Diajukan kepada :
dr. Mokhammad Aji Edo Susanto
Disusun oleh :
dr. Egi Mahendra
Dokter Pendamping
Borang portofolio
Nama Peserta : dr. Egi Mahendra
Nama Wahana : RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Topik : Seorang Pasien dengan Hidronefrosis Dextra dan Nefrolitiasis
Tanggal Kasus : 20/1/2016
Pendamping : dr. Mokhammad Aji Edo Susanto
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Seorang laki-laki Tn. N usia 31 tahun dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kanan.
Tujuan :
menegakan diagnosis, mengetahui penyebab dan mencegah timbul kembalinya serta
melakukan penatalaksanaan.
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi Email Pos
0
BAB I
DATA PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
1. Identitas
Nama : Tn. N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 31 tahun
Alamat : Kedungwuni
Pekerjaan : Servis Alat Elektronik
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
No. Reg. CM : XX.XX.XX
Tanggal Periksa : 20 Januari 2016 (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)
1
Tidak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa maupun
menderita batu ginjal. Tidak ada riwayat hipertensi, stroke, maupun DM pada
keluarga.
1. Keadaan Umum :
i. Kesadaran komposmentis, GCS E4 V5 M6 (15), tampak sakit ringan.
ii. Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup
Laju nafas : 18 x/menit, reguler
Suhu : 36,7 0C
iii. Data antropometri :
Berat badan : 63 kg
Tinggi badan : 164 cm
IMT : 23,5 (normoweight)
2. Pemeriksaan Sistematis :
i. Kepala : bentuk dan ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut
dan kulit kepala tidak ada kelainan.
ii. Mata : palpebra superior et inferior, dextra et sinistra tidak
tampak edema/cekung, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+.
iii. Telinga : bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikel
(-), liang telinga D/S lapang, serumen (-/-), sekret (-/-).
iv. Hidung : bentuk normal, sekret (-/-).
v. Mulut : perioral sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-),
mukosa dinding faring tidak hiperemis.
vi. Leher : trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar,
KGB submandibula, servikal D/S tidak teraba membesar.
vii. Toraks :
I : bentuk normal, simetris dalam diam dan pergerakan
nafas, retraksi dinding dada (-).
P : stem fremitus kanan-kiri depan-belakang sama kuat.
P : sonor, batas paru-hepar di ICS VI MCL dextra.
A : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.
2
viii. Jantung :
I : pulsasi ictus cordis tak tampak.
P : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra.
P : redup, batas jantung kanan : midsternum, kiri : ICS V
MCL sinistra, atas : ICS III PSL sinistra.
A : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-).
ix. Abdomen :
I : tampak datar.
P : supel, turgor baik, nyeri epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba.
P : timpani, meteorismus (-), nyeri ketuk kostovertebra
kanan (+).
A : bising usus (+) normal.
x. Anus dan Genitalia : tidak terdapat kelainan.
xi. Ekstremitas : akral teraba hangat, pulsasi dan perfusi baik.
xii. Kulit : turgor baik, ruam (-).
xiii. KGB : tidak membesar.
1. Laboratorium :
Saat ini belum dilakukan pemeriksaan laboratorium lagi seperti ureum
kreatinin. Namun, beberapa bulan yang lalu pasien sempat melakukan
pemeriksaan urine namun hasilnya pasien lupa. Selain itu pasien pernah
melakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil kolesterol tinggi.
2. Pemeriksaan Radiologis :
Pasien telah menjalani pemeriksaan USG abdomen pada hari kamis, 21
Januari 2016 dengan hasil sebagai berikut :
3
Interpretasi hasil USG abdomen :
4
GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,
PCS melebar, tampak lesi hiperekoik kecil-kecil (1-2 mm), tak tampak
massa.
GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas, PCS
tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
AORTA tak tampak melebar.
Tak tampak pembesaran noduli limfatici paraaorta.
VESIKA URINARIA dinding tak menebal, reguler, tampak batu ukuran
1,08 cm.
Tak tampak efusi pleura.
Tak tampak cairan bebas intraabdomen.
KESAN :
Moderate hidronefrosis dekstra disertai nefrolitiasis (kecil-kecil) dan
hidroureter kanan curiga e.c batu ureter di distalnya.
Vesikolitiasis ukuran 1,08 cm.
Tak tampak kelainan lainnya pada sonomorfologi organ intraabdomen di
atas.
IV. RESUME
1. Nyeri pinggang sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan
hilang timbul, nyeri seperti diremas-remas, nyeri diperberat saat pasien capek
dan jika duduk terlalu lama, nyeri biasanya hilang pada saat berbaring. Saat
nyeri timbul, pasien merasakan BAB dan BAK sulit, saat pasien buang air
kecil, urin berwarna bening. Sejak 2 hari yang lalu keluhan dirasakan makin
memberat, nyeri pinggang kanan dan sakit saat BAK. Sumber air minum
pasien berasal dari air isi ulang, pasien minum 1 hari kurang dari 1 liter dan
tidak suka mengkonsumsi makanan berkuah maupun sayuran. Terdapat
riwayat hiperkolesterolemia.
2. Pemeriksaan fisik dalam batas normal kecuali pada pemeriksaan abdomen
terdapat nyeri ketuk kostovertebra kanan.
3. Pemeriksaan laboratorium saat ini belum dilakukan namun terdapat riwayat
hiperkolesterolemia.
4. Pemeriksaan radiologi (USG abdomen) menunjukkan moderate hidronefrosis
dekstra disertai nefrolitiasis (kecil-kecil) dan hidroureter kanan curiga e.c
batu ureter di distalnya dan vesikolitiasis ukuran 1,08 cm
V. DIAGNOSIS
5
Hidronefrosis e.c nefrolitiasis dextra
VI. PENATALAKSANAAN
Saat ini, pasien diberikan inj. Cefotaxim 2x1gr dan ketorolac 3x30mg untuk
mengurangi rasa nyeri pada pinggang kanan pasien.
VII. PROGNOSIS
1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad functionam : dubia ad bonam
3. Ad malam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Ren (ginjal), yang membentuk urin.
Ureter, yang mengalirkan urin dari ginjal ke kandung kemih.
Vesica urinaria, yang menampung air kemih (urin) untuk sementara.
Uretra, saluran yang mengeluarkan urin.
Ginjal
Pada potongan koronal ginjal, terlihat dua massa padat yang bisa dibedakan ;
massa sebelah dalam yang lebih gelap disebut medulla renalis, sementara massa sebelah
luar yang lebih pucat disebut cortex renalis. Di sebelah dalam medulla renalis terdapat
rongga yang disebut sinus renalis, yang sumbunya sesuai dengan sumbu ginjal. Sinus
renalis berbatasan dengan capsula renalis yang sebagian masuk ke dalamnya. Sinus
7
renalis berisi calices renales, pelvis renales, dan pembuluh-pembuluh darah yang
tertanam di dalam massa lemak. Dinding sinus tidak rata tetapi mempunyai 6 15
tonjolan yang disebut papillae renales.
Ke arah luar, papillae renales membentuk jaringan seperti jari-jari yang berwarna
lebih gelap, disebut piramida renales. Dasar piramida renalis teletak pada cortex disebut
basis piramida renalis. Piramida renalis bergabung membentuk medulla renalis.
Pada papilla renalis terdapat lubang kecil tempat bermuaranya tubuli renalis.
Setelah melalui lubang-lubang tersebut, urine mengalir keluar ke calices renalis minores,
lalu bergabung menjadi calices renalis mayor lalu ke pelvis renalis dan masuk ke ureter.
Ginjal terdiri dari susunan lobus-lobus dimana tiap lobus memiliki sistem
pembuluh darah yang terdiri dari sejumlah bangunan yang memegang peranan dalam
filtrasi urin. Sistem tersebut berawal di corpusculum Malpighi (glomelurus dan capsula
Bowman) yang terletak pada cortex renalis. Pada glomelurus terdapat arteriola
glomelularis afferens dan efferens. Pada bagian ini terjadi filtrasi yang mengawali proses
pembentukan urin.
Dari corpusculum Malpighi, filtrat ditampung di dalam tubuli renales mulai dari
tubulus contortus proximalis, tubulus spiralis, ansa Henle (pars ascendens dan
descendens), tubulus contortus distalis, tubulus renis arcuatus, tubulus colligens rectus,
dan berakhir pada ductus papillaris.
8
Ginjal terletak pada bagian belakang rongga abdomen, di sebelah columna
vertebralis dan M. Psoas mayor. Tepi medial ginjal menghadap ke arah medial depan.
Letak ginjal kiri biasanya 1,5 cm lebih tinggi dan terletak sedikit lebih medial. Pada
pernafasan tenang dan posisi berbaring, hilum renale terletak di bidang transpilorik.
Pada pandangan ventral, ekstremitas inferior ginjal kiri terletak di bidang subcostal.
Pada pandangan dorsal, hilum renale ginjal kiri terletak setinggi prosesus spinosus
vertebra lumbalis I dan ekstremitas inferiornya terletak 5 cm di atas titik tertinggi crista
iliaca.
9
Persarafan ginjal dipersarafi oleh plexus coeliacus dan plexus intermesentericus.
Masuk mengikuti A. Renalis kemudian bergabung dengan n. splanchinicus imus dan n.
splanchnicus lumbalis I memebntuk plexus renalis.
Ureter
Ureter dalah saluran yang menampung dan mengalirkan urin dari pelvis renalis
ke kandung kemih. Saluran ini mempunyai dinding yang tebal dan lumen yang kecil,
serta panjangnya kurang lebih 25 cm. Pada tempat keluarnya dari pelvis renalis, ureter
terletak di belakang arteria dan vena renalis. Separuh ureter berada di rongga abdomen
(pars abdominalis ureteris) dan setelah menyilang dengan vasa iliaca communis masuk
ke rongga pelvis (pars pelvica ureteris).
Ureter dexter dan sinister bermuara ke dalam vesica urinaria dengan sudut miring
inferomedial. Muara ureter pada vesica urinaria disebut ostium ureteris yang berbentuk
pipih panjang yang berfungsi seperti katup untuk mencegah refluks urin ke ureter.
Pada batu ginjal yang turun ke ureter dapat tersangkut di tempat penyempitan
tadi menyebabkan kolik dan retensi urin yang dapat menimbulkan hidronefrosis.
10
ureter menyebabkan spasme pada otot dinding ureter yang menyebabkan nyeri yang
juga terasa pada daerah kulit yang dipersarafi oleg segmen torakal XI-XII dan lumbal I-
II. Nyeri khas pertama kali di daerah pinggang yang kemudian menjalar ke scrotum dan
penis/labium majus (reffered pain).
Vesica Urinaria
Vesica urinaria menempati sebuat ruangan berbentuk limas segitiga yang kedua
sisi sampingnya bertemu di depan (pada simfisis pubis). Sisi samping ruangan tersebut
dibentuk m. Obturatorius internus (di atasnya) dan m. Levator ani (bagian bawahnya).
Bagian bawahnya ditahan oleh diafragma urogenital.
11
Ketika terisi sedikit urin, vesica urinaria berbentuk seperti piramida dengan
empat permukaan; yang menghadap ke atas disebut facies superior vesicae, yang
menghadap ke lateral bawah disebut facies inferolateral vesicae (ada dua, kanan dan
kiri), sementara yang menghadap ke belakang bawah disebut facies posterior vesicae
(basis atau fundus vesicae). Puncaknya terletak di depan pada pertemuan facies superior
dan kedua facies inferolateralis, disebut apex vesicae. Bagian di antara apex dan fundus
disebut corpus vesicae.
Tunica serosa : berasal dari peritoneum parietal. Lapisan ini menutupi facies
superior, bagian atas facies inferolateralis, dan fundus vesicae.
Tunuca muskularis : terdiri dari tiga lapisan otot polos
o Lapisan luar, sebagian besar tersusun dari serabut-serabut longitudianl
o Lapisan tengah, sebagian besar berupa serabut sirkular
o Lapisan dalam, sebagian besar berupa serabut longitudinal
Tunuca submukosa : tersusun dari jaringan ikat longgar. Berhubungan erat dengan
tunica mocosa.
Tunica mukosa : lapisan tipis, tidak mempunyai kelenjar.
12
venosus vesicalis dan (pada laki-laki) plexus venosus prostaticus, kemudian menuju vv.
Vesicales, sebelum akhirnya memasuki v. Iliaca interna.
Uretra
Uretra merupakan saluran yang keluar dari vesica urinaria, berawal dari cervix
vesicae (pada ostium urethra internum). Urethra laki-laki (kurang lebih 20 cm) jauh
lebih panjang dibandingkan urethra perempuan (hanya sekitar 4 cm).
Uretra laki-laki tidak hanya berfungsi untuk saluran keluar urin, namun juga
sebagai saluran keluar bagi sekret yang dihasilkan oleh vesicula seminalis, prostata,
glandula bulbourethralis, dan sejumlah kelenjar urethra waktu ejakulasi. Berbentuk
seperti huruf S. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
13
Pars prostatica : bagian yang terletak di dalam prostata, hanya sekitar 2,5 cm.
Merupakan bagian prostat yang paling lebar. Terdapat crista urethralis, sinus
prostaticus, collicus seminalis, utriculus prostaticus, dan ductus ejakulatorius.
Pars membranacea : menembus diafragma urogenital. Paling pendek diantara bagian
urethra lainnya. Dikelilingi oleh m. Sphincter urethrae dan terdapat glandula
bulbourethralis di lateral kanan dan kirinya.
Pars spongiosa : bagian yang berada pada corpus spongiosum. Merupakan bagian
terpanjang (15 cm). Berakhir pada ostium urethrae externum. Terdapat muara ductus
glandula bulbourethralis dan glandula urethralis. Tepat sebelum muara urethra
terdapat pelebaran yang disebut fossa navicularis urethrae.
Sistem urinaria adalah suatu sistem kerjasama tubuh yang bertujuan untuk
mempertahankan homeostatis. Sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, vesica urinaria, dan
uretra.
14
Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang
penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal.
Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan
ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus yaitu konteks di
sebelah luar, dan medula di bagian dalam. Setiap nefron terdiri dari komponen vakular
dan komponen tubulus.
Komponen vaskular :
o Arteriol aferen : mengangkut darah ke glomelurus.
o Glomelurus : berkas kapiler yang menyaring plasma bebas protein ke dalam
komponen tubulus.
o Arteriol eferen : mengangkut darah dari glomelurus.
o Kapiler peritubulus : memperdarahi jaringan ginjal, berperan dalam
pertukaran dengan cairan di lumen tubulus.
Kombinasi komponen vaskuler dan tubulus :
o Aparatus jukstaglomerulus : mensekresikan zat-zat yang berperan dalam
mengontrol fungsi ginjal.
Komponen tubulus :
o Kapsula bowman : mengumpulkan filtrat glomerulus.
o Tubulus proksimal : reabsorpsi dam sekresi tidak terkontrol za-zat tertentu
berlangsung di sini.
o Lengkung henle : membentuk gradien osmotik di medula ginjal yang penting
dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan berbagai konsentrasi.
o Tubulus distal : sekresi dan reabsorpsi tidak terkontrol zat-zat tertentu
berlangsung di sini.
o Tubulus pengumpul : reabsorpsi H2O dalam jumlah bervariasi berlangsung
disini; cairan yang meninggalkan tubulus pengumpul menjadi urin, yang
kemudia masuk ke pelvis ginjal.
15
Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefrom korteks (paling banyak dijumpai) dan nefron
jukstamedula. Glomerulus nefron korteks teletak di korteks luar, sedangkan glomerulus
nefron jukstamedula terletak di bagian dalam korteks di samping medula. Lengkung
Henle nefron korteks hanya sedikit terbenam dalam medula, tetapi nefron jukstamedula
memiliki lengkung Henle yang panjang yang menyelam masuk ke dalam medula.
Kapiler peritubulus jukstamedula membentuk lengkung-lengkung halus yang dikenal
sebagai vasa rekta (penting untuk kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam berbagai
konsentrasi).
1. Filtrasi glomerulus
16
Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman harus
melewati 3 lapisan yaitu dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa
aselular yang dikenal sebagai membran basal, lapisan dalam kapsula
Bowman. Ketiga lapisan ini menahan sel darah merah dan protein plasma,
tepapi melewatkan H2O dan zat terlarut lain yang ukuran molekularnya
cukup kecil.
Gaya yang berperan dalam filtrasi glomerulus dalah tekanan darah kapiler
yang mendorong filtrasi juga tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan
hidrostatik kapsul Bowman yang melawan filtrasi. Perbedaan gaya yang
mendorong dan melawan filtrasi adlah tekanan filtrasi netto. GFR adalah laju
filtrasi sebenarnya yang merupakan perkalian antara koefisien filtrasi dengan
tekanan filtrasi netto. Faktor yang sering menyebabkan perubahan GFR
adalah perubahan tekanan darah kapiler glomerulus.
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus
difiltrasi dengan tekanan filtrasi netto 10 mmHg, menghasilkan secara
kolektif melalui semua glomerulus 180 liter filtrat glomerulus setiap hari
untuk GFR rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari
untuk GFR 115 ml/menit pada wanita.
2. Reabsorpsi tubulus
Air, natrium dan glukosa hampir 100% direabsorpsi, sedangkan urea dan
fenol sebagai zat sisa akan dibuang. Terdapat 2 jenis reabsorpsi, yaitu pasif
dan aktif.
Sistem renin angiotensin aldosteron : ginjal mensekresikan hormon renin
sebagai respons terhadap penurunan NaCl/volume CES/tekanan darah arteri.
Renin mengaktifkan angiotensinogen, suatu protein plasma yang diproduksi
oleh hati, menjadi angiotensin I. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
17
oleh ACE yang diproduksi paru. Angiotensin II merangsang korteks adrenal
mensekresikan aldosteron yang merangsang reabsorpsi Na oleh ginjal.
3. Sekresi tubulus
Yang terpenting adalh sekresi H+, K+, dan ion-ion organik.
2.3. Nefrolitiasis
Definisi
Batu di dalam saluran kemih yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran urin, atau infeksi. Tergantung
lokasinya, batu saluran kemih disebut nefrolitiasis (ginjal), ureterolitiasis (ureter),
vesikolitiasis (kandung kemih), dan uretrolitiasis (uretra).
18
adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya
Faktor intrinsik antara lain :
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah :
1. Geografis : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai
daerah stonebelt.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi.
4. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.
5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
Patofisiologi
Sebagian besar batu saluran kencing adalah idiopatik dan dapat bersifat simtomatik
maupun asimtomatik. Teori terbentuknya batu antar lain:
b. Teori supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti cystine,
xantine, asam urat, calsium oxalat, akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin. Pada
urin yang bersifat asam akan mengendap cystine, xantine, asam dan garam urat
sedangkan pada urin yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori berkurangnya faktor penghambat
19
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat,
sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya
batu saluran kencing.
Jenis-jenis Batu
Batu kalsium
Paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu saluran kemih.
Terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, ataupun campuran dari kedua unsur itu.
Hiperkalsiuri : kadar kalsium dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. 3
penyebabnya adalah :
o Absolut : peningkatan absorpsi kalsium melalui usus.
o Renal : gangguan kemampuan reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal.
o Resoptif : peningkatan resorpsi kalsium tulang pada hiperparatiroid
primer atau pada tumor paratiroid.
Hiperoksaluria : ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per hari. Keasaan
ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis
menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan
yang kaya akan oksalat, di antaranya adalah teh, kopi instan, soft drink, kokoa,
arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.
Hiperurikosuria : kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850 mg/24 jam.
Asam urat berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu/nidus untuk
terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urin berasal dari
makan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme
endogen.
Hipositraturia : pada penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis,
sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka
waktu lama.
Hipomagnesuria : pada penyakit IBS yang diikuti dengan gangguan malabsorpsi.
Batu struvit
Disebut juga batu infeksi karena terbantuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi
saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (urea
splitter seperti Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan
Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urin menjadi
20
basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasanya basa ini memudahkan
garam magnesium, amonium, fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium
amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Karena terdiri atas 3 kation, batu jenis
ini dikenal sebagai batu triple phosphate.
21
perenggangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri
pada saat kencing. Hematuria sering dikeluhkan akibat trauma pada mukosa
saluran kemih yang disebabkan batu. Jika terdapat demam harus dicurigai
sebagai urosepsis.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kostovertebra juga teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya leukosuria, hematuria,
dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pada kultur mungkin ada
pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal berfungsi untuk
mempersiapkan pasien yang akan menjalami pemeriksaan IVU. Perlu juga
diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu
saluran kemih.
Pemeriksaan radiologis
a. Foto Polos Abdomen (FPA)
Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran
kemih. Batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan
paling sering dijumpai di antara batu jenis lain. Batu asam urat bersifat non
opak (radiolusen). Batu MAP bersifat semi opak.
b. Pielografi Intra Vena (IVU)
Bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVU
dapat mendeteksi adanya batu semiopak ataupun non opak yang tidak dapat
terlihat oleh foto polos perut. Jika IVU belum dapat menjelaskan keasaan
sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai
penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd (media kontras
dimasukkan melawan jalannya alur sistem urinaria melalui sistem
pelviocaliceal dengan memasang kateter dibantu cyctoskopi).
c. USG
Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU yaitu oada
keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow),
hidronefrosis, pielonefrosis, atau pengerutan ginjal.
Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agak tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
22
melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi
sosial.
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecah dengan ESWL,
melalui tindakan endoneurologi, bedah laparoskopi, atau pembedahan terbuka.
o Medikamentosa
Untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu
dapat keluar secar spontan. Bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan banyak
minum supaya dapat mendorong batu keluar.
o ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli
tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan, tetapi dengan
menggunakan getaran gelombang. Batu dipecah menjadi fragmen-
fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak
jarang pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri
kolik dan menyebabkan hematuria. Indikasi adalah untuk batu ginjal <2
cm dan batu ureter (non impacted).
o Endourologi
Tindakan invasif minimal melalui alat yang dimasukkan langsung
ke dalam saluran kemih. Prose pemecahan batu dapat dilakukan
secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi
gelombang suara, atau laser.
PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran
ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem
kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen
kecil. Indikasi luas termasuk batu ginjal d an ureter
proksimal, batu staghorn, batu residif.
Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu urethrea dengan
memasukkan litotriptor ke dalam buli-buli. Pecahan batu
dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
Ureteroskopi
Eksisi dormia
o Bedah laparoskopi
Sedang berkembang. Banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
23
o Bedah terbuka
Pielolitotomi atau nefrolototomi untuk mengambil batu pada saluran
ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter.
Pencegahan
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine
sebanyak 2-3 liter per hari.
Diet untuk mengurangi kadar zat kompetem pembentuk batu (diet rendah
purin, protein, dan garam).
Aktivitas harian yang cukup.
Hindari vitamin C dan kalsium berlebih, terutama yang berasal dari
suplemen.
Konsumsi obat seperti thiazides, potasium sitrat, magnesium sitrat, dan
allopurinol tergantung dari jenis batunya.
Prognosis
Baik bila tidak timbul komplikasi
Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang
lebih 50% dalam 10 tahun.
Batu Buli-buli
Batu buli-buli sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat
benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien hiperplasia prostat,
striktura uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli nefrogenik. Kateter yang dipasang
dalam waktu lama seringkali menjadi inti batu. Batu buli-buli dapat berasal dari batu
ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli. Sering dijumpai pada anak yang
menderita kurang gizi atau sering menderita diare dan dehidrasi. Gejal khas adala gejala
iritasi seperti nyeri kencing/disuria hingga staguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing
dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan
posisi tubuh. Nyeri seringkali reffered pain pada ujung skrotum, perineum, pinggang,
sampai kaki. Pada anak seringkali mengeluh adanya enuresis nokturna, di samping
sering menarik-narik penisnya pada anak laki-laki dan menggosok-gosok vulva pada
anak perempuan. Seringkali komposisi batu merupakan batu asam urat dan struvit. Batu
buli-buli dipecahkan dengan litotripsi ataupun besikolitotomi.
Batu Urethra
Biasanya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun ke buli-buli, kemudian masuk ke
uretra. Keluhan biasanya miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi urine, yang
mungkin didahului dengan nyeri pinggang. Pengeluaran batu tergantung pada posisi,
ukuran, dan bentuk batu.
24
2.4. Hidronefrosis
Definisi
Hidronefrosis adalah distensi dari kalix renal dan pelvis renal yang disebabkan oleh
obstruksi aliran urin di distal dari pelvis renal. Hidronefrosis dapat merupakan kejadian
akut maupun kronik, unilateral maupun bilateral. Hidronefrosis merupakan kejadian
yang normal pada wanita yang sedang mengandung yang disebabkan oleh pengaruh
progresteron yang dapat menyebabkan dilatasi pada pelvis dan kalix renal, juga karena
kompresi mekanih pada ureter.
Epidemiologi
Penelitian pada 59.064 orang dengan variasi usia dari neonatus hingga lansia
menyatakan bahwa hidronefrosis terjadi pada 3,1% populasi. Pada usia antara 20-60
tahun, kebanyakan penderita adalah wanita disebabkan karena usia reproduktif. Pada
laki-laki, biasanya hidronefrosis disebabkan karena pembesaran prostat dan usia yang
lazim adalah di atas 60 tahun.
Etiologi
Penyebab hidronefrosis dan hidroureter dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi
sumbatan, yaitu :
Ureter :
a. Intrinsik : striktur ureteropelvic junction, obstruksi ureterovesical junction,
nekrosis papila, reluks ureterovesical, striktur ureter, tumor ureter,
ureterocele, endometriosis, tuberkulosis.
b. Fungsional : neurogenic bladder.
c. Ekstrinsik : kanker serviks, kanker prostat, fibrosis retroperitoneal,
inflammatory bowel disease, prolaps uteri, kehamilan, kista ovarium,
divertikulitis.
Kandung kemih :
a. Intrinsik : karsinoma kandung kemih, kalkulus pada kandung kemih, sistokel
hipertrofi leher kandung kemih.
b. Fungsional : refluks versikoureteral.
c. Ekstrinsik : lipomatosis.
Uretra :
a. Intrinsik : striktur uretra, divertikel uretra, atresia uretra, hipospadia dan
epispadia.
b. Ekstrinsik : BPH, kanker prostat, fimosis.
25
Faktor Resiko
Faktor resiko dari hidronefrosis adalah usia di atas 60 tahun, pekerjaan yang
meningkatkan statis urine (supir, sekretaris), riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya,
GOUT, riwayat pembedahan. Riwayat penyakit keluarga kalkulus, ginjal, GOUT,
diabetes. Riwayat kebiasaan kurang minum.
Patofisiologi
Hidronefrosis terjadi karena gangguan pada anatomi atau fisiologi dari traktus urinarius
yang dapat menyebabkan gangguan pasase urine dari ginjal. Peningkatan tekanan ureter
menyebabkan perubahan pada filtrasi glomerulus, fungsi tubulus, dan aliran darah
ginjal. GFR akan turun setelah beberapa jam setelah obstruksi akut. Kemampuan tubulus
ginjal dalam transportasi sodium, potasium, dan proton juga kemampuan untuk
menghasilkan urine dengan berbagai konsentrasi juga ikut terganggu.
Terdapat 2 jenis hidronefrosis yaitu akut dan kronik. Pada hidronefrosis akut, biasanya
fungsi ginjal dapat kembali dengan sempurna dan hanya terjadi sedikit perubahan
anatomi dari parenkim ginjal. Sedangkan pada hidronefrosis kronik akan terjadi
perubahan ireversibel dari fungsi ginjal. Dilatasi pada kasus kronik menyebabkan
kompresi pada papila renalis dan penipisan pada korteks ginjal.
Pemeriksaan fisik : pada hidronefrosis yang parah dapat ditemukan ballotemen positif,
nyeri ketuk kostovertebra biasanya positif.
26
Diagnosis
Definitif :
Probable : demam, nyeri abdomen, disuria, rasa nyeri di kandung kemih dan ginjal, mual
muntah.
Possible : demam, nyeri abdomen, rasa nyeri di kandung kemih dan ginjal, mual
muntah.
1. Mild : separasi kecil pada pola kaliks, echo normal, ketebalan parenkim normal.
2. Moderate : ballooning pada kaliks mayor dan minor, hipoekoik, ketebalan parenkim
normal atau sedikit menipis.
3. Severe : dilatasi masif dari pelvis renal dan kaliks dengan penipisan korteks ginjal,
hipoekoik.
1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk blunting (tumpul).
2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk flattening (datar).
3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor, tanpa adanya penipisan
korteks. Kaliks berbentuk clubbing (menonjol).
4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan minor, serta adanya penipisan korteks.
Kaliks berbentuk balloning (mengembung).
Pemeriksaan Laboratorium
27
kadar kreatinin pada hidronefrosis bilateral. Jika terjadi hiperkalemia menunjukkan
suatu kondisi yang mengancam nyawa.
Pemeriksaan Radiologis
Beberapa pemeriksaan radiologis yang biasa digunakan pada kasus hidronefrosis adalah:
USG
Pemeriksaan untuk mengetahui obstruksi dati traktus urinarius.
Tidak ada resiko alergi dan toksik.
CT scan
Dilakukan jika hasil USG equivocal, ginjal tidak dapat divisualisasikan dengan baik,
ataupun jika penyebab obstruksi tidak dapat diidentifikasikan.
Adekuat untuk mendiagnosis lebih dari 90% kasus.
IVP
Memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan USG.
False positif sangat rendah dan dapat mengidentifikasi letak obstruksi, juga dapat
membantu mendeteksi kondisi terkait seperti nekrosis papila atau penumpulan kaliks
renal karena infeksi.
Namun, IVP memerlukan kontras (efek samping alergi).
IVP dapat membantu membedakan kalkulus staghorn dengan kista multipel renal
atau parapelvik yang seringkali tidak terdeketksi dengan menggunakan USG atau
CT scan.
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab
obstruksi, menangani infeksi, dan mempertahankan serta melindungi fungsi ginjal.
Untuk mengurangi obstruksi, urine harus dialihkan melalui nefrostomi atau tipe diversi.
Infeksi ditangani dengan agen antimikroba karena sisa urine dalam kaliks dapat
menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien juga dipersiapkan untuk pembedahan
yaitu untuk mengangkat lesi obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu
ginjal rusak berat dan fungsinya hilang, dilakukan nefrektomi (pengangkatan ginjal).
Komplikasi
Hidronefrosis berkaitan dengan nefropati obstruktif dan gagal ginjal. Pada pasien
hidronefrosis bilateral yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal akut maupun kronik.
Statis urine sendiri dapat menyebabkan infeksi, pembentukan kalkulus, dan sepsis.
Hipertensi juga dapat terjadi karena obstruksi aliran urine dan karena efek dari sistem
renin angiotensin. Selain itu juga dapat menyebabkan azotemia.
Prognosis
28
Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil jika infeksi dapat dikendalikan
dan ginjal berfungsi dengan baik. Prognosis untuk hidronefrosis kronis belum dapat
dipastikan.
Nefrolitiasis
Foto Rontgen Polos (BNO)
Setiap pemeriksaan traktus urinarius sebaiknya dibuat terlebih dahulu foto polos
abdomen. Yang harus diperhatikan pada foto ini adalah bayangan, ukuran, dan posisi
kedua ginjal. Dapat pula dilihat kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu radioopak dan
perkapuran dalam ginjal. Harus diperhatikan batas muskuli psoas mayor kanan dan kiri.
Serta batu radioopak di daerah ureter dan buli-buli. Interpretasi terhadap kalsifikasi pada
saluran ginjal harus dilakukan dengan hati-hati karena fleboit pada kelenjar mesenterika
dan vena pelvis yang berada di atasnya sering disalah artikan sebagai batu ureter. Film
yang diambil saat inspirasi dan ekspirasi akan mengubah posisi ginjal dan seringkali
dapat mengkonfirmasikan bahwa daerah yang mengalami kalsifikasi pada abdomen
tersebut adalah batu.
29
normal batu
Tidak merokok
Minum laksan saat malam sebelum pemeriksaan
Puasa minimal 8 jam sebelum pemeriksaan
Makan rendah serat 3 hari sebelum pemeriksaan
Telah BAB di rumah pada pagi sebelum pemeriksaan
USG
Pada USG, batu ditunjukkan sebagai gambaran echogenis terang dengan bayangan
posterior akustik. Batu divisualisasilan cukup baik dengan USG di ginjal dan ureter
distal pada atau dekat UVJ, terutama jika ada dilatasi. Pemeriksaan USG sangat baik
untuk menilai komplikasi batu saluran kemih seperti hidronefrosis. Namun, USG tidak
dapat menilai derajat obstruksi yang ditimbulkan batu saluran kemih. Pemeriksaan ini
30
juga dipakai untuk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah
tertinggalnya batu.
Operator dependant
Tidak dapat menilai batu di ureter
Tidak dapat membedakan batu radioopak atau radiolusen
Sulit menunjukkan batu yang ukurannya sangat kecil
Persiapan :
31
Normal
Batu
IVP
IVP merupakan pemeriksaan radiografi pada sistem urinaria dengan menyuntikkan zat
kontras melalui pembuluh darah vena. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk
mendapatkan gambaran radiologis dari letak anatomi dan fisiologi serta mendeteksi
kelainan patologis dari ginjal, ureter, dan kandung kemih.
32
Neonatus
DM tidak terkontrol
Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
Hasil ureum dan kreatinin tidak normal
Persiapan :
1. Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP untuk melihat persiapan pasien dan melihat
keadaan rongga abdomen, khususnya traktus urinaria secara umum.
2. Jika persiapan pasien baik, suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc saja,
diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergi. Sebelum melakukan penyuntikan, pasien
ditensi terlebih dahulu.
3. Jika tidak ada reaksi alergi, penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat
komprehensif ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri. Kompresi ureter
dilakukan untuk menahan media kontras tetap berada pad sistem pelvis calyces dan
bagian proksimal ureter. Penyuntikan bahan kontras dilakukan secara perlahan,
instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam, keluarkan dari mulut guna
meminimalkan rasa mual yang mungkin dirasakan.
4. Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine untuk melihat
pelviocaliseal dan ureter proksimal terisi media kontras (fase nefrogram).
5. Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine mencakup gambaran
pelviocaliceal dan ureter terisi media kontras (fase pielogram).
6. Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine untuk melihat gambaran bladder
terisi penuh media kontras (fase sistogram).
7. Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya
dibuat foto blast oblique untuk melihat prostat.
8. Yang terakhir lakukan foto post voiding dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect
33
dapat pula menunjukkan adanya pergerakan ginjal yang tidak normal pada kasus
post hematuria.
Kelebihan :
Kekurangan :
34
35
36
Gambaran IVP pada pasien dengan batu ginjal :
CT Scan
Pada kasus batu ginjal, CT scan non kontras memiliki sensitivitas 95-100% dan
spesifisitas 94-96%.
Kelebihannya adalah paling definitif dan spesifik, juga memberikan informasi tentang
kondisi selain sistem genitourinarius. Namun kerugiannya adalah mahal dan kurang
terjangkau, tidak mengukur fungsi ginjal, dan adanya radiasi.
Persiapannya adalah minum laksansia saat malam sebelum pemeriksaan, puasa minimal
8 jam, makan rendah serat 3 hari sebelum pemeriksaan, telah BAB di rumah pagi
sebelum pemeriksaan.
37
Normal Batu
Hidronefrosis
USG
1. Mild : separasi kecil pada pola kaliks, echo normal, ketebalan parenkim normal.
2. Moderate : ballooning pada kaliks mayor dan minor, hipoekoik, ketebalan parenkim
normal atau sedikit menipis.
3. Severe : dilatasi masif dari pelvis renal dan kaliks dengan penipisan korteks ginjal,
hipoekoik.
Mild
38
Moderate
Severe
IVP
1. Derajat 1 : Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk blunting
(tumpul).
2. Derajat 2 : Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk flattening
(datar).
3. Derajat 3 : Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor, tanpa adanya
penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing (menonjol).
4. Derajat 4 : Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan minor, serta adanya penipisan
korteks. Kaliks berbentuk balloning (mengembung).
39
Hidronefrosis
CT Scan
Hidronefrosis
40
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Batu di dalam saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang yang terbentuk di
sepanjang traktus urinarius dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih, maupun infeksi. Faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih
adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik. Batu ginjal dapat menyebabkan infeksi,
pielonefritis, uretritis, hidronefrosis, hidroureter, pielonefritis, ataupun urosepsis.
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat, kalsium fosfat,
asam urat, MAP, xanthin dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang
ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.
Batu dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiologis seperti foto polos abdomen, USG,
maupun BNO-IVP. Pilihan pemeriksaan yang akan dijalankan adalah sesuai dengan
indikasi masing-masing pasien.
Salah satu komplikasi dari batu adalah hidronefrosis. Hidronefrosis adalah distensi dari
kalix renal dan pelvis renal yang disebabkan oleh obstruksi aliran urin di distal dari
pelvis renal. Hidronefrosis biasanya dideteksi dengan menggunakan USG maupun IVP.
Saran
Setelah batu dikeluarkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalah upaya untuk
mencegah timbulnya kekambuhan. Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan
unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang
perlu dilakukan adalah menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi
urine 2-3 liter per hari, diet rendah zat pembentuk batu, aktivitas harian yang cukup,
serta penggunaan medikamentosa.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong, Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: EGC.
2. Harjadi Widjaja I. 2011. Anatomi Pelvis. Jakarta : EGC. Hal 51-93.
3. Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC. Hal 462-
502
4. Guyton. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Page 307-347.
5. Netter FH. 2006. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US : Saunders. Page 563-622.
6. Rasad S. 2008. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. Hal 283-289,
297-299, 494-504.
7. Purnomo B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto. Hal 85-99.
8. Rifki Muslim, Batu Saluran Kemih Suatu Problem Gaya Hidup dan Pola Makan
serta Analisis Ekonomi Pada Pengobatannya. Fakultas Kedokteran Undip Semarang,
3 Maret 2007
9. Sidartag H. 2006. Atlas Ultrasonografi Abdomen & Beberapa Organ Penting Edisi
3. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
10. Medscape. Hydronefrosis and Hydroureter.
http://emedicine.medscape.com/article/436259.
11. Sudoyo AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI. Hal 1025-1031.
12. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J.
2008. Harrisons Principle od Internal Medicine 17th edition. New York : McGraw-
Hill. Chapter 287.
42