Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pewarna makanan adalah beberapa zat yang paling banyak ditambahkan

ke makanan dan minuman di era modern. Pewarna secara khusus ditambahkan

untuk mengubah warna produk dan membuatnya lebih menarik bagi konsumen.

Pewarna digunakan dalam berbagai macam fasilitas produksi makanan komersial

serta dalam masakan domestic diseluruh dunia. Alasan untuk popularitas mereka

adalah bahwa individu secara psikologis tertarik mengasosiasikan warna tertentu

dengan rasa tertentu dan warna makanan dapat mempengaruhi individu untuk

melihat rasa dalam produk, terlepas dari jenis produk baik itu permen, angur, bir,

minuman ring atau bahkan air (Praja, 2015).

Bahan pelengkap makanan yang saat ini digemari masyarakat, karena

mampu meningkatkan cita rasa pada makanan adalah saus. Untuk meningkatkan

kualitas produk makanan agar dapat bersaing dipasaran, maka perlu bahan

tambahan pangan seperti pewarna, pengawet, penyedap rasa dan aroma,

antioksidan, pengental, dan pemanis (Winarno, 2004).

Penambahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memperbaiki warna

makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau

memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.

Rhodamin B termasuk salah satu zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan

pada produk pangan. Namun demikian, penyalahgunaan rhodamin B sebagai zat

pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberitakan di

beberapa media massa (Abdurrahmansyah dkk., 2017).


Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan percobaan uji kualitati dan

kuantitatif terhadap sampel saus dan kerupuk yang berasal dari salah satu pasar di

Kota Makassar.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui cara mengidentifikasi

dan menentukan kadar Rhodamin B dalam saus dan kerupuk yang beredar di

Pasar Pabaeng-baeng, Makassar.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah:

1. Mengidentifikasi adanya Rhodamin B dalam saus dan kerupuk yang beredar di

pasar Tello, Makassar.

2. Menentukan kadar Rhodamin B dalam saus dan kerupuk yang beredar dipasar

Tello, Makassar dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini yaitu dengan penarikan zat warna dari sampel

kedalam benang wol bebas lemak dalam suasana asam dengan pemanasan,

selanjutnya akan terjadi pelunturan atau pelarutan warna oleh suatu basa,

kemudian diidentifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Selanjutnya

menentukan kadar Rhodamin B dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Masalah keamanan pangan khususnya penggunaan bahan kimia berbahaya

pada bahan pangan masih menjadi masalah besar di Indonesia. Hal ini karena

kasus tersebut banyak ditemukan di lingkungan sekolah yang konsumennya

sebagian besar adalah anak sekolah. Observasi yang dilakukan oleh BPOM

menunjukkan ada 4 Jenis bahan berbahaya yang sering ditambahkan pada bahan

makanan yaitu Rhodamin B, Methanyl Yellow (pewarna tekstil), formalin dan

boraks. (Taufik, 2016).

Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan

(seperti bagian daun, bunga, biji), hewan dan mineral yang telah digunakan sejak

dahulu sehingga sudah diakui bahwa aman jika masuk kedalam tubuh. Pewarna

alami yang berasal dari tumbuhan mempunyai berbagai macam warna yang

dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tumbuhan, umur

tanaman, tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya. Penggunaan zat

warna sintetis semakin luas dan keunggulan zat warna sintetis antara lain lebih

murah, lebih stabil, lebih tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan, daya

mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang warna yang lebih luas. Selain itu

tebal dan kerataan pada saat penotolan sampel juga mempengaruhi gerakan noda

dalam kromatografi lapis tipis yang akan memberikan hasil Rf yang berbeda pula

(Abdurrahmansyah dkk., 2017).

Penambahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memperbaiki warna

makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau
memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.

Akan tetapi, sering kali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat warna pada

makanan, misalnya untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan

makanan (Abdurrahmansyah dkk., 2017).

Rhodamin B adalah suatu pewana sintetis yang berwarna merah, biasa

digunakan pada industri tekstil dan kertas untuk pewarna kain, kosmetika, produk

pembersih mulut dan sabun. Penggunaan Rhodamin B pada jajanan karena anak-

anak lebih menyukai makanan dengan warna yang menarik, seperti minuman

warna-warni (air minum dalam kemasan maupun es sirup tanpa label), minuman

jeli, es susu (milk ice), dan minuman ringan (soft drink). Hal ini perlu segera

diantisipasi karena penggunaan Rhodamin B pada pangan memiliki efek yang

buruk bagi kesehatan (Taufik, 2016).

Rhodamin B, zat pewarna berupa kristal yang tidak berbau dan

berwarna hijau atau ungu kemerahan yang beredar di pasar untuk industri sebagai

zat pewarna tekstil. Dengan mengkomsumsi rhodamin B yang cukup besar dan

berulang-ulang akan menyebabkan iritasi pada saluran penapasan, iritasi pada

kulit, iritasi pada mata, ritasi pada pencernaan, keracunan, gangguan fungsi hati

dan kanker hati (Dawile dkk., 2013).

Kerupuk merupakan produk kering yang dibuat dari tapioka atau tepung

lain dengan menggunakan bahan yang sesuai dengan jenis makanan lainnya.

Kerupuk biasanya digunakan sebagai makanan ringan dan juga jajanan bagi anak-

anak sekolah, warung-warung dan rumah makan. Beberapa pedagang di pasaran

yang menjual kerupuk dengan penampilan yang menarik dan tahan terhadap
berbagai kondisi lingkungan, dengan cara mewarnai dengan warna yang beragam

(Dawile dkk., 2013).

Rhodamin B ditambahkan pada kerupuk untuk menambah kualitas

pewarna agar lebih menarik sehingga konsumen lebih tertarik untuk membelinya.

Selain itu banyak penjual masih menggunakan rhodamin B yang praktis

digunakan dan harganya relative murah serta tersedia dalam kemasan kecil di

pasaran sehingga memungkinkan masyarakat umum untuk membelinya (Dawile

dkk., 2013).

Saos adalah bahan pelengkap makanan yang terbuat dari tomat. Industri

pembuatan saos biasanya juga menggunakan pepaya, maizena, bawang putih, gula

pasir, cuka makanan, sodium benzoat dan pewarna makanan sebagai

tambahannya. Namun beberapa penelitian terakhir mengungkap beberapa industri

soas menggunakan pewarna tekstil untuk bahan pewarnanya. Mereka

menggunakan ekstra cabai leoserin capsikum, ampas tapioka, ekstra bawang

putih, bibit cairan tomato, sakarin, garam, pewarna sunset, pewarna jenis poncau,

dan potassium fosfat. Hal ini jelas berbahaya jika dikonsumsi dan dapat

menimbulkan penyakit seperti kanker, pencernaan terhambat, sakit tenggorokan,

pengerasan usus dan diare (Lestari dkk., 2015).

Identifikasi Rhodamin B pada saus sambal dengan menggunakan metode

detkesi warna yang terikat pada benang wol berdasarkan prinsip penarikan zat

warna dari sampel ke dalam benang wol bebas lemak dalam suasana asam dengan

pemanasan, selanjutnya akan terjadi pelunturan atau pelarutan warna oleh suatu

basa (Rusmalina dan Anindhita, 2014).


Mekanisme terikatnya Rhodamin B pada benang wool disebabkan karena

benang wool tersusun atas ikatan peptida yang didalamnya terdapat ikatan sistina,

asam glutamat, lisin, asam aspartat dan arginin. Rhodamin B dapat melewati

lapisan kutikula melalui perombakan sistein menjadi suatu asam. Sistein terbentuk

melalui pemecahan ikatan S-S sistina dalam suasana asam. Terbukanya ikatan

tersebut menyebabkan masuknya Rhodhamin B ke dalam benang wool. Dengan

demikian terjadi penyerapan warna (Rusmalina dan Anindhita, 2014).

Rhodamin B yang sudah terserap pada benang wool tidak dapat tercuci

oleh air. Terikatnya Rhodamin B pada benang wool inilah yang menjadi prinsip

analisis kualitatif pada penelitian ini. Masuknya Rhodamin B ke dalam tubuh

dapat memicu terjadinya kerusakan hati, ginjal, limfa dan perubahan anatomi

organ (Rusmalina dan Anindhita, 2014).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1168 /

MENKES / PER / X / 1999 (Depkes RI., 1999); Peraturan Menteri Kesehatan RI

No. 239/MenKes/Per/V/1985 (DepKes RI, 1985); dan SK Menteri Kesehatan RI

No. 722/MenKes/Per/IX/88 (DepKes RI, 1988) bahwa Rhodamin B merupakan

bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan pada makanan, namun masih

sering dijumpai terjadinya penyalahgunaan (Rusmalina dan Anindhita, 2014).

Penyalahgunaan pewarna tekstil terutama Rhodamin B oleh produsen

makanan disebabkan karena harga pewarna tekstil tersebut yang lebih murah dari

pada pewarna makanan dan mudah didapat di took bahan-bahan obat batik dan

tekstil. Tingkat pengetahuan produsen yang kurang akan adanya pewarnamakanan

dan bahaya yang ditimbulkan dari pewarna tekstil apabila terkonsumsi oleh

konsumen. Selain itu warna dari zat pewarna tekstil yag bila digunakan akan
menghasilkan warna yang lebih menarik pada makanan dari pada pewarna

makanan (Rusmalina dan Anindhita, 2014).

Rhodamin B yang terkonsumsi melalui makanan akan mengakibatkan

iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air

kencing yang berwarna merah atau merah muda. Dengan menghirup Rhodamin B

dapat pula mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada

saluran pernapasan. Demikian pula apabila kulit terkena Rhodamin B, maka kulit

pun akan mengalami iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami

iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada

mata (Rusmalina dan Anindhita, 2014).

Apabila terkonsumsi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan

terjadinya gangguan fungsi hati maupun kanker, jika terpapar Rhodamin B dalam

jumlah besar, dalam waktu singkat akan menyebabkan terjadinya keracunan akut

rhodamin B (Rusmalina dan Anindhita, 2014).


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu sampel saos dan

kerupuk, benang wool, akuades, etanol 70%, HCl 0,1 M, kertas saring whatman

no.41, NH4OH, n-buutanol, kloroform, etil asetat, asam asetat, tissue roll dan plat

kromatografi.

3.2 Alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu Erlenmeyer, hot plate,

neraca analitik, corong pisah, labu ukur, gelas kimia, pipet skala, batang

pengaduk, spektrofotometer UV-Vis, oven dan chamber.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Uji Kualitatif

Ditimbang sampel kerupuk dan saus sebanyak 10 gram lalu dimasukkan

kedalam Erlenmeyer. Ditambahkan 20 mL ammonia 2% dalam etanol 70%

kemudian didiamkan semalam hingga semua pewarna larut. Lalu disaring dengan

menggunakan kertas saring whatmann No.41, maka didapatkan endapan dan

filtrat. Filrat yang didapatkan diuapkan diatas penangas air selama 30 menit

kemudian dilarutkan dengan 10 mL air yang mengandung asam (10 mL akuades

dan 5 mL asam asetat 10%). Lalu dimasukkan benang wool dengan panjang 10

cm dan didihkan selama 15 menit. Kemudian benang wol diangkat ketika pewarna

telah mewarnai benang. Selanjutnya benang wool dicuci dengan air. Lalu
dimasukkan benang kedalam larutan basa yaitu 10 mL ammonia 20% yang

dilarutkan dalam etanol 70% lalu di didihkan.

3.3.2 Uji Kuantatif


DAFTAR PUSTAKA

Abduurrahmansyah., Aini, F., dan Chrislia, D., 2017, Analisis Zat Pewarna
Rhodamin B pada Saus Cabai yang Beredar di Kampus Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang, Jurnal Biota 3(1): 38-39.

Praja, D.I., 2015, Zat Aditif Makanan: Manfaat dan Bahayanya, Garudhawaca,
Yogyakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT, GramediaPustaka Utama,
Jakarta.

Rusmalina, S., dan Anindhita, M.A., 2014, Identifikasi Rhodamin B dalam Saus
Sambal yang beredar di Kota Pekalonan, Universitas Pekalongan,
Pekalongan.

Dawile, S., Fatimawali., Wehantouw, F., 2013, Analisis Zat Pewarna Rhodamin B
pada Kerupuk yang beredar di Kota Manado, Jurnal Ilmiah Farmasi 2(3):
86-90.

Lestari, W.P., Putri, D.L., Intan, W.N.,Nuryani, O., dan Agustin, Y., 2015, Analisis
Rhodamin B pada Saos secara Kuantitatif dan Kualitatif (KLT),
sUniversitas Jember, Jember.

Anda mungkin juga menyukai