Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan


atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis
dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis
kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat akut maupun kronik.
Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik,
sehingga kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses
sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang
yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen1.
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin
bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung
bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai
prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga
berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat1.
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak
80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat
menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggi
yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari satu penelitian
ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dari
pada DKA akibat kerja. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi,
tetapi umumnya DKA jarang ditemui pada anak-anak. Prevalensi pada
wanita dua kali lipat dibandingkan pada laki-laki. Bangsa kaukasian lebih
sering terkena DKA dari pada ras bangsa lain 1,2.
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang belum
diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus
stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel
hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya
potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area, luas daerah yang terkena,
lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan
pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak
(keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik
(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari)1.
Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA
bertujuan untuk menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi
bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen
(dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh
alergen yang tidak mungkin dihindari(misalnya berhubungan dengan
pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada lingkungan penderita) dapat
menyebabkan prognosis menjadi kurang baik. Oleh karena itu penting
untuk diketahui apa dan bagaiman DKA sehingga dapat menurunkan
morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respon terhadap faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis
cenderung residif dan menjadi kronis.1, 3
Dermatitis kontak ialah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang
dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan/alergen
eksternal yang mengenai kulit1, 3
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah reaksi inflamasi akibat
pemaparan bahan alergen pada dermal yang mampu mengaktivasi sel T dan
kemudian akan bermigrasi pada tempat pemaparan tersebut. Dermatitis kontak
alergi (DKA) terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap
suatu alergen. 1, 3

2.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada semua umur dan pria
maupun wanita memiliki frekuensi yang sama untuk terkena. Bila
dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis
kontak alergi lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan
kulitnya sangat peka (hipersensitif) 1,4.
Penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit yang terkait dengan
pekerjaan di Amerika Serikat3. Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan,
insiden dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu.
Pada penelitian epidemiologi di St Spiridion, Romania tahun 200-2009 bahwa
wanita lebih sering terkena dermatitis kontak dibanding laki-laki, yaitu 1.83: 1
dan 64.46% berusia di atas 45 tahun. Akan tetapi, usia dan jenis kelamin
sendiri sebenarnya bukan merupakan faktor risiko DKA, tetapi berhubungan
dengan paparan alergen ketika beraktivitas di luar maupun ibu rumah tangga4.

2.3 Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana
dengan berat molekul umumnya rendah (< 1000 dalton) yang disebut hapten,
bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga
mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup)3.
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi,
misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, lama pajanan, suhu,
dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu,
misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum,
ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit,
terpajan sinar matahari)1.

2.4 Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi
adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sistem imun spesifik
yang menyebabkan perkembangan sel T efektor atau reaksi tipe IV 5,6.
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik,
terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya.
Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana
berukuran sangat kecil (low molecul weight) yang akan terikat dengan protein
epiderma membentuk antigen lengkap yang disebut hapten protein complex4.
Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel Langerhans,
diekspresikan ke permukaan dengan bantuan MHC II. Antigen tidak hanya
dipresentasikan di kelenjar getah bening, tetapi juga di kulit ke sel memori T
spesifik6. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini, sel T menuju ke
kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. 4
Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem
limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh
kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif
disebut fase induksi atau fase sensitisasi5,6. Fase ini rata-rata berlangsung
selama 2-3 minggu. Fase sensitasi tidak menimbulkan gejala klinis pada
kebanyakan kasus, tetapi menginduksi DKA primer yang dikarakteristikan
sebagai inflamasi kulit karena hapten spesifik pada 5-15 hari setelah kontak
kulit5. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan
individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi.
Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer
lembah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada
umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan
tersebut, bisa bulanan atau tahunan 1.
Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang
sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi,
umumnya berlangsung antara 24-48 jam pada tikus dan 72 jam pada manusia.
Sel T diaktifkan baik oleh kontak direk melalui ikatan reseptor antigen dengan
antigen-kompleks MHC, keratinosit, dan sel T lain yang menginfiltrasi kulit.
Sel T memproduksi sitokin antara lain IL 4 dan IFN pada dermatitis fase akut
dan sitokin tipe I yang lebih menonjol pada fase kronis. Sitokin dan kemokin
menimbulkan akumulasi sel T efektor 7. Reaksi inflamasi ini akan bertahan
selama beberapa hari setelah itu akan menurun dengan mekanisme down
regulation6.
Gambar 1. Patogenesis DKA5

Skema Patogenesis DKA

Kontak Dengan
Alergen secara
Berulang

Alergen kecil dan


larut dalam lemak
disebut hapten

Sel langerhans IL-1, ICAM-1, LFA-


Menembus lapisan keluarkan sitokin 3,B-7, MHC I dan II
corneum

Sitokin akan
Difagosit oleh sel memproliferasi sel
Langerhans T dan menjadi
dengan pinositosis lebih banyak dan
memiliki sel T
memori
Hapten + HLA-DR

Sitokin akan keluar


dari getah bening

Membentuk
antigen
Beredar ke seluruh
tubuh

Dikenalkan ke
limfosit T melalui
CD4 Individu
tersensitisasi

Fase Sensitisasi
(I)

Fase Elitisasi (II)

24-48 jam

Pajanan ulang

Sel T memori

Aktivasi sitokin
inflamasi lebih
kompleks
Respons klinis DKA

Proliferasi dan
ekspansi sel T di
kulit
Faktor kemotaktik,
PGE2 dan OGD2, dan
leukotrien B4 (LTB4) dan
IFN keratinosit eiksanoid menarik
LFA -1, IL-1, TNF- neutrofil, monosit ke
dermis

Eikosanoid (dari sel


Molekul larut
mast dan keratinosit
(komplemen dan klinin)
ke epidermis dan
dermis
Dilatasi vaskuler
dan peningkatan
permeabilitas
vaskuler

2.5 Manifestasi Klinis

Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung


pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema
berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah) 1,2. Pada
yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin
juga fisur, batasnya tidak jelas1,2. Kelainan ini sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.1,2

Tabel 1. Erupsi akut, sub akut, atau kronis6


Akut Subakut Kronis
- Vesikel atau bula yang - Eritem bertambah - Kemerahan dan
- Edema mengurang
terisi cairan jernih bengkak
- Papul menggantikan
- Lebih menonjolkan
multiple dan berat. Bila
vesikel
sisik, hyperkeratosis,
terjadi vesikel/berair,
dan likenifikasi di
timbul erosi dan eczema
- Edema, eritem daerah yang terkena
- Infeksi sekunder dengan
bakteri gram (+)

Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak1 :


1. Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling
sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula
kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian
besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya
deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida1.

Gambar 2. DKA pada Tangan, Subakut2


2. Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam
tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila
umumnya oleh bahan pengharum1.
Gambar 3. DKA pada Lengan2

3. Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan


kosmetik, obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata).
Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi,
getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat
kuku, cat rambut, eyeshadows, dan obat mata1.

Gambar 4. DKA pada Wajah2

4. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai
kaca mata, cat rambut, hearing-aids1.
5. Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung
jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian1.
Gambar 5. DKA pada Leher2
6. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat
warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen1.
7. Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, dan alergen yang ada di tangan1.
8. Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal
(misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.1

2.6 Diagnosis

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan


pemeriksaan klinis yang teliti1,2,7.

1. Anamnesis

Perempuan lebih sering mengalami DKA daripada laki-laki, dan ada


peningkatan insiden dengan bertambahnya usia. Riwayat awal pasien terkena
penyakit ini yang pada akhirnya akan dievaluasi sebagai DKA merupakan
standar anamnesa dermatologi. Riwayat dimulai dengan diskusi tentang
penyakit ini dan fokus pada tempat timbulnya masalah dan agen topikal yang
digunakan untuk mengobati masalah. Riwayat penyakit kulit, atopi, dan
kesehatan umum juga secara rutin diselidiki. Gambaran klinis DKA
tergantung pada jenis alergen yang menyebabkan. Biasanya, dermatitis terjadi
pada lokasi aplikasi alergen tetapi penyebaran dermatitis juga mungkin terjadi.
Dalam anamnesis riwayat pasien, penting untuk mempertimbangkan
pekerjaan, rumah tangga, dan kemungkinan paparan terhadap alergen saat
bepergian, dan juga tentu saja waktu, lokalisasi, alergen sebelumnya
diidentifikasi, diatesis topik, perawatan kulit, kosmetik, dan obat topikal
maupun sistemik 1,2,7.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan


pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan
di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh
permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-
sebab endogen.4
Penampilan klinis DKA dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan
durasi. Pada kebanyakan kasus, erupsi akut ditandai dengan makula dan
papula eritema, vesikel, atau bula, tergantung pada intensitas dari respon
alergi. Namun, dalam DKA akut di daerah tertentu dari tubuh, seperti kelopak
mata, penis, dan skrotum, eritema dan edema biasanya mendominasi
dibandingkan vesikel. Batas-batas dermatitis umumnya tidak tegas. DKA pada
wajah dapat mengakibatkan pembengkakan periorbital yang menyerupai
angioedema. Pada fase subakut, vesikel kurang menonjol, dan pengerasan
kulit, skala, dan lichenifikasi dini bisa saja terjadi. Pada DKA kronis hampir
semua kulit muncul scaling, lichenifikasi, dermatitis yang pecah-pecah
(membentuk fisura), dengan atau tanpa papulovesikelisasi yang menyertainya
1,2,7
. DKA tidak selalu tampak eksema, ada varian noneksema yang mencakup
lichenoid kontak, eritema multiformis (EM), hipersensitivitas kontak kulit
seperti selulitis, leukoderma kontak, purpura kontak, dan erythema
dyschromicum perstans8.
Daerah kulit yang berbeda juga berbeda dalam kemudahan
tersensitisasi. Tekanan, gesekan, dan keringat merupakan faktor yang
tampaknya meningkatkan sensitisasi. Kelopak mata, leher, dan alat kelamin
adalah salah satu daerah yang paling mudah peka, sedangkan telapak tangan,
telapak kaki, dan kulit kepala lebih resisten1.

3. Pemeriksaan Penunjang
Standar emas untuk menegakkan diagnosis DKA, termasuk yang
dicurigai akibat kerja adalah uji tempel7,9,10. Untuk melakukan uji tempel
diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya finn
chamber system kit dan T.R.U.E test, keduanya buatan Amerika Serikat.
Terdapat juga antigen standar buatan pabrik di Eropa dan negara lain.1,7,9
Adakalanya test dilakukan dengan antigen yang bukan standar, dapat
berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari
rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan
ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit atau walaupun jarang dapat
memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena itu bila menggunakan
bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati - hati sekali,
jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui.1
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung di gunakan
apa adanya (as is). Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan
air untuk membilasnya misalnya sampoo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih
dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam
vaselin atau minyak mineral, produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya
detergen hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi.1
Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab
alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang
direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air dan
ditempelkan dikulit dengan memakai finn chamber, dibiarkan sekurang-
kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan
standar perlu kontrol (5-10 orang), untuk menyingkirkan kemungkinan karena
iritasi.1
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji
tempel:
1. Dermatitis harus sudah tenang atau sembuh, bila masih dalam keadaan
akut atau berat dapat terjadi angry back atau excited skin, reaksi positif
palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin
memburuk1.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel
dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg perhari atau
dosis ekivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi
negatif palsu. Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan
sekurang-kurangnya satu minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar
sinar matahari (sunburn) yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan
juga dapat memberi hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik
tidak mempengaruhi hasil tes kecuali diduga karena urtikaria kontak1,9.
3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca, pembacaan kedua
dilakukan pada hari ketiga sampai ketujuh setelah aplikasi1,9.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar (tidak menempel dengan baik) karena memberi hasil
negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48
jam dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji
tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai1.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita
yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan atau immediate urtikaria
type karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi
anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur
khusus.1
Patch test biasanya dilakukan di punggung, tetapi dapat juga dilakukan
1,7
di lengan atas bagian luar . Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji
tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas,
agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal 1. Hasilnya
dicatat sebagai berikut :
Tabel 2. Interpretasi Hasil Patch Test9
Simbol Morfologi Interpretasi
- Tidak ada reaksi Negatif
? Hanya eritema, tanpa infiltrasi Hasil meragukan
+ Eritema, infiltrasi, dan bisa Reaksi positif lemah
ditemukan papul diskret
++ Eritema, infiltrasi, papul, vesikel Reaksi positif kuat
+++ Eritema, infiltrasi, vesikel konfluen Reaksi positif ekstrim
Ir Tipe reaksi yang berbeda (reaksi Reaksi iritan
sabun, vesikel, bula )
Nt Tidak dites

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah


aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi1,7,9. Pembacaan kedua ini
penting untuk membantu membedakan antara respon alergi atau iritasi, dan
juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen. Hasil positif
dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, olek karena itu perlu dipesan kepada
pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai 1 minggu setelah aplikasi.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 10% pasien menjadi (+) pada hari ke-
7, padahal pada hari ke-2 dan ke-4 menunjukkan hasil negatif. Alergen yang
paling sering menjadi positif setelah hari ke-4 adalah neomycin, tixocortol
pivalate, dan nikel7.
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi
dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergi biasanya menjadi lebih
jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++
bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung
menurun (reaksi tipe descrecendo). Bila ditemukan respon positif terhadap
suatu alergen, perlu ditemukan relevannya dengan keadaan klinik, riwayat
penyakit dan sumber antigen di lingkungan penderita. Mungkin respon positif
tersebut berhubungan dengan penyakit yang sekarang atau penyakit masa lalu
yang pernah dialami, atau merupakan reaksi silang dari allergen lain yang
sejenis, atau mungkin tidak ada hubungannya (tidak diketahui)7.
Reaksi positif klasik terdiri atas eritem, edem, dan vesikel-vesikel kecil
yang letaknya berdekatan. Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain apabila
konsentrasi terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam
keadaan tertutup (oklusi), efek pinggir uji tempel, umumnya karena iritasi,
bagian tepi menunjukkan reaksi lebih kuat, sedang dibagian tengahnya reaksi
ringan atau sama sekali tidak ada. Ini disebabkan karena meningkatnya
konsentrasi iritasi cairan di bagian pinggir. Sebab lain karena efek tekan,
terjadi bila menggunakan bahan padat. Reaksi negatif palsu dapat terjadi
misalnya konsetrasi terlalu rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel
tidak melekat dengan baik atau longgar akibat pergerakan, kurang cukup
waktu penghentian pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang
lama dipakai pada uji tempel dilakukan.1

2.7 Diagnosis Banding


Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan
dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu
dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak
alergi.1,2
Tabel 3. Perbandingan DKA dan DKI6
Variabel Iritan Alergi
Penderita Banyak orang Tidak banyak yang
menderita
Timbulnya reaksi Biasanya dalam 48 Beberapa jam, 5-6 jam
sesudah kontak jam
Lokasi Terlokalisasi Tersebar
Batas tegas Sering khas Dapat terjadi
Waktu untuk resolusi Sering mengurang Beberapa hari
klinis setelah bahan setelah 96 jam
disingkirkan
Terjadinya reaksi Terjadi cepat dengan 24-72 jam
iritan kuat (menit-
jam); lambat dengan
iritan lemah
Hubungan dengan Membaik dengan Dapat membaik bahkan
pekerjaan liburan lama (4 pada akhir minggu
minggu)
Atopi Predisposisi Predisposisi tidak
diketahui
Morfologi Eritem, sisik, fisura Vesikel yang sulit
dibedakan dari iritan
Agen penyebab Tergantung pada Relatif tidak terkait
konsentrasi agen dan dengan jumlah aplikasi,
kondisi barier kulit; biasanya konsentrasi
hanya terjadi di atas yang sangat sedikit pun
ambang batas cukup menyebabkan
DKA, tetapi tergantung
pada derajat sensitasi
Sistem imun Respon imun tidak Tipe IV DTH
spesifik

2.8 Tatalaksana
1. Non medikamentosa
a. Memotong kuku kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan
pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan
infeksi2.
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas
yang bersentuhan dengan alergen2
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan
perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan
penyebab alergi
2. Medikamentosa
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM)
sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09
mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak anak untuk menghilangkan
rasa gatal
b. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali
2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari

3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika


(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis
3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari
c. Topikal
1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
3. Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut2. :
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika
tidak ada sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan
pakaian lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas
yang berisiko terhadap paparan alergen

2.9 Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan
dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis
numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak
mungkin dihindari1.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri
terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes
simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat
dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan
lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula
menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan kulit berubah
warna, tebal dan kasar atau disebut neurodermatitis (lichen simplex chronicus)
10
.
BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama : Ny. J
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Budha
Tanggal masuk : 28 April 2017
3.2 Anamnesis
a. Keluhan utama
Gatal di punggung kaki
b. Riwayat penyakit sekarang
Gatal di punggung kaki kanan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya timbul
bentol-bentol kecil yang kadang berair dan gatal kemudian menyebar ke
daerah sekitarnya. Gatal dirasakan terutama jika kaki terkena air dan saat
menggunakan sendal. Di rumah sehari-hari OS menggunakan sendal selop
yang menutupi sebagian punggung kakinya. 2 minggu kemudian gatal
juga terasa di punggung kaki kiri dengan keluhan yang sama. Pasien
sering menggaruk bagian yang gatal karena tidak tahan. Pasien belum
pernah berobat kemanapun sebelum datang ke RS. Adanya demam dan
lemah disangkal.

c. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat serupa disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Asma disangkal
Riwayat DM disangkal

d. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat keluhan serupa di keluarga disangkal
Riwayat Asma pada keluarga disangkal
Riwayat Alergi pada keluarga disangkal
e. Riwayat hygiene
1. Pasien mandi 3 kali sehari dengan air ledeng dan memakai sabun
batang.
2. Pasien ganti pakaian 3 kali dalam sehari setiap setelah habis mandi.
3. Pasien sering menggunakan sendal selop yang menutupi sebagian
punggung kaki baik di rumah maupun keluar rumah.
4. Pasien jarang mencuci kaki jika setelah pergi keluar rumah.
5. Penggunaan handuk secara bersamaan dengan anggota keluarga
lainnya disangkal.
3.3 Pemeriksaan fisik
Status generalis :
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78 kali / menit
Respiratory rate : dbn (dalam batas normal)
Temperature : tidak dilakukan
Warna kulit : kuning langsat
Thorax, abdomen, extremitas: dbn (dalam batas normal)
Status dermatologi :

Regio dorsum pedis bilateral terdapat makula eritem berukuran plakat, bentuk
tidak teratur, batas tidak tegas, disertai skuama halus.

3.4 Diagnosis banding


Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis Kontak Alergi
3.5 Diagnosis kerja
Dermatitis Kontak Iritan
3.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan kulit atau usapan mukokutan dengan larutan KOH 10%
ditemukan sel ragi (+), blastospora (+), hifa semu (+)
3.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Cetirizine 1x10 mg p.o
Ketokonazol cream 1x1
Non Medikamentosa
Hindari factor pencetus
Jangan lembab, sepatu atau alas kaki dicuci, dibersihkan
Jangan menggaruk lesi
Konsumsi obat dan pemakaian salep teratur
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
3.9 Komplikasi
Adapun komplikasi kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain :
1. Rekurens atau infeksi berulang kandida pada kulit
2. Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang aneh dan
mungkin menginfeksi daerah di sekitar kuku
3. Disseminated candidiasis yang mungkin terjadi pada tubuh yang
immunocompromised.

Anda mungkin juga menyukai