Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Anatomi Fisiologi


1.1.1 Anatomi fisiologi kardiovaskuler selama kehamilan

Curah jantung meningkat 30 % pada minggu ke-10 kehamilan.


Tekanan darah akan turun selama 24 minggu pertama kehamilan akibat
terjadi penurunan dalam perifer vaskuler resistance yang disebabkan
oleh pengaruh peregangan otot halus oleh progesteron. Hipertropi atau
dilatasi ringan jantung mungkin disebabkan oleh peningkatan volume
darah dan curah jantung.

Perubahan kardiovaskuler dalam kehamilan :

TD darah arteri Semua dasar pd 20 24 mg,


Sistolik 4 -6 mg kemudian secara berangsur-
Diastolik 8 15 mg angsur naik kenilai-nilai pra-
Rata-rata 6 -10 mg kehamilan

Frek. Denyut jantung 12 18 mg Puncak T. ll awal kemudian stabil

Volume stroke 10 30 % Puncak T. ll awal kemudian stabil

Curah jantung 33 45 % Puncak T. ll awal kemudian stabil

1.1.1.1 Jantung membesar sekitar 12% antara awal dan akhir


kehamilan
1.1.1.2 90% mengalami murmur ejeksi sistolik yang berlangsung
hingga minggu pertama pascapartum. Jika tidak disertai
abnormalitas yang lain hal ini menunjukkan adanya
peningkatan curah jantung.
1.1.1.3 20% mengalami murmur diastolik transien dan 10%
mengalami murmur kontinu yang terdengar di atas dasar
jantung, menyebabkan peningkatan aliran darah ke payudara.
1.1.1.4 Peningkatan curah jantung antara 35-50% dari rata-rata 5
L/menit sebelum hamil menjadi 7L/menit pada minggu ke 20
hal ini akibat peningkatan isi sekuncup dan frekuensi jantung
1.1.1.5 Variasi yang besar dalam curah jantung, frekuensi nadi,
tekanan darah dan aliran darah regional dapat terjadi sesuai
dengan perubahan trivial postur, aktivitas dan ansietas.
1.1.1.6 Nilai nadi biasanya naik 84/menit dan tekanan darah arteri
menurun pd TM II, tekanan darah vena cenderung naik pada
TM I
1.1.1.7 Curah jantung mencapai jumlah maksimal pd 24 minggu dan
dipertahankan pada jumlah ini hingga cukup bulan
1.1.1.8 Tekanan darah sistolik menurun rata-rata 5-10 mmHg di
bawah batas dasar dan tekanan diastolik menurun 10-15
mmHg pada usia gestasi 24 minggu
1.1.1.9 Sindrome hipotensi telentang terdiri atas hipotensi,
bradikardia, dan sinkop (karena pada posisi terlentang, uterus
gravid yang menekan aorta sehingga tekanan uterina lebih
rendah dari pada tekanan darah arteri brakialis)
1.1.1.10 Posisi terlentang dapat menurunkan curah jantung hingga
25%
1.1.1.11 Aliran darah pada ekstermitas bawah melambat pada akhir
kehamilan, aliran balik vena yang buruk dan peningkatan
tekanan darah pada tungkai menyebabkan meningkatnya
distensibilitas dan tekanan vena tungkai, vulva, rektum,
pelvis, edema dependen, varises pada vena tungkai dan
vulva, serta hemoroid.
1.1.1.12 Aliran darah pada ginjal meningkat (70-80%) 400 ml/menit
pada usia gestasi 16 minggu sehingga meningkatkan ekskresi.
1.1.1.13 Aliran darah pada tangan dan kaki mencapai 500 ml/menit
pd minggu ke-36, hal ini membantu menghilangkan
kelebihan panas yang diproduksi oleh peningkatan
metabolisme massa maternal-janin dan kerja
kardiorespiratorius selama kehamilan.
1.1.1.14 Vasodilatasi perifer yang terkait merupakan penyebab
mengapa wanita hamil merasa kepanasan berkeringat
banyak setiap saat merasakan tangan yang lembab dan sering
kali menderita hidung tersumbat.
1.1.1.15 Aliran darah ke payudara meningkat hingga 2% vena
dipermukaan payudara berdilatasi, pembesaran payudara,
rasa hangat dan gatal sejak awal kehamilan.
1.1.1.16 Sirkulasi uteroplasenta meningkat 1-2% pada TM I hingga
17% pada kehamilan cukup bulan (500ml/menit)
1.1.1.17 Volume plasma darah meningkat 50% sehingga terjadi
hemodilusi pada 32-34 minggu, anemia fisiologis, penurunan
konsentrasi protein plasma dan penurunan konsentrasi
imunoglobulin

1.2 Konsep eklampsia


1.2.1 Definisi
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua,
persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau
koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-
gejala preeclampsia (hipertensi, edems, proteinuri) (Myles, 2009).
Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika
preeklampsia memburuk menjadi kejang (Rukiyah, 2010).
.
1.2.2 Etiologi
Etiologi dan pathogenesis preeclampsia dan eklampsia saat ini masih
belum sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi.
Itulah sebabnya penyakit ini sering disebut the disease of theories.
Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk dapat
menerangkan terjadinya preeclampsia adalah faktor imunologi,
genetic, penyakit pembuluh darah, dan keadaan dimana jumlah
thropoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan
ketidakmampuan invasi thropoblast terhadap arteri spiralis pada awal
trimester satu dan dua.

1.2.3 Tanda dan gejala (manifestasi klinis)


Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-
kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :
1.2.3.1 Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa
melihat (pandangan kosong), kelopak mata dan tangan
bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.
1.2.3.2 Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan
menggenggam dan kaki membengkok kedalm, pernafasan
berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit,
berlangsung kira-kira 20-30 detik.
1.2.3.3 Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu
yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah
berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka
kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2
menit kejang klonikberhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas seperti mendengkur.
1.2.3.4 Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-
jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan
akhirnya penderita teteap dalam keadaan koma

1.2.4 Patofisiologi
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan
yang berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia di
jumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang
tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium.
Serta pada eklampsia parmeabilitas pembuluh darah terhadap protein
meningkat.
Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi
pertumbuhan janin terganggu sehingga terjadi gawat janin sampai
menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus
uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada
eklampsia, sehingga mudah terjadi pada partus prematurus.

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah dalam ginjal


menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang.
Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan
proteinuria dan mungkin dengan retensi garam dan air. Mekanisme
retensi garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan antara
tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat penyerapan kembali oleh
tubulus. Pada kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai
dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus
akibat spasmus arterioles ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui
glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan retensi air.
Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga
menyebabkan dieresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria
atau anuria.

Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh


pada beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan
retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi
untuk pengakhiran kehamilan. Setelah persalinan berakhir, retina
melekat lagi dalam 2 hari samapai 2 bulan. Skotoma, diplopia, dan
ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya
eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam
pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita


eklampsia. Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.
Perubahan pada otak bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak
pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi pada eklampsia.
Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia
akan menurun.

Metabolism dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai


eklampsia sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler
keruang interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit,
peningkatan protein serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan
volume darah edema berkurang, viskositet darah meningkat, waktu
peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di
berbagai tubuh berkurang akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan
keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit
dapat dipakai sebagai ukuran perbaiakan keadaan penyakit dan
berhasilnya pengobatan.
Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik
untuk sementara. Asidum latikum dan asam organic lain naik, dan
bicarbonas natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alakali turun.
Setelah kejang, zat organic dioksidasi sehingga natrium dilepaskan
untuk dapat berekreasi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas
natrikus. Dengan demikian, cadangan alakali dapat pulih kembali.
Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu
pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1
menit pada eklampsia.

1.2.5 Pathway

1.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematia ibu dan janin, usaha utama
adalah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeclampsia
dan eklampsia.
1.2.6.1 Terhadap janin dan bayi.
a. Solution plasenta
Karena adanya tekanan darah tinggi, maka pembuluh darah
dapat mudah pecah sehingga terjadi hematom retoplasenta
yang menyebabkan sebagian plasenta dapat terlepas.
b. Asfiksia mendadak, persalinan prematuritas, kematian
janin dalam rahim.
c. Hemolisis
Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena
gangguan integritas membran sel darah merah yang
menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.

1.2.6.2 Terhadap ibu


a. Hiprofibrinogenemia
Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah,
biasanya dibawah 100mg persen. Sehingga pemeriksaan
kadar fibrinogen harus secara berkala.
b. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal pada penderita eklampsia.
c. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
sampai seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada
retina yang merupakan tanda gawat akan terjadinya
apopleksia serebri.
d. Edema paru paru
e. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
f. Sindroma HELLP
Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda :
hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang
diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Sindroma HELLP
dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua
sampai beberapa hari setelah melahirkan.
g. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa
kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.
h. Komplikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur
karena jatuh akibat kejang - kejang pneumonia aspirasi, dan
DIC.
i. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.

1.2.7 Prognosis
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan
yang meminta korban besar dari ibu dan bayi ( Hanifa dalam
Prawiroharjo, 2005 ). Diurese dapat dipegang untuk prognosa ; jika
diurese lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam makan
prognosa agak baik. Sebaliknya oliguri dan anuri merupakan gejala
yang buruk. Gejala gejala lain memperberat prognosa dikemukakan
oleh Eden ialah ; koma yang lama, nadi di atas 120 x / menit, suhu di
atas 39 c, tekanan darah di atas 200 mmHg, proteinuria 10 gram
sehari atau lebih, tidak adanya edema, edema paru paru dan apoplexy
merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian.

1.2.8 Penanganan medis


1.2.8.1 Penanganan eklampsia
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan
berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan
secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu
mengizinkan. Penanganan yang dilakukan :
a. Beri obat anti konvulsan
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang
c. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d. Aspirasi mulut dan tenggorokan
e. Baringkan pasien pada sisi kiri
f. Posisikan secara trandelenburg untuk mengurangi resiko
aspirasi
g. Berikan oksigen 4 6 liter / menit.
1.2.8.2 Pengobatan eklampsia
Eklampsia merupakan gawat darurat yang memerlukan
pengobatan di rumah sakit untuk memberikan pertolongan
yang adekuat.
Konsep pengobatannya :
a. Menghindari terjadinya : Kejang berulang
b. Mengurangi koma
c. Meningkatkan jumlah dieresis

Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :


a. Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium
b. Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan
valium sampai 20 mgr

Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:


a. Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah
b. Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan
O2
c. Hindari terjadinya trauma tambahan
1.2.8.3 Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit
sebagai berikut :
a. Kamar isolasi
b. Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan
c. Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien
d. Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas
1.2.8.4 Pengobatan medis
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang
berkelanjutan dan meningkatkan vitalitas janin dalam
kandungan. Dengan pemberian :
a. Sistem stroganoff
b. Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
c. Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan
darah. Mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis,
meningkatkan deuresis dan mematahkan sirkulasi iskemia
plasenta sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.
d. Diazepam atau valium
e. Litik koktil

1.3 Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan Eklampsi


1.3.1 Pengkajian
1.3.1.1 Identitas
Terdiri dari identitas pasien (nama, tanggal lahir/umur
pasien, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, diagnosa medis, no RM dan tanggal
masuk rumah sakit). Identitas penanggung jawab/suami
(nama, tanggal lahir/umur pasien, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat).
1.3.1.2 Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga
a. Riwayat penyakit sekarang
Keadaan atau apa yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit hepatik, alergi terhadap obat,
makanan, plester, dan larutan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang menderita hipertermia malignan
atau reaksi anastesi.
1.3.1.3 Pemeriksaan fisik
a. Sirkulasi
Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit
vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan
pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya faktor
stres multipel. Dengan tanda tidak dapat beristirahat dan
peningkatan tegangan.
c. Makanan/cairan
Malnutrisi, membran mukosa yang kering, pembatasan
puasa praoperasi.
d. Pernafasan
Adanya kondisi kronik/batuk, merokok.

e. Keamanan
Riwayat transfusi darah dan tanda munculnya proses
infeksi.
1.3.1.4 Pemeriksaan penunjang
a. Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur,
diukur 2 kali dengan interval 6 jam
b. Laboratorium : protein urine dengan kateter atau
midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1
hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat,
uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
c. Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda
adanya kelainan pada otak
d. USG ; untuk mengetahui keadaan janin
e. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

1.3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnose 1 : ketidakefektifan bersihan jalan nafas
1.3.2.1 Definisi
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran pernapasan untuk mempertahankan kebersihan
jalan nafas.
1.3.2.2 Batasan karakteristik
1) Tidak ada batuk 8) Dispneu
2) Suara napas tambahan 9) Sputum dalam jumlah yang
3) Perubahan frekuensi napas
berlebihan
4) Perubahan irama napas
10) Batuk yang tidak efektif
5) Sianosis
11) Orthopneu
6) Kesulitan berbicara atau
12) Gelisah
mengeluarkann suara 13) Mata terbuka lebar
7) Penurunan bunyi napas

1.3.2.3 Faktor yang berhubungan


1) Lingkungan
a. Perokok pasif c. Merokok
b. Mengisap asap
2) Obstruksi jalan napas
a. Spasme jalan napas
b. Mokus dalam jumlah yang berlebihan
c. Eksudat dalam jalan alveoli
d. Materi asing dalam jalan napas
e. Adanya jalan napas buatan
f. Sekresi bertahan/sisa sekresi
g. Sekresi dalam bronki
3) Fisiologis
a. Jalan napas alergik
b. Asma
c. Penyakit paru obstruktif kronik
d. Hiperplasi dinding bronkial
e. Infeksi
f. Disfungsi neuromuskular.

Diagnosa 2 : kelebihan volume cairan


1.3.2.1 Definisi
Peningkatan retensi cairan isotonik
1.3.2.2 Batasan karakteristik
1) Anasarka
2) Asupan melebihi haluaran
3) Dispnea
4) Edema
5) Gangguan tekanan darah
6) Ketidakseimbangan elektrolit
7) Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat
8) Perubahan berat jenis urin
1.3.2.3 Faktor yang berhubungan
Gangguan mekanisme regulasi
Kelebihan asupan cairan
Kelebihan asupan natrium

1.3.3 Perencanaan
Diagnose 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
1.3.3.1 Tujuan dan criteria hasil (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1-3 kali 24 jam
nyeri pasien dapat berkurang dengan criteria hasil sebagai
berikut :
NOC Label >> Respiratory status: airway patency
Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-
20x/mnt)
Irama pernapasn normal
Kedalaman pernapasan normal
1.3.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)

Intervensi Rasional

Mandiri Menurunkan resiko aspirasi atau


masuknya sesuatu benda asing ke
1) Anjurkan klien untuk faring.
mengosongkan mulut dari
benda / zat tertentu / gigi
palsu atau alat yang lain
jika fase aura terjadi dan
untuk menghindari rahang
mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala
awal.

2) Letakkan pasien dalam


posisi miring, permukaan
datar Meningkatkan aliran (drainase) sekret,
mencegah lidah jatuh dan menyumbat
jalan nafas

3) Tanggalkan pakaian pada


daerah leher / dada dan
abdomen Untuk memfasilitasi usaha bernafas /
ekspansi dada

4) Melakukan suction sesuai


indikasi

Mengeluarkan mukus yang berlebih,


menurunkan resiko aspirasi atau
asfiksia

Kolaborasi
Membantu memenuhi kebutuhan
5) Berikan oksigen sesuai
oksigen agar tetap adekuat, dapat
program terapi
menurunkan hipoksia serebral sebagai
akibat dari sirkulasi yang menurun atau
oksigen sekunder terhadap spasme
vaskuler selama serangan kejang.

Diagnos 2 : kelebihan volume cairan


1.3.3.1 Tujuan dan criteria hasil (NOC)
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 324 jam
diharapkan kelebihan volume cairan dapat berkurang dengan
kriteria hasil:
Cardiopulmonary function
1. Saturasi oksigen dalam rentang yang diharapkan (90-
100%)

2. RR dalam batas yang diharapkan (20-30x/mnt)

3. Tidak terjadi dispnea saat beristirahat

4. Kelelahan berkurang.

Kidney function
1. Serum kreatinin kembali ke rentang yang diharapkan (0.7
7.2 mg/dL)

2. Nilai BUN kembali ke rentang yang diharapkan (8.00-


50.00 mg/dl)

1.3.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)

Intervensi Rasional
NIC Label : Fluid/Electrolyte NIC Label : Fluid/Electrolyte
Management Management
1. Memonitor level 1. Indikasi adanya
abnormal elektrolit kelainan metabolisme
serum. cairan dan elektrolit.

2. Mendapatkan spesiemen 2. Indikator adanya


pemeriksaan peningkatan atau
laboratorium untuk penurunan kadar
memantau perubahan serum elektrolit
elektrolit.
3. Indikator adanya
3. Memonitor hasil perubahan
pemeriksaan keseimbangan cairan
Laboratorium yang
berkaitan dengan 4. Indikator adanya
keseimbangan cairan. perubahan
keseimbangan cairan
4. Memonitor hasil
pemeriksaan 5. Retensi cairan berefek
laboratorium yang terjadinya edema
berkaitan dengan retensi
6. Tanda vital berperan
cairan.
pada perkembangan
5. Monitor tanda dan gejala kondisi pasien
retensi cairan dan
7. Indikator efek
ketidakseimbangan
terapeutik dan efek
elektrolit
samping terkait terapi
6. Monitor tanda Vital, jika
diperlukan.

7. Monitor respon pasien NIC Label : Hemodialysis


dalam pemberian Therapy
medikasi terkait
elektrolit.
1. Indikator
NIC Label : Hemodialysis Therapy perbandingan
perubahan sebelum
dan sesudah dialysis
1. Catat batas tanda vital
seperti: berat, 2. Informasi terkait terapi
temperature, nadi, hemodialisis
respirasi, dan tekanan
darah. 3. Melakukan dialisa
untuk mengurangi
2. Menjelaskan prosedur kelebihan cairan pada
hemodialisa dan pasien.
4. Identifikasi tanda
tujuannya. gejala pasien yang
perlu penanganan yang
3. Kolaborasi dengan cepat
tenaga kesehatan lain
untuk pelaksanaan
hemodialisa.
NIC Label : Medication
4. Ajarkan pasien untuk
Management
memonitor diri sendiri
tanda dan gejala yang
memerlukan pengobatan 1. Pengobatan sesuai
medis. indikasi akan
meningkatkan kondisi
NIC Label : Medication pasien
Management 2. Standar prosedur akan
meningkatkan pasien
1. Berikan medikasi sesuai safety dan efek
indikasi pasien. terapeutik terapi

2. Berikan medikasi sesuai 3. Obat memiliki


dengan standar prosedur kandungan kimia yang
yang berlaku (metode 6 beresiko terjadinya
Benar). alergi.

3. Monitor adanya 4. Pasien dengan tingkat


kemungkinan terjadi ketergantungan tinggi
alergi atau kontraindikasi memerlukan bantuan
terkait therapy. ADL

4. Bantu pasien untuk 5. Diuretik berfungsi


meminum obatnya. dalam menurunkan
penumpukan cairan
5. Berikan obat diuretic sehingga mengurangi
sesuai indikasi. edema

6. Berikan obat 6. Antihipertensi


antihipertensi sesuai menurunkan tekanan
indikasi arteri renalis dan juga
menurunkan beban
kerja ginjal dalam
proses filtrasi
Daftar Pustaka
Gloria M. B., (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th
Edition. Missouri: Mosby Elsevier
Kenneth J. L., Egi K. Y., Nike, B. 2007. Obstetri William : panduan ringkas.
Jakarta: EGC
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi
2012-2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan
Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica
Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC.

Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier

Myles, D. M. Fraser, M. A. C. 2009. Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC


Rukiyah, L. Y. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta Tim

Pelaihari, Januari 2017


Preseptor Lapangan, Preseptor Laporan

(.................................................................) (.................................................................)

Preseptor Akademik

(.................................................................)

Anda mungkin juga menyukai