Oleh :
Preseptor :
1
PENDAHULUAN
kongenital, persalinan preterm, IUFD, infeksi neonatal.2 Selain itu infeksi maternal juga
dapat menyebabkan pneumonia, kelainan mata, infeksi SSP pada neonatal, kelainan
jantung, serta tuli.3 Infeksi ini hanya bisa diketahui dengan mendeteksi zat kekebalan
tubuh (antibodi) yang terbentuk setelah terjadinya infeksi. Walaupun telah terdeteksi,
memuaskan. Hal ini karena organ-organ tubuh janin terlanjur dirusak TORCH. Oleh
karena itu, jauh lebih baik dilakukan pencegahan terhadap infeksi TORCH daripada
mengobatinya.4
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Toksoplasmosis
2
2.1.1. Definisi
Parasit ini merupakan suatu protozoa intraseluler yang temasuk kedalam phylum
Jika parasit ini menginfeksi wanita yang sedang hamil, maka parasit akan
menginfeksi janin melalui plasenta yang akan menyebabkan gangguan pada mata,
Survey tahun 1999 sampai 2004 oleh National Health and Nutrition
2.1.2. Patogenesis
Protozoa ini memiliki siklus hidup seksual dan aseksual. Hospes primer
(defenitif) dari protozoa ini adalah felidae (kucing), hanya pada hosper primer (true
hospes) bisa berlangsung siklus seksual. Sementara hospes kedua (secondary hospes)
3
yang bisa terjadi sikulus aseksual dari protozoa ini adalah seperti hewan pengerat,
Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan
melalui tinja. Bila ookista tertelan oleh hospes perantara (secondary hospes) maka
bereplikasi pada seluruh sel kecuali di eritrosit bradizoit (masa infeksi laten)
sporozoit terlelan oleh hospes, parasit akan bebas dari kista didalam eritrosit,
Limfatik, otot lurik, miokardium, retina, plasenta, dan SSP terjadi infeksi
replikasi invasi sel sekitar kematian sel dan nekrosis fokal + inflamasi akut.5
4
Pada hospes imunokompromais atau pada janin, faktor-faktor imun yang
organ. 5
1. Pada toksoplasmosis kongenital, transmisi terjadi in utero melalui plasenta bila ibu
2. Pada infeksi akuisita infeksi dapat terjadi bila makan daging mentah atau kurang
matang.
3. Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari donor yang menderita
toksoplasmosis primer.
waktu 1-5hari dan dapat lebih dari 1tahun di tanah yang panas atau
akan merangsang sistem imun untuk membentuk IgA spesifik. T.gondii dengan
cepat akan merangsang IgM dan IgG. Immunoglobulin ini dapat membunuh
takizoit ekstraseluler. IgG dapat terdeteksi sejak dua sampai tiga minggu setelah
infeksi, mencapai puncak pada enam sampai delapan minggu dan kemudian
menurun perlahan sampai batas tertentu dan bertahan seumur hidup. IgM dapat
terdeteksi kurang lebih satu minggu setelah infeksi akut dan menetap selama
5
beberapa minggu atau bulan, bahkan antibody ini dapat masih terdeteksi sampai lebih
dari satu tahun. IgA terdeteksi segera setelah IgM, dan bertahan selama 6-7 bulan.5
Gejala yang dapat timbul pada toksoplsmosis adalah fatigue, nyeri otot dan
toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan
6
Jika wanita hamil terinfeksi toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi
adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan
ensefalitis.5
Sedangkan bila janin lahir setelah ibu terinfeksi selama kehamilan, bayi
2. Pembiakan darah janin ataupun cairan ketuban dalam kultur sel fibroblast, ataupun
dengan PCR untuk mendeteksi adanya DNA Toksoplasma gondii pada darah janin
ataupun cairan ketuban. Pemeriksaan dengan teknik ELISA pada darah janin guna
2.1.6. Tatalaksana
Ketika terjadi infeksi akut pada ibu dilakukan terapi dengan pemberian
7
Dapat juga diberikan pyrimetahmin yang dikombinasikan dengan sulphonamide.
Namun terapi ini kontraindikasi jika diberikan pada trimester pertama karena
memiliki efek teratogenik, jadi hanya boleh diberikan setelah usia kehamilan lebih 12
minggu.5,6
2.2. RUBELA
2.2.1 Definisi
Rubella atau campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan suatu virus
RNA dari golongan Togavirus.Penyakit ini relatif tidak berbahaya dengan morbiditas
dan mortalitas yang rendah pada manusia normal. Tetapi jika infeksi didapat saat
mengakibatkan kecacatan.7
2.2.2 Patogenesis
Penularan virus rubella adalah melalui udara dengan tempat masuk awal
melalui nasofaring dan orofaring. Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi
antara 11 sampai 14 hari sampai timbulnya gejala. Hampir 60 % pasien akan timbul
ruam. Penyebaran virus rubella pada hasil konsepsi terutama secara hematogen.
8
Infeksi kongenital biasanya terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal.
Viremia maternal terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas. Kemudian
tergantung kemampuan virus untuk masuk dalam barier plasenta.Untuk dapat terjadi
viremia fetal, replikasi virus harus terjadi dalam sel endotel janin. Viremia fetal dapat
seperti penyakit virus lainnya seperti demam ringan, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri
Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya virus rubella
kedalam tubuh sampai timbulnya gejala penyakit berkisar antara 14-21 hari. Biasanya
gejala bersifat ringan berupa demam. Tanda yang paling khas adalah pembesaran
kelenjar getah bening di daerah belakang kepala, belakang telinga, dan leher bagian
belakang. Umumnya pembesaran kelenjar getah bening ini disertai dengan rasa nyeri.
Keadaan ini kemudian diikuti dengan munculnya ruam yang dimulai pada daerah
muka dan menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh dalam waktu 1 hari. Ruam dan
Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada
trimester I. Mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap
9
Infeksi ibu pada trimester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada
organ. Menetapnya virus dan dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat
menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika
yang timbul.
c. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri.
imunologi ( hipogamaglobulin ).
Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul
bertahun-tahun kemudian.
2.2.4. Diagnosis
10
Diagnosis infeksi rubella sangat sulit karena gejalanya yang tidak khas.
Timbulnya ruam selama 2-3 hari dan adanya adenopati postaurikuler dapat sebagai
diagnosis awal kecurigaan infeksi rubella, tetapi untuk diagnosis pastinya diperlukan
konfirmasi serologi atau virologi. Virus rubella dapat ditemukan pada struktur
jaringan yang dapat diambil dari hapusan orofaring, tetapi tindakan ini sulit
dilakukan.8
Antibodi rubella biasanya lebih dahulu muncul saat timbul ruam. Diagnosis
rubella ditegakkan bila titer meningkat 4 kali saat fase akut, dan biasanya imunitas
menetap lama. Apabila pasien diperiksa beberapa hari setelah timbul ruam, diagnosis
dapat ditegakkan dengan analisis antibodi IgM anti rubella dengan menggunakan
sistem ELISA. IgM spesifik rubella dapat terlihat 1 2 minggu setelah infeksi primer
dan menetap selama 1 - 3 bulan. Adanya antibodi IgM menunjukkan adanya infeksi
Diagnosis prenatal dilakukan dengan memeriksa adanya IgM dari darah janin
fetus pada trimester I dilakukan dengan menemukan adanya antigen spesifik rubella
dan RNA pada CVS. Metode ini adalah yang terbaik untuk isolasi virus pada hasil
konsepsi.8
digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika
11
rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada
Deteksi IgM mencapai puncak pada 7-10 hari setelah onset dan perlahan-lahan
menurun selama 4-8 minggu. Infeksi janin dapat dideteksi degan memeriksa IgM
2.2.5 Tatalaksana
menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan. Upaya untuk
mengobati anak yang sedang menderita rubela kongenital dengan obat ini tidak
berhasil. Karena amantadin tidak dianjurkan pada wanita hamil, penggunaannya amat
terbatas. Interferon dan isoprinosin telah digunakan dengan hasil yang terbatas.
2.2.6. Pencegahan
Cara yang paling efektif adalah dengan pemberian imunisasi. Saat ini
imunisasi yang dapat diberikan untuk mencegah rubella adalah dengan pemberian
terjadinya infeksi rubella kongenital pada janin. Setelah pemberian imunisasi MMR,
2.3.1. Definisi
12
Infeksi sitomegalovirus adalah penyakit yang disebabkan oleh
sehingga terlihat sel membesar (sitomegali) dan tampak sebagai gambaran mata
(diperkirakan 0,5 - 2 % dari seluruh bayi neonatal). Yow dan Demmler (1992) dengan
menjelaskan bahwa dari 800.000 janin yang terinfeksi oleh CMV diperoleh 50.000
bersifat simtomatis dengan kelainan retardasi mental, kebutaan dan tuli sedangkan
kongenital yang paling utama dengan angka kejadian 0,3 2 % dari kelahiran hidup.
Dilaporkan pula bahwa 10 15 % bayi lahir yang terinfeksi secara kongenital adalah
simptomatis yakni dengan manifestasi klinis akibat terserangnya susunan saraf pusat
dan berbagai organ lainnya (multiple organ). Hal ini menyebabkan kematian perinatal
20 30% serta timbulnya cacat neurologik berat lebih dari 90% pada kelahiran.
serta nampak normal pada waktu lahir. Kemungkinan bayi ini akan memperoleh cacat
perkirakan 1 2 tahun kemudian. Dengan alasan ini sebenarnya infeksi CMV adalah
2.3.2. Patogenesis
13
Penularan atau transmisi CMV ini berlangsung secara horisontal, vertikal dan
kontak dengan air ludah dan air seni. Sedangkan transmisi vertikal adalah penularan
proses infeksi maternal ke janin. Infeksi CMV kongenital umumnya terjadi karena
terhadap sekresi servik yang telah terinfeksi, melalui air susu ibu dan tindakan
Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan pertama kali atas individu
serta virus akan menetap dalam jaringan hospes dalam waktu yang tak terbatas.
Selanjutnya virus memasuki kedalam sel-sel dari berbagai macam jaringan. Proses ini
multiplikasi virus. Keadaan tersebut misalnya terjadi pada individu yang mengalami
supresi imun karena infeksi HIV, atau obat-obatan yang dikonsumsi penderita
tertentu serta keadaan supresi imun yang bersifat iatrogenik dapat diterangkan
sebagai berikut bahwa kedua keadaan tersebut menekan respon sel limfosit T
sehingga timbul stimulasi antigenik yang kronis. Dengan demikian terjadi reaktivasi
14
Transmisi CMV dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, dan infeksi
pada umur kehamilan kurang sampai 16 minggu menyebabkan kerusakan yang serius.
Infeksi CMV kongenital berasal dari infeksi maternal eksogenus ataupun endogenus.
Infeksi eksogenus dapat bersifat primer yaitu terjadi pada ibu hamil dengan pola
imunologis seronegatif dan non primer bila ibu hamil dalam keadaan seropositif.
Sedangkan infeksi endogenus adalah hasil suatu reaktivasi virus yang sebelumnya
dalam keadaan paten. Infeksi maternal primer akan memberikan akibat klinis yang
mengalami acquired immunedeficiency syndrome). Infeksi virus CMV pada bayi yang
otak.9
2.3.4. Diagnosis
Infeksi primer pada kehamilan dapat ditegakkan baik dengan metode serologis
maupun virologis. Dengan metode serologis, diagnosa infeksi maternal primer dapat
adanya IgM dan IgG anti CMV) sebagai hasil pemeriksaan serial dengan interval
kira-kira 3 minggu. Dalam metode serologis infeksi primer dapat pula ditentukan
dengan Low IgG Avidity, yaitu antibodi klas IgG menunjukkan fungsional
15
afinitasnya yang rendah serta berlangsung selama kurang lebih 20 minggu setelah
infeksi primer. Dalam hal ini lebih dari 90% kasus-kasus infeksi primer menunjukkan
antibodi yang mengikat antigen Pp 65, suatu protein (polipeptida dengan berat
molekul 65 kilo dalton) dari CMV di-dalam sel lekosit dalam darah ibu.10
menunjukkan infeksi primer pada umur kehamilan sampai 20 minggu. Hal ini karena
diperkirakan 70% dari kasus menunjukkan janin tidak terinfeksi. Dengan demikian
diagnosis prenatal dapat mencegah terminasi kehamilan yang tidak perlu terhadap
karena pengobatan dengan anti virus (ganciclovir) tidak memberi hasil yang efektif
serta memuaskan.10
virus pada cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosentesis. Amniosentesis dalam
hubungan ini paling baik dikerjakan pada umur kehamilan 21 23 minggu karena
tiga hal:
1. Mencegah hasil negatif palsu sebab diuresis janin belum sempurna sebelum
16
2. Dibutuhkan waktu 6 9 minggu setelah terjadinya infeksi maternal agar virus
3. Infeksi janin yang berat karena transmisi CMV pada umumnya bila infeksi
intrauterin bila didapatkan hal-hal dibawah ini pada janin sebagai berikut:
2.4. Tatalaksana
yang terjadi pada umur kehamilan 20 minggu setelah memperhatikan hasil diagnosis
diberikan guna mengobati infeksi CMV yang serius seperti retinitis, esophagitis pada
propilaksis untuk mencegah infeksi CMV setelah transplantasi organ. Obat yang
digunakan untuk anti CMV untuk saat ini adalah Ganciclovir, Foscarnet, Cidofivir
17
2.4. Herpes Simplex Virus
2.4.1. Defenisi
Infeksi ini disebabkan Virus Herpes Simpleks (herpes simpleks virus, HSV),
HSV ada dua jenis: HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 biasanya dikaitkan dengan herpes
oral; dan HSV-2 biasanya dikaitkan dengan herpes genital. Virus Herpes Simpleks
tipe II (HSV II) ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf
2.4.2. Patogenesis
Masa inkubasi antara 2-4 minggu.selama infeksi awal, HSV berpindah ke satu atau
lebih syaraf sensory ganglia, dimana tetap bersifat laten dan terhenti untuk jangka
waktu yang tidak terbatas. Sistem kekebalan yang utuh menyembuhkan infeksi pada
Rute penularan HSV dari ibu ke bayi adalah melalui saluran kelahiran yang
terinfeksi selama melahirkan. Resiko penularan ibu-anak lebih tinggi selama infeksi
HSV-2 yang bagi semua ibu yang menderita HSV karena infeksi transplassental
dapat terjadi. Hanya para ibu dengan bukti klinis luka aktif yang sebaiknya
HSV ditularkan ke bayi sekitar 50% pelahiran oleh ibu dengan infeksi aktif.
Penularan infeksi selama pelahiran dapat menyebabkan kematian janin (sekitar 60%
dari mereka yang terinfeksi) atau kerusakan system saraf pusat atau mata. Bayi juga
akan mengalami peningkatan HSV akibat infeksi yang menyebar jika ketuban pecah
18
atau melalui kontak lekat dengan ibu yang terinfeksi atau dari pemberi perawatan
setelah kelahiran.12
Setelah masa inkubasi selama 3 sampai 6 hari, sejumlah besar vesikel berdinding tipis
sekunder. Ulserasi spesifik, peradangan yang menyebar, dan mudah hancur dapat
terlihat pada dinding vagina dan dinding serviks. Mungkin juga dapat ditemukan
rabas vagina atau uretra. Lesi vulva terasa sangat nyeri, dan juga mungkin terdapat
pruritus dan edema berat. Gejala sistemik berupa demam, malaise, sakit kepala, dan
mialgia dapat terjadilebih dulu setelah awitan lesi dan akan berlangsung selama
dengan vesikel yang lebih sedikit, tanpa gejala sistemik, dan tidak terdapat
biasanya disebabkan oleh reaktivasi virus laten bukan oleh infeksi baru. Virus laten
yang dapat menyebabkan erupsi episode berulang dapat berasal dari ganglion tunggal,
yang pada umumnya akan memasok distribusi lesi unilateral. Nyeri dan gatal-gatal
yang terjadi biasanya tidak begitu berat. Kekambuhan kemungkinan lebih parah dari
episode pertama primer dengan HSV-2. Tidak terdapat pola kekambuhan baik secara
19
atau perubahan iklim. Sekitar separuh dari wanita yang terinfeksi memiliki tanda-
tanda prodromal dari kekambuhan yang akan terjadi antara lain gatal-gatal , sensasi
kesemutan, neuralgia, nyeri atau rasa terbakar pada vulva, atau peningkatan rabas
pada vagina (banyak, jernih, lengket, tidak berbau) apabila serviks atau dinding
vagina terkena, beberapa jam sampai beberapa hari sebelum erupsi. Beberapa wanita
lebih ditimbulkan pada infeksi HSV pertama. Pelepuhan yang sakit, burut, dan
minggu.pelepasan vaginal terlihat jika serviks atau mukosa vagina ikut terlibat. Si
memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin
tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada
merupakan kambuhan dari virus yang ada di akar ganglion dorsalis saraf pada infeksi
pertama.Karena mengenai ganglion saraf, rasa nyeri timbul sepanjang saraf kulit
tersebut.
20
Efek pada kehamilan
Frekuensi dan keparahan infeksi yang kambuh juga muncul dan meningkat
bersama kehamilan.12
a. Abortus
b. Lahir mati
a. Mono-nuclear chorionitis
1. Infeksi pada kulit, mata, serta mulut (30% dapat berkembang menjadi penyakit
2. Penyakit sistem saraf pusat (dimanifestasikan sebagai ensefalitis dengan atau tanpa
2.4.4. Diagnosis
laboraotorium, karena gambaran klinisnya sangat bervariasi. Lesi dibuka dan dikultur
21
dengan media spesifik yang dijual bebas. Sensitifitas dari uji kultur sel virology
tersebut memiliki penurunan yang sangat cepat jika lesi sudah mulai sembuh dan
sering kali akan menimbulkan hasil negative palsu. Pemeriksaan Pap Smear servikal,
bahkan memiliki hasil yang kurang sensitive dan pemeriksaan ini ataupun kultur tidak
bergantung pada diagnosis yang muncul. Hasil pemeriksaan kultur yang negative atau
hasil pemeriksaan smears yang negative, tidak dapat menyingkirkan penyakit. Uji
pemeriksaan yang sangat berguna dalam menentukan diagnosis klinis terhadap herpes
genital atau mendiagnosis wanita yang asimptomatik. Uji yang paling akurat adalah
uji yang berdasarkan glikoprotein G1 dan G2 yang spesifik terhadap HSV, untuk
mendiagnosis adanya HSV-1 dan HSV-2, secara berturut-turut. Uji kadar tipe spesifik
2.4.5. Penatalaksanaan
Saat ini tidak ada pengobatan untuk HSV dan terapi antivirus bukan
pengubatan yang disarankan bagi wanita yang tidak memiliki manifestasi klinis
infeksi. Asiklotir sistemik (Zovirax) (200mg per oral lima kali sehari dalam 7 sampai
10 hari atau sampai mencapai kesembuhan secara klinis) akan mengurangi gejala
episode klinis yang pertama, tetapi tidak memiliki dampak terhadap kambuhnya
infeksi atau pada sering dan beratnya kekambuhan saat obat dihentikan. Asiklovir
amnion dan ASI, serta akan mencapai kadar teurapeutik pada janin. 12
22
Meskipun asimtomatik pada wanita tetap dapat terjadi pelepasan virus dan
transmisi. Oleh karena sekitar 70% infeksi bayi baru lahir terjadi tanpa adanya
riwayat ibu terinfeksi HSV dan HSV terjadi pada sekitar 10% bayi yang dilahirkan
melalui seksio sesaria dengan ketuban utuh, pemeriksaan setiap minggu pada wanita
yang diketahui menderita infeksi HSV tidak dibenarkan. Penatalaksanaan berikut ini
Resiko penularan herpes yang lebih tinggi pada bayi ; hindari prosedur trans-servikal
invasive sampai lesi tersebut sembuh; atasi dengan asiklovir; beberapa ahli
cermat adanya lesi berulang atau mengalami gejala prodromal saat kelahiran; dapat
Wanita yang tertular herpes genital pada kehamilan akhir: Bayi yang
dikandung beresiko tinggi terhadap penularan herpes; hindari prosedur invasive trans-
servikal; dapat diatasi dengan asiklovir; persalinan dengan operasi seksio sesaria.
menganjurkan untuk terapi supresi asiklovir yang dimulai pada usia gestasi 36
minggu untuk mengurangi resiko infeksi berulang pada saat cukup bulan; apabila
tidak terdapat lesi atau prodromal saat persalinan atau kelahiran, wanita dapat
Wanita cukup bulan memiliki lesi herpes genitalia yang aktif atau adanya
23
memiliki herpes genitalia yang aktif dan adanya ketuban pecah: secepatnya lakukan
seksio sesaria. Wanita cukup bulan yang mengalami pecah ketuban sebelum
waktunya dan herpes genitalia aktif: beberapa ahli menyarankan penatalaksanaan dan
pengobatan pada wanita hamil dengan asiklovir akan menghemat waktu dan
BAB 3
KESIMPULAN
2. Manifestasi klinis dari infeksi TORCH bergantung kepada etiologinya. Begitu juga
dengan penatalaksanaannya.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. S. van der Weiden et al. Is routine TORCH screening and urine CMV culture
warranted in small for gestational age neonates?.Early Human Development 87
(2011) 103107.
2. Sarah Logan & Laura Price. Infectious disease in pregnancy. Obstetrics,
Gynaecology And Reproductive Medicine 21:12. 2011.
3. Catherine O'Keefe et al.Viral Infections in the Neonate. Division of Pediatric
Infectious Diseases and School of Nursing, Creighton University, Omaha, 2010.
4. Calvin Tjong. Infeksi TORCH (artikel). Pondok indah health care group. 2010.
5. Sylvia MD. TOXOPLASMOSIS. 2001. Elsevier Science Inc., all rights
reserved.
6. Alyson K.Toxoplasmosis: Diagnosis, Treatment, and Prevention in Congenitally
Exposed Infants. National Association of Pediatric Nurse Practitioners.
Published by Elsevier Inc. 2011.
7. Jennifer M.Rubella. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine (2007) 12,
182e192. Elseiver Journal.
8. American Academy of Pediatrics: Reviewed article of Rubella. 2006
9. Gail J. Congenital cytomegalovirus: Public health action towards
awareness,prevention, and treatment. Journal of Clinical Virology 46S (2009)
S1S5.
10. Sarwono P. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Bina Pustaka. 2008
25
11. SOGC CLINICAL PRACTICE GUIDELINEGuidelines for the management of
herpes simplex virus in pregnancy.No. 208, June 2008.
12. Helen Varney. Dkk. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC
26