Anda di halaman 1dari 25

Referat

Trauma Kimia Pada Mata

Disusun oleh :

Albatros Wahyubramanto

FK UKRIDA 112016050

Pembimbing :

Dr. Ernita Tantawi Sp.M

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat
Periode 21 November 2016 24 Desember 2016

1
Pendahuluan

Mata merupakan jendela kehidupan. Melalui indera inilah kita dapat melihat dan
menikmati indahnya kehidupan. Mata merupakan organ yang keberadaannya berhubungan
langsung dengan lingkungan luar sehingga sering menyebabkan mata terkena dampak dari
posisi anatominya tersebut. Mata sering terpapar dengan keadaan lingkungan sekitar seperti
udara, debu, benda asing dan suatu trauma yang dapat langsung mengenai mata.1

Trauma kimia pada mata merupakan kegawatdaruratan di bidang penyakit mata,


terutama yang melibatkan kornea.1 Trauma kimia pada mata memerlukan perawatan segera,
sebelum dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Trauma kimia dapat
disebabkan oleh bahan alkali kuat maupun bahan asam kuat.1
Bahan basa atau alkali dapat menembus kornea masuk ke dalam kamera okuli anterior
terus sampai ke retina dalam waktu yang singkat. Bahan alkali bersifat koagulasi sel-sel dan
terjadi proses saponifikasi, dehidrasi serta eksfoliasi. Penetrasi dari bahan alkali bergradasi
dan menurun dari paling keras, KOH, NaOH sampai alkali lemah. Tercepat mengadakan
penetrasi dan kerusakan yaitu kaustik soda yang sanggup menembus kornea ke ruang intra
okuler dalam waktu 7 detik. Akibat daya penetrasi tinggi dari bahan alkali, maka kerusakan
yang ditimbulkan lebih dalam dan lebih banyak, dan setelah sembuh akan meninggalkan
komplikasi seperti simblefaron, kekeruhan kornea yang menetap, penutupan saluran air mata
yang menetap1. Dibanding bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat dapat merusak
dan menembus kornea1,2.
Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang
terkena merupakan tindakan yang segera harus dilakukan karena dapat memberikan penyulit
yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan memakai seperti dengan air keran, larutan
garam fisiologik, dan asam berat selama mungkin dan paling sedikit 15 30 menit. 2
Prognosis tegantung pada sejauh mana bahan kimia itu menembus sampai ke dalam mata.
Umumnya berhubungan juga dengan beratnya trauma kimia pada mata dan struktur adneksa
yang muncul.3
Berdasarkan sumber trauma, maka penyebab trauma pada mata dapat diklasifikasikan
sebagai berikut yaitu trauma kimia (chemical injury), trauma benda asing (foreign bodies),
trauma tembus bola mata (penetrating injury), trauma tumpul (blunt injury), trauma mata
yang bersamaan trauma kepala, trauma thermal/luka bakar (welding burns).

2
Anatomi dan Fisiologi Segmen Anterior Mata

Mata merupakan salah satu alat indra yang terdiri atas susunan yang kompleks. Bola
mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior sekitar 24 mm. Bagian bola mata
paling depan adalah kornea. Bola mata memiliki 2 kelengkungan yang berbeda karena kornea
mempunyai kelengkungan yang lebih tajam.4
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan yaitu:
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
sklera merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
di sebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk kedalam bola
mata. Kelengkungan kornea lebih besar disbanding sklera.
2. Uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang yang
potensial dimasuki darah apabila terjadi trauma yang disebut perdarahan subkoroid.
Jaringan uvea terdiri dari iris, corpus siliar dan koroid. Corpus siliar yang terletak
dibelakang iris menghasilkan humor aqueous, yang dikeluarkan melalui trabekulum
yang terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera.
3. Retina terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang
merupakan lapis membrane neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi
rangsangan pada saraf optic dan di teruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial
antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid disebut ablasi
retina.4

3
Gambar 1. Anatomi mata.4

Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian
belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola
mata terutama kornea.4
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Konjungtiva tarsalis, yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari
tarsus1.
2. Konjungtiva bulbi meutupi sclera dan mudah digerakkan dari sclera di bawahnya1.
3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.4
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.4

Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan
dan terdiri atas lapis :
1. Epitel
Tebalnya 50m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan makin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dael polygonal di
depannya melalui desmosome dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.4
2. Membran Bowman

4
Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.4
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainya, pada permukaan terihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.4
4. Membrana Descement
Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
yang dihasilkan oleh sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40 m.4
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20 40 m.
Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.4

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi.4

5
Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis. Orang
dewasa ukuran pupil sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang
dibangkitkan oleh lensa sclerosis.4
Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan tidur
sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :
1. Berkurangnya rangsangan simpatis.
2. Kurang rangsangan hambatan miosis.
Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun korteks
menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur hambatan subkorteks
hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang akan menjadikan miosis1.
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan
untuk memperdalam focus seperti pada kamera foto yang diafragmanya dikecilkan.4

Sudut Bilik Mata Depan


Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran
keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga
tekanan bola mata meninggi atau glaucoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan
trabekulum, kanal schelmm, baji sclera, garis Schwalbe dan jonjot iris.4
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sclera kornea dan disini
ditemukan sclera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi seta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi
kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea.
Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan
membrane descement, dan kanal Schelmm yang menampung cairan mata keluar ke
salurannya.4

6
Gambar 2. Sudut Bilik Mata.4

Definisi

Trauma kimia adalah trauma yang disebabkan oleh bahan kimia, baik berupa cairan
benda padat maupun gas. Zat kimia penyebab trauma dibagi menjadi 2 golongan, yaitu asam
dan basa.5 Menurut Fithria Aldi cit Ramanjit Sihota, trauma kimia pada mata dua kali lebih
sering pada bahan kimia yang bersifat basa dibandingkan bahan kimia yang bersifat asam.
Bahan kimia yang bersifat basa lebih sering pada bahan seperti amoniak, sodium hidroksida,
dan kapur. Sementara bahan yang bersifat asam dapat berupa sulpuric, sulpurous,
hidrofluorik, acetic, dan cromic. Bahan kimia yang bersifat basa biasanya penetrasinya lebih
dalam dibandingkan bahan kimia yang bersifat asam.5
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang
dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan
dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia
tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.5

Epidemiologi
Lebih dari 60% dari trauma kimia terjadi dalam kecelakaan kerja, 30% di rumah, dan
10% akibat kekerasan. Sebanyak 20% trauma kimia secara signifikan mengakibatkan cacat
visual dan kosmetik. Hanya 15% dari pasien dengan trauma kimia berat yang mencapai
perbaikan visual yang fungsional. Secara global, predileksi ras tidak bisa dipastikan, akan
tetapi pria muda berkulit hitam lebih cenderung berpotensi tinggi. Pria 3 kali lebih cenderung
mengalami trauma kimia daripada wanita. Trauma kima dapat menyerang setiap umur, akan
tetapi, trauma paling banyak terjadi pada pasien berusia 16 45 tahun.6

Etiologi
Banyak bahan kimia yang digunakan di rumah-rumah dan lingkungan kerja yang
dapat menyebabkan trauma kimia.
1. Bahan Asam :
a. Umumnya asam menyebabkan cedera (trauma) ocular termasuk asam sulfat, asam
hidroklorik, asam nitrat, asam asetat, asam khromik, dan asam hidrofluorat.6

7
b. Ledakan accu mobil, yang menyebabkan luka bakar (cedera) asam sulfat,
mungkin merupakan asam yang paling sering mencederai mata.
c. Asam hidrofluorat dapat ditemukan pada pembersih karat di rumah, pengkilat
alumunium, dan petugas pembersihan. Industri tertentu yang menggunakan asam
hidrofluorat untuk membersihkan batu bata, pengikisan kaca, electropolishing,
tanning kulit. Asam hidrofluorat juga digunakan untuk fermentasi control di
pabrik3.
d. Toksisitas hidrofluorat okuler dapat terjadi dari paparan gas dan cairan.6

2. Bahan Kimia Basa :


a. Zat alkali pada umumnya mengandung ammonium hidroksida, potasium
hidroksida, sodium hidroksida, kalsium hidroksida, dan magnesium hidroksida.
Zat yang mengandung seperti senyawa tersebut dan dapat ditemukan di rumah
seperti larutan alkali, semen, kapur, dan ammonia.
b. Semprotan balon udara dengan sodium hidroklorida pada pemompaan dan
mungkin dapat menyebabkan keratitis alkali. Selain itu, bunga api dan percikan
api mengandung magnesium hidroksida dan fosfor.6

Trauma Asam

Asam terdisosiasi menjadi ion-ion Hidrogen dan anion di kornea. Molekul hidrogen
merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sedangkan anion menyebabkan
denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein pada epitel epitel kornea yang
terpajan. Presipitasi dan koagulasi permukaan bola mata disebut nekrosis
koagulatif.7 Koagulasi protein mencegah terjadinya penetrasi asam lebih dalam, sehingga bila
konsentrasi tidak tinggi tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Umumnya
kerusakan yang terjadi bersifat nonprogresif dan hanya pada bagian superfisial saja.7

8
Gambar 3. Trauma pada mata akibat bahan kimia asam.7

Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat asam. Asam
hidrofluorat adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel dengan cepat, dalam
keadaan tetap tidak terionisasi, sementara ion fluoride berpenetrasi lebih baik ke stroma
dibanding asam lainnya sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih parah di segmen
anterior. Karena itu asam hidrofluorat bekerja seperti basa, menyebabkan
nekrosis liquefactive. Ion fluoride yang dilepaskan ke dalam sel dapat menginhibisi enzim
glikolitik dan dapat bergabung dengan kalsium dan magnesium, membentuk kompleks tidak
larut. Nyeri lokal yang hebat diduga sebagai akibat dari kegagalan imobilisasi kalsium, yang
kemudian mendorong stimulasi syaraf oleh perpindahan potassium.7
Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut konjungtiva dan
kornea, vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis. Biasanya trauma akibat asam akan
normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu.7

Trauma Basa

Bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar.
Namun, pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan.
Basa menembus kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, dan
mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan
mengakibatkan persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat
persabunan membrane sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut dari pada alkali.8

9
Interaksi ini memudahkan penetrasi lebih dalam serta melewati kornea dan masuk ke
segmen anterior. Selanjutnya hidrasi dari hasil glukosaminoglikan dalam lapang pandang
yang berkabut. Kolagen hidrasi menyebabkan distorsi dan pemendekan urat saraf, yang
menyebabkan perubahan meshwork trabecular yang dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan intraokular (TIO). Selain itu, mediator inflamasi dilepaskan selama proses ini
sehingga merangsang pelepasan prostaglandin, yang selanjutnya dapat meningkatkan TIO.
Lihat gambar di bawah ini.8

Gambar 4. Trauma pada mata akibat bahan kimia basa.8

Trauma basa (alkali). Perhatikan reaksi konjungtiva yang berat dan kekeruhan yang
mengaburkan lapang pandang tepatnya di bagian inferior iris.

Pada defek epitel kornea, plasminogen activator yang terbentuk merubah plasminogen
menjadi plasmin. Plasmin melalui C3a mengeluarkan faktor hemotaktik untuk leukosit
polimorfonuklear (PMN). Kolagenase laten berubah menjadi kolagenase aktif akibat
terdapatnya tripsin, plasmin ketepepsin. Keratosit juga membentuk kolagenase akif melalui
kolagenase laten. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivatir dilepas juga
kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan
penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan tukak kornea dan dapat terjadi perforasi
kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada
hari ke 12-21. Biasanya tukak pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia.
Pembentukan tukak berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah
menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka
akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu
terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan
penting dalam pembentukan jaringan kornea.9

10
Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah bertambah
kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata akan merusak retina
sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.9
Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam :
1. Derajat 1 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.

2. Derajat 2 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea.

3. Derajat 3 : Hiperemi disertai dengan nekrosis konjuntiva dan lepasnya epitel


kornea.
4. Derajat 4 : Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.

Mungkin diperlukan waktu 48 sampai 72 jam setelah trauma untuk menilai tingkat
kerusakan mata dengan tepat dan memberikan prognosis yang akurat. Dasar evaluasi tersebut
adalah derajat kekeruhan kornea dan pemutihan perilimbal. Representasi yang
disederhanakan dari masing-masing derajat bakar ditunjukkan pada gambar berikut.9

Gambar 5. Klasifikasi Trauma Alkali

Klasifikasi Trauma Alkali (Basa) pada mata :


1. Normal : Mata normal
2. Ringan : Erosi epitel kornea, stroma anterior samar kekaburan, tidak ada
nekrosis iskemik pada konjungtiva perilimbal dan sclera. Prognosis :

11
penyembuhan dengan sedikit atau tanpa parut pada kornea, kehilangan
penglihatan biasanya tidak lebih besar dari 1 atau 2 baris.
3. Sedang : Kekeruhan kornea sedang, sedikit, atau tanpa nekrosis iskemik yang
signifikan pada konjungtiva perilimbal. Prognosis : penyembuhan lambat pada
epitel dengan parut moderat, vaskularisasi kornea perifer, dan kehilangan
penglihatan bisa 2 sampai 7 baris.
4. Sedang Berat: Kekeruhan kornea mengaburkan struktur detail iris, nekrosis
iskemik pada konjungtiva terbatas kurang dari sepertiga konjungtiva perilimbal.
Prognosis : penyembuhan kornea yang lama dengan vaskularisasi kornea yg
signifikan dan parut, penglihatan biasanya terbatas 20/200 atau kurang.
5. Berat : Garis bentuk pupil kabur, iskemik sekitar 1/3 sampai 2/3 dari
konjungtiva perilimbal kornea sering putih keruh (marbleized). Prognosis :
penyembuhan yang sangat lama dengan inflamasi dan sering terjadi ulserasi
kornea dan perforasi. Pada kasus-kasus terberat, vaskularisasi kornea berat dan
parut dengan penglihatan hitung jari.
6. Sangat Berat : Pupil tidak terlihat, iskemik lebih besar dari 2/3 konjungtiva
perilimbal, marbleized kornea menyeluruh. Prognosis : penyembuhan sangat lama
sekali, sering terjadi konversi dari stroma kornea ke sequestrum nekrotik.8,9

Klasifikasi

Gradasi dan prognosis trauma kimia ditentukan berdasarkan kerusakan kornea dan
iskemia limbus. Iskemia limbus merupakan faktor klinis yang sangat penting karena
menunjukkan level kerusakan pada pembuluh darah di limbus dan mengindikasikan
kemampuan stem sel kornea (yang terdapat di limbus) untuk regenerasi kornea yang rusak.
Oleh karena itu, pada trauma kimia mata putih lebih berbahaya dibanding mata merah.10

Ada 2 jenis klasifikasi derajat trauma kimia yang sering digunakan pada praktek
sehari-hari. Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas :
Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat baik)
Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia limbus <
sepertiga (prognosis baik)
Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai setengah
Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah (prognosis sangat
buruk).10

12
Gambar 6. Klasifikasi Trauma Kimia: (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat
4.10

Diagnosis
Diagnosis trauma kimia asam ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
meliputi tajam penglihatan yang menurun, pemeriksaan segmen anterior yang akan
ditemukan hiperemi konjungtiva, kekeruhan pada kornea dan pupil yang suram. Selain dari
anamesis dan pemeriksaan fisik juga ditambah dengan pemeriksaan penunjang berupa tes
kertas lakmus atau dengan menggunakan kertas PH universal. Tes flouresin dilakukan untuk
mengetahui kerusakan epitel kornea. Sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang tersebut,
sebelumnya mata di tetesi anastesi pantokain.11

Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa. Perbedaannya
terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi pada organ mata,
mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan prognosisnya. Garg,A. et
al. Clinical Diagnosis and Management of Occular Trauma. Jaype Brothers Medical
Publishers. USA. 2009.
N Perbedaan Trauma Kimia Asam Trauma Kimia Basa
o
1 Kerusakan yang Kerusakan yang Kerusakan yang
ditimbulkan ditimbulkan lebih ditimbulkan lebih berat
terbatas, batas tegas karena sudah mencapai
dan bersifat tidak bagian yang lebih dalam

13
progresif yaitu stroma
2 Kemampuan Tidak sekuat trauma Penetrasi bisa terjadi
penetrasi pada organ basa lebih dalam hingga
mata mencapai stroma
3 Mekanisme Koagulasi pada -Saponifikasi dari
terjadinya permukaan protein selular barrier
kerusakan pada yang akan membentuk -Denaturasi mukoid
mata barier -Pembengkakan kolagen
-Disrupsi
mukopolisakarida
stroma
4 Derajat kerusakan Lebih ringan karena Lebih berat
hanya di bagian
permukaan
5 Prognosis Lebih baik Lebih Buruk

Manifestasi Klinis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan derajat
yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.8,12
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas
kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata,
pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar.12
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat
segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada
trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian.
Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma
asam.8,12
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal
ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata. Waktu dan durasi
dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah
diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam
diagnosis.8,12

14
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang banyak
pada mata yang terkena dan pH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi, dilakukan
pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia
limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi
topikal.
Tanda-tanda yang dapat ditemui pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi adalah :
a) Defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan
seluruh epitel. Kerusakan semua epitel kornea dapat tidak meng-up take fluoresin
secepat abrasi kornea sehingga dapat tidak teridentifikasi.
b) Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi
total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
c) Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik.
d) Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa
terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.
e) Peningkatan tekanan intraocular.
f) Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini
menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exsposepermukaan bola
yang telah terkena trauma.
g) Inflamasi konjungtiva.
h) Iskemia perilimbus.
i) Penurunan tajam penglihatan . Terjadi karena kerusakan epitel, kekeruhan kornea,
banyaknya air mata.

Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa
kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta adanya sel
dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis punktata sampai erosi
epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah,
melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih
jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada
kornea.12

15
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola
mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai
pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk
mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan.
Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan
intraocular.13

Gambar 7. Kertas Lakmus untuk Pemeriksaan pH.13

Patogenesis
Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang berbeda. Baik
bahan asam (pH<4 alkali="alkali" dan="dan" ph="ph">10) dapat menyebabkan terjadinya
trauma kimia. Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer akibat proses
denaturasi dan koagulasi protein selular, dan secara sekunder melalui kerusakan iskemia
vaskular. Bahan asam menyebabkan terjadinya nekrosis koagulasi dengan denaturasi protein
pada jaringan yang berkontak. Hal ini disebabkan karena bahan asam cenderung berikatan
dengan protein jaringan dan menyebabkan koagulasi pada epitel permukaaan. Timbulnya
lapisan koagulasi ini nerupakan barier terjadinya penetrasi lebih dalam dari bahan asam
sehingga membatasi kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu trauma asam sering terbatas
pada jaringan superfisial.10,13
Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan nekrosis
likuefaksi yang mirip pada alkali. Bahan asam hidrofluorik ini dapat dengan cepat menembus
kulit sampai ke pembuluh darah sehingga terjadi diseminasi ion fluoride. Ion fluoride ini

16
kemudian mempresipitasi kalsium sehingga menyebabkan hipokalsemi dan metastasis
kalsifikasi yang dapat mengancam jiwa.10,13
Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih berbahaya
dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan dengan jalan mendenaturasi
protein dan saponifikasi jaringan lemak. Larutan alkali ini dapat terus mempenetrasi lapisan
kornea bahkan lama setelah trauma terjadi.
Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek pada epitel
kornea, simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi yang dalam dapat
menyebabkan pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasitas lapisan stroma
kornea. Jika terjadi penetrasi pada bilik mata depan, dapat terjadi kerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel silier dapat menggangu sekresi asam askorbat yang diperlukan untuk
produksi kolagen dan repair kornea. Selain itu dapat terjadi hipotoni dan ptisis bulbi.
Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui proses
migrasi sel epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang rusak akan
difagositosis dan dibentuk kembali.
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
a. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal
sebagai berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada
epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
b. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:

17
Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-
sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus.
Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru.10,13
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun
jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus
trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi,
mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma
kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan
pemeriksaan secara teliti.9,13
Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency
a) Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata
dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang
harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus
digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi
normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling
sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat
diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa
(lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran
yang konstan.
b) Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang
terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya
perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva
forniks.
c) Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat
terjadi re-epitelisasi pada kornea.
d) Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan
artificial tear (air mata buatan).9,13
e)
Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga sedang meliputi: 9,13

18
1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau
glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis
yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih
mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah
spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan
mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin,
gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), betablocker (Timolol 0,5% atau
Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).9,13
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi:
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan
intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4
kali sehari).
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari).
Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat
reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih
lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis
kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan
TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum
oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.9,13

19
Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga bermanfaat dalam
menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan mencegah ulserasi
kornea. Obat tambahan yang biasa diberikan:
Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen, diberikan
secara topikal dan sistemik. Beberapa riset menunjukkan pemberian topikal asam
askorbat 10% terbukti dapat menekan perforasi kornea. Akan tetapi, tatalaksana
ini baru digunakan pada tahap eksperimental (asam askorbat topikal 10% , setiap
2 jam dan sistemik 4x 2 g per hari).9,13
Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil. Pemberian
topikal 10% setiap 2 jam selama 10 hari.
Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase, menghambat neutrofil
dan mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan sistemik
(doksisiklin 2 x 100 mg).2
Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum masih
belum dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium gluconate sebagai
media irigasi atau untuk tetes mata. Bahan bahan mengandung Magnesium juga
digunakan pada kasus ini. Sayangnya, masih sedikit penelitian yang mendukung
efektifitas terapi terapi tersebut. Irigasi mengunakan magnesium klorida terbukti
tidak bersifat toksik terhadap mata. Efek positif dari terapi ini dilaporkan masih
dapat ditemukan walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera, dimana
medikasi lainnya sudah tidak berguna. Beberapa penulis merekomendasikan
penggunaan sebagai tetes mata setiap 2 3 jam atas pertimbangan irigasi dapat
mengiritasi mata dan menimbulkan ulserasi kornea.1
Injeksi subkonjungtival kalsium glukonat dan kalsium klorida tidak
direkomendasikan karena terbukti tidak bermanfaat dalam terapi.1
Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi sel
limbus dan membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan meliputi graft
konjungtiva atau membran mukosa, koreksi deformitas kelopak mata, keratoplasti,
serta keratoprostheses.9,13
Pembedahan
Pada stadium II (konjungtiva kemosis, degenerasi vaskuler dari epitel kornea) dan
Stadium III (nekrose pada konjungtiva dan kornea, yang menjadi keruh dan anastesia
samapai perforasi) perlu dilakukan tindakan pembedahan (operatif).14,15

20
1. Terapi pembedahan tambahan jika terdapat gangguan penyembuhan luka setelah
trauma kimiawi yang amat parah.
Suatu transplantasi conjunctival dan limbal (stem cell transfer) dapat mengganti sel
induk yang hilang yang penting untuk penyembuhan kornea. Sehingga akan
menyebabkan re-epitelisasi.
Jika kornea tidak mengalami penyembuhan, suatu lem cyanoacrylate dapat digunakan
untuk melekatkan suatu hard contact lens (epitel buatan) untuk membantu
penyembuhan.
Prosedur Tenons capsuloplasty (mobilisasi dan penarikan maju suatu flap
[lembaran/sayap] dari jaringan subconjunctival ke kapsula Tenons untuk menutupi
defek yang ada) dapat membantu menghilangkan defek pada konjunctiva dan sclera.6
2. Penatalaksanaan bedah lanjutan setelah mata stabil
Lisis dari symblepharon untuk meningkatkan motilitas okuler dan palpebra. Bedah
plastik pada palpebra untuk membebaskan bola mata. Ini hanya boleh dilakukan
sekitar 12 sampai 18 bulan setelah cedera. Jika terdapat kehilangan total dari sel
goblet, transplantasi dari mukosa nasal biasanya menghilangkan nyerinya.
Penetrating keratoplasty dapat dilakukan untuk mengembalikan pengelihatan. Karena
kornea yang rusak sangat banyak mendapatkan vaskularisasi, prosedur ini diwarnai
oleh banyaknya insidensi penolakan cangkokan. Kornea yang jernih jarang bisa
didapatkan pada mata yang mengalami trauma parah bahkan dengan suatu cangkok
kornea dengan tipe HLA yang sama dan terapi imunosupresif.14,15

Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara
lain:8,11
1. Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus,
sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler.
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-

21
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi
katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup.
6. Entropion dan phthisis bulbi
7.

Gambar 8. Simblefaron.13 Gambar 9. Phtisis Bulbi.13

Prognosis
Secara umum, prognosis cedera kimia mata secara langsung berkorelasi dengan
keparahan cedera yang dihasilkan terhadap struktur mata dan adneksa.15
Banyak sistem klasifikasi dan revisi yang karenanya ditujukan untuk mengelompokkan
trauma pada mata dalam kaitannya dengan prognosis yang ada, termasuk sistem berikut:
Hughes, Roper-Hall, dan Pfister. Pada intinya, semua sistem bertujuan untuk mengukur
tingkat keterlibatan epitel kornea, tingkat hilangnya sel batang limbal, dan tingkat
keterlibatan konjungtiva.15
Cedera dapat dinilai 0-5, sebagai berikut:
Grade 0 - defek Minimal epitel, stroma kornea jelas, tidak ada iskemia limbal.
Grade 1 - defek epitel parsial-lengkap, stroma kornea jelas, tidak ada iskemia limbal.
Grade 2 - defek epitel parsial-lengkap, kabut stroma ringan, tidak ada atau hanya iskemia
limbal ringan.
Grade 3 - defek epitel Lengkap, kabut stroma moderat, kurang dari sepertiga dari limbus
iskemik.
Grade 4 - defek epitel Lengkap, kabut stroma kabur rincian iris, sepertiga sampai dua
pertiga dari limbus iskemik.
Grade 5 - defek epitel Lengkap, kekeruhan stroma, lebih dari dua pertiga dari limbus adalah
iskemik.

22
Grade 0-2 diperkirakan sapat sembuh dengan baik dengan perawatan yang tepat dan
tindak lanjut pemeriksaan. Perjalanan untuk grade 3-5 lebih kecil dan mungkin memerlukan
intervensi bedah, baik transplantasi stem sel limbal atau penetrasi keratoplasti, untuk
menumbuhkan permukaan kornea. Luka-kelas yang lebih tinggi lebih rentan terhadap
komplikasi sekunder.15

Kesimpulan
Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan pH < 7
dan bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya memberikan dampak
yang lebih berat dari pada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yang
hidrofilik dan lipofilik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membrane dan
masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Semestara trauma asam akan
menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barrier pelindung
sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma
mata adalah epifora, blefarospasme, dan nyeri yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-
satunya jenis trauma yang tidak memerlukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang lengkap.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera
sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik,
multivitamin, antiglaucoma, dan lain-lain. Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan
preventif kepada pasien. Menurut data statistic 90 % kasus trauma dapat dapat di cegah.
Apabila dalam menjalankan suatu pekerjaan menggunakan alat pelindung diri yang tepat.

23
Daftar Pustaka

1. Kanski Jack J, editor. Clinical ophtalmology a sistemic


approach.7th ed. Elsevier; 2011
2. Ilyas, Sidharta. Trauma Kimia. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga, Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2009; h 271 273.
3. Weaver, C. N. M., Rosen, C. L., Burns, Ocular ., eMedicine Journal. 2010.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC; 2009. p.
777-86.
5. Supartoto, Agus. 2007. Trauma Mata dan Rekontruksi. Dalam: Hartono, Suhardjo.
Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta: FK UGM.
6. Randleman, J.B., Bansal, A. S., Burns, Chemical., eMedicine Journal. 2009.
7. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. In : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. General
Ophtalmology. 17th . Lange; 2007.
8. Rhee DJ, Pyfer MF, editors. The Wills Eye Manual: office and emergency room
diagnosis and treatment of eye disease. 3rdedition. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins;2009.p.19-22.
9. Pfister, Roswell R., Koski, Judith. Alkali Burns of the Eye : Pathophysiology and
Treatment. Southern Medical Journal Vol. 75 No. 4. 1982
10. Kanski Jack J, editor. Clinical ophtalmology a sistemic
approach.7th ed. Elsevier; 2011
11. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi
14. 1996. Jakarta : Widya Medika
12. Gerhard K. Lang. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York.
2009.
13. Gunawan, Wasidi. 2009. Kegawatdaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Dalam :
Purnasidha, Hendry Ed. Cliical Update : Emergency Cases. Jogjakarta : Press
Jogjakarta.
14. Trudo, E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2009.

24
15. Garg,A. et al. Clinical Diagnosis and Management of Occular Trauma. Jaype Brothers
Medical Publishers. USA. 2009

25

Anda mungkin juga menyukai