Pedoman Diabetes
Pedoman Diabetes
PENDAHULULAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit merupakan lembaga, di mana kemajuan ilmiah dipakai untuk
memberikan layanan diagnostik dan terapeutik yang terbaik bagi pasien, namun di
sisi lain, disadari bahwa rumah sakit juga dapat menjadi tempat yang berbahaya
tidak saja bagi pasien, bagi karyawan atau pengunjung rumah sakit yang lainnya.
Lingkungan rumah sakit merupakan tempat yang memudahkan penularan berbagai
penyakit infeksi. Penerapan teknologi teknologi diagnostik ataupun terapeutik
bukanlah tanpa bahaya. Justru sebaliknya, infeksi yang terjadi melalui perawatan di
rumah sakit, sebenarnya telah memiliki sejarah yang panjang.
Resiko infeksi nosokomial selain terjadi pada pasien yang dirawat di Rumah
Sakit, dapat juga terjadi pada para petugas Rumah Sakit tersebut. Berbagai prosedur
penanganan pasien memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang berasal
dari pasien. Infeksi petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena petugas
menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani pasien.
Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk petugas
Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang sangat
berbahaya, dalam arti rawan untuk terjadi infeksi. Kemampuan untuk mencegah
transmisi infeksi di Rumah Sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan
pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas pertama
dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan,
kemampuan mencegah infeksi memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan,
karena mencakup setiap aspek penanganan pasien.
Upaya pencegahan penularan infeksi di Rumah Sakit melibatkan berbagai
unsur, mulai dari peran pimpinan sampai petugas kesehatan sendiri. Peran pimpinan
adalah penyediaan sistem, sarana, dan pendukung lainnya. Peran petugas adalah
sebagai pelaksana langsung dalam upaya pencegahan infeksi. Dengan berpedoman
pada perlunya peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit dan sarana kesehatan
1
lainnya, maka perlu dilakukan pelatihan yang menyeluruh untuk meningkatkan
kemampuan petugas dalam pencegahan infeksi di Rumah Sakit.
Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian
infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam
metode Universal Precautions atau dalam Bahasa Indonesia Kewaspadaan
Universal (KU) yaitu suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan
darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi.
Dasar Kewaspadaan Universal adalah cuci tangan secara benar, penggunaan alat
pelindung, desinfeksi dan mencegah tusukan alat tajam, dalam upaya mencegah
transmisi mikroorganisme melalui darah dan cairan tubuh.
Demikian pula halnya di Rumah Sakit Waras Wiris. Upaya pengendalian
infeksi nosokomial terus dilakukan, sekalipun dengan berbagai keterbatasannya.
Sangat disadari, bahwa dampak infeksi ini sangat luas, baik bagi pasien, pengguna
jasa rumah sakit maupun bagi rumah sakit itu sendiri. Sekalipun infeksi ini
seringkali tidak mematikan, tetapi mengakibatkan pasien lebih lama tinggal di
rumah sakit, lebih lama tinggal dalam kondisi non produktif, dan membayar biaya
lebih mahal untuk perpanjangan hari rawat dan pemakaian antibiotika. Bagi rumah
sakit, infeksi nosokomial akan berdampak pada biaya operasional yang makin
besar, dan dari sisi medikolegal yang merebak akhir-akhir ini, infeksi ini dapat
dianggap sebagai kelalaian rumah sakit karena tidak mengindahkan standar
pelayanan medis maupun keperawatan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan
buruknya kualitas kinerja rumah sakit.
Pemerintah telah menetapkan pengendalian infeksi nosokomial ini sebagai
salah satu standar/tolok ukur mutu pelayanan rumah sakit. Hal ini pula yang
mendasari semakin dikembangkannya upaya pengendalian infeksi di Rumah Sakit
Waras Wiris. Diharapkan, dengan semakin ditekannya kejadian infeksi nosokomial,
maka kualitas pelayanan di Rumah Sakit Waras Wiris secara menyeluruh dapat
semakin ditingkatkan.
2
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di Rumah Sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian
infeksi pada pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular melalui
udara (airborne). Dengan pengalaman yang sudah ada dengan pelayanan pasien
yang mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB), pedoman ini dapat juga diterapkan
untuk menghadapi penyaki-penyakit infeksi lainya (Emerging Infectious Diseases)
yang mungkin akan muncul di masa mendatang, baik yang menular droplet, udara
atau kontak.
D. Batasan Operasional
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua klien dan pasien / orang yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control Guidelines CDC,
Australia).
Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan pada
pasien yang dirawat inap di rumah sakit, sampai diagnosa tersebut dapat
dikesampingkan. (Gardner and HICPAC 1996).
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan
sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan
diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.
E. Landasan Hukum
1. UU Republik Indonesia no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (lembaran
Negara RI Tahun 1992 nomor 100, Tambahan Lembaran Negara RI nomor
3495)
2. UU Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara RI tahun 2004 nomor 116, Tambahan Lembaran Negara RI
nomor 4431).
3. Keputusan presiden RI nomor 40 tahun 2001 tentang Pedoman Kelembagaan
dan Pengelolaan Rumah Sakit
3
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 159b/Menkes/SK/per/II/1988 tentang
Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 986/Menkes/SK/per/XI/1992 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1575/Menkes/SK/per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1045/Menkes/SK/per/XI2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan departemen Kesehatan
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5
Anggota Komite - D3 Kesling Pelatihan dasar 1 orang
PPIRS - Apoteker Pengendalian infeksi 1 orang
lainnya - Dokter Sp.A nosokomial
- Dokter Sp.OG 1 orang
In house training
- Dokter SpPD 1 orang
- Dokter Sp.An
Pelatihan CSSD
1 orang
- Dokter SpB (untuk perawat
Sterilisasi Sentral) 1 orang
- Dokter Umum
- Perawat Instalasi 1 orang
Sterilisasi Sentral 1 orang
- D3 Gizi 1 orang
1 orang
B. Distribusi Ketenagaan
Panitia PPIRS berjumlah 8 orang dan sesuai dengan struktur organisasi
tim PPIRS terbagi menjadi Ketua Panitia PPIRS, Sekretaris PPIRS, Panitia
PPIRS, Tim PPIRS yang terdiri dari Infection Prevention and Control Nurse
(IPCN), Infection Prevention and Control Doctor (IPCD), Infection Prevention
and Control Link Nurse (IPCLN), dan Anggota.
C. Pengaturan Dinas
Pengaturan dinas IPCN yang belum full timer.
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
7
Gambar 3.1 Denah Ruangan Tim Pencegahan dan Pengendalian
B. Standar Fasilitasinfeksi di Rumah Sakit
8
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
9
2. Sarung Tangan:
Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekreta, eksreta dan barang-
barang yang tercemar
Bila kontak dengan membran mukosa / selaput lendir dan kulit yang
tidak utuh
Sebelum melakukan tindakan invasif
4. Gaun / Apron:
Melindungi kulit dari kemungkinan kena percikan ketika kontak dengan
darah atau cairan tubuh
Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan tindakan yang
melibatkan kontak dengan darah atau cairan tubuh
5. Linen:
Tangani linen kotor dengan menjaga jangan terkena kulit atau
membrane mukosa
Jangan merendam / membilas linen kotor di wilayah ruang perawatan
Jangan meletakkan linen kotor di lantai dan mengibaskan linen kotor
Segera ganti linen yang tercemar / terkena darah atau cairan tubuh
10
Cuci dan desinfeksi peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7. Pengendalian Lingkungan:
Bersihkan, rawat dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang
perawatan pasien secara rutin setiap hari dan bilamana perlu.
Isolasi pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri serta lingkungan
dan dapat mencemari lingkungan, dalam ruangan terpisah / khusus
(isolasi)
9. Etika batuk:
Sasaran: pasien, keluarga pasien, petugas kesehatan, dengan infeksi
saluran nafas yang dapat ditransmisikan melalui batuk atau bersin
Selalu menutup mulut / hidung pada saat batuk atau bersin, memakai
masker, mencuci tangan setelah kontak dengan sekresi saluran nafas
Petugas dengan infeksi saluran nafas sebaiknya tidak melakukan kontak
langsung dengan pasien, dan mengenakan masker jika harus melakukan
perawatan
Pasien infeksi saluran nafas sebaiknya menggunakan masker pada saat
ditransportasikan dari satu unit ke unit lain di Rumah Sakit.
11
Pertimbangan Praktis:
12
kuman yang sangat mudah menular atau sangat patogen, di mana perlu upaya
pencegahan tambahan selain Kewaspadaan Standar, untuk memutuskan rantai
penyebaran infeksi. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi perlu dilakukan sebagai
tambahan Kewaspadaan Standar.
13
udara selama beberapa jam dan dapat disebarkan secara luas dalam suatu ruangan
atau dalam jarak yang lebih jauh. Pengelolaan udara secara khusus dan ventilasi
diperlukan untuk mencegah transmisi melalui udara.
2. Komponen Utama Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi dan penerapannya:
Menjaga kebersihan tangan dan pemakaian sarung tangan
Tujuan Penggunaan :
Melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret,
ekskreta, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang
terkontaminasi.
Jenis sarung tangan :
1. Sarung tangan bersih
2. Sarung tangan steril
3. Sarung tangan rumah tangga
Harus dipakai pada saat melakukan tindakan yang kontak atau diperkirakan akan
terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh,
selaput lendir pasien, dan benda yang terkontaminasi
Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan Sarung Tangan
14
- masker
- kaca mata
- visor
Penutup kepala
Tujuan :
Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas
terhadap alat-alat daerah steril dan juga sebaliknya untuk melindungi
kepala/rambut petugas dari percikan bahan-bahan dari pasien.
Gaun dan apron
Tujuan :
Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan
tubuh lainnya yang dapat mencemari baju
Jenis :
- Gaun pelindung tidak kedap air
- Gaun steril
Sepatu Pelindung
Tujuan :
Melindung kaki petugas dari tumpahan/ percikan darah atau cairan tubuh lainnya
dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat
kesehatan
Jenis :
Sepatu karet atau plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki
15
-Meskipun linen tercemar oleh mikroorganisme patogen, resiko penularan penyakit
akan minimal jira linen ditangani dengan baik, diangkut dan dicuci dengan cara
yang dapat mencegah penyebaran mikroorganisme pada pasien, petugas dan
lingkungan
-Petugas tidak boleh memegang linen dekat tubuh atau mengibaskan linen
tersebut.
-Menjaga kebersihan, penanganan dan penyimpanan linen bersih Sangay
dianjurkan.
- Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara dan percikan, upayakan
penggunaan satu barang untuk satu pasien bila memungkinkan.
- Tidak dibenarkan orang lain menggunakan bersama-sama peralatan makan pasien.
- Peralatan makan dapat digunakan kembali untuk pasien suspek dan probable
penyakit menular, dengan menerapkan pencegahan Kewaspadaan Standar.
- Piring dan peralatan makan yang akan digunakan kembali, dicuci dengan air
panas dan sabun deterjen, bila mungkin di dalam mesin pencuci piring.
- Petugas perlu menggunakan sarung tangan ketika menangani nampan, piring dan
peralatan makan pasien.
3. Pencegahan infeksi untuk prosedur yang menimbulkan aerosol pada pasien yang
suspek atau probable menderita penyakit menular melalui airborne / udara
16
Tindakan yang menimbulkan aerosol pada pasien dengan penyakit menular
melalui udara/airborne, hanya dilakukan bial ada indikasi medis yang penting
Tindakan harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan
Penularan melalui udara.
17
- Upayakan pasien tidak menggunakan barang pribadi. Letakkan tempat air
minum dan cangkir, tissue dan semua barang untuk kebersihan pribadi
berada dalam jangkauan pasien
- Sediakan peralatan yang diperlukan tersendiri untuk masing-masing
pasien seperti stetoskop, termometer, dan tensimeter. Bila karena
keterbatasan peralatan, maka sebelum digunakan untuk pasien lain,
peralatan harus didesinfeksi lebih dahulu.
- Di luar pintu masuk isolasi (di ruang ganti) sediakan tempat (rak, troli,
lemari) untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik untuk meyakinkan
semua peralatan yang dibutuhkan tersedia.
- Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai untuk
setiap peralatan bekas pakai yang akan diproses ulang. Sesuai kebijakan
masing-masing RS, langsung kirim peralatan bekas pakai tersebut ke unit
pelayanan sterilisasi atau dekontaminasi terlebih dahulu di ruangan khusus
sebelum dikirim
- Bersihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua
permukaan. Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja pasien, kaki
tempat tidur, dan lantai telah dibersihkan dan didesinfeksi. Sodium
hipoklorit 0,1 % dapat digunakan sebagai desinfektan.
- Bersihkan peralatan makan dengan sabun dan air panas.
18
/ tersendiri yang dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan dan kamar mandi,
untuk mengurangi kemungkinan transmisi mikroorganisme.
Jika ruang perawatan khusus tidak tersedia, pasien infeksi
hendaknya ditempatkan dengan pasien yang sejenis. Pasien yang terinfeksi
oleh mikroba yang sama, dapat ditempatkan dalam ruang perawatan yang
sama, untuk mencegah agar mereka tidak terinfeksi oleh mikroorganisme
patogen yang lain, dan kemungkinan terjadi reinfeksi oleh mikroorganisme
yang sama menjadi minimal.
Alternatif lain adalah dengan melakukan mengumpulkan pasien-
pasien yang sejenis. Ini sangat membantu pada keadaan KLB atau
keterbatasan ruang perawatan khusus. Apabila keduanya tidak
memungkinkan dilaksanakan (isolasi / kohorting), sangat penting untuk
mendiskusikan epidemiologi penyakit dan mode transmisi penyakit
dengan para ahli pengendali infeksi, atau setidaknya dengan Pandalin. Dan
lebih dari itu, jika pasien infeksi dirawat bersama dengan pasien non
infeksi, sangat penting bagi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung
untuk menerapkan Kewaspadaan Isolasi secara baik, demi mencegah
penyebaran infeksi dan tidak membahayakan pasien-pasien lain dalam
ruang perawatan tersebut.
19
APD yang lengkap sesuai indikasi (masker, gaun/apron) dikenakan
pada pasien untuk menurunkan kemungkinan transmisi kepada pasien
lain, petugas kesehatan atau pengunjung RS, serta kontaminasi terhadap
lingkungan
Petugas kesehatan di unit yang dituju harus mendapatkan informasi
terhadap kedatangan pasien infeksius tersebut, dan langkah pencegahan
yang harus dilakukan sehubungan dengan transmisi penyakitnya
Kepada pasien harus diinformasikan langah / tindakan apa yang dapat
dilakukannya untuk membantu mencegah transmisi penyakit yang
dideritanya kepada orang lain.
a. Pengertian Surveilans
b. Tujuan Surveilans:
20
Sebagai sarana mengidentifikasi terjadinya malpraktek
Menilai keberhasilan sutau program pengendalian infeksi nosokomial
Meyakinkan para klinisi tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan
Sebagai tolok ukur akreditasi
c. Metode Surveilans:
21
5. Outbreak Surveillance
Survei dilakukan hanya pada saat terjadi outbreak atau Kejadian Luar Biasa
(KLB), seperti peningkatan kultur positif, jumlah isolasi meningkat .dan
sebagainya
22
Kriteria 1 : terdapat kuman pathogen yang dikenali dari satu kali atau lebih
biakan Dan Biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di
tempat lain
Kriteria 2 : ditemukan salah satu di antara gejala berikut tanpa penyebab lain:
- demam (> 38C)
- menggigil
- hipotensi, dan paling sedikit satu dari berikut :
1. kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah yang
diambil dari waktu yang berbeda
2. kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari
pasien dengan saluran intravascular dan diokter memberikan
antimicrobial yang sesuai
3. test antigen positif pada darah (misalnya H.influenza, S.pneumoniae,
N.meningitidis atau group B Streptococcus)
dan tanda-tanda, gejala-gejala, hasil lab yang positif tidak
berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain
Kriteria 3 : pasien umur 1 th dengan paling sedikit satu tanda atau gejala
berikut :
- demam (> 38C
- hipotermi <37C
- apnea
- atau bradikardia, dan paling sedikit satu dari berikut :
1. kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah yang
diambil dari waktu yang berbeda
23
2. kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari
pasien dengan saluran intravascular dan diokter memberikan
antimicrobial yang sesuai
3. test antigen positif pada darah (misalnya H.influenza, S.pneumoniae,
N.meningitidis atau group B Streptococcus)
dan tanda-tanda, gejala-gejala, hasil laboratorium yang positif tidak
berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain
Faktor Resiko IADP :
Pencegahan IADP :
24
tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia atau
jugular
e. Persiapan pemasangan IVprosedur pemasangan IV
- Tempat yang ditusuk / dipasang kanula harus terlebih dahulu didesinfeksi
dengan antiseptic
- Gunakan yodium tincture 1-2 %, atau klorhexidin, atau alcohol 70 %.
Antiseptic harus secukupnya dan ditunggu sampai kering, minimal 30
detik sebelum dilakukan pemasangan kanula
f. Prosedur setelah pemasangan IV
- beri salep antiseptic pada tempat pemasangan terutama pada teknik incisi
- kanula difiksasi sebaik-baiknya
- tutuplah dengan kassa steril
- cantumkan tanggal dan jam pemasangan di tempat yang mudah dibaca.
Pada catatan pasien, tulis tanggal dan lokasi pemasangan.
g. Perawatan tempat pemasangan IV
- tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan
timbulnya komplikasi tanpa membuka kassa penutup, yaitu dengan cara
meraba daerah vena tsb
- bila ada demam yang tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada
temnpat tusukan, barulah kassa penutup dibuka untuk melihat
kemungkinan komplikasi
- bila kanula harus dipertahankan untuk waktu yang lama, maka setiap 48
72 jam harus diganti dengan yang baru dan steril
- bila pada waktu pemasangan kanula tempat pemasangan diberi antiseptic
maka setiap penggantian kassa penutup, tempat pemasangan diberi
antiseptic kembali
h. Penggantian Kanula
Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau
yang dipasang melalui incisi), bila tidak ada komplikasi yang
mengharuskan mencabut kanula maka kanula harus diganti setiap 48 72
jam secara asepsis
25
Jika penggantian tidak mengikuti teknik aseptic yang baik, maka harus
diganti secepatnya
i. Kanula sentral
Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aseptic
Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali
digunakan untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti
secara rutin
Kanula sentral yang dipasang melalui vena perifer harus diperlakukan
seperti kanula perifer tersebut di atas
Bila kanula sentral dipertahankan lebih lama, kassa penutup harus
diperiksa dan diganti setiap 48 72 jam
j. Pemeliharaan peralatan
Pipa IV termasuk kanula piggy-back harus diganti setiap 48 jam
Pipa yang digunakan untuk hiperalimentasi harus diganti setiap 24 48
jam
Pipa harus diganti sesudah manipulasi pemberian darah, produk darah atau
emulsi lemakpada setiap penggantian komponen system IV harus
dipertahankan tetap tertutup. Setiap kali hendak memasukkan obat melalui
pipa, harus dilakukan desinfeksi sesaat sebelum memasukkan obat
tersebut.
Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui pipa IV tidak
diperbolehkan kecuali dalam keadaan darurat atau pipa akan segera
dilepas.
k. Penggantian Komponen Intravena dalam keadaan Infeksi atau Phlebitis
Jika dari tempat tusukan keluar pus atau terjadi selulitis atau phlebitis tanpa
gejala infeksi pada tempat IV atau diduga bakteremia yang berasal dari
kanula, maka semua system harus dicabut
l. Kendali mutu selama dan sesudah pencampuran cairan parenteral
Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian farmasi
kecuali karena kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan
pasien
26
Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sebelum mencampur cairan
parenteral
Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah
harus diperiksa untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan
dan partikel tertentu dan tanggal kedaluwarsa Bila didapatkan keadaan
tersebut, cairan tidak boleh digunakan dan harus dikembalikan ke bagian
farmasi dan dari bagian farmasi tidak boleh dikeluarkan
Ruangan di bagian farmasi tempat mencampur cairan parenteral tersebut
harus memiliki pengatur udara laminar (laminar flowhood)
Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali
pakai). Bila dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa
kali pakai) dan sisanya untuk wadah harus diberi tanda tanggal dan jam
dikerjakan
Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui apakah perlu dimasukkan
ke dalam lemari es atau tidak.
ISK Simptomatik
Definisi : memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut ini :
27
Polakisuria
Disuria
Atau nyeri supra pubik
Atau biakan urin porsi tengah . 105 kuman per milliliter urin dengan jenis
kuman tidak lebih dari 2 spesies
28
demam > 38C
hipotermia ( 37C)
apnea
muntah-muntah
bradikardia < 100 x/mnt
letargia, dan hasil biakan urin 105 kuman per milliliter urin dengan jenis
kuman tidak lebih dari 2 spesies
29
7. telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh dokter yang
menangani.
Catatan :
- biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test laboratorium
yang bisa diterima untuk ISK
- biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi
clean catch atau kateterisasi
- pada anak kecil biakan urin harus diambil dari kateterisasi buli-buli atau
aspirasi supra pubik; biakan positif dari specimen kantong urin tidak
dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan specimen yang diambil
secara aseptis dengan kateterisasi atau aspirasi supra pubik.
ISK Asimptomatik
Definisi ISK Asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut ini :
Kriteria 1 :
- Pasien pernah memakai kateter kandung kemih dalam waktu 7 hari
sebelum biakan urin
- Ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin dengan jenis
kuman maksimal 2 spesies
- Tidak terdapat gejala-gejala / keluhan demam, suhu > 38C,
polakisuria,nikuria, disuria dan nyeri supra pubik
Kriteria 2 :
- Pasien tanpa keteter kandung kemih menetap dalam 7 hari sebelum
biakan pertama positif
- Biakan urin 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih dari 2 jenis
kuman yang sama dengan jumlah < 105 per ml.
- Tidak terdapat gejala-gejala / keluhan demam, suhu > 38C,
polakisuria, nikuria, disuria dan nyeri supra pubik
Catatan :
30
- biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test
laboratorium yang bisa diterima untuk ISK
- biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi
clean catch atau kateterisasi
ISK lain
Definisi ISK yang lain harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut
ini :
Kriteria 1 : Ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin
Kriteria 3 : terdapat dua dari tanda berikut : demam > 38C, nyeri local, nyeri tekan
pada daerah yang dicurigai infeksi dan paling sedikit satu dari berikut ini :
1. keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai infeksi
2. ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan tempat
yang dicurigai
3. pemeriksaan radiology mis. USG, CT Scan, MRI, radiolabel scan
(galliioum, techneticum) abnormal, memperlihatkan gambaran
infeksi
4. didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani
5. dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang
sesuai
Kriteria 4 : pada pasien berumur 1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari tanda dan
gejala berikut ini tanpa ada penyebab lainnya :
a. Kateterisasi menetap :
cara pemasangan kateter
kualitas perawatan kateter
b. Kerentanan pasien
c. Dekubitus
d. Pasca persalinan
Pencegahan ISK :
a. Tenaga Pelaksana :
1. Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang memahami
dan trampil dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan
perawatan kateter.
2. Personil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus
mendapat latihan secara khusus teknik pemasangan yang benar dan
pengetahuan tentang komplikasi potensi yang timbul.
b. Teknik Pemasangan kateter
32
1. Pemasangan kateter hanya dilakukan bila perlu saja dan segera
dilepas jika tidak diperlukan. Alasan pemasangan tidak boleh hanya
untuk kemudahan personil dalam memberikan asuhan pada pasien
2. Cara drainase urin yang lain seperti : kateter kondom, kateter
suprapubik, kateterisasi selang seling ( intermitten), dapat digunakan
sebagai pengganti kateter menetap.
3. Sebelum dan sesudah manipulasi kateter harus cuci tangan
4. Gunakan kateter terkecil tetapi aliran tetap lancar tanpa
menimbulkan kebocoran dari samping kateter, untuk meminimalkan
trauma urethra.
5. Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril
6. Pemakaian drain harus menggunakan sistem tertutup:
sistem drainase tertutup dan steril harus dipertahankan
kateter dan selang / tube drainase tidak boleh dilepas
sambungannya, kecuali akan dialkukan irigasi
bila teknik aseptik terganggu, sambungan terlepas atau terjadi
kebocoran, sistem penampungan harus diganti dengan sistem
teknik aseptik setelah sambungan antara kateter dan pipa
didesinfeksi
tidak ada kontak antara urine bag dengan lantai.
7. Laju aliran urin harus dipertahankan. Untuk memperoleh aliran
lancar:
- jaga kateter dan pipa drainase dari lekukan
- kantong drainase harus dikosongkan secara teratur dengan
menggunakan kontainer terpisah untuk setiap pasien (jangan ada
kontak antara lubang pengosong pada kantong penampung dengan
kontainer non steril)
- kateter yang berfungsi kurang baik atau tersumbat harus diirigasi
atau kalau perlu diganti
- kantong penampung diletakkan lebih rendah dari kandung kemih /
bladder.
33
8. Pengambilan spesimen:
- jika kebutuhan urine sedikit dan baru untuk pemeriksaan, diambil
dari akhir distal kateter atau lebih baik dari sampling port jika ada,
dan dibersihkan dengan desinfektan, kemudian urine diaspirasi
dengan syringe steril
- jika kebutuhan urine banyak untuk dianalisis, dengan teknik aseptik
diambil dari kantong urine.
9. Perawatan meatus: bersihkan dua kali sehari dengan cara aseptik,
bersihkan dengan sabun dan air.
10. Monitoring bakteri: monitoring bakteriologi secara rutin pada pasien
dengan kateter urine tidak dianjurkan.
11. Pemisahan pasien infeksi: untuk mengurangi infeksi silang, pasien
dengan kateter yang terinfeksi tidak boleh bersebelahan tempat tidur
atau dalam kamar yang sama dengan pasien berkateter lain yang
tidak terinfeksi.
Superficial Incisional
Definisi : ILO superficial harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut ini :
Kriteria :
- Infeksi yang terjadi pada daerah incisi dalam waktu 30 hari pasca bedah
1. pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasangkan di atas fascia
2. biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang
diambil secara aseptic
34
3. sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan, kecuali
jika hasil biakan negative (paling sedikit terdapat satu dari tanda
infeksi berikut ini : nyeri, bengkak lokal, kemerahan, dan hangat
lokal)
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
Petunjuk pelaporan :
o infeksi yang terjadi pada daerah incisi dalam waktu 30 hari pasca bedah
sampai satu tahun pasca bedah ( bila ada implant berupa non derived
implant yang dipasang permanent)
35
o Meliputi jaringan lunak yang dalam ( mis lapisan fascia, dan otot ) dari
incisi
Kriteria :
36
o Infeksi mengenai bagian tubuh manapun, terkecuali insisi kulit, fascia atau
lapisan otot, yang dibuka atau dimanipulasi selama pembedahan.
37
Lokasi luka yang mudah tercemar ( dekat perineum)
d. Lama perawatan
e. Lama operasi
Infeksi Transfusi
38
Dekubitus
Definisi Dekubitus ulcer, termasuk superficial dan profunda (dalam).
Kriteria :
Catatan :
Pencegahan:
- Berikan perhatian khusus untuk pasien-pasien dengan faktor resiko
dekubitus, yaitu pasien-pasien tirah baring.
39
Definisi
40
Resiko VAP sebesar 3,3 % per hari pada minggu pertama, 2,3 %
per hari pada minggu kedua dan 1,3 % per hari pada minggu ketiga.
Mortalitas karena VAP masih tinggi antara 24-50 % dan pada keadaan
tertentu dapat mencapai 76 % misalnya pada infeksi dengan
mikroorganisme yang pathogen.
Etiologi:
Diagnosis:
Kriteria diagnosis VAP yang baku merupakan salah satu hal yang
sangat penting dan sulit pada penanganan pasien kritis.
Kriteria klinis yang banyak dipakai adalah berdasarkan American
College of Chest Pysician (sensitivitas 69 % dan spesifisitas 75 %), yang
mendiagnosis VAP jika:
Terdapat gambaran infiltrat baru dan menetap,
Ditambah 1 dari kriteria berikut:
o Adanya mikroorganisme patogen pada kultur sputum
41
o Kavitas pada gambaran radiologi
o Bukti histopatologi adanya pneumonia
Atau 2 dari kriteria berikut:
o panas
o lekositosis atau lekopenia
o sputum yang purulen
Pencegahan:
42
Mencuci tangan telah diekomendasikan untuk mencegah terjadinya
infeksi nosokomial. Pemakaian sarung tangan steril pada saat
melakukan penghisapan sekret juga akan mencegah terjadinya VAP
b. Posisi pasien semirecumbent
Pasien dengan ventilasi mekanik sebaiknya diposisikan semirecumbent
untuk mencegah terjadinya aspirasi.
c. Hindari pemberian nutrisi enteral dengan volume besar
Lambung yang penuh harus dihindari untuk mencegah refluks dari
lambung dengan cara mengurangi volume cairan nutrisi setiap kalinya.
Hati-hati juga terhadap penggunaan narkotik dan anti kolinergik,
karena dapat mengganggu pergerakan lambung dan usus. Lakukan
monitoring volume residual lambung setelah pemberian nutrisi enteral.
Dapat diberikan obat yang meningkatkan pergerakan lambung dan
usus seperi metoklopramid.
d. Intubasi oral
Intubasi nasal yang lama (lebih dari 48 jam) harus dihindari karena
berhubungan dengan sinusitis nasal. Sinusitis dapat menajdi
predisposisi terjadinya pneumonia melalui aspirasi sekret sinus yang
sudah terkontaminasi ke dalam paru.
e. Pemeliharaan sirkuit ventilator
Sirkuit ventilator sebaiknya dimonitor secara rutin untuk menghindari
kolonisasi mikroorganisme.
f. Penghisapan sekret subglotis
Penghisapan sekret subglotis secara terus menerus dapat dilakukan
untuk mengurangi kolonisasi mikroorganisme, tekanan balon
endotrakeal harus adekuat untuk menghindari masuknya sekret ke
dalam paru.
g. Perubahan posisi pasien
Perubahan posisi pasien dapat mengurangi VAP dengan jalan
memperbaiki drainase sekret paru.
h. Jenis selang penghisap
43
Ada 2 jenis selang penghisap, yaitu sistem terbuka sekali pakai dan
sistem tertutup dapat digunakan untuk beberapa kali pemakaian.
Resiko VAP tampaknya sama pada kedua jenis selang tersebut.
i. Humidifikasi
Secara teori, humidifikasi dapat menurunkan VAP dengan cara
meminimalisasi pertumbuhan koloni dalam sirkuit ventilator.
7. Pencegahan Sepsis
Definisi Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini:
Kriteria 1 :
Ditemukan salah satu di antara gejala berikut ini tanpa penyebab lain :
- suhu > 38C bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian
antipiretika
- hipotensi (sistolik 90 mmHg)
- oliguri dengan jumlah urin < 20ml/jam atau < 0,5 cc/kgBB/jam, dan
semua gejala / tanda yang tersebut di bawah ini :
1. biakan darah tidak dilakukan atau tidak diketemukan kuman / antigen
dalam darah
2. tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain
3. telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis
Kriteria 2 :
44
3. telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis
- IV line
- Cairan infus
- Luka operasi
- Drain operasi
- Luka dekubitus
Pencegahan Sepsis:
e. Pelaksana Surveilans
Surveilans infeksi nosokomial di RS Waras Wiris dilaksanakan oleh IPCN,
dan dibantu oleh IPCLN di masing-masing ruang perawatan.
f. Pelaporan
Laporan surveilans direkap setiap bulan untuk kemudian dilaporkan
kepada Direktur RS bersama laporan kegiatan Pandalin selama bulan yang
45
bersangkutan dalam bentuk Laporan Bulanan Panitia Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.
Secara umum limbah rumah sakit dibedakan menjadi limbah padat / sampah
dan limbah cair. Sampah rumah sakit tersebut dibagi menjadi:
46
Sampah Medis, yaitu sampah yang tercemar oleh darah atau cairan tubuh
pasien, dan dikategorikan sebagai limbah beresiko tinggi serta bersifat
menularkan penyakit. Dapat berasal dari tindakan klinis, laboratorium,
atau obat sitotoksik dan senyawa radioaktif.
Sampah Non Medis / Sampah Umum, yaitu sampah yang tidak tercemar
oleh darah atau cairan tubuh pasien, sehingga beresiko rendah.
47
Tempat sampah harus ditempatkan di dekat lokasi terjadinya sampah dan
mudah dicapai oleh pemakai (mengangkat-angkat sampah ke mana-mana
meningkatkan resiko infeksi bagi pembawanya). Terutama pentings ekali
terhadap benda tajam yang membawa resiko kecelakaan / perlukaan bagi
petugas kesehatan dan staf.
Cuci semua wadah sampah setiap hari, dengan larutan pembersih
desinfektan (klorin 0,5 %) dan sabun, serta bilas dengan air.
Gunakan wadah terpisah antara sampah yang akan dibakar dengan sampah
yang akan didaur ulang / tidak dibakar. Hal ini untuk menghindarkan
petugas dari memisahkan sampah dengan tangan, yang beresiko perlukaan
/ infeksi.
Gunakan perlengkapan pelindung (APD) pada saat menangani sampah.
Cuci tangan atau gunakan handrub setelah melepaskan sarung tangan
seusai menangani sampah.
Pembuangan sampah medis di RS Waras Wiris dilakukan dengan
membakar pada incinerator dengan suhu tinggi.
48
g. Penanganan Limbah cair
Dalam jumlah kecil, sampah farmasi (obat dan bahan obat) dapat
dikumpulkan dengan sampah medis lainnya untuk kemudian dibakar di incinerator.
49
Enkapsulasi : dikumpulkan dalam wadah tahan bocor, sesudah penuh,
dimasukkan semen, pasir, sampai penuh. Sesudah bahan menjadi padat
dan kering, wadah ditutup, ditimbun atau dikuburkan.
Sampah jenis ini tidak boleh dibakar di incinerator oleh akrena uap logam
beracun yang dikeluarkan. Juga tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi
karena mengakibatkan lapisan air terpolusi. Namun biasanya sampah ini
hanya dalam jumlah kecil di Rumah Sakit.
50
b. Pengelolaan Linen Kotor
Pengelolaan linen kotor di rumah sakit dimulai dari unit perawatan, yaitu
sejak proses pengumpulan linen kotor, pemisahan linen kotor berdasarkan infeksius
tidaknya, proses dekontaminasi / spooling, dilanjutkan proses pencucian di bagian
pencucian, sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Petugas yang bertanggungjawab dalam proses ini adalah petugas linen
ruang perawatan dan petugas bagian pencucian.
Penggunaan APD yang sesuai harus dipenuhi dalam hal mengelola linen
kotor. Wadah untuk membawa linen kotor non infeksius, linen kotor infeksius, maupun
linen bersih harus terpisah dan merupakan wadah yang tertutup.
- Setiap antibiotik harus teruji dalam diagnosis klinisnya dan telah terbukti
serta dikenali mampu memberikan efek terapi terhadap mikroorganisme.
- Pemeriksaan kultur kuman sebaiknya dilakukan sebelum memulai
pemberian antibiotika
- Pemilihan antibiotika sebaiknya tidak didasarkan pada riwayat penyakit
dan agen pathogen saja, namun juga mempertimbangkan pola sensitivitas,
toleransi pasien, dan biaya
- Dokter harus memperoleh informasi tentang resistensi kuman di rumah
sakit secara berkesinambungan
- Gunakan antibiotika yang spesifik untuk infeksi
52
- Jika mungkin, hindari penggunaan antibiotika secara kombinasi
- Batasi penggunaan antibiotika selektif
- Gunakan dosis yang tepat. Dosis rendah dapat menyebabkan inefektif
terapi, dan memicu strain kuman menjadi resisten. Dosis yang berlebihan
dapat meningkatkan side efek, dan tetap tidak mencegah resistensi kuman.
- Secara umum, penggunaan satu seri antibiotika berkisar antara 5 14 hari,
tergantung jenis infeksinya. Terdapat indikasi tertentu untuk penggunaan
yang lebih lama. Apabila pemakaian 3 hari tidak menunjukkan efektivitas,
maka antibiotika harus dihentikan dan dilakukan penilaian kembali
terhadap status pasien.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka diberlakukanlah kebijakan
sebagai berikut:
o Indikasi Penggunaan antibiotika di RS harus mengacu pada Buku Pedoman
Penggunaan Antibiotika dan Buku Peta Bakteri dan Kepekaan Terhadap
Berbagai Antibiotika, yang diterbitkan oleh RS. Waras Wiris
o Buku Pedoman Antibiotika disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi dan harus
dievaluasi ulang minimal setiap 3 tahun sekali.
o Buku Peta Bakteri dan Kepekaan Terhadap Berbagai Antibiotika disusun setiap
tahun untuk memantau pergeseran pola resistensi yang dapat mempengaruhi
terapi antimikroba.
o Standarisasi antibiotika di RS berlaku untuk semua dokter yang merawat di RS.
Waras Wiris
o Untuk setiap jenis antibiotika maksimal disediakan 3 sediaan paten. Namun
tetap dianjurkan menggunakan sediaan generik sebagai alternatif pertama.
o Pandalin bertanggungjawab memberi masukan kepada Panitia Farmasi dan
Terapi dalam hal pemantauan resistensi dan pemeriksaan pemetaan kuman di
RS. Waras Wiris.
a. Pengertian
53
Antiseptik adalah desinfektan yang digunakan untuk kulit dan tubuh bagian
luar lainnya. Sedangkan desinfektan sendiri digunakan untuk peralatan, perabot,
lingkungan, dan sebagainya.
Desinfektan adalah senyawa kimia yang dapat mematikan / menghancurkan
pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan desinfeksi merupakan proses mematikan
/ menghancurkan mikroorganisme, namun tidak termasuk spora. Proses ini tidak
mematikan semua mikroorganisme, namun mampu menurunkannya sampai tingkat
yang tidak membahayakan kesehatan.
Perbedaan desinfeksi dengan sterilisasi adalah proses sterilisasi mampu
mematikan semua mikroorganisme termasuk spora.
Tabel 4.1 Jenis Antiseptik Dan Desinfektan Yang Digunakan Di RS Waras Wiris
Desinfektan / Antiseptik Potensi Aktivitas Penggunaan
( Komposisi)
ANTISEPTIK
54
Triclosan 0,05 2 % Gram +, Gram -, Jamur Cuci tangan rutin, tidak untuk bayi
(sabun antiseptic) Kurang efektif thd kurang dari 6 bulan.
Pseudomonas Toksisitas : dermatitis, alergi.
Povidon Iodine 10 % Gram +, Gram -, jamur, Desinfeksi luka, pre / post op pd.
( Isodine, Betadine) virus HIV pd kons. 0,5 %, Kulit dn selaput lendir. Mencegah
spora, protozoa infeksi pd luka.
Toksisitas : R. sensitifitas local
(jarang)
Hand rub berbasis alcohol Efektif untuk mematikan Untuk pengganti cuci tangan pada
dan chlorhexidine bakteri gram (+) adn (-), saat tertentu, misalnya antara
virus dan jamur pemeriksaan pasien satu dengan
pasien lainnya.
55
mikroorganisme termasuk alat tenun, tempat tidur pasien,
jamur dan virus ( 10 det pd merendam alat alat.
kons. Cresol 0,3 0,6 % )
Efek thd spora kecil.
Senyawa berbahan dasar Aktif thd bakteri, beberapa Desinfeksi mesin HD, ( chemical
klorin (Bayclin, Presept) jamur, ragi, algae, virus, rinse), dekontaminasi linen kotor
protozoa, termasuk HIV dan infeksius, desinfeksi ruang
Hepatitis virus. perawatan, perabot, lantai dan
dinding di ruang perawatan.
Dekontaminasi peralatan medis.
Toksisitas : iritasi kulit dan mukosa
56
a. Program Kesehatan Karyawan RS Waras Wiris
Kesehatan karyawan merupakan hal yang penting untuk memungkinkan RS
menyelenggarakan fungsinya secara optimal. Program yang berkaitan dengan
kesehatan karyawan, tercantum dalam Pedoman Pengorganisasian Keselamatan
kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana RS, yang meliputi:
a. Pemeriksaan Kesehatan Calon Karyawan
b. Pemeriksaan Kesehatan untuk Pengangkatan Karyawan
c. Pemeriksaan Kesehatan Berkala
d. Pemeriksaan Kesehatan Khusus
57
Untuk penyakit menular melalui udara (droplet, airborne), misalnya Avian
Influenza, SARS.
Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan
kesehatan, petugas harus menggunakan APD yang sesuai untuk kewaspadaan
Standar dan Kewaspadaan Isolasi (berdasarkan penularan secara kontak,
droplet, atau udara) sesuai dengan penyebaran penyakit.
Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala
penyakit menular yang sedang dihadapi.
Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus dievaluasi untuk
memastikan agen penyebab. Dan ditentukan apakah perlu dipindahtugaskan
dari kontak langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di unit
perawatan intensif (ICU), ruang rawat anak, ruang bayi.
Jika petugas kesehatan mengalami gejala demam atau gangguan pernapasan
dalam jangka waktu 10 hari setelah terpajan penyakit menular melalui
udara, maka ia perlu dirawat di ruang isolasi.
Petugas terpajan yang tidak memiliki gejala demam atau gangguan
pernapasan tidak perlu dibebastugaskan namun harus melaporkan pajanan
yang dialami segera kepada Tim Dalin.
Surveilans aktif perlu dilakukan terhadap gejala demam dan gangguan
pernapasan setiap hari kepada petugas kesehatan yang terpajan. Petugas
diinstruksikan untuk mewaspadai timbulnya demam, gangguan pernapasn
dan atau peradangan konjungtiva selama 10 hari setelah terpajan dengan
penyakit menular melalui udara.
58
Yang paling penting adalah segera mencucinya dengan air mengalir dan
sabun antiseptik, dan usahakan meminimalkan kuman yang masuk ke dalam
aliran darah dengan menekan luka sehingga darah keluar.
Bila darah mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan air
beberapa kali, bila mengenai mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi) atau
garam fisiologis, bila percikan mengenai hidung, hembuskan keluar hidung, dan
bersihkan dengan air.
e. Tata laksana Pajanan di tempat kerja
Langkah 1 : Cuci
- Tindakan darurat pada bagian yang terpajan seperti di atas
- Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan dalam 24 jam kepada atasan langsung
dan Pandalin serta K3. Laporan ini sangat penting untuk menentukan langkah
selanjutnya. Memulai PPP setelah 72 jam tidak dianjurkan karena tidak
efektif.
59
Cairan yang berpotensial terinfeksi: semen, cairan vagina, cairan
serebrospinal, cairan pleura, cairan perikardial, cairan amnion, cairan
peritoneal
Virus yang terkonsentrasi
Status Infeksi: tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum diketahui)
HbsAg positif
HCV positif
HIV positif
Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan resiko yang tinggi atas 3
infeksi di atas
Jangan melakukan pemeriksaan (laboratorium) jarum bekas
Kerentanan : tentukan kerentanan orang yang terpajan:
Pernahkah mendapatkan vaksinasi Hepatitis B
Status serologi terhadap HBV bila pernah mendapatkan vaksin
Anti HCV dan ALT
Antibodi HIV
60
o PPP merupakan bagian dari pelaksanaan paket kewaspadaan Standar
yang meminimalkan resiko pajanan terhadap bahan infeksius di
tempat kerja
Sebaiknya pemberian ARV diasarkan pada protokol yang ada, dapat juga
disediakan satu kit yang berisis ARV yang direkomendasikan, atau berdasar
konsultasi dengan dokter ahli. Konsultasi dengan dokter ahli ini sangat penting
61
jika diduga ada resistensi terhadap ARV. Penting sekali untuk menyediakan ARV
dalam jumlah yang cukup untuk pemberian satu bulan penuh sejak awal
pemberian PPP. Pengobatan dianjurkan diberikan dalam jangka waktu minimal 2
minggu dan paling lama sampai 4 minggu.
62
BAB V
LOGISTIK
BAB VI
63
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keseimbangan pasien adalah suatu sistem di mana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi
yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm
(penyakit, cedera, cacat, kematian, dan lain-lain) yang tidak seharusnya
terjadi. (KKP-RS)
B. Tujuan
Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Selain itu sistem
keselamatan pasien ini mempunyai tujuan agar terciptan budaya
keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkannya akuntabilitas rumah
sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya kejadian tidak
diharapkan di rumah sakit, dan terlaksananya program-program
pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak
diharapkan. (KKP-RS)
64
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.
Mendorong karyawan untuk melakukan analis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
7. Mencegah cedera melalui implementasi system keselamatan pasien.
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk
melakukan perubahan pada system pelayanan.
65
BAB VII
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
66
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam
keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.
Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan
pada tiga kelompok, yaitu :
a. Kondisi dan lingkungan kerja
b. Kesadaran dan kualitas pekerja, dan
c. Peranan dan kualitas manajemen
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dapat terjadi bila :
- Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus;
- Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi;
- Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas
atau terlalu dingin;
- Tidak tersedia alat-alat pengaman;
- Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dll.
67
o Bila timbul demam, segera batasi interaksi dan isolasi diri dari area
umum. Segera lapor kepada Tim Dalin / Pandalin, Tim Kesehatan
kerja (K3) dan dokter poliklinik RS, adanya kemungkinan terinfeksi
penyakit menular yang sedang ditangani.
68
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang
akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria, serta standar yang akan
digunakan untuk mengukur mutu pelayanan.
Adapun pengendalian mutu pada TIM PPIRS meliputi:
1. Kejadian Infeksi Pasca Operasi
Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada semua
kategori luka sayatan operasi yang dilaksanakan di rumah sakit dan
ditandai oleh rasa panas (kalor), nyeri (dolor), kemerahan (color),
pengerasan (tumor), gangguan fungsi (functiolaesa) dan keluarnya nanah
(pus) dalam waktu lebih dari 3 X 24 jam
2. Kejadian Infeksi Aliran Darah Perifer (IADPF)
Keadaan Infeksi yang terjadi disekitar tusukan atau bekas tusukan jarum
infus dan timbul minimal 3 kali 24 jam setelah pemasangan.
3. Kejadian ISK
Keadaan infeksi yang terjadi disekitar uretra atau selang kateter dan
timbul setelah 3 kali 24 jam dilakukan pemasangan kateter di rumah sakit.
4. Kejadian Luka Dekubitus
Suatu daerah yang jaringan cutaneousnya mengalami kerusakan
diakibatkan oleh tekanan yang terus menerus pada pasien tirah baring
yang tidak dilakukan alih posisi.
69
5. Kejadian Penyulit Transfusi
Transfusi darah yang tidak dikerjakan sesuai dengan prosedur yang
berlaku dapat menyebabkan terjadinya penyulit karena inkompatibilitas
(golongan darah tidak cocok)
6. Kejadian Sepsis
8. Pengolahan Limbah
Baku mutu adalah standar minimal pada limbah cair yang dianggap aman bagi
keselamatan, yang merupakan ambang batas yang ditolerir dan diukur dengan
indikator:
BOD (Biological Oxygen Demand) : 30 mg/liter
COD (Chemical Oxygen Demand) : 80 mg/liter
TSS (Total Suspend Solid) 30 mg/liter
PH : 6 9
b.Keberhasilan Pengolahan Limbah Padat Berbahaya
Limbah padat berbahaya adalah sampah padat akibat proses pelayanan yang
mengandung bahan-bahan yang tercemar jasad renik yang dapat menularkan
penyakit
9. Ketersediaan APD
Alat terstandar yang berguna untuk melindungi tubuh, tenaga kesehatan,
pasien atau pengunjung dari penularan penyakit di RS seperti masker,
sarung tangan karet, penutup kepala, sepatu boots dan gaun
10.Angka Ketidakpatuhan Cuci Tangan
Ketidakpatuhan mencuci tangan meliputi ketidakpatuhan waktu / 5
moment cuci tangan dan ketidakpatuhan 6 langkah cuci tangan.
70
BAB IX
PENUTUP
71