Anda di halaman 1dari 26

REFERAT RADIOLOGI

SPONDILOLISTHESIS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase Radiologi
di RS Roemani Muhammadiyah Semarang

Pembimbing:
dr. Boyanto, Sp.Rad.

Disusun oleh :
Inggit Azzahra Herfianti H2A012033

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RS ROEMANI MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Inggit Azzahra Herfianti


NIM : H2A012033
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Stase : Radiologi
Judul Referat : Spondilolisthesis
Pembimbing : dr. Boyanto, Sp. Rad

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Mei 2017

Pembimbing

dr. Boyanto, Sp. Rad

2
BAB I
PENDAHULUAN

Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus


vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya
diklasifikasikan ke dalam lima bentuk : kongenital atau displastik, isthmus,
degeneratif, traumatik, dan patologis.1
Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Kira-
kira 82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. Spondylolisthesis
kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering terjadi pada perempuan
dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja.
Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital
tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting
dalam terjadinya pergeseran tersebut.
Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada
tipe pergeseran dan usia pasien. Gejala jarang berhubungan dengan derajat
pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental
yang terjadi. Pasien dengan spondylolisthesis degeneratif biasanya pada orang tua
dan muncul dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio
neurogenik, atau gabungan beberapa gejala tersebut.1,2
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena
merupakan gejala khas. Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat
sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan
kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal position).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Columna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah
struktur yang lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra
atau ruas tulang belakang. Diantara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang
terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang
dewasa dapat mencapai 57 67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24
buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dari 19 ruas sisanya bergabung
membentuk 2 tulang. Columna vertebra terdiri dari 7 vertebra servikal atau
ruas tulang leher, 12 vertebra thorakal atau ruas tulang punggung, 5 vertebra
lumbal atau ruas tulang pinggang, 5 vertebra sacrum atau ruas tulang
Selangkang, 4 vertebra coxcygeus.1

Gambar 1. Columna Vertebra

4
Dilihat dari samping kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat)
kurva atau lengkung. Di daerah vertebra servikal melengkung ke depan,
daerah thorakal melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke
depan, dan di daerah pelvis melengkung ke belakang.
Anatomi yang akan diuraikan dalam referat ini merupakan anatomi yang
berhubungan dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra
lumbal dan sakrum.
Vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar.
Badannya lebih besar dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk
seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak
kecil. Prosesus transversusunya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari
lumbal lebih ke posterior dari coronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan
posisi oblik. Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari sagital
plane. Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior
yang terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis
yang terdiri dari pedikel, lamina, prosesus transverses, prosesus spinosus dan
prosesus artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus
intervertebralis dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh
ligamentum. Foramina vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya
sedikit lebih besar dari milik vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra
servikalis. Bagian bawah dari medulla spinalis meluas sampai foramen
vertebra lumbalis satu, foramen vertebra lumbal lima hamya berisi kauda
equina dan selaput selaput otak. 2
Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra
lumbal lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat
pada vertebra thorakalis. Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul
dengan pinggir atas mengarah ke arah bawah dan ke arah dorsal. Prosesus ini
dapat diketahui kedudukannya dengan cara meraba atau palpasi.
Prosesus artikularis superior meripakan fasies artikularis yang sekung
dan menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya
cembung dan menghadap ke anterolateralis.1,2

5
Gambar 2. Penampang columna vertebra

Gambar 3. Anatomi Vertebra lumbal

Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada


bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata
(atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis(panggul).
Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis
kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis
sacrum membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah

6
kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang lanjutan
daripadanya. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf
sacral. Prosesus spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan
posterior dari sacrum. Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan
memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat
penggabungan kelima vertebra sakralis, disetiap sisi terdapat lubang-lubang
kecil untuk dilewati aliran saraf. Lubang-lubang ini disebut foramina. Apex
dari sacrum bersendi dengan tulang cocxygeus. Di sisinya, sacrum bersendi
dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakro-iliaka kanan dan kiri.3

Gambar 4. Anatomi vertebra sacrum

B. Definisi
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu
korpus vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya.
Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana
L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada
tingkatan yang lebih tinggi. 1,2
Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk : kongenital atau
displastik, isthmus, degeneratif, traumatik, dan patologis. Banyak kasus dapat
diterapi secara konservatif. Meskipun demikian, pada individu dengan
radikulopati, klaudikasio neurogenik, abnormalitas postural dan cara berjalan
yang tidak behasil dengan penanganan non-operatif, dan terdapatnya

7
pergeseran yang progresif, pembedahan dianjurkan. Tujuan pembedahan
adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan dekompresi elemen saraf jika
dibutuhkan

C. Epidemiologi
Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita.
Karena gejala yang diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering
ditandai dengan nyeri pada bagian belakang (low back pain), nyeri pada paha
dan tungkai. Sering penderita mengalami perasaan tidak nyaman dalam
bentuk spasme otot, kelemahan, dan ketegangan otot betis (hamstring
muscle). 3
Meskipun demikian, banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat
predisposisi kongenital dalam terjadinya spondilolisthesis dengan prevalensi
sekitar 69% pada anggota keluarga yang terkena. Lebih lanjut, kelainan ini
juga berhubungan dengan meningkatnya insidensi spina bifida sacralis
Kira-kira 82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1.
11.3% terjadi di L4-L5. Kelainan kongenital, seperti spina bifida occulta
berkaitan dengan munculnya isthmic spondylolisthesis.3
Degenerative spondylolisthesis terjadi lebih sering terjadi seiring
bertambahnya usia. Vertebrae L4-L5 terkena 6-10 kali lebih sering dibanding
lokasi lainnya. Sakralisasi L5 sering terlihat pada degenerative
spondylolisthesis L4-L5. Tipe ini biasanya muncul 5 kali lebih sering pada
wanita dibanding pria, dan sering pada usia lebih dari 40 tahun.
Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih
sering terjadi pada perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia
remaja. Tipe ini biasanya terjadi sekitar 14-21% dari semua kasus
spondylolisthesis.

D. Etiologi dan klasifikasi


Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi
kongenital tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur,

8
gravitasi, tekanan rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu
tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut.4
Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis:
a. Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik (kongenital) dan terjadi
akibat kelainan kongenital pada permukaan sacral superior dan
permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.
b. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian
isthmus atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis
yang bermakna pada individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars
interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut
dengan spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan
dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondylolisthesis.
Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
- Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress
spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur
rekuren yang disebabkan oleh hiperketensi. Juga disebut dengan stress
fracture pars interarticularis dan paling sering terjadi pada laki-laki.
- Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars
interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars
interartikularis masih tetap intak akan tetapi meregang dimana fraktur
mengisinya dengan tulang baru.
- Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan dalam
menegakkan diagnosis kelainan ini.

Gambar 5. Tiga Subkategori Tipe II

9
c. Tipe III, merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi sebagai
akibat degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan
sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke
belakang. Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada
tipe III, spondylolisthesis degeneratif pergeseran vertebra tidak melebihi
30%.
d. Tipe IV, spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut
pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet)
dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.
e. Tipe V, spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur
tulang sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang
lainnya

E. Patofisiologi
Sekitar 5-6% pria dan 2-3% wanita mengalami spondylolisthesis.
Pertama sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik
yang berat seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering
menunjukkan gejala dibandingkan dengan wanita, terutama diakibatkan oleh
tingginya aktivitas fisik pada pria. Meskipun beberapa anak-anak dibawah
usia 5 tahun dapat mengalami spondylolisthesis, sangat jarang anak-anak
tersebut didiagnosis dengan spondylolisthesis. Spondylolisthesis sering terjadi
pada anak usia 7-10 tahun.1,2
Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sepanjang
aktivitas sehari-hari mengakibatkan spondylolisthesis sering dijumpai pada
remaja dan dewasa.5
Spondylolisthesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana
masing-masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain
tipe displastik, isthmik, degeneratif, traumatik, dan patologik.
Spondylolisthesis displatik merupakan kelainan kongenital yang terjadi karena
malformasi lumbosacral joints dengan permukaan persendian yang kecil dan
inkompeten. Spondylolisthesis displastik sangat jarang terjadi, akan tetapi
cenderung berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan

10
defisit neurologis berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior
dan prosesus transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan
area permukaan kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.
Spondylolisthesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada
sacrum bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan
spina bifida occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1,
meskipun pergeserannya (slip) minimal. Spondylolisthesis isthmic merupakan
bentuk spondylolisthesis yang paling sering. Spondylolisthesis isthmic (juga
disebut dengan spondylolisthesis spondilolitik) merupakan kondisi yang
paling sering dijumpai dengan angka prevalensi 5-7%. Fredericson et al
menunjukkan bahwa defek spondylolistesis biasanya didapatkan pada usia 6 -
16 tahun, dan pergeseran tersebut sering terjadi lebih cepat. Ketika pergeseran
terjadi, jarang berkembang progresif, meskipun suatu penelitian tidak
mendapatkan hubungan antara progresifitas pergeseran dengan terjadinya
gangguan diskus intervertebralis pada usia pertengahan. Telah dianggap
bahwa kebanyakan spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan tetapi
insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Suatu studi/penelitian jangka
panjang yang dilakukan oleh Fredericson et al yang mempelajari 22 pasien
dengan mempelajari perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia
pertengahan, mendapatkan bahwa banyak diantara pasien tersebut mengalami
nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan diantaranya tidak mengalami/tanpa
spondylolisthesis isthmik. Secara kasar 90% pergeseran ishmus merupakan
pergeseran tingkat rendah (low grade: kurang dari 50% yang mengalami
pergeseran) dan sekitar 10% bersifat high grade ( lebih dari 50% yang
mengalami pergeseran). Sistem pembagian/grading untuk spondylolisthesis
yang umum dipakai adalah sistem grading Meyerding untuk menilai beratnya
pergeseran. Kategori tersebut didasarkan pengukuran jarak dari pinggir
posterior dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus
vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya pada foto x ray lateral.
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior
total:

11
- Grade 1 adalah 0-25%
- Grade 2 adalah 25-50%
- Grade 3 adalah 50-75%
- Grade 4 adalah 75-100%
- Spondiloptosis- lebih dari 100%

Gambar 6. Grade Spondylolisthesis

Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan


spondilosis menjadi spondylolisthesis. Tekanan/kekuatan gravitasional dan
postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis.
Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting dalam
perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan pars
inerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas
selama masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis.2,3

12
Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat
penyakit diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal
dengan spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif
pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita
usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya tertekan akibat
stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau permukaan
sendi.
Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang
terkena/mengalami fraktur, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang
tidak stabil. Spondylolisthesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai
tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang
menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan
bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini
dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell
Tumor, dan metastasis tumor.2,3

F. Gambaran Klinis
Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung
pada tipe pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran
klinisnya berupa back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan
pantat, terutama selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan
derajat pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas
segmental yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan derajat
pergeseran dan mengenai sistem sensoris, motorik dan perubahan refleks
akibat dari pergeseran serabut saraf (biasanya S1). Progresifitas listesis pada
individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan
gambaran klinis/fisik berupa:2
- Terbatasnya pergerakan tulang belakang.
- Kekakuan otot hamstring
- Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
- Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.

13
- Hiperkifosis lumbosacral junction.
- Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
- Kesulitan berjalan
Pasien dengan spondylolisthesis degeneratif biasanya pada orang tua
dan muncul dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati,
klaudikasio neurogenik, atau gabungan beberapa gejala tersebut. Pergeseran
tersebut paling sering terjadi pada L4-5 dan jarang terjadi L3-4. Gejala
radikuler sering terjadi akibat stenosis resesus lateralis dan hipertropi ligamen
atau herniasi diskus. Cabang akar saraf L5 sering terkena dan menyebabkan
kelemahan otot ekstensor hallucis longus. Penyebab gejala klaudikasio
neurogenik selama pergerakan adalah bersifat multifaktorial. Nyeri berkurang
ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk. Fleksi
memperbesar ukuran kanal/saluran dengan menegangkan ligamentum flavum,
mengurangi overriding lamina dan pembesaran foramen. Hal tersebut
mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga mengurangi nyeri yang
timbul.4

G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis.
a. Gambaran klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan
gejala khas. Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas.
Aktivitas membuat nyeri makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat
menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang
belakang merupakan ciri spesifik.
Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring
tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi
vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang
belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakit atau kondisi
lainnya.4
b. Pemeriksaan fisik

14
Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi
bersifat ringan. Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur.
Pergerakan tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya
spasme otot.4
Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada
pasien, dan nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya
pergeseran/keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal
dari level/tingkat dimana lesi mulai timbul.
Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas
meja pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi
ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang
belakang.
Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada
banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah
diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki
mereka keatas seperti posisi fetus (fetal position). Defek dapat diketahui
pada posisi tersebut.3,4
Fleksi tulang belakang seperti itu membuat massa otot paraspinal
lebih tipis pada posisi tersebut. Pada beberapa pasien, palpasi pada defek
tersebut kadang-kadang sulit atau tidak mungkin dilakukan.
Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan spondilolistesis
biasanya negatif. Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal,
terkecuali pada pasien dengan sindrom cauda equina yang berhubungan
dengan lesi derajat tinggi.
c. Pemeriksaan radiologis
Foto polos vertebra lumbal merupakan modalitas pemeriksaan
awal dalam diagnosis spondilosis atau spondilolistesis. X ray pada pasien
dengan spondilolistesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri.
Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan
posisi lateral persendian lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan
radiologis.5
Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada
dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi defek pada pars

15
interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut
dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.
Gambaran radiologi pada spondilolisthesis adalah terplesetnya
vertebra paling baik diperlihatkan pada proyeksi lateral dari tulang
belakang lumbal dan mungkin ditemukan rongga diskus yang hilang,
paling sering terjadi setinggi L4/L5 dan L5/S1. CT atau MRI dapat menilai
adanya penyempitan kanal tulang.
Teknik Pemeriksaan Lumbosakral
Persiapan pemeriksaan pasien
a. Persiapan Pasien
1. Pasien ganti baju dan melepaskan benda-benda yang mengganggu
gambaran radiograf.
2. Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien.
b. Persiapan Alat dan bahan
Alatalat dan bahan yang dipersiapkan dalam pemeriksaan
vertebra lumbosakral antara lain :
1. Pesawat sinar-X siap pakai

Gambar 7. Pesawat sinar x


2. Kaset dan film sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (30
x 40 atau 35 x 43)

16
Gambar 8. Kaset dan film sinar x

3. Marker untuk identifikasi radiograf

Gambar 9. Marker untuk identifikasi radiograf

4. Grid atau bucky table

Gambar 10. Grid atau bucky table


5. Alat fiksasi bila diperlukan
6. Alat pengolah film

17
7. Proyeksi pemeriksaan
a. Proyeksi Anteroposterior
1. Tujuan : Untuk melihat patologi lumbal, fraktur dan scoliosis.
2. Posisi Pasien : Pasien tidur supine, kepala di atas bantal, knee fleksi.
3. Posisi Obyek :
(a) Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan
(b) Letakkan kedua tangan diatas dada.
(c) Tidak ada rotasi tarsal / pelvis.

Gambar 11. Posisi dan hasil proyeksi Anteroposterior

4. Sinar
CR : Tegak lurus kaset
CP : (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk
memperlihatkan lumbal sacrum dan posterior Cocygeus.
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas
crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.
SID : 100 cm
Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.

18
Kriteria : Tampak vertebra lumbal, space intervertebra, prosessus
spinosus dalam satu garis pada vertebra, prosessus
transversus kanan dan kiri berjarak sama.
b. Proyeksi Lateral
1. Tujuan : Untuk melihat fraktur, spondilolistesis dan osteoporosis.
2. Posisi Pasien : Pasien lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee
fleksi, di bawah knee dan ankle diberi pengganjal.
3. Posisi Obyek :
(a) Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan
(b) Pelvis dan tarsal true lateral
(c) Letakkan pengganjal yang radiolussent di bawah pinggang agar
vertebra lumbal sejajar pada meja (palpasi prosessus spinosus).

Gambar 12. Posisi dan hasil proyeksi Lateral


4. Sinar
CR : Tegak lurus kaset.
CP : (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk
memperlihatkan lumbal sacrum dan posterior
Cocygeus.
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas
crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.
SID : 100 cm
Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.

19
Gambar Proyeksi Lateral
Kriteria : (a) Tampak foramen intervertebralis L1 L4, Corpus
vertebrae, space intervertebrae, prosessus spinosus
dan L5 S1.
(b) Tidak ada rotasi.
Spondilolistesis dibagi berdasarkan derajatnya berdasarkan
persentase pergeseran vertebra dibandingkan dengan vertebra di dekatnya,
yaitu:
1. Derajat I: pergeseran kurang dari 25%
2. Derajat II diantara 26-50%
3. Derajat III diantara 51-75%
4. Derajat IV diantara 76-100%
5. Derajat V, atau spondiloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari
tempatnya.

Gambar 13. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis

20
Gambar 14. Spondilolisthesis Grade I dan II

Gambar 15. Spondilolisthesis Grade III dan IV

21
Gambar 16. Spondilolisthesis Traumatik Grade IV

Gambar 17. Grade Spondilolistesis

CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan


baik, akan tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat
mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak
(diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan
foto polos.6

22
Gambar 18. MRI Spondylolisthesis

Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti Bone scan


atau CT scan dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan
defek pada pars interartikularis sangat mudah terlihat dengan CT scan.
Bone scan ( SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi
stress/tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik
dengan foto polos.
Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah
dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang
definitif akan terjadi.
CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik,
akan tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat
mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak (diskus,
kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.
Xylography umumnya dilakukan pada pasien dengan spondilolistesis derajat
tinggi.4,5

H. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif

23
Terapi konservatif ditujukan untuk mengurangi gejala dan juga termasuk:
- Modifikasi aktivitas, bedrest selama eksaserbasi akut berat.
- Analgetik (misalnya NSAIDs).
- Latihan dan terapi penguatan dan peregangan.
2. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang
sangat simtomatis yang tidak berespon dengan perawatan non-bedah dan
dimana gejalanya menyebabkan suatu disabilitas.
Sebelum operasi dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan
spondylolisthesis degeneratif, tanda neurologis minimal, atau hanya nyeri
punggung mekanik (mechanical back pain), terapi konservatif harus
diberikan pertama sekali, dan pertimbangan faktor psikososial dan sosial
harus dipertimbangkan.3,4

BAB III
KESIMPULAN

24
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus
vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Kira-kira
82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. 11.3% terjadi di L4-L5.
Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis yaitu tipe I disebut dengan
spondylolisthesis displastik (kongenital), tipe II isthmic atau spondilolitik, tipe III
merupakan spondylolisthesis degenerative, tipe IV spondylolisthesis traumatic,
tipe V spondylolisthesis patologik.
Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral
dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa: terbatasnya pergerakan
tulang belakang, kekakuan otot hamstring, tidak dapat mengfleksikan panggul
dengan lutut yang berekstensi penuh, hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal,
hiperkifosis lumbosacral junction, pemendekan badan jika terjadi pergeseran
komplit (spondiloptosis), kesulitan berjalan.
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan spondylolisthesis dibagi menjadi terapi
konservatif dan terapi bedah.
Foto polos vertebra lumbal merupakan modalitas pemeriksaan awal
dalam diagnosis spondilosis atau spondylolisthesis. X ray pada pasien dengan
spondylolisthesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri. Film posisi AP,
Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian
lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada
lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam
mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada
posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. R.Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Wim de Jong. Edisi ke-2. EGC.
2005.
2. Syaanin, Syaiful. Neurosurgery of Spondylolisthesis. Padang: RSUP. Dr. M.
Djamil/FK-UNAND Padang.2008.
3. Linda J. Vorvick, MD.Spondylolisthesis. Dalam
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002240/. Diakses tanggal
18 Mei 2017.
4. Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis Dalam:
http://emedicine.medscape.com/article/1266860-overview. Diakses Tanggal 18
mei 2017.
5. Mc Donald J, Management of Spondilolysthesis Dalam:
www.bmjjournals.com. Diakses Tanggal 19 Mei 2017.
6. Jason CE,MD. Spondylolisthesis. Dalam http://www.medicinenet.com/
spondylolisthesis/article.htm. Diakses Tanggal 18 Mei 2017.

26

Anda mungkin juga menyukai

  • Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Dokumen18 halaman
    Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Inggit Azzahra Herfianti
    100% (1)
  • Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Dokumen18 halaman
    Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Inggit Azzahra Herfianti
    100% (1)
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Mini Ce-X
    Mini Ce-X
    Dokumen18 halaman
    Mini Ce-X
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Fix New
    BAB IV Fix New
    Dokumen23 halaman
    BAB IV Fix New
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Cover Manajemen Mutu
    Cover Manajemen Mutu
    Dokumen11 halaman
    Cover Manajemen Mutu
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Pla Sent A Previa
    Pla Sent A Previa
    Dokumen29 halaman
    Pla Sent A Previa
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Draft Lapsus
    Draft Lapsus
    Dokumen93 halaman
    Draft Lapsus
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Gemelli+PE New
    Lapsus Gemelli+PE New
    Dokumen59 halaman
    Lapsus Gemelli+PE New
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Farida Durotul
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen27 halaman
    Refer at
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Ppi
    Ppi
    Dokumen6 halaman
    Ppi
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Pla Sent A Previa
    Pla Sent A Previa
    Dokumen28 halaman
    Pla Sent A Previa
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Lapsus KD
    Lapsus KD
    Dokumen24 halaman
    Lapsus KD
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus
    Refleksi Kasus
    Dokumen47 halaman
    Refleksi Kasus
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Refrat TBC Anak Idai
    Refrat TBC Anak Idai
    Dokumen57 halaman
    Refrat TBC Anak Idai
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • REFLEKSI KASUS Kejang Demam Zim
    REFLEKSI KASUS Kejang Demam Zim
    Dokumen24 halaman
    REFLEKSI KASUS Kejang Demam Zim
    Amalia Octavianny
    Belum ada peringkat
  • Kds
    Kds
    Dokumen21 halaman
    Kds
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Draft Lapsus KDS
    Draft Lapsus KDS
    Dokumen57 halaman
    Draft Lapsus KDS
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Manfaat Ivermectin Topikal Dan Oral Dalam Pengobatan Kudis Manusia
    Manfaat Ivermectin Topikal Dan Oral Dalam Pengobatan Kudis Manusia
    Dokumen8 halaman
    Manfaat Ivermectin Topikal Dan Oral Dalam Pengobatan Kudis Manusia
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • S Pondy Lolis Thesis
    S Pondy Lolis Thesis
    Dokumen35 halaman
    S Pondy Lolis Thesis
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Refrat - Tuberkulosis Anak
    Refrat - Tuberkulosis Anak
    Dokumen35 halaman
    Refrat - Tuberkulosis Anak
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Ikterik
    Lapsus Ikterik
    Dokumen30 halaman
    Lapsus Ikterik
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Ikterik
    Lapsus Ikterik
    Dokumen36 halaman
    Lapsus Ikterik
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat
  • Sadari
    Sadari
    Dokumen1 halaman
    Sadari
    Inggit Azzahra Herfianti
    Belum ada peringkat