X dan protein
yang dihasilkannya, tidak terdapat pada hepadnavirus nonmamalia; oleh karena itu,
gena X tidak penting untuk replikasi hepadnavirus.

Setelah terinfeksi HBV, penanda virologik pertama yang terdeteksi dalam


serum adalah HBsAg. HBsAg dalam sirkulasi lebih dahulu ada dari pada peningkatan
aktivitas aminotransferase serum dan gejala-gejala klinis serta tetap terdeteksi selama
keseluruhan fase ikterus atau simtomatis dari hepatitis B akut dan sesudahnya. Pada
kasus yang khas, HBsAg tidak terdeteksi dalam 1 hingga 2 bulan setelah timbulnya
ikterus dan jarang menetap lebih dari 6 bulan. Setelah HBsAg hilang, antibodi terhadap

15
HBsAg (anti-HBs) terdeteksi dalam serum dan tetap terdeteksi sampai waktu yang
tidak terbatas sesudahnya. Karena HBcAg terpencil didalam mantel HBsAg. HBcAg
tidak terdeteksi secara rutin dalam serum pasien dengan infeksi HBV. Dilain pihak,
antibodi terhadap HBcAg (anti-HBc) dengan cepat terlihat dalam serum, dimulai dalam
1 hingga 2 minggu pertama setelah timbulnya HBsAg dan mendahului terdeteksinya
kadar anti-HBs dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan. Karena terdapat variasi
dalam waktu timbulnya anti-HBs setelah infeksi HBV, kadang terdapat suatu tenggang
waktu beberapa minggu atau lebih yang memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya
anti-HBs. Selama periode tenggang waktu atau (window period) ini, anti-HBc dapat
menjadi bukti serologik pada infeksi HBV yang sedang berlangsung, dan darah yang
mengandung anti-HBc tanpa adanya HBAg dan anti-HBs telah terlibat pada
perkembangan hepatitis B akibat transfusi. Sebagian karena adanya peningkatan
sensitivitas pemeriksaan immunoesai untuk HBsAg dan anti-HBs, akan tetapi periode
jendela ini jarang ditemukan. Pada sejumlah orang, beberapa tahun setelah infeksi HBV,
anti-HBc dapat menetap dalam sirkulasi lebih lama dari anti-HBs. Oleh karena itu,
ditemukannya anti-HBc saja tidak selalu menunjukkan replikasi virus yang aktif,
hampir semua kasus ditemukannya anti-HBc saja menyatakan infeksi hepatitis B pada
masa lalu. Akan tetapi jarang anti-HBc saja menyatakan viremia hepatitis B kadar
rendah, dengan HBsAg di bawah deteksi, kadang anti-HBc saja menyatakan reaksi
silang atau spesifitas imunologik yang positif-palsu. Perbedaan antara infeksi HBV
yang sekarang dengan yang terjadi pada masa lalu dapat diketahui melalui penentuan
kelas immunoglobulin dari anti-HBc. Anti-HBc dari kelas IgM (IgM anti-HBc)
terdeteksi selama kira-kira 6 bulan pertama setelah infeksi akut, sedangkan IgM anti-
HBc merupkan kelas anti-HBc yang utama setelah 6 bulan. Oleh karena itu, pasien yang
menderita hepatitis B akut yang baru terjadi, termasuk mereka yang terdeteksi anti-
HBc dalam periode jendela, memiliki IgM anti-HBc dalam serumnya. Pada pasien yang
telah sembuh dari hepatitis B pada masa lalu demikian pula mereka yang menderita
infeksi HBV kronik, anti-HBc terutama dari kelas IgG. Kadang-kadang, tidak lebih dari
1 hingga 5 persen pasien yang menderita infeksi HBV aku, kadar HBsAg-nya terlalu
rendah untuk dapat dideteksi, pada kasus semam itu, terdapatnya IgM anti-HBc dapat
menegakkan diagnosis hepatitis B akut. Bila ditemukan anti-HBc saja pada pasien
dengan hepatitis B kronik yang kadar HBsAg-nya di bawah ambang kepekaan pada
pemeriksaan imunoesai (karier kadar rendah), anti-HBc-nya adalah dari kelas IgG.

16
Umumnya, pada orang yang telah sembuh dari hepatitis B, anti-HBs dan anti HBc-nya
menetap untuk waktu yang tidak terbatas.

Hubungan sementara antara timbulnya anti-HBs dengan resolusi infeksi HBV


demikian pula pengamatan bahwa orang dengan anti-HBs terdapat dalam serunya akan
dilindungi terhadap infeksi ulang HBV dan hal ini memberi kesan bahwa anti-HBs
adalah antibodi protektif. Oleh karena itu, strategi untuk pencegahan infeksi HBV
didasarkan pada pemberian anti-HBs dalam sirkulasi pada orang yang rentan., Pada 10
hingga 20% pasien yang menderita hepatitis B kronik, anti-HBs dengan kadar rendah,
dan afinitas rendah dapat terdeteksi. Antibodi ini melawan suatu determinan subtipe
yang berbeda dengan yang diwakili oleh HbsAg pasien, keberadaannya dianggap
merefleksikan simulasi pada suatu klon sel pembentuk antibodi, namun tidak
mempunyai relevansi klinis dan tidak memberi isyarat imminent clearance pada
hepatitis B.

Penanda serologik lain yang segera dapat dideteksi pada infeksi HBV. HBeAg,
timbul bersamaan dengan atau segera setelah HBsAg. Penampakannya sementara
bertepatan dengan tingkat replikasi virus yang tinggi dan menyatakan keberadaan virion
utuh dalam sirkulasi, polimerase DNA, dan DNA HBV. HBeAg menjadi tidak
terdeteksi segera setelah puncak peningkatan aktivitas aminotransferase, sebelum
hilangnya HBsAg, dan anti-HBe terdeteksi, bertepatan dengan suatu periode infektivitas
yang retatif lebih rendah. Karena penanda replikasi HBV timbul hanya dalam waktu
yang singkat. Tes untuk penanda semacam itu memiliki kegunaan klinis yang kecil pada
kasus infeksi HBV yang khas. Sebaliknya, penanda replikasi HBV memberikan
informasi yang berharga pada pasien yang menderita infeksi berkepanjangan. Berbeda
dari pola infeksi HBV akut yang khas, pada infeksi HBV kronik, HBsAg tetap
terdeteksi setelah 6 bulan, anti-HBc terutama dari ketas IgG, dan anti-HBs keduanya
tidak terdeteksi atau terdeteksi pada kadar yang rendah. Selama permulaan infeksi HBV
kronik, DNA HBV dapat dideteksi pada serum dan nuklei hepatosit, dimana DNA HBV
terdapat dalam bentuk bebas atau episomal. Stadium replikasi pada infeksi HBV ini
merupakan saat infektivitas dan cedera hati yang terberat: HBeAg merupakan penanda
kualitatif dan DNA HBV merupakan penanda kuantitatif pada fase replikasi ini, yang
pada saat itu. ketiga bentuk HBV ditemukan dalam darah, termasuk virion utuh. Selama
waktiu itu, fase replikasi pada infeksi memberi jalan pada suatu fase non replikasi
relatif. Keadaan ini timbul pada angka kira-kira 10 % setiap tahun dan disertai dengan

17
serokonversi dari HBeAg positif menjadi anti-HBe positif. Pada hampir semua kasus,
serokonversi ini terjadi bersamaan dengan suatu peningkatan aktivitas aminotransferase
seperti hepatitis akut yang sifatnya sementara, yang dianggap sudah hilang (clearance)
yang diperantarai oleh sel pada hepatosit yang terinfeksi virus. Pada fase nonreplikatif
dari infeksi kronik, bila ditemukan DNA HBV pada nuklei hepatosit, cenderung
berintegrasi dengan genom pejamu. Dalam fase ini, hanya tampak bentuk HBV yang
sferis dan tubuler dalam darah, bukan virion utuh, dan cedera hati cenderung mereda.
Hampir semua pasien seperti itu akan dianggap sebagai karier HBV asimtomatik.
Penunjukkan replikasi dan non replikasi hanya bersifat relative, meskipun pada keadaan
yang disebut fase nonreplikatif, replikasi HBV dapat dideteksi dengan pemeriksaan
yang lebih peka seperti reaksi rantai polimerase (PCR). Namun, perbedaan itu tetap
berarti secara patologis maupun klinis. Infeksi HBV nonreplikasi berubah kembali
menjadi infeksi replikasi. Reaktivasi spontan seperti itu disertai dengan timbulnya
kembali HBeAg dan DNA HBV demikian pula dengan eksaserbasi cedera hati.

Antigen hepatitis B dan DNA HBV telah diidentifikasi pada daerah


ekstrahepatik, termasuk kelenjar limfe, sumsum tulang, limfosit darah, limpa, dan
pankreas. Meskipun virus tersebut tidak tampak berhubungan dengan cedera jaringan
pada setiap daerah ekstrahepatik itu, keberadaannya pada reservoir yang jauh ini telah
diketahui menjelaskan berulangnya infeksi HBV setelah transplantasi hati ortotopik.
Pemahaman yang lebih lengkap tentang relevansi klinis dari HBV ekstrahepatik tetap
perlu ditegaskan.

Virus Hepatitis B

18
Epidemiologi dan Faktor Resiko

Menurut WHO, sedikitnya 350 juta penderita carrier hepatitis B terdapat di


seluruh dunia, 75%-nya berada di Asia Pasifik. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat
2 juta pasien meninggal karena hepatitis B. Hepatitis B mencakup 1/3 kasus pada
anak. Indonesia termasuk negara endemik hepatitis B dengan jumlah yang terjangkit
antara 2,5% hingga 36,17% dari total jumlah penduduk (Rizal E.M., 2009). Ramai
pembawa virus hepatitis B tidak mengetahui implikasi penyakit ini, dan mempunyai
persepsi yang berbeda-beda. Dalam penelitian terhadap 320 penduduk Kemboja
Amerika, median skor tingkat pengetahuan mereka adalah hanya 4.8 daripada
maksimal 12(Taylor VM, 2005). Dalam penelitian yang hampir sama terhadap 147
wanita Cina Kanada, responden hanya menjawab 6,9 dari 12 soalan yang benar.

Masa inkubasi HBV 15 180 hari (rata-rata 60 90 hari). Viremia


berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut. Sebanyak 1-
5% dewasa, 99% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronis
dan viremia yang persisten. Infeksi persisten dihubungakan dengan hepatitis kronik,
sirosis dan kanker hati. HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal,
saliva, cairan tubuh lainnya.

Cara transmisi:

Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja


kesehatan, pekerja yang terpapar darah
Transmisi seksual
Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa : tertusuk jarum, penggunaan
ulang peralatan medis yang terkontaminsi, penggunaan bersama pisau cukur
dan silet, tato, akupuntur, tindik, penggunaan sikat gigi bersama.
Transmisi maternal neonatal, maternal infant
Tak ada bukti penyebaran fekal oral.

4. Hepatitis C

Virus Hepatitis C mempunyai selubung glikoprotein dan merupakan virus RNA


untai tunggal, dengan partikel sferis dan inti nukleokapsid 33 nm. Virus ini termasuk
klasifikasi flaviviridae, genus hepacivirus. Genom HCV terdiri atas 9400 nukleutida,
mengkode protein besar sekitar seridu 3000 asam amino.

19
1/3 bagian dari poliprotein terdiri ats protein struktural
Protein selubung dapat menimbulkan antibodi netralisasi
Regiovipervariabel terletak di E2
Sisa 2/3 dari poliprotein terdiri ats protein nonstruktural yang terlibat
dalam replikasi HCV

Hanya ada satu serotipe yang dapat diidentifikasi, terdapat banyak genotip dengan
distribusi yang berfariasi diseluruh dunia.

Gambar : Virus Hepatitis C

Epidemiologi dan Faktor Resiko:

Masa inkubasi HCV diperkirakan 15 160 hari (puncak pada sekitar 50 hari).
Viremia yang berkepanjangan dan infeksi yang persisten umum dijumpai (55-855).
Distribusi geografik luas. Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik,
sirosis dan kanker hati.

Cara transmisi :

Darah (predominan) : IVDU dan penetrasi jaringan, resepien produk darah


Transmisi seksual : efisiensi rendah, frekuensi rendah
Maternal neonatal : efisiensi rendah, frekuensi rendah
Tak terdapat bukti transmisi fekal oral.

20
5. Hepatitis D

Virus akut Hepatitis D merupakan virus RNA tidak lengkap, memerlukan


bantuan dari HBV untuk ekspresinya, patogenitas tapi tidak untuk replikasi. Hanya
dikenal satu serotipe dengan tiga genotip. Partikel sferis 35-27 nm, diselubungi oleh
lapisan lipoprotein HBV (HbsAg) 19 nm struktur mirip inti. Mengandung suatu antigen
nuclear phosphoprotein (HDV antigen) :

Mengikat RNAterdiri dari 2 isomorf : yang lebih kecil mengandung 195


asam amino dan yang lebih besar mengandung 214 asam amino.
Antigen HDV yang lebih kecil mengangkut RNA ke dalam inti, merupakan
sel esensial untuk replikasi
Antigen HDV yang lebih besar : menghambat replikasi HDV RNA dan
berperan pada perakitan HDV

RNA HDV merupakan untai tunggal, covalenty close dan sirkular, mengandung kurang
dari 1680 nukleotida, merupakan genom RNA terkecil diantara virus biantang.
Replikasi hanya di hepatosit.

Virus Hepatitis D

Epidemiologi dan faktor resiko

Masa inkubasi HDV diperkirakan 4-7 minggu, insiden berkurang dengan


adanya peningkatan pemakaian vaksin, bisa terjadi viremia singkat (infeksi akut) atau
memanjang (infeksi kronik). Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko
infeksi HBV (koinfeksi atau superinfeksi)

IVDU
Homoseksual atau biseksual

21
Resipien donor darah
Pasangan seksual

Cara penularan melalui darah, transmisi seksual, penyebaran maternal-neonatal.

2.2.3 Patofisiologi Hepatitis

2.2.4 Gambaran Klinis

Hepatitis virus akut terjadi setelah masa inkubasi yang bervariasi menurut
agen penyebab. Umumnya :

22
a. Masa Inkubasi : untuk Hepatitis A berkisar antara 15 sampai 45 hari (rata-rata 4
minggu), untuk hepatitis B dan D dari 30-180 hari (rata-rata 4 sampai 12
minggu), untuk hepatitis C dari 15 hingga 160 hari (rata-rata 7minggu), dan
untuk hepatitis E dari 14 hingga 60 hari (rata-rata 5 sampai 6 minggn).

b. Gejala prodromal dan hepatitis virus akut bersifat sistemik dan cukup bervariasi.
Gejala konstitusional berupa anoreksia, nausea dan vomitus, kelelahan, malaise,
artralgia, mialgia, sakit kepala, fotofobia, faringitis, batuk, dan pilek(coryza)
dapat mendahului awitan ikterus selama 1 sampai 2 minggu. Nausea, vomitus,
dan anoreksia sering berhubungan dengan perubahan indra penghidup dan
pengecap. Demam derajat rendah antara 38 dan 39C (100 sampai 102F) lebih
sering ditemukan pada hepatitis A dan E dari pada pada hepatitis B atau C,
kecuali bila hepatitis B disertai dengan sindroma seperti penyakit serum; jarang
ditemukan demam bersuhu 39,5-40C (103 sampai 104F) yang menyertai
gejala konstitusional. Urin yang berwarna gelap akibat urobilinogen dan feses
yang berwarna seperti dempul (clay) akibat penurunan sekresi empede kedalam
traktus GI dapat dijumpai pada pasien dari 1 hingga 5 hari setelah awitan ikterus
klinis.

c. Dengan awitan ikterus klinis, gejala prodomal konstitusional biasanya hilang,


tetapi pada beberapa pasien umumnya ditemukan penurunan berat badan ringan
(2,5 sampai 5 kg) dan dapat benkelanjutan selama seluruh fase ikterus. Hati
pasien membesar dan nyeri tekan dan mungkin dihubungkan dengan nyeri
kuadran kanan atas dan rasa tidak nyaman. Kadang-kadang, pasien
memperlihatkan gambaran kolestasis, memberi kesan adanya obstruksi pada
saluran empedu ekstrahepati. Splenomegali dan adenopati servikal ditemukan
pada 10 sampai 20 persen pasien yang menderita hepatitis akut. Jarang
ditemukan spider angioma selama fase ikterus dan hilang selama masa
konvalesen.

d. Selama fase penyembuhan, gejala koastitusional hilang, tetapi biasanya beberapa


kelainan seperti pembesaran hati dan abnormalitas tes biokimiawi pada fungsi
hati tetap ditemukan. Lamanya fase pascaikterus bervariasi, berkisar dari 2
sampai 12 minggu, dan biasanya lebih lama pada hepatitis B dan C akut.
Penyembuhan klinis dan biokimiawi komplit diharapkan terjadi dalam 1 hingga 2

23
bulan setelah semua kasus hepatitis A dan E dan 3 sampai 4 bulan setelah awitan
ikterus dalam tiga perempat kasus hepatitis B dan C yang tanpa komplikasi.
Sisanya, penyembuhan biokimiawi mungkin terlambat. Proporsi besar dari pasien
yang menderita hepatitis virus tidak pernah menjadi ikterus.

lnfeksi HDV dapat terjadi pada adanya infeksi HBV akut atau kronik; lamanya
infeksi HBV menentukan lamanya infeksi HDV. Bila infeksi HDV dan HBV akut
terjadi secaca bersamaan, gambaran klinis dan biokimiawi mungkin sulit dibedakan
dari infeksi HBV saja, meskipun kadang lebih berat. Berbeda dengan pasien yang
menderita infeksi HBV akut. pasien yang menderita infeksi HBV kronik dapat
mendukung replikasi HDV untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Keadaan ini dapat
terjadi bilas infeksi HDV akut terjadi pada kehadiran infeksi HBV kronik.. Lebih
sering, infeksi HDV akut menjadi kronik bila disertai dengan infeksi HBV yang
mendasarinya. Pada kasus seperti itu, superinfeksi HDV tampak sebagai eksaserbasi
klinis atau episode yang menyerupai hepatitis virus akut pada seseorang yang telah
terinfeksi secara kronik dengan HBV. Dulu, peristiwa yang menyerupai hepatitis akut
pada seorang karier HBV atau seorang pasien yang menderita hepatitis B kronik turut
berperan dalam memperberat hepatitis non-A, non-B atau terhadap riwayat alamiah
penyakit tersebut, Akan tetapi, proporsi dari episode seperti itu menyatakan
superinfeksi HDV akut. Superinfeksi HDV pada pasien yang menderita hepatitis B
kronik sering mengakibatkan kemunduran klinis.

Selain superinfeksi dengan agen hepatitis lain, bukti-bukti klinis serupa


hepatitis akut pada individu yang menderita hepatitis B dapat menyertai serokonversi
spontan HBeAg menjadi anti-HBe atau reaktivasi spontan, yaitu, perbaikan dan
infeksi non replikatif menjadi replikatif. Reaktivasi sepenti itu dapat juga ditemukan
pada pasien yang mengalami imusosupresi secara terapeutik dengan infeksi HBV
kronik bila obat imunosupresif-sitotoksik dihentikan; pada kasus ini, perbaikan
kompetensi imun dianggap memungkinkan penerusan pemeriksaan sitolisis yang
diperantarai sel, sebelunmya pada hepatosit yang terinfeksi oleh HBV.

2.2.5 Gambaran Laboratorium

24
Aminotransferase serum AST dan ALT (dulu disebut SGOT dan SGPT)
memperlihatkan peningkatan yang bervariasi selama fase prodromal dari hepatitis
virus akut dan mendahului peningkatan kadar bilirubin. Akan tetapi, kadar akut dari
enzim ini tidak berhubungan baik dengan derajat kerusakan sel hati. Kadar puncak
bervariasi dari 400 hingga 4000 IU atau lebih, kadar ini biasanya tercapai pada saat
pasien itu secara klinis tampak ikterus dan hilang secara prognesif selama fase
penyembuhan dari hepatitis akut. Diagnosis hepatitis an ikterus sulit dan memerlukan
Indeks kecurigaan yang tinggi; keadaan ini didasarkan pada gambaran klinis dan pada
peningkatan aminotransferase, meskipun dapat ditemukan sedikit peningkatan
bilirubin rerkonjugasi.

Ikterus biasanya tampak pada sklera atau kulit bila nilai bilirubin serum
melebihi 43 mol/L, (2,5 mg/dL). Bila timbul ikterus, bilirubin serum secara khas
meningkat sekitar 85 sampal 340 mol/L (5 sampan 20 mg/dl.). Bilirubin serum dapat
terus meningkat meskipun kadar transferase serum telah menurun. Pada hampir
semua kasus, bilirubin total sama-sama dibagi antara fraksi terkonjungasi dan fraksi
tidak terkonjungsi. Kadar bilirubin di atas 340 mo/dL (20 mg/dL) yang
berkepanjangan dan lama menetap dalam perjalanan hepatitis virus akut lebih
mungkin menggambarkan penyakit yang berat. Akan tetapi, pada pasien tertentu
dengan anemia hemolitik yang mendasarinya seperti defisiensi glukosa 6 fosfat
dehidrogenase dan anemia sel sabit, seringkali dijumpai kadar bilirubin serum yang
tinggi, akibat hemolisis yang berat. Pada pasien seperti itu, telah ditemukan kadar
bilirubin yang lebih besar dari 513 mol/L (30 mg/dL) dan tidak perlu dikaitkan
dengan suatu prognosis yang buruk.
Neutropenia dan limfopenia ringan dan disertai dengn limfositosis relatif.
Limfosit atipis (bervariasi antara 2 dan 20%) sering ditemukan selama fase akut.
Limfosit yang atipis ini sulit dibedakan dari limfosit atipis yang dijumpai pada
mononukleosis infeksiosus. Pengukuran waktu protrombin (PT) adalah penting pada
pasien yang menderita hepatitis virus akut, perpanjangan waktu protrombin dapat
menyatakan gangguan sintesis berat, nekrosis hepatoseluler ekstensif yang nyata, dan
menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Kadang-kadang, perpanjangan waktu
protrombin dapat terjadi pada peningkatan bilirubin dan transaminase serum yang
sangat rendah. Nausea dan vomitus yang berkepanjangan, asupan karbohidrat yang
tidak adekuat, dan cadangan glikogen hati yang sedikit dapat berperan terhadap

25
terjadinya hipoglikemia yang kadang ditemukan pada posien yang menderita hepatitis
virus akut. Fosfatase alkali serum mungkin normal atau hanya meningkat sedikit,
sedangkan penurusan albumin serum adalah tidak lazim pada hepatitis virus akut
tanpa komplikasi. Pada beberapa pasien, telah ditemukan adanya steatore ringan dan
sementara demikian pula dengan sedikit hematuria mikroskopik dan proteinuria
minimal.
Peningkatan fraksi gama globulin difus namun ringan lazim selama hepatitis
virus akut. IgG dan IgM serum meningkat pada kira-kira sepertiga pasien selama fase
akut dari hepatitis virus, namun peningkatan IgM serum tampaknya lebih khas selama
hepatitis A akut. Selama fase hepatitis virus akut, dapat ditemukan antibodi terhadap
otot polos dan unsur pokok sel lainnya, dan titer faktor rematoid yang rendah,
antibodi antinukleus, dan antibodi heterofil juga kadang dapat ditemukan. Antibodi
pada hepatitis virus bersifat tidak spesifik dan juga dapat dihubungkan dengan
penyakit virus dan sistemik lainnya. Sebaliknya, antibodi yang spesifik untuk virus,
yang tampak selama dan setelah infeksi virus hepatitis, merupakan penanda serologik
untuk kepentingan diagnostik.
Seperti yang dijelaskan di atas, tes serologik dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis hepatitis A, B, D, dan C. Tes untuk HAV fekal atau serum
tidak dapat dilakukan secara rutin. Oleh karena itu, diagnosis hepatitis tipe A
didasarkan pada deteksi IgM anti-HAV selama penyakit akut. Faktor rematoid dapat
memberikan hasil positif-palsu pada tes ini.
Diagnosis infeksi HBV selalu dapat ditegakkan melalui deteksi HBsAg serum.
Jarang sekali, kadar HBsAg terlalu rendah untuk dapat dideteksi selama infeksi HBV
akut bahkan dengan imunoesai generasi terbaru yang sangat peka. Pada kasus seperti
itu, diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya IgM anti-HBc. Sebagai kemungkinan
lain, penampakan de novo dari anti-HBc dan anti-HBs selama sakit dan selama
penyembuhan dapat mendukung kesan disgnostik.
Titer HBsAg sedikit berhubungan dengan beratnya penyakit. Memang,
mungkin ada hubungan kebalikan antara konsentrasi HBsAg serum dengan derajat
kerusakan sel hati. Misalnya, titer tertinggi pada pasien dengan penekanan imun, lebih
rendah pada penyakit hati kronik (tetapi lebih tinggi pada hepatitis kronik persisten
daripada hepatitis kronik aktif), dan terendah pada hepatitis fulminan akut.
Pengamatan ini memberi kesan bahwa pada hepatitis B derajat kerusakan sel hati dan
perjalanan klinis berhubungan dengan variasi respons imun pasien terbadap HBV
daripada pada jumlah HBsAg yang berada di dalam darah. Akan tetapi, pada individu

26
dengan kemampuan mengembangkan tanggap imun, terdapat hubungan antara
penanda replikasi HBV dengan cedera hati (lihat di bawah).
Penanda serologik lain yang mungkin bermanfaat pada pasien yang
menderita hepatitis B adalah HBeAg. Manfaat klinis utama dari antigen tersebut
adalah sebagai indikator infektivitas relatif. Karena HBeAg selalu ditemukan selama
permulaan infeksi hepatitis B akut, pengujian HBeAg terutama diindikasikan selama
mengikuti perjalanan infeksi kronik.
Pada pasien yang menderita antigenemia hepatitis B permukaan untuk waktu
yang tidak diketahui, yaitu, darah donor yang dalam darahnya ditemukan positif
HBsAgdan yang ditujuk kedokter untuk evaluasi, pengujian IgM anti-HBc dapat
benguna untuk membedakan antara infeksi akut atau yang baru terjadi (IgM anti-HBc
positif) dengan infeksi HBV kronik (IgM anti-HBc negatif, IgG anti-HBc positif). Uji
positif-palsu untuk IgM anti-HBc dapat ditemukan pada pasien yang memiliki titer
faktor rematoid yang tinggi.
Anti-HBs jarang dapat dideteksi dengan adanys HBsAg pada pasien yang
menderita hepatitis B akut, namun 10-20% orang yang menderita infeksi HBV kronik
dapat mempunyai kadar anti-HBs yang rendah. Antibodi ini tidak ditujukan terhadap
kelompok determinan umum, a, tetapi terhadap determinan subtipe heterotipik
(misalnya, HBsAg dari subtipe ad dengan anti-BBs dari subtipe y). Pada hampir
semua kasus, pola serologik ini tidak dapat digunakan pada infeksi dengan dua
subtipe HBV yang berbeda, dan adanya antibodi ini bukan suatu petanda bersihan
HBsAg imminen. Bila antibodi seperti itu ditemukan, keberadaannya tidak
mempunyai anti klinis.

Setelah imunisasi dengan vaksin hepatitis B, yang terdiri atas HBsAg saja,
anti-HBs merupakan penanda serologik satu-satunya yang tampak. Ringkasan dari
pola serologik yang lazim ditemukan pada hepatitis B. Sekarang dapat dilakukan tes
untuk mendeteksi DNA HBV dalam hati dan serum. Seperti HBeAg, DNA HBV
serum merupakan indikator untuk replikasi HBV, namun tes untuk DNA HBV lebih
sensisif dan kuantitatif. Penanda ini bermanfaat dalam mengikuti perjalanan replikasi
HBV pada pasien hepatitis B kronik yang menerima kemoterapi antiviral, misalnya,
dengan interferon. Pada individu dengan kemampuan mengembangkan tanggap imun,
hubungan yang lazim tidak tampak antara kadar replikasi HBV, seperti yang
dinyatsksn oleh kadar DNA HBV dalam serum, dengan derajat cedera hati. Kadar
DNA HBV yang tinggi dalam serum, meningkatnya ekspresi antigen virus, dan

27
aktivitas nekroinflamasi pada hati secara bahu membahu kecuali imunosupresi
mengganggu respons sel T sitolitik terhadap sel yang terinfeksi oleh virus,
menurunkan replikasi HBV dengan obat antivirus, seperti interferon, cenderung
disertai dengan suatu perbaikan gambaran histologi hati.

Sebelum ditemukannya tes serologik yang dapat dipercaya untuk hepatitis C,


diagnosis hepatitis non-A, non-B dibuat mealui pengeluaran serologik infeksi HAV
dan HBV pada keadaan riwayat yang cocok. Suatu petunjuk klinis yang berguna
adalah pola episodik dari peningkatan aminotransferase yang sering ditemukan pada
hepatitis non-A, non-B. Sekarang ini, diagnosis serologik spesifik pada hepatitis C
dapat ditegakkan dengan ditemukannya anti-HCVdalam serum. Bila digunakan
imunoesai generasi kedua (yang mendeteksi antibodi terhadap protein nonstruktural
dan nukleokapsid), anti-HCV dapat dideteksi pada hepatitis C akut selama fase awal
dari peningkatan aminotransferase. Antibodi ini tidak pernah terdeteksi pada 20-30%
pasien dengan hepatitis C akut, dan kadar anti-HCV menjadi tidak terdeteksi setelah
sembuh dari hepatitis C akut. Pada pasien yang menderita hepatitis C, anti-HCV
terdeteksi pada >90% kasus. Karena sifatnya yang tidak spesifik dapat mengacaukan
imunoesai untuk anti-HCV, esai imunoblot rekombinan tambahan hendaknya
dikerjakan untuk menemukan protein virus spesifik dengan anti-HCV bekerja
padanya (lihat Virologi dan Etiologi di atas). Masih dalam tahap penelitian, esai
tarhadap reaksi rantai polimerase untuk RNA HCV adalah tes yang paling sensitif
untuk infeksi HCV. Tes ini dapat mendeteksi RNA HCV bahkan sebelum
terbentuknya anti-HCV pada pasien yang menderita hepatitis C akut. Selain itu, RNA
HCV tetap terdeteksi untuk waktu yang tidak terbatas, secara berkesinambungan pada
hampir semua tetapi, secara intermiten pada beberapa pasien yang menderita hepatitis
C kronik (bahkan terdeteksi pada beberapa orang dengan tes fungsi hati yang normal,
yaitu karier asimlomatik). Jadi diagnosis untuk hepatitis C dapat didukung oleh
deteksi anti-HCV dan oleh pengeluaran reaktivitas positif-palsu. Pada sejumlah kecil
pasien yang menderita hepatitis C yang tidak terdapat anti-HCV, diagnosis dapat
didukung oleh RNA HCV, bila tersedia. Bila semua tes ini negatif dan pasien memilki
kasus hepatitis yang tergolong baik setelah pemajanan perkutaneus melalui darah atau
produk darah, mungkin diagnosis non-A, non-B disebabkan oleh ditemukannya
agen lain. Sebagian pasien yang menderita hepatitis C memiliki anti-HBc dalam
darahnya, suatu refleksi dari risiko yang lazim pada populasi tertentu terhadap

28
berbagai agen hepatitis yang ditularkan lewat darah. Anti-HBc pada kasus seperti itu
hampir selalu dari kelas IgG dan menyatakan infeks HBV pada masa lampau atau
infeksi HBV yang sekang terjadi dengan membawa sedikit virus.

Adanya infeks, HDV dapat diidentifikasi dengan ditemukannya antigen HDV


intrahepatik atau, lebih praktis lagi suatu serokonversi anti-HDV (suatu peningkatan
pada titer anti-HDV atau penampakan de novo dan IgM anti-HDV). HDVAg dalam
sirkulasi juga infeksi akut diagnostik hanya dapat terdeteksi dalam waktu singkat.
Karena IgM anti-HDV bersifat sementara dan IgG anti-HDV sering tidak terdeteksi
begitu HBsAg hilang, serodiagnosis retrospektif pada infeksi bersamaan antara HBV
dan HDV akut yang swasima adalah sulit. Diagnosis awal dari infeksi akut mungkin
dihambat oleh penundaan sampai 30 sampai 40 hari dalam penampakan anti-HDV.

Bila pasien menderita hepatitis akut dan mempunyai HBsAg dan anti-HDV
dalam serumnya, penentuan kelas anti-HBc bermanfaat dalam menentukan hubungan
antara infeksi HBV dan HDV. Meskipun IgM anti-HBc tidak dapat membedakan
secara mutlak antara infeksi HBV akut dengan kronik, keberadaannya merupakan
indikator yang dapat dipercaya terhadap infeksi yang baru dan ketidak-adanya
merupakan indikator yang dapat dipercaya untuk infeksi yang terjadi pada masa
lampau. Pada infeksi akut HBV dan HDV yang terjadi secara bersamaan, IgM anti-
HBc dapat terdeleksi, sedangkan pada infeksi HDV akut yang memperberat infeksi
HBV kronik, anti-HBc berasal dari kelas IgG.

Pada masa yang akan datang, tes untuk menentukan RNA HDV akan
bermanfaat untuk menentukan adanya replikasi HDV yang sedang berlangsung dan
infektivitas relatif. Sekarang ini, pemerikksaan penanda ini hanya terbatas pada
beberapa laboratorium penelitian saja. Sama halnya deagan tes diagnostik untuk
hepatitis E, yang masih sulit dilakukan dan masih terbatas pada sejumlah kecil
laboratorium penelitian. Akan tetapi, tes diagnostik rutin sedang dikembangkan.

Biopsi hati jarang diperlukan atau diindikasikan pada hepatitis virus akut,
kecuali, bila terdapat pertanyaan tentang diagnosis atau bila terdapat bukti klinis yang
memberikan kesan diagnosis hepatitis kronik aktif.

Algoritma diagnosik dapat diterapkan dalam evaluasi kasus-kasus hepatitis


virus akut. Seorang pasien yang menderita hepatitis akut hendaknya menjalani empat
29
tes serologik. HBsAg, IgM anti-HAV, IgM anti-HBc dan anti-HCV. Terdapatnya
HBsAg, dengan atau tanpa IgM anti-HBc, menyatakan infeksi HBV. Bila IgM anti-
HBc ditemukan, infeksi HBV dianggap akut; bila IgM anti-HBc tidak ada, infeksi
HBV dtanggap kronik. Diagnosis hepatitis B akut dapat ditegakkan tanpa adanya
HBsAg bila IgM anti-HBc terdeteksi. Diagnosis hepatitis A akut didasarkan pada
adanya IgM anti-HAV. Bila IgM anti-HAV ditemukan bersamaan dengan HBsAg,
diagnosisnya ialah infeksi HAV dan HBV secara bersamaan; bila IgM anti-HBc
(dengan atau tanpa HBsAg) terdeteksi, pasien tersebut menderita hepatitis A dan B
akut dalam waku yang sama, dan bila IgM anti-HBc tidak terdeteksi, pasien tersebut
menderita infeksi HBV kronik yang diperberat dengan hepatitis A akut. Terdapatnya
anti-HCV, bila dapat dipastikan, mendukung diagnosis hepatitis C akut. Kadang-
kadang, tes anti-HCV yang berulang pada akhir perjalanan penyakit diperlukan untuk
menegakan diagnosis. Tidak terdapatnya semua penanda serologik adalah dengan
diagnosis hepatitis non- A, non-B, bila keadaan epidemiologiknya cocok.

Pada pasien yang menderita hepatitis kronik, tes permulaan hendaknya terdiri
atas HBsAg dan anti-HCV. Anti-HCV mendukung diagnosis hepatitis C kronik. Bila
diagnosis serologik dari hepatitis B kronik ditegakkan, tes untuk HBeAg dan anti-
HBe diindikasikan untuk mengevaluasi infektivitas relatif. Tes untuk DNA HBV pada
pasien seperti itu memberiikan tes yang lebih kuantitatif dan sensitif untuk
mengetahui tingkat replikasi virus dan sangat berguna selama terapi antivirus. Pada
pasien yang menderita hepatitis B, tes untuk anti-HDV bermanfaat pada keadaan
berikut kasus berat dan fulminan, kasus krinik berat, kasus eksaserbasi serupa
hepatitis akut pada pasien yang menderita hepatitis B kronik, individu yang
mengalami pemajanan perkutaneus secara berulang dan individu yang berasal dari
daerah infeksi HDV bersifat endemik.

2.2.6 Komplikasi dan Gejala Sisa

Sejumlah kecil pasien yang menderita hepatitis A mengalami relaps hepatitis


beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah sembuh dari hepatitis akut. Relaps
dicirikan oleh timbulnya kembali gejala penyakit, peningkatan aminotransferase,
kadang ikterus, dan ekskresi HAV dalam feses. Bentuk hepatitis A akut yang lain
adalah hepatitis kolestasis, dicirikan oleh ikterus kolestasis dan pruritus yang

30
berkepanjangan. Jarang, tes hati yang abnormal menetap selama berbulan-bulan,
bahkan sampai satu tahun. Bahkan bila komplikasi ini timbul, hepatitis A tetap
bersifat swasirna dan tidak berkembang menjadi penyakit hati kronik. Selama fase
prodromal dari hepatitis B akut, sindroma yang menyerupai serum sickness yang
dicirikan oleh artralgia atau artritis, ruam, angioedma, namun hematuria dan
proteinuria jarang ditemui, berkembang pada beberapa pasien. Sindroma ini terjadi
sebelum mula timbul ikterus klinis, dan pasien ini sering salah terdiagnosis sebagai
pasien atritis rematoid atau penyakit rematologik lain seperti lupus eritematosus
sistemik. Sindroma ini muncul pada kira-kira 5 hingga 10 persen pasien yang
menderita hepatihis B akut. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pengukuran kadar
aminotransferase serum, yang hampir selalu meningkat, dan HBsAg serum.

Komplikasi yang paling ditakutkan dari hepatitis virus adalah hepatitis


hepatitis fulminan (nekrosis hati masif), untunglah, hal ini merupakan peritiwa yang
jarang terjadi. Keadaan ini terutama dijumpai pada hepatitis B dan hepatitis D,
demikian pula dengan hepatitis E, tetapi kasus-kasus fulminan jarang dijumpai pada
hepatitis A terutama pada orang tua dan pada individu yang menderita penyakit hati
kronik yang mendasarinya. Hepatitis B berperan terhadap terjadinya lebih dari 50%
kasus hepatitis fulminan, proporsi yang terukur dari kasus serupa yang dihubungkan
dengan infeksi HDV. Peranan HDV dapat dicatat pada kira-kira sepertiga pasien yang
menderita hepatitis B fulminan akut dan dua pertiga pasien yang menderita hepatitis
fulminan yang memperberat hepatitis B kronik. Hepatitis fulminan jarang dijumpai
pada hepatitis C, tetapi hepatitis E, seperti yang disebutkan di atas, dapat dipersulit
oleh hepatitis fulminan fatal pada 1-2% kasus dan semua kasus dan sampai 20% kasus
yang ditemukan pada perempuan hamil. Pasien biasanya memperlihatkan tanda dan
gejala ensefalopati yang dapat berkembang menjadi koma yang dalam. Hati pasien
biasanya kecil dan waktu protrombinnya sangat memanjang. Kombinasi dan
pengecilan hati yang cepat, peningkatan kadar bilirubin yang cepat, dan pemanjangan
waktu protrombin yang jelas, bersama dengan tanda klinis konvulsi disorientasi,
somnolen, asites dan edema, menunjukkan bahwa pasien-pasien tersebut menderita
kegagalan hati dengan ensefalopati. Edema otak lazim ditemukan kompresi batang
otak, perdarahan saluran makanan, sepsis, gagal pernapasan, kolaps kardiovaskuler,
dan gagal ginjal merupakan peristiwa terminal. Angka kematiannya sangat tinggi

31
(lebih dari 80% pada pasien-pasien dengan koma yang dalam), tetapi pasien yang
bertahan hidup mengalami perbaikan biokimiawi dan histologik yang lengkap.
Kemungkinan menjadi seorang karier HBsAg setelah infeksi HBV akut sangat
tinggi terutama pada neonatus, individu yang menderita sindroma Down, pasien yang
menjalani hemodialisis secara kronik, dan pasien dengan penekanan imun, termasuk
individu yang menderita infeksi virus HIV. Hepatitis kronik aktif adalah komplikasi
major yang lambat dari hepatitis B akut yang ditemukan pada sejumlah kecil kasus
akut tetapi lebih sering pada mereka yang menderita infeksi kronik tanpa pernah
menderita penyakit akut. Gambaran klinis dan laboratorium tertentu memperlihatkan
perkembangan hepatitis akut menjadi hepatitis kronik aktif: (1) tidak adanya resolusi
lengkap gejala klinis seperti anoreksia, penurunan berat badan, dan kelelahan serta
adanya hepatomegali (2) Terdapatnya nekrosis hati jenis bridging atau multibobularis
pada biopsi hati selama hepatitis virus akut yang lama dan berat; (3) kegagalan
aminotransferase, bilirubin, dan globulin serum menurun ke kadar normal dalam 6
sampai 12 bulan setelah perjalanan penyakit yang akut: dan (4) tetap adanya HBsAg
dan HBeAg selama 6 bulan atau lebib setelah hepatitis akut, yang menyatakan infeksi
virus yang kronik dan replikatif pada hati pasien.
Meskipun infeksi hepatitis D akut tidak meningkatkan kemungkinan
terjadinya kronisitas pada hepatitis B akut secara bersamaan, hepatitis D memilbiki
potensi untuk berperan terhadap keparaban hepatitis B kronik. Superinfeksi hepatitis
D dapat mengubab hepatitis B kronik asimtomatik atau hepatitis B kronik ringan
menjadi berat, hepatitis kronik aktif progresif dan sirosis juga dapat mempercepat
penjalanan hepatitis B kronik aktif. Beberapa superinteksi HDV pada pasien dengan
hepatitis B kronik menyebabkan hepatitis fulminan. Meskipun infeksi HDV dan HBV
berhubungan dengan penyakit hati yang berat, pada beberapa pasien telah ditemukan
hepatitis ringan dan bahkan karier asimtomatik. Setelah hepatitis C akut akibat
transfusi, sebanyak 50 persen pasien memiliki tes biokimiawi hati yang abnormal
selama lebih dari satu tahun. Pada sebagian besar pasien seperti itu, histologi hati
konsisten dengan hepatitis kronik aktif. Meskipun banyak dari pasien ini tidak
memiliki gejala dan perjalansn penyakitnya tidak progresif, namun pada akhirnya,
sirosis juga berkembang pada sebanyak 20 persen dari mereka yang menderita
hepatitis C pascstransfusi kronik dalam 10 tahun setelah menderita penyakit yang
akut. Kemungkinan dari hepatitis kronik juga kira-kira 50 persen setelah hepatitis C
sporadis timbul tanpa ditemukan inokulasi perkutaneus dengan produk darah atau

32
jarum yang terkontaminasi. Sebaliknya, HAV atau HEV tidak menyebabkan penyakit
hati kronik.
Komplikasi hepatitis virus yang jarang termasuk pancreatitis, miokarditis,
pneumonia atipik, anemia aplastik, mielitis tranversa, dan neuropati perifer. Pembawa
HBsAg, terutama yang terinfeksi pada masa bayi atau masa kanak-kanak dini,
memiliki risiko karsinoma hepatoseluler yang meningkat. Risiko karsinoma
hepatoseluler meningkatkan seperti pada pasien dengan sirosis karena hepatitis C
kronik. Pada anak, hepatitis B mungkin jarang terdapat bersama hepatitis anikterik,
ruam papular nonpruritus dari muka,bokong, dan tungkai, lengan, anggota badan dan
limfadenopati (akrodermatitis papular masa kanak-kanak atau sindroma
GianottiCrosti).

2.2.7 Diagnosis Banding

Penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa, penyakit yang disebabkan


oleh sitomegalovirus, herpes simpleks, dan coxsackievirus, serta toksoplasmosis dapat
memberikan gambaran klinis tertentu yang serupa dengan virus hepatitis dan
menyebabkan peningkatan aminotransferase serum dan kadang juga pada kadar
bilirubin serum. Tes seperti tes heterofil diferensial dan serobogik untuk agen ini
mungkin bermanfaat dalam membuat diagnosis banding bila pengukuran HBsAg,
anti-HBc, IgM anti-HAV, dan anti-HCV adalah negatif. Riwayat pemakaian obat yang
lengkap sangat penting, karena banyak obatan dan zat anestesi tertentu dapat
memberikan suatu gambaran seperti hepatitis akut atau kolestasis. Juga sama
pentingnya adalah riwayat penyakit dahulu dari suatu episode berulang dari
hepatitis akut. Hal ini hendaknya menjadi perhatian dokter terhadap kemungkinan
bahwa penyakit yang mendasarinya adalah hepatitis kronik aktif. Hepatitis alkoholik
juga harus dipertimbangkan, tetapi biasanya kadar aminotransferase serum tidak
meningkat dengan mencolok dan tanda-tanda alkoholisme lain dapat ditemuikan.
Temuan pada biopsi hati berupa infiltrasi lemak, reaksi radang neutrofilik, dan hialin
alkoholik akan lebih konsisten dengan hepatitis akibat alcohol daripada cedera hati
akibat virus. Karena hepatitis akut dapat menimbulkan nyeri pada kuadran kanan atas,
nausea dan vomitus, demam, dan ikterus, seringkali dibingungkan dengan kolesistisis
akut, batu pada duktus koledokus, atau kolangitis asendens.

33
Pasien yang menderira hepatitis virus akut tidak tahan terhadap pembedahan:
oleh karena itu, adalah penting untuk mengesampingkan diagnosis ini, dan pada kasus
yang membingungkan, biopsi hati perkutaneus mungkin diperlukan sebelum tindakan
laparotomi. Hepatitis virus pada orang tua seringkali salah terdiagnosis sebagai
ikterus obstruktif akibat batu duktus koledokus atau karsinoma pancreas. Karena
hepatitis akut pada orang dewasa dapat cukup berat dan angka kematian operatifnya
tinggi, pemeriksaan secara menyeluruh termasuk tes biokimiawi, kajian radiografik
pada saluran empedu, dan bahkan biopsi hati mungkin diperlukan untuk
mengesampingkan penyakit hati parenkimal primer. Kumpulan klinis lain yang
mungkin mirip hepatitis akut adalahb kegagalan ventrikel kanan dengan kongesti hati
pasif atau sindroma hipoperfusi: seperti pasien karena syok, hipotensi berat, dan
kegagalan ventrikel kiri yang berat. Gambaran klinis biasanya cukup untuk
membedakan antara dua kesatuan. Jarang sekali, metastasis keganasan ke hati dapat
menyerupai hepatitis virus akut atau bahkan fulminan. Kadang, penyakit hati genetik
atau metabolik (misalnya, penyakit Wilson. defisiensi a, antiripsin) dibingungkan
dengan hepatitis virus.

2.2.8 Penatalaksanaan Hepatitis Akut

Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut yang khas. Meskipun
diperlukan perawatan rumah sakit untuk penyakit yang secara klinis berat, hampir
semua pasien tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Tirah baring yang
dipaksakan dan berkepanjangan tidak penting untuk penyembuhan total, tetapi banyak
pasien akan merasa lebih baik dengan pembatasan aktivitas fisis. Diperlukan diet
tinggi kalori, dan karena banyak pasien dapat mengalami nausea pada malam hari,
asupan kalori utama hendaknya diberikan pada pagi hari. Pemberian makanan secara
intravena diperlukan pada stadium akut bila pasien tersebut mengalami muntah yang
berkepanjangan dan tidak dapat mempertahankan asupan per oral. Obat dapat
menimbulkan reaksi yang merugikan seperti kolestasis dan obat yang dimetabobisme
oleh hati hendaknya dihindari. Bila terdapat pruritus berat, pemakaian kolestiramin
resin pengikat garam empedu biasanya akan meringankan gejala ini. Terapi
glukokortikoid tidak bermanfaat pada hepatitis virus akut. Bahkan pada kasus berat

34
yang berhubungan dengan nekrosis, percobaan terhadap kontrol telah gagal
memperlihatkan efektivitas steroid. Sebetulnya, terapi seperti itu dapat berbahaya.

Isolasi fisis pada pasien yang menderita hepatitis pada satu ruangan dan satu
kamar mandi jarang diperlukan kecuali pada kasus inkontinensia fekal untuk hepatitis
A dan E atau hepatitis yang tidak terkontrol, perdarahan yang sangat banyak pada
pasien hepatitis tipe B (dengan atau tanpa hepatitis D yang menyertainya) dan
Hepatitis C. Karena hampir semua pasien dengan hepatitis A yang dirawat di rumah
sakit mengeluarkan sedikit HAV, kemungkinan penularan HAV dari pasien ini selama
perawatan di rumah sakit rendah. Oleh karena itu, tindakan pencegahan enterik tidak
lagi dianjurkan. Meskipun sarung tangan harus dipakai bila ingin merapikan tempat
tidur atau membuang bahan fekal dari pasien yang menderita hepatitis A, tindakan
pencegahan ini bukan merupakan suatu pengecuali pada kebijaksanaan rumah sakit
terhadap semua pasien yang dirawat di sana. Untuk pasien yang menderita hepatitis
tipe B dan C, perhatian hendaknya ditujukan pada tindakan pencegahan darah, yaitu,
menghindari kontak langsung tangan tanpa sarung tangan dengan darah dan cairan
tubuh lainnya. Tindakan pencegahan enterik tidak diperlukan. Kepentingan untuk
melakukan pencegahan higienis sederhana jangan terlalu dibesar-besarkan.

Pasien yang dirawat di rumah sakit boleh dipulangkan bila ada perbaikan
gejala yang nyata, ada kecenderungan penurunan aminotransferase dan bilirubin
serum yang nyata, dan waktu protrombin yang kembali normal. Peningkatan
aminotransferase yang ringan hendaknya tidak dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk tidak melakukan pemulihan aktivitas secara bertahap.

Pada hepatitis fulminan, tujuan terapi adalah membantu pasien


mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan sirkulasi dan pernapasan,
mengendalikan perdarahan, memperbaiki hipoglikemia, dan pengobatan komplikasi
lain pada keadaan koma dalam mengantisipasi regenerasi dan perbaikan hati. Asupan
protein hendaknya dibatasi dan diberikan laktulosa dan neomisin secara per oral.
Dosis glukokortikoid yang besar telah diberikan, tetapi seperti itu pada percobaan
terkontrol tampaknya tidak efektif. Demikian pula halnya dengan tindakan cross
transfusi, plasmaferesis, human cross-circulation, porcine liver cross-perfusion, dan
hemoperfusi, semuanya tidak terbukti dapat meningkatkan kelangsungan hidup.
Perawatan intensif yang sangat cermat adalah satu-satunya taktor yang tampaknya

35
dapat memperbaiki kelangsungan hidup pasien. Pemulihan melalui transplantasi hati
ortotopik yang makin sering dikerjakan, dengan hasil yang memuaskan, pada pasien
yang menderita hepatitis fulminant.

2.2.9 Prognosis

Sebenarnya semua pasien yang sebelumnya sehat dengan hepatitis A pulih


sempurna dari penyakitnya tanpa gejala sisa klinis. Demikian juga, pada hepatitis B
akut, 95% pasien memiliki perjalanan yang menguntungkan dan pulih dengan
sempurna. Namun, terdapat gambaran klinis dan laboratorium tertentu yang memberi
kesan perjalanan yang lebih berkomplikasi dan berlarut-larut. Pasien usia lanjut dan
dengan penyakit medis serius yang mendasari mungkin mempunyai perjalanan yang
memanjang dan lebih cenderung untuk mengalami hepatitis yang berat. Gambaran
yang terdapat dalam dini seperti asites, edema perifer,dan gejala ensefalopati hati
memberi kesan prognosis yang lebih buruk. Selain itu, waktu protrombin yang
memanjang, kadar albumin serum yang rendah, hipoglikemia, dan nilai bilirubin yang
sangat tinggi mengesankan penyakit hepatoseluler yang berat. Pasien dengan
gambaran klinis dan laboratorium ini berhak menerima izin masuk rumah sakit yang
segera. Angka rata-rata kematian-kasus (fatalitas-kasus) pada hepatitis A dan B sangat
rendah (kira-kira 0,1%) tetapi ditingkatkan oleh usia lanjut dan penyakit yang
melemahkan yang mendasari. Antara pasien yang cukup sakit dirawat inap di rumah
sakit untuk hepatitis B akut, angka fatalitas adalah 1%.

Hepatitis C yang ierjadi setelah transplantasi kurang berat selama fase akut
dibanding hepatitis B dan lebih cenderung menjadi anikterik, fatalitas jarang, tetapi
angka fatalitas-kasus yang tepat tidak diketahui. Pada wabah hepatitis E yang
ditularkan lewat air (waterborne) di India dan Asia, angka fatalitas-kasus adalah 1-2%
dan hingga 10 -20% pada perempuan hamil. Pasien dengan hepatitis B akut dan
hepatitis D bersama tidak perlu mengalami angka mortalitas yang lebih tinggi
daripada pasien dengan hepatitis B saja. Namun, pada beberapa wabah infeksi HBV
dan HDV akut bersama baru-baru ini antara pecandu obat, angka kasus fatalitas kira-
kira 5%. Pada kasus superinfeksi HDV dari seorang dengan hepatitis B kronik,
kemungkinan hepatitis fulminan dan kematian ditingkatkan banyak sekali. Walaupun
angka fatalitas-kasus untuk hepatitis D belum ditetapkan dengan adekuat, pada wabah

36
superinfeksi HDV yang berat dalam populasi yang terisolasi dengan angka pembawa
hepatitis B yang tinggi, angka mortalitas telah dilaporkan lebih diri 20%.

2.2.10 Pencegahan Hepatitis


Pencegahan terhadap infeksi hepatitis dengan Penularan Secara Enterik HAV
Pencegahan dengan imunoprofilaksis
1. Imunoprofilaksis sebelum paparan
a. Vaksin HAV yang dilemahkan
Efektifitas tinggi (angka proteksi 94-100%)
Sangat imunogenik (Hampir 100% pada subyek sehat)
Antibody protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-95% subjek
Aman, toleransi baik
Efektifitas proteksi selama 20-50 tahun
Efek samping utama adalah nyeri di tempat penyuntikan

b. Dosis dan jadwal vaksin HAV


>19 tahun. 2 dosis of HAVRIX (1440 Unit Elisa) dengan interval 6-12
bulan
Anak > 2 tahun. 3 dosis HAVRIX (360 unit Elisa), 0, 1 dan 6-12 bulan
atau 2 dosis (720 Unit Elisa), 0, 6-12 bulan

c. Indikasi vaksinasi
Pengunjung ke daerah resiko tinggi
Homoseksual dan biseksual
IVDU
Anak dan dewasa muda pada daerah yang pernah mengalami kejadian
luar biasa
Anak oada daerah dimana angka kejadian HAV lebih tinggi dari angka
nasional
Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
Pekerja laboratorium yang menangani HAV
Pramusaji
Pekerjaan pada bagian pembuangan air

2. Imunoprofilaksis pasca paparan


Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
Keberhasilan immunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak sempurna
Dosis dan jadwal pemberian immunoglobulin :

37
Dosis 0,02ml/kg, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin
setelah paparan
Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
Indikasi : kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dengan
infeksi HAV akut
HEV

Kemunculan IgG anti HEV pada kontak dengan pasien hepatitis E dapat
bersifat proteksi, akan tetapi efektifitas dari immunoglobulin yang mengandung anti
HEV masih belum jelas.

Pengembangan immunoglobulin titer tinggi sedang dilakukan


Vaksin HEV sedang dalam penelitian klinik pada daerah endemik.

HBV
Pencegahan pada infeksi yang ditularkan melalui darah
Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum
paparan.
1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan
a. Vaksin rekombinan ragi
Mengandung HBsAg sebagai imunogen
Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HBsAg
pada >95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit
3 dosis.
Efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV.
Efek samping utama
1. Nyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25%
2. Demam ringan dan singkat pada <3%
Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun
imunisasi awal
Booster hanya untuk individu dengan imunokompremais jika titer
dibawah 10mU/ml
Peran imunoterapi untuk pasien hepatitis B kronik sedang dalam
penelitian

Selain itu terdapat kombinasi dengan vaksin lain, antara lain: vaksin hepatitis
B beserta Haemophilus influenza type B dan Neisseria meningitides dengan nama
Comvax yang diproduksi oleh Merck dan juga kombinasi dengan hepatitis A

38
(Twinrix) dan difteri dan tetanus toxoid (Pediatrix) yang diproduksi oleh
GlaxoSmithKline.

b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV, pemberian IM (deltoid) dosis dewasa


untuk dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak
(1/2 dosis dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian
c. Indikasi
Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun (bila belum
divaksinasi)
Grup resiko tinggi: 1. Pasangan dan anggota keluarga yang kontak
dengan karier hepatitis B, 2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang
terpapar darah, 3. IVDU, 4. Homoseksual dan biseksual pria, 5.
Individu dengan banyak pasangan seksual, 6. Resipien transfuse
darah, 7. Pasien hemodialisis, 8. Sesama narapidana, 9. Individu
dengan penyakit hati yang sudah ada ( missal hepatitis C kronik).
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan immunoglobulin
hepatitis B (HBIG)
Indikasi:
Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut:
o Dosis 0,04-0,07mL/kg HBIG sesegera mungkin stelah paparan
o Vaksin HBV pertama diberikan saat atau hari yang sama pada
deltoid sisi lain
o Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian
Neonates dari ibu yang diketahui mengidap HBsAg positif:
o Setengah mili liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah
lahir dibagian anterolateral otot paha atas
o Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam
pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.
o Efektifitas perlindungan melampaui 95%

2.2.11 REKOMENDASI UMUM


Pasien dapat dirawat jalan selama terjamin hidrasi dan intek kalori yang cukup
Tirah baring tidak lagi disarankan kecuali bila pasien mengalami kelelahan yang
berat
Tidak ada diet yag spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif
Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik
Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan untuk proses
penyembuhan
Alkohol harus dihindari dan pemakaian obat-obatan dibatasi

39
Obat-obat yang dimetabolisme di hati harus dihindari akan tetapi bila sangat
diperlukan dapat diberikan dengan penyesuaian dosis
Pasien diperiksa tiap minggu selama fase awal penyakit dan terus evaluasi
sampai sembuh
Harus terus dimonitor terhadap kejadian ensefalopati seperti kesadaran
somnolen, mengantuk dan asterisk
Masa protombin serum merupakan petanda yang baik untuk menilai
dekompensasi hati dan menentukan saat yang tepat untuk dikirim ke pusat
transplantasi
Memonitoring konsentrasi transaminase serum tidak membantu dalam hal
menilai fungsi hati pada keadaan hepatitis fulminal karena konsentrasinya akan
turun setelah ada kerusakan sel hati massif
Anti mual muntah dapat membantu keluah mual dan muntah
Pasien yang menunjukan gejala hepatitis fluminal harus segera dikirim ke pusat
transplantasi
Transplantasi hati bisa merupakan prosedur penyelamtan hidup untuk pasien
yang mengalami dekompensasi setelah serangan akut hepatitis
Pasien dengan hepatitis akut tidak memerlukan perawatan isolasi
Orang yang merawat pasien hepatitis virus akut A dan E harus selalu mencuci
tangan dengan sabun dan air
Orang yang kontak erat dengan pasien hepatitis B akut seharusnya menerima
vaksin hepatitis

BAB III

40
KESIMPULAN

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada
manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi
kuadran atas, terbanyak di hipochondrium kanan, epigastrium, dan melebar ke
hipokondrium kiri. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di
bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan permukaan hepar sebagian
ditutupi peritoneum yang merupakan Capsula Glissoni, kecuali di daerah posterior-
superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung
dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare
area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-
organ abdomen ke hepar berupa ligamen. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan
bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran
hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga IV/V tepat di bawah aerola
mammae.
Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Dikatakan akut
apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama
kurang dari 6 bulan, dan kronis apabila hepatitis yang tetap bertahan selama lebih dari 6
bulan. Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.
Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus
yaitu : virus hepatitis A (HAV), Virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus
hepatitis D (HDV), Dan virus hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang ditularkan pasca
transfusi seperti virus hepatitis G dan virus hepatitis TT telah dapat diidentifikasi akan
tetapi tidak menyebabkan hepatitis.
Hepatitis virus akut terjadi setelah masa inkubasi yang bervariasi menurut
agen penyebab. Umumnya :

e. Masa Inkubasi : untuk Hepatitis A berkisar antara 15 sampai 45 hari (rata-rata 4


minggu), untuk hepatitis B dan D dari 30-180 hari (rata-rata 4 sampai 12
minggu), untuk hepatitis C dari 15 hingga 160 hari (rata-rata 7minggu), dan
untuk hepatitis E dari 14 hingga 60 hari (rata-rata 5 sampai 6 minggn).

41
f. Gejala prodromal dan hepatitis virus akut bersifat sistemik dan cukup bervariasi.
Gejala konstitusional berupa anoreksia, nausea dan vomitus, kelelahan, malaise,
artralgia, mialgia, sakit kepala, fotofobia, faringitis, batuk, dan pilek(coryza)
dapat mendahului awitan ikterus selama 1 sampai 2 minggu. Nausea, vomitus,
dan anoreksia sering berhubungan dengan perubahan indra penghidup dan
pengecap. Demam derajat rendah antara 38 dan 39C (100 sampai 102F) lebih
sering ditemukan pada hepatitis A dan E dari pada pada hepatitis B atau C,
kecuali bila hepatitis B disertai dengan sindroma seperti penyakit serum; jarang
ditemukan demam bersuhu 39,5-40C (103 sampai 104F) yang menyertai
gejala konstitusional. Urin yang berwarna gelap akibat urobilinogen dan feses
yang berwarna seperti dempul (clay) akibat penurunan sekresi empede kedalam
traktus GI dapat dijumpai pada pasien dari 1 hingga 5 hari setelah awitan ikterus
klinis.

g. Dengan awitan ikterus klinis, gejala prodomal konstitusional biasanya hilang,


tetapi pada beberapa pasien umumnya ditemukan penurunan berat badan ringan
(2,5 sampai 5 kg) dan dapat benkelanjutan selama seluruh fase ikterus. Hati
pasien membesar dan nyeri tekan dan mungkin dihubungkan dengan nyeri
kuadran kanan atas dan rasa tidak nyaman. Kadang-kadang, pasien
memperlihatkan gambaran kolestasis, memberi kesan adanya obstruksi pada
saluran empedu ekstrahepati. Splenomegali dan adenopati servikal ditemukan
pada 10 sampai 20 persen pasien yang menderita hepatitis akut. Jarang
ditemukan spider angioma selama fase ikterus dan hilang selama masa
konvalesen.

Selama fase penyembuhan, gejala koastitusional hilang, tetapi biasanya


beberapa kelainan seperti pembesaran hati dan abnormalitas tes biokimiawi pada fungsi
hati tetap ditemukan. Lamanya fase pascaikterus bervariasi, berkisar dari 2 sampai 12
minggu, dan biasanya lebih lama pada hepatitis B dan C akut. Penyembuhan klinis dan
biokimiawi komplit diharapkan terjadi dalam 1 hingga 2 bulan setelah semua kasus
hepatitis A dan E dan 3 sampai 4 bulan setelah awitan ikterus dalam tiga perempat kasus
hepatitis B dan C yang tanpa komplikasi. Sisanya, penyembuhan biokimiawi mungkin

42
terlambat. Proporsi besar dari pasien yang menderita hepatitis virus tidak pernah
menjadi ikterus.
Sebenarnya semua pasien yang sebelumnya sehat dengan hepatitis A pulih
sempurna dari penyakitnya tanpa gejala sisa klinis. Demikian juga, pada hepatitis B
akut, 95% pasien memiliki perjalanan yang menguntungkan dan pulih dengan
sempurna. Namun, terdapat gambaran klinis dan laboratorium tertentu yang memberi
kesan perjalanan yang lebih berkomplikasi dan berlarut-larut. Pasien usia lanjut dan
dengan penyakit medis serius yang mendasari mungkin mempunyai perjalanan yang
memanjang dan lebih cenderung untuk mengalami hepatitis yang berat. Gambaran
yang terdapat dalam dini seperti asites, edema perifer,dan gejala ensefalopati hati
memberi kesan prognosis yang lebih buruk. Selain itu, waktu protrombin yang
memanjang, kadar albumin serum yang rendah, hipoglikemia, dan nilai bilirubin yang
sangat tinggi mengesankan penyakit hepatoseluler yang berat. Pasien dengan
gambaran klinis dan laboratorium ini berhak menerima izin masuk rumah sakit yang
segera. Angka rata-rata kematian-kasus (fatalitas-kasus) pada hepatitis A dan B sangat
rendah (kira-kira 0,1%) tetapi ditingkatkan oleh usia lanjut dan penyakit yang
melemahkan yang mendasari. Antara pasien yang cukup sakit dirawat inap di rumah
sakit untuk hepatitis B akut, angka fatalitas adalah 1%.

Hepatitis C yang ierjadi setelah transplantasi kurang berat selama fase akut
dibanding hepatitis B dan lebih cenderung menjadi anikterik, fatalitas jarang, tetapi
angka fatalitas-kasus yang tepat tidak diketahui. Pada wabah hepatitis E yang
ditularkan lewat air (waterborne) di India dan Asia, angka fatalitas-kasus adalah 1-2%
dan hingga 10 -20% pada perempuan hamil. Pasien dengan hepatitis B akut dan
hepatitis D bersama tidak perlu mengalami angka mortalitas yang lebih tinggi
daripada pasien dengan hepatitis B saja. Namun, pada beberapa wabah infeksi HBV
dan HDV akut bersama baru-baru ini antara pecandu obat, angka kasus fatalitas kira-
kira 5%. Pada kasus superinfeksi HDV dari seorang dengan hepatitis B kronik,
kemungkinan hepatitis fulminan dan kematian ditingkatkan banyak sekali. Walaupun
angka fatalitas-kasus untuk hepatitis D belum ditetapkan dengan adekuat, pada wabah
superinfeksi HDV yang berat dalam populasi yang terisolasi dengan angka pembawa
hepatitis B yang tinggi, angka mortalitas telah dilaporkan lebih diri 20%.

DAFTAR PUSTAKA

43
Jules L.Dienstag and Kurt J. Isselbacher. Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam.Volume 3, Edisi 13.2000. Jakarta: EGC

Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Volume 1, Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC

44

Anda mungkin juga menyukai