Anda di halaman 1dari 9

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan hasil penelitian mengenai gambaran perilaku

pencegahan kanker payudara melalui pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) pada

Ibu ibu di Air Tiris dengan pendekatan health belief model serta keterbatasan dalam

penelitian. Hasil penelitian akan dibandingkan dengan teori dan penelitian

sebelumnya.

6.1. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menemukan beberapa keterbatasan - keterbatasan

saat melakukan turun lapangan ke responden, yaitu :

1. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu Incidental

sampling. Yang memiliki kriteria kriteria yang ditentukan sesuai dengan

tujuan masalah yang akan diteliti hal itu membuat peneliti sulit untuk

menemukan responden karena peneliti harus mencari responden yang

melakukan SADARI sebanyak 12 kali.

2. Dalam penelitian ini hanya menggambarkan perilaku pemeriksaan payudara

sendiri sesuai rutin dan tidak tidak rutin melakukannya tidak sampai

memeriksa tahap tahap pencegahan kanker payudara yang sesuai dengan

cara melakukan SADARI.

3. Penelitian ini peneliti mengukur persepsi sebagai variabel independen.

Peneliti sulit untuk menentukan skor pada setiap persepsi yang ada jika

persepsi tersebut bermakna pernyataan posistif maupun pernyataan negatif.

40
41

4. Peneliti juga kesulitan untuk menanyakan pertanyaan pada responden

mengenai persepsi responden terhadap kanker payudara atau pemeriksaan

payudara yang merupakan masih hal tabu untuk dibahas karna mengenai

hal sensitif bagi wanita.

6.2. PEMBAHASAN

6.2.1. Gambaran Umur

Dalam penelitian ini diperoleh rata-rata umur 36 tahun dengan umur

responden berkisar antara 30 sampai 42 tahun. Proporsi umur responden

terbanyak berumur 37 tahun yaitu sebanyak 25 responden (62.5%). Faktor

resiko kanker payudara dialami oleh perempuan dengan usia diatas 40 tahun

atau lebih, ini berarti tidak ada kata terlalu dini untuk memulai memberikan

pendidikan SADARI secara rutin (7-10 hari setelah haid) setiap bulan.

Dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) akan

menurunkan tingkat kematian akibat kanker payudara sampai 20%,

sayangnya wanita yang melakukan SADARI masih rendah (25%-30%)

(Kementrian Kesehatan,2013).

Rekomendasi dari American Cancer Society yang menganjurkan

wanita sebaiknya melakukan pemeriksaan payudara sendiri segera ketika

mereka mulai mengalami pertumbuhan payudara sebagai gejala pubertas.

Pada wanita muda masih sulit untuk melakukan deteksi kanker payudara

dengan SADARI karena payudara mereka masih berserabut (fibrous),

sehingga dianjurkan sebaiknya mulai mendeteksi kanker payudara dengan

SADARI pada usia 20 tahun karena pada umumnya pada usia tersebut
jaringan pada wanita sudah terbentuk sempurna (American Cancer Society,

2011).

6.2.2. Gambaran Perilaku Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

Berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku pemeriksaan payudara

sendiri pada Ibu - Ibu PKK Air Tiris secara keseluruhan, menunjukkan bahwa

sebagian besar ibu - ibu melakukan rutin pemeriksaan payudara sendiri

sebanyak 4 reponden (10%) dan melakukan tidak rutin 36 responden (90%).

Dengan pertimbangan frekuensi melakukan SADARI selama satu tahun

terakhir dilaksanakan setiap satu bulan sekali (Manuaba,2010).

Responden yang menilai melakukan pemeriksaan payudara sendiri

secara rutin menilai manfaat dalam pemeriksaan payudara sendiri sangat

tinggi sebanyak 87,5% responden merasakan manfaatnya. Sesuai

Suryaningsih (2009) SADARI merupakan salah satu cara yang lebih mudah

dan efisien untuk dapat mendeteksi kelainan payudara oleh diri sendiri.

Sesuai dengan tinjauan teori disebutkan bahwa tingginya angka kematian

karena kanker payudara disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah

penderita tidak tahu dan kurang mengerti tentang kanker payudara, kurang

memperhatikan kanker payudara, rasa takut akan operasi dan rasa malas serta
malu memperlihatkan payudara. Responden yang melakukan SADARI tidak

rutin merasa hambatan dalam melakukan SADARI sebanyak 69,4% menilai

SADARI bukan menjadi penghalang tetapi mereka masih saja tidak rutin

melakukan SADARI sesuai dengan hasil penelitian Angesti (2010) sebagian

besar responden (64,1%) kadang merasa malas untuk melakukan SADARI.

Pada hasil penelitian dijelaskan bahwa Ibu - Ibu PKK Air Tiris belum

banyak yang melakukan SADARI lebih dari 12 kali selama setahun terakhir

ini yaitu 36 responden (90%) . Berarti Ibu - Ibu di Air Tiris belum melakukan

rutin SADARI sesuai waktunya. SADARI sebaiknya dilakukan setiap kali

selesai menstruasi yaitu hari ke-7 sampai ke-10 terhitung hari pertama haid,

karena pada saat ini pengaruh hormonal estrogen dan progesteron sangat

rendah dan jaringan kelenjar payudara saat itu tidak membengkak sehingga

lebih mudah meraba adanya tumor ataupun kelainan pada payudara

(Manuaba,2010). Ini menjelaskan bahwa masih kurangnya kesadaran para Ibu

- Ibu di Air Tiris tentang melakukan SADARI setiap satu bulan sekali dalam

setahun dengan rutin.

6.2.3. Gambaran Persepsi Keseriusan Terhadap Kanker Payudara

Dari 19 responden (52,5%) mempunyai persepsi serius terhadap

kanker payudara. Dari 19 responden tersebut, ada 4 responden (21%) yang

melakukan SADARI secara rutin dan 15 responden (79%) melakukan tidak


rutin. Menurut beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya, persepsi

keseriusan terhadap kanker payudara menjadi prediktor paling lemah dalam

Health Belief Model (HBM) terhadap praktik SADARI karena hampir seluruh

wanita mempersepsikan kanker payudara sebagai penyakit yang serius

(Nachivan,2007).

Dalam Buku Saku Kanker menjelaskan bahwa faktor resiko kanker

payudara salah satunya adalah meningkat pada wanita yang mengalami

menstruasi sebelum usia 12 tahun maka dari itu mulai kecenderungan kanker

payudara dialami oleh perempuan dengan usia 20 tahun atau lebih, ini berarti

tidak ada kata terlalu dini untuk memulai memberikan pendidikan SADARI

secara rutin (7-10 hari setelah haid) setiap bulan. Melakukan pemeriksaan

payudara sendiri (SADARI) akan menurunkan tingkat kematian akibat

kanker payudara sampai 20%, sayangnya wanita yang melakukan SADARI

masih rendah (25%-30%) (Kementrian Kesehatan,2009).

6.2.4. Gambaran Persepsi Kerentanan Terhadap Kanker Payudara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden (50%)

memiliki persepsi rentan terhadap kanker payudara. Dari 20 responden


tersebut, ada 1 responden (5%) melakukan SADARI secara rutin dan 19

responden (95%) melakukan tidak rutin.

Menurut Noroozi (2010), wanita yang mempersepsikan kanker

payudara sebagai penyakit yang serius cenderung untuk menghindar,

sehingga sedikit yang mempraktikkan SADARI. Contohnya kerentanan

keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker payudara. Anak perempuan

atau saudara perempuan (hubungan keluarga langsung) dari wanita dengan

kanker payudara, resikonya meningkat dua kali jika ibunya terkena kanker

sebelum berusia 60 tahun, risiko meningkat 4 sampai 6 kali jika kanker

payudara terjadi pada dua orang saudara langsung . Disarankan sejak umur

20 tahun, mestinya wanita mulai rajin melakukan pemeriksaan sendiri

payudara (Breast Self Examination). Hal ini karena penemuan awal terhadap

kanker payudara membuat angka kesakitan dan kematian akibatnya

berkurang sangat drastis (Pfizer Facts: The Burden of Cancer in Asia, 2008).
6.2.5. Gambaran Persepsi Manfaat Terhadap Pemeriksaan Payudara

Sendiri

Dari hasil penelitian menujukkan bahwa sebanyak 35 responden

(87,5%) mempunyai persepsi manfaat terhadap SADARI yang tinggi. Dari 35

responden terdapat 2 responden (5,71%) yang melakukan SADARI secara

rutin dan 33 responden (94,2%) melakukan tidak rutin, Sedangkan dari 5

responden (12,5 %) yang memiliki persepsi manfaat terhadap SADARI

rendah dan tidak ada yang ritin melakukan SADARI.

Kondisi ini sejalan dengan dirasakannya manfaat SADARI diantara

subjek yang melakukan SADARI (teratur dan tidak teratur) jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah melakukan SADARI p(0,03)

< 0,05. Nilai manfaat yang dirasakan setelah mengadopsi perilaku kesehatan,

berdampak pada perubahan pola hidup menjadi lebih baik serta menimbulkan

dorongan untuk berbagi hal positif dengan orang lain untuk terlibat dalam

perilaku serupa perilaku kesehatan tersebut meliputi tindakan pencegahan

sampai pada pencarian pengobatan (Tavafian,2014).


6.2.6. Gambaran Persepsi Hambatan Terhadap Pemeriksaan Payudara

Sendiri

Dari 24 responden (82.8%) yang memiliki persepsi hambatan

terhadap SADARI yang rendah, terdapat 1 responden (4,16 %) yang

melakukan SADARI secara rutin dan 23 responden (95,8%) melakukan tidak

rutin.

Hambatan umum yang dialami seseorang dalam menentukan tindakan

kesehatan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan didominasi oleh kendala-

kendala yang bersifat pribadi seperti rasa malas, tidak menyenangkan dan

sebagainya (Champion,1993). Seperti penelitian yang dilakukan Kawar

menunjukan bahwa terdapat empat hambatan yang mempengaruhi partisipasi

perempuan imigran Yordania dan Palestina dalam Breast Cancer Screening

atau deteksi dini kanker payudara yakni : a. hambatan budaya spesifik seperti

rasa malu, hubungan keluarga, fatalisme, dan konsultasi penyembuh


tradisional; b. hambatan imigrasi terkait (isu kewarganegaraan dan bahasa); c.

hambatan umum (termasuk nonparticipation dalam pemeriksaan kesehatan,

stigmatisasi kanker, rasa takut, dan ketidaktahuan tentang BCS); d. hambatan

yang tidak relevan seperti situasi politik (Kawar,2012).

Anda mungkin juga menyukai