Anda di halaman 1dari 19

Makalah Kultur Jaringan

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap sel tumbuhan memiliki informasi genetik yang lengkap. Berdasarkan hal
tersebut, diperkirakan bahwa sel tumbuhan dapat tumbuh menjadi individu baru
yang utuh dan lengkap sama seperti induknya. Kemampuan sel tumbuhan untuk
tumbuh menjadi individu baru jika diletakkan pada lingkungan yang sesuai
dinamakan totipotensi.

Kemampuan sel tumbuhan yang dinamakan totipotensi telah mendorong ilmuan


untuk mengembangkan sel atau jaringan tersebut sehingga menghasilkan suatu
individu baru yang akhirnya dikembangkan suatu sistem yang dinamakan kultur
in vitro tumbuhan.

Secara sederhana kultur in vitro ini merupakan perbanyakan tumbuhan secara


vegetatif seperti menyetek, tetapi jaringan yang akan ditumbuhkan ini di kultur
dalam medium khusus. Sehubungan dengan salah satu teknik pembiakan
vegetatif yang masih baru tersebut dan masih belum banyak dikembangkan di
Indonesia, maka saya tertarik untuk mengikuti mata kuliah pilihan Kultur Jaringan
Tumbuhan untuk lebih memahami mengenai teknik tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah definisi dari kultur jaringan tumbuhan?

2. Bagaimanakah sejarah kultur jaringan tumbuhan?

3. Apakah tujuan, manfaat, kelebihan dan kekurangan dari kultur jaringan?

4. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan?

5. Bagaimanakah tahapan dalam kultur jaringan?


BAB II

A. Definisi Kultur Jaringan Tanaman

Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kultur
atau tissue culture (Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda).
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi
bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan
organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap
kembali.

Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat


bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi
tanaman utuh (sempurna) dikondisi in vitro (didalam gelas). Jadi Kultur in vitro
dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi
atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara
teoritis teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari
tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori Totipotensi
Sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti
zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman
lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya,
sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut, setiap
sel berasal dari satu sel.

Sedangkan menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing


disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya, dan jaringan adalah
sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi kultur
jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman
kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.

Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan


jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang
terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan
vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue
culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga
diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan

Berdasarkan bagian-bagian tanaman yang dikulturkan secara spesifik terdapat


beberapa macam kultur:
1. Kultur organ, yaitu kultur yang diinisiasi dari organ-organ tanaman seperti:
pucuk terminal dan aksilar, meristem, daun, batang, ujung akar, bunga, buah
muda, embrio, dan sebagainya.

2. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau
seedling.

3. Kultur kalus, yaitu kultur sekumpulan sel yang tidak terorganisir, hanya sel-sel
parenkim yang berasal dari bahan awal

4. Kultur suspensi, yaitu kultur sel bebas atau agregat sel kecil dalam media cair.
Pada umumnya kultur suspensi diinisiasi dari kalus.

5. Kultur protoplas, yaitu kultur sel-sel muda yang diinisiasi dalam media cair
yang dihilangkan dinding selnya. Kultur protoplas digunakan untuk hibrididasi
somatik (fusi dua protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik).

6. Kultur haploid (kultur mikrospora/ anther), yaitu kultur dari kepala sari (kultur
anther) atau tepung sari (kultur mikrospora)

Biondi and Thorpe (Thorpe, 1981) menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip
utama yang terlibat dalam tekhnik kultur jaringan yaitu:

1. Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh seperti organ, jaringan, dan sel
secara aseptik.

2. Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi
kultur yang tepat.

3. Pemeliharaan dalam kondisi aseptic.

Landasan Kultur Jaringan

Landasan kultur jaringan didasarkan atas tiga kemampuan dasar dari tanaman,
yaitu:

1. Totipotensi adalah potensi atau kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh
dan berkembang menjadi tanaman secara utuh jika distimulasi dengar benar dan
sesuai. Implikasi dari totipotensi adalah bahwa semua informasi tentang
pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme terdapat di dalam sel.
Walaupun secara teoritis seluruh sel bersifat totipotensi, tetapi yang
mengekspresikan keberhasilan terbaik adalah sel yang meristematik.

2. Rediferensiasi adalah kemampuan sel-sel masak (mature) kembali menjadi ke


kondisi meristematik dan dan berkembang dari satu titik pertumbuhan baru yang
diikuti oleh rediferensiasi yang mampu melakukan reorganisasi manjadi organ
baru.

3. Kompetensi menggambarkan potensi endogen dari sel atau jaringan untuk


tumbuh dan berkembang dalam satu jalur tertentu. Cantohnya embrioagenikali
kompeten cel adalah kemampuan untuk berkembang menjadi embrio funsional
penuh. Sebaliknya adalah non-kompeten atau morfogenetikali tidak mempunyai
kemampuan.

B. Sejarah Kultur Jaringan

Prinsip dasar kultur jaringan berpegangan pada teori sel dari Schwan dan
Schleiden pada tahun 1834. Teori sel atau yang lebih dikenal dengan teori
totipotensi menyatakan bahwa setiap sel tanaman hidup mempunyai informasi
genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh jika kondisinya sesuai. Sel-sel tersebut
merupakan kesatuan biologis terkecil yang mempunyai kemampuan untuk
mengadakan berbagai aktivitas hidup, seperti: metabolisme, reproduksi,
pertumbuhan dan beregenerasi.

Orang pertama yang membuktikan teori totipotensi sel adalah Haberlant pada
tahun 1902. Penelitian ini didasari oleh teori sel dan pemikiran bahwa setiap sel
tumbuhan di dalam medium dan lingkungan yang cocok pada hakekatnya
mampu mengadakan regenerasi membentuk organ yang sama atau membentuk
organisme serupa.

Memahami Konsep Skoog and Miller

Skoog dan Miller mengemukakan bahwa regenerasi tunas dan akar in vitro
dikontrol secara hormonal oleh ZPT sitokinin dan auksin. Organogenesis adalah
proses terbentuknya organ seperti tunas atau akar, baik secara langsung dari
permukaan eksplan atau secara tidak langsung melalui pembentukann kalus
terlebih dahulu. Dengan menggunakan eksplan empulur tembakau, Skoog dan
Miller mendemonstrasikan bahwa nisbah sitokinin dan auksin yang tinggi
mendorong pembentukann tunas, sedangkan nisbah sitokinin dan auksin yang
rendah mendorong pembentukann akar. Jika diberikan dalam jumlah yang
seimbang sitokinin dan auksin akan mendorong pembentukann kalus.

Disamping merangsang pembentukann tunas adventif, sitokinin juga


merangsang multiplikasi tunas aksilar dan melawan dominasi apikal. Sedangkan
auksin merangsang pembentukann akar adventif. Semua perbanyakan tunas
tersebut dirangsang oleh sitokinin benziladenin (BA) dalam media kultur (1957).

Berikut merupakan tokoh-tokoh yang berperan dalam sejarah dimulainya


pengetahuan kultur jaringan antara lain adalah:

1. Orang yang melakukan kultur jaringan adalah Gottlieb Haberlant pada tahun
1902.

2. Tahun 1904 Hannig melakukan kultur embrio pada tanaman cruciferae.

3. Knudson berhasil mengecambahkan anggrek secara in vitro di tahun 1922,


pada tahun yang sama Robbins mengkulturkan ujung akar secara in vitro.

4. Gautheret, nobecourt dan White yang menemukan auxin dan telah berhasil
membudidayakan kalus pada tahun 1939.
5. Skoog dkk. telah menemukan sitokinin dan orang pertama yang sukses dalam
melakukan kultur jaringan pada tahun 1939.

6. Tahun 1940 Gautheret melakukan ku.ltur jaringan kambim secara in vitro


pada tanaman Ulmus untuk study pembentukan tunas adventif.

7. Tahun 1941 Penggunaan air kelapa untuk campuran media dalam kultur
Datura oleh van Overbeek.

8. Pembentukan tunas adventif pertama pada kultur tembakau secara in vitro


oleh Skoog pada tahun 1944.

9. Baru pada tahun 1946, tanaman lengkap pertama dapat dihasilkan dari
eksplan kultur tunas ujung pada Lupinus dan Tropaeolum oleh Ball.

10. Pada tahun 1950 Ball mencoba menanam jaringan kalus tanaman Sequoia
sempervirens dan dapat menghasilkan organ.

11. Muir berhasil menumbuhkan tanaman lengkap dari kultur sel tunggal pada
tahun 1954.

12. Tahun 1955 Miller dkk. Menemukan kinetin yang dapat memacu pembelahan
sel.

13. Produksi tanaman haploid pertama dihasilkan oleh Guha pada tahun 1964.

14. Laminar air flow digunakan pertamakali pada akhir tahun 60-an.

15. Power mencoba melakukan penyatuan (fusi) protoplas pertama kali pada
tahun 1970.

16. Baru pada tahun 1971 tanaman lengkap dihasilkan dari eksplan protoplas
oleh Takebe.

17. Untuk mendapatkan tanaman yang tahan penyakit, Larkin pada tahun 1981
mengadakan penelitian variasi somaklonal yang pertama kali.

18. Salah satu cara untuk mendapatkan kultuvar unggul adalah dengan
melakukan transformasi. Transformasi sel pertama dilakukan oleh Horch pada
tahun 1984.

19. Trasformasi tanaman pertama dilakukan oleh IPTC pada tahun 1986.

20. Transformasi wheat oleh Vasil pada tahun 1992.

21. Pada tahun 1996 pelepasan pertama tanaman hasil transformasi genetik.

C. Tujuan, Manfaat, Kelebihan, serta Kekurangan Kultur Jaringan

1. Tujuan Kultur Jaringan


Tujuan pokok penerapan perbanyakan dengan teknik kultur jaringan adalah
produksi tanaman dalam jumlah besar pada waktu singkat, terutama untuk
varietas-varietas unggul yang baru dihasilkan.

2. Manfaat Kultur Jaringan

Banyak metode dalam teknik kultur jaringan, selain untuk tujuan pokok yaitu
perbanyakan dalam jumlah besar dan cepat juga metode-metode untuk tujuan
pemuliaan tanaman, menghasilkan jenis tanaman yang baru yang kita inginkan.
Manfaat kultur jaringan dibidang pertanian adalah produksi tanaman bebas virus
dengan teknik kultur meristem. Untuk produksi bahan-bahan farmasi dimana sel-
sel kultur juga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan yang dibutuhkan
manusia dengan tingkat produksi per-unit berat kering yang setara atau lebih
tinggi dari tanaman asalnya.

Untuk pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika dengan cara memanipulasi


jumlah kromosom melalui bahan kimia, meregenerasikan jaringan tertentu
seperti endosperma dengan kromosom 3n, hibridasi somatik melalui fusi
protoplasma, atau dengan transfer dna. Pelestarian plasma nutfah tanaman juga
dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan dengan penyimpanan untuk
jangka panjang dengan penggunaan nitrogen cair pada temperatur 196 oC. Ada
juga penyimpanan sementara, yaitu pada temperatur antara 0 oC sampai 9 oC.

Dengan kultur anther dapat menghasilkan tanaman dengan genetik haploid


(1n), Dengan teknik poliploidi dapat mengasilkan tanaman raksasa dengan
penggandaan kromosom, Untuk dapat menghasilkan tanaman dengan jumlah
banyak dan beragam dengan teknik klon dengan bantuan alat shaker Dengan
perlakuan baik berupa fisik , bahan kimia, pemanasan bisa menghasilkan
tanaman hias atau anggrek mutasi dengan harga relatif mahal.

Secara lebih terperinci manfaat dari kultur in vitro tumbuhan antara lain:

a. Mendapatkan tumbuhan baru dalam jumlah banyak dalam waktu relatif


singkat dengan sifat sama dengan induknya.

b. Mendapatkan tumbuhan baru yang bersifat unggul dalam waktu relatif


singkat.

c. Efisien tempat dan waktu.

d. Tidak tergantung musim, dapat diperbanyak secara continue.

e. Untuk skala besar biaya lebih murah.

f. Cocok untuk tanaman yang sulit bergenerasi

g. Merupakan sarana meningkatkan kualitas tanaman misalnya jenis tanaman


tertentu terserang virus maka dengan kultur jaringan dapat dihasilkan tanaman
bebas virus
h. Peluang untuk menghasilkan bahan biokatif/metabolit sekunder tanpa
menanam di luar atau di lapang. Dalam kultur jaringan yang menjadi
penghambat biasa virus, bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan tidak
berhasilnya kultur jaringan.

i. Menciptakan tanaman baru yang toleran terhadap stress garam. Saat ini,
lahan-lahan di pinggir pantai yang semula tidak dapat ditanami, sudah dapat
diusahakan kembali dengan menggunakan varietas-varietas baru hasil kultur
jaringan yang tahan garam.

j. Melestarikan tumbuh-tumbuhan yang hampir punah.

k. Mendapatkan metabolit sekunder yang terdapat pada sel tumbuhan secara


tepat, yang digunakan untuk pembuatan obat-obatan.

l. Memberikan masukan atua informasi yang sangat bermanfaat dalam bidang


fisiologi tumbuhan.

m. Meningkatkan perekonomian sehingga berpengaruh terhadap devisa negara.


Misalnya kultur jaringan anggrekdapat menghasilkan tumbuhan anggrek yang
bernilai ekonomis tinggi dalam jumlah yang banyak.

3. Kelebihan dan Kelemahan Teknik Kultur Jaringan

Kelebihan teknik kultur jaringan adalah dapat memperbanyak tanaman tertentu


yang sangat sulit dan lambat diperbanyak secara konvensional, dalam waktu
singkat dapat menghasilkan jumlah bibit yang lebih besar, perbanyakannya tidak
membutuhkan tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa
mengenal musim, bibit yang dihasilkan lebih sehat dan dapat memanipulasi
genetik dan biaya pengangkutan bibit lebih murah.

Sedangkan kelemahannya adalah dibutuhkannya biaya yang relatif lebih besar


untuk pengadaan laboratorium, dibutuhkan keahlian khusus untuk
mengerjakannya dan tanaman yang dihasilkan berukuran kecil dengan kondisi
aseptik, terbiasa dilingkungan hidup dengan kelembaban tinggi dan relatif stabil
sehingga perlu perlakuaan khusus setelah aklimatisasi dan perlu penyesuaian
lagi untuk kelingkungan eksternal.

Peranan Kultur Jaringan

a. Dalam Bidang Hortikultura

Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman.
Tanaman yang pertama berhasil diperbanyak secara besar-besaran melalui
kultur jaringan adalah tanaman anggrek, menyusul berbagai tanaman hias,
sayuran, buah-buahan, pangan dan tanaman hortikultura lainnya. Selain itu juga
saat ini telah dikembangkan tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan
melalui teknik kultur jaringan. Terutama untuk tanaman yang secara ekonomi
menguntungkan untuk diperbanyak melalui kultur jaringan, sudah banyak
dilakukan secara industrial. Namun ada beberapa tanaman yang tidak
menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan

multiplikasinya terlalu rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman


sempurna atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan genetik.

Dalam bidang hortikultura, kultur jaringan sangat penting untuk dilakukan


terutama pada tanaman-tanaman yang:

1). Tanaman hibrida yang berasal dari tetua yang tidak menunjukkan male
sterility.

2). Tanaman hibrida yang mempunyai keunikan di salah satu organnya (bentuk
atau warnabunga, buah, daun, batang dll).

3). Perbanyakan pohon-pohon elite dan/atau pohon untuk batang bawah.

4). Tanaman yang selalu diperbanyak secara vegetatif, seperti: kentang, pisang,
stroberry dll.

b. Dalam Bidang Agronomi

Kultur jaringan sangat membantu dalam usaha eliminasi patogen. Dengan


metode ini dapat dipilih bagian atau sel-sel yang tidak mengandung sel-sel yang
tidak mengandung patogen, terutama virus dan menumbuhkan sel-sel tersebut
serta meregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap yang sehat. Secara
konvensional tidak ada cara yang efektif untuk menghilangkan virus dari bahan
tanaman. Kultur meristem yang disertai perlakuan temperatur 38-40oC selama
beberapa waktu, dapat menghilangkan virus dari bahan tanaman. Bahan yang
bebas patogen ini juga memudahkan pertukaran plasma nutfah internasional.

Seleksi tanaman merupakan kegiatan agronomi yang telah ada sejak manusia
mulai membudidayakan tanaman. Pada metode konvensional, seleksi tanaman
memerlukan jumlah tanaman yang banyak sekali pada lahan yang luas, dengan
pemeliharaan yang intensif serta waktu yang lama. Dengan berkembangnya
kultur jaringan, ditemukan hasil yang tidak terduga. Dalam kultur yang
membentuk sel-sel bebas, terjadi variasi somaklonal dalam hal morfologi,
produksi, pola pertumbuhan dan resistensi terhadap penyakit. Dengan media
seleksi, beberapa lini-lini sel ini dapat dibedakan dari sel-sel lini

yang biasa dalam beberapa petri-dish.

c. Dalam Bidang Pemuliaan Tananaman


Dalam bidang pemuliaan tanaman yang komersial, banyak ditemui kegagalan
pembentukan embrio yang viable. Kegagalan disebabkan oleh hambatan pada
polinasi, pertumbuhan pollen-tube, fertilisasi dan perkembangan embrio atau
endosperm. Setelah kultur protoplasma berkembang, diharapkan hambatan ini
dapat dikurangai dengan metode fusi protoplasma atau injeksi organel dan
sitoplasma dari sel yang satu ke sel lain.

D. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan

Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang
diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai
bahan dasar untuk pembentukkan kalus, penggunaan medium yang cocok,
keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur
cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi
sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu
bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan
sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan,
yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur
dan dormansi.

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.


Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin,
dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan
lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik
jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang
dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-
botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara
memanaskannya dengan autoklaf.

Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor


dalam dan faktor luar tumbuhan. Faktor dalam adalah semua faktor yang
terdapat dalam tubuh tumbuhan antara lain faktor genetik yang terdapat di
dalam gen dan hormon. Gen berfungsi mengatur sintesis enzim untuk
mengendalikan proses kimia dalam sel. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan
dan perkembangan. Sedangkan, hormon merupakan senyawa organik tumbuhan
yang mampu menimbulkan respon fisiologi pada tumbuhan.

Faktor luar tumbuhan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan tumbuhan, yaitu faktor lingkungan berupa cahaya, suhu, oksigen
dan kelembapan.

1. Hormon

Hormon tumbuhan adalah suatu senyawa organik yang disintesis di salah satu
bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian yang lain, pada konsentrasi yang
sangat rendah mampu menimbulkan respon fisiologis. Hormon mempengaruhi
respon pada bagian tumbuhan, seperti pertumbuhan akar, batang, pucuk, dan
pembungaan. Respon tersebut tergantung pada spesies, bagian tumbuhan, fase
perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon, dan berbagai faktor
lingkungan.

Terdapat lima hormon tumbuhan yang dikenal, yaitu auksin, giberelin, sitokinin,
gas etilen, dan asam absisat (ABA).

a. Auksin

Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frits Went yang menemukan bahwa
suatu senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya.
Pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel pada
sisi yang ditempeli potongan agar yang mengandung auksin.

Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indol asetat (IAA).
Selain IAA, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang dianggap sebagai
hormon auksin, yaitu 4-kloro indolasetat (4 kloro IAA) yang ditemukan pada biji
muda jenis kacang-kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang ditemui pada banyak
jenis tumbuhan, dan asam indolbutirat (IBA) yang ditemukan pada daun jagung
dan berbagai jenis tumbuhan dikotil.

Auksin berperan dalam berbagai macam kegiatan tumbuhan di antaranya


adalah:

1). Perkembangan buah

Pada waktu biji matang berkembang, biji mengeluarkan auksin ke bagian-bagian


bunga sehingga merangsang pembentukan buah. Dengan demikian, pemberian
auksin pada bunga yang tidak diserbuki akan merangsang perkembangan buah
tanpa biji. Hal ini disebut partenokarpi.

2). Dominansi apikal

Dominansi apikal adalah pertumbuhan ujung pucuk suatu tumbuhan yang


menghambat perkembangan kuncup lateral di batang sebelah bawah. Dominansi
apikal merupakan akibat dari transpor auksin ke bawah yang dibuat di dalam
meristem apikal.

3). Absisi

Daun muda dan buah muda membentuk auksin, agar keduanya tetap kuat
menempel pada batang. Tetapi, bila pembentukan auksin berkurang, selapis sel
khusus terbentuk di pangkal tangkai daun dan buah sehingga daun dan buah
gugur.

4). Pembentukan akar adventif


Auksin merangsang pembentukan akar liar yang tumbuh dari batang atau daun
pada banyak spesies.

b. Giberelin

Giberelin pertama kali ditemukan di Jepang pada 1930 dari kajian terhadap
tanaman padi yang sakit. Padi yang terserang jamur Gibberella fujikuroi tersebut
tumbuh terlalu tinggi. Para ilmuwan Jepang mengisolasi zat dari biakan jamur
tersebut. Zat ini dinamakan giberelin. Bentuk-bentuk giberelin diantaranya
adalah GA3, GA1, GA4, GA5, GA19, GA20, GA37, dan GA38. Giberelin diproduksi
oleh jamur dan tumbuhan tinggi. Giberelin disintesis di hampir semua bagian
tanaman, seperti biji, daun muda, dan akar. Giberelin memiliki beberapa
peranan, antara lain:

1). Memacu perpanjangan secara abnormal batang utuh.

2). Perkecambahan biji dan mobilisasi cadangan makanan dari endosperm untuk
pertumbuhan embrio.

3). Perkembangan bunga dan buah.

4). Menghilangkan sifat kerdil secara genetik pada tumbuhan.

5). Merangsang pembelahan dan pemanjangan sel.

c. Sitokinin

Kinetin merupakan sitokinin sintetik yang pertama ditemukan oleh Carlos Miller
pada ikan kering. Setelah itu ditemukan senyawa sitokinin yang lain dalam
endosperma cair jagung, yaitu zeatin. Sitokinin sintetik lainnya adalah BAP (6-
benzilaminopurin) dan 2-ip.

Sitokinin mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

1). Memacu pembelahan sel dalam jaringan meristematik.

2). Merangsang diferensiasi sel-sel yang dihasilkan dalam meristem.

3). Mendorong pertumbuhan tunas samping dan perluasan daun.

4). Menunda penuaan daun.

5). Merangsang pembentukan pucuk dan mampu memecah masa istirahat biji
(breaking dormancy).

d. Gas etilen

Buah-buahan terutama yang sudah tua melepaskan gas yang disebut etilen.
Etilen disintesis oleh tumbuhan dan menyebabkan proses pemasakan yang lebih
cepat. Selain etilen yang dihasilkan oleh tumbuhan, terdapat etilen sintetik, yaitu
etepon (asam 2-kloroetifosfonat). Etilen sintetik ini sering di gunakan para
pedagang untuk mempercepat pemasakan buah.
Selain memacu pematangan, etilen juga memacu perkecambahan biji,
menebalkan batang, mendorong gugurnya daun, dan menghambat
pemanjangan batang kecambah. Selain itu, etilen menunda pembungaan,
menurunkan dominansi apikal dan inisiasi akar, dan menghambat pemanjangan
batang kecambah.

e. Asam Absisat (ABA)

Asam absisat (ABA) merupakan penghambat (inhibitor) dalam kegiatan


tumbuhan. Hormon ini dibentuk pada daundaun dewasa. Asam absisat
mempunyai peran fisiologis diantaranya adalah:

1). Mempercepat absisi bagian tumbuhan yang menua, seperti daun, buah dan
dormansi tunas.

2). Menginduksi pengangkutan fotosintesis ke biji yang sedang berkembang dan


mendorong sintesis protein simpanan.

3). Mengatur penutupan dan pembukaan stomata terutama pada saat cekaman
air.

2. Faktor Lingkungan

Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan tumbuhan, antara lain: cahaya, air, mineral, kelembapan, suhu,
dan gaya gravitasi.

a. Nutrisi dan Air

Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan membutuhkan nutrisi. Nutrisi ini


harus tersedia dalam jumlah cukup dan seimbang, antara satu dengan yang lain.
Nutrisi diambil tumbuhan dari dalam tanah dan udara. Unsur-unsur yang
dibutuhkan oleh tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu zat-zat organik (C,
H, O, dan N) dan garam anorganik (Fe2+. Ca2+, dan lain-lain).

Berdasarkan jumlah kebutuhan tumbuhan, unsur-unsur dapat dikelompokkan


menjadi dua, yaitu unsur makro dan unsur mikro. Unsur yang dibutuhkan
tumbuhan dalam jumlah besar disebut unsur makro. Contohnya: C, H, O, N, P, K,
S, dan asam nukleat. Sedangkan, unsur mikro adalah unsur-unsur yang
dibutuhkan dalam jumlah sedikit.

Contohnya: Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, dan Mo. Pertumbuhan tanaman akan
terganggu jika salah satu unsur yang dibutuhkan tidak terpenuhi. Misalnya,
kurangnya unsur nitrogen dan fosfor pada tanaman menyebabkan tanaman
menjadi kerdil. Kekurangan magnesium dan kalsium menyebabkan tanaman
mengalami klorosis (daun berwarna pucat).
Pemenuhan kebutuhan unsur tumbuhan diperoleh melalui penyerapan oleh akar
dari tanah bersamaan dengan penyerapan air. Air dibutuhkan tanaman untuk
fotosintesis, tekanan turgor sel, mempertahankan suhu tubuh tumbuhan,
transportasi, dan medium reaksi enzimatis.

Penemuan zat-zat yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk pertumbuhan dan


perkembangan menyebabkan manusia mengembangkan suatu cara penanaman
tumbuhan dengan memberikan nutrisi yang tepat bagi tumbuhan. Contoh
aplikasinya adalah kultur jaringan dan hidroponik. Kultur jaringan
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang
mempunyai sifat seperti induknya. Media tanam kultur jaringan berupa larutan
atau padatan yang kaya nutrisi untuk tumbuh tanaman. Kultur jaringan ini dapat
menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif
singkat. Sedangkan, hidroponik adalah metode penanaman dengan
menggunakan air kaya nutrisi sebagai media tanam.

b. Cahaya

Kualitas, intensitas, dan lamanya radiasi yang mengenai tumbuhan mempunyai


pengaruh yang besar terhadap berbagai proses fisiologi tumbuhan. Cahaya
mempengaruhi pembentukan klorofil, fotosintesis, fototropisme, dan
fotoperiodisme. Efek cahaya meningkatkan kerja enzim untuk memproduksi zat
metabolik untuk pembentukan klorofil. Sedangkan, pada proses fotosintesis,
intensitas cahaya mempengaruhi laju fotosintesis saat berlangsung reaksi
terang. Jadi cahaya secara tidak langsung mengendalikan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, karena hasil fotosintesis berupa karbohidrat digunakan
untuk pembentukan organ-organ tumbuhan.

Perkembangan struktur tumbuhan juga dipengaruhi oleh cahaya


(fotomorfogenesis). Efek fotomorfogenesis ini dapat dengan mudah diketahui
dengan cara membandingkan kecambah yang tumbuh di tempat terang dengan
kecambah dari tempat gelap. Kecambah yang tumbuh di tempat gelap akan
mengalami etiolasi atau kecambah tampak pucat dan lemah karena produksi
klorofil terhambat oleh kurangnya cahaya. Sedangkan, pada kecambah yang
tumbuh di tempat terang, daun lebih berwarna hijau, tetapi batang menjadi lebih
pendek karena aktifitas hormon pertumbuhan auksin terhambat oleh adanya
cahaya.

1). Fototropisme

Percobaan N Cholodny dan Frits went menerangkan bahwa pada ujung koleoptil
tanaman, pemanjangan sel yang lebih cepat terjadi di sisi yang teduh daripada
sisi yang terkena cahaya. Sehingga, koleoptil membelok ke arah datangnya
cahaya. Hal ini terjadi, karena hormon auksin yang berguna untuk pemanjangan
sel berpindah dari sisi tersinari ke sisi terlindung. Banyak jenis tumbuhan mampu
melacak matahari, dalam hal ini lembar datar daun selalu hampir tegak lurus
terhadap matahari sepanjang hari. Kejadian tersebut dinamakan diafototropisme.
Fototropisme ini terjadi pada famili Malvaceae.
2). Fotoperiodisme

Interval penyinaran sehari-hari terhadap tumbuhan mempengaruhi proses


pembungaan. Lama siang hari di daerah tropis kira-kira 12 jam. Sedangkan, di
daerah yang memiliki empat musim dapat mencapai 16 20 jam. Respon
tumbuhan yang diatur oleh panjangnya hari ini disebut fotoperiodisme.
Fotoperiodisme dipengaruhi oleh fitokrom (pigmen penyerap cahaya).
Fotoperiodisme menjelaskan mengapa pada spesies tertentu biasanya berbunga
serempak. Tumbuhan yang berbunga bersamaan ini sangat menguntungkan,
karena memberi kesempatan terjadinya penyerbukan silang.

c. Oksigen

Oksigen mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Dalam respirasi pada


tumbuhan, terjadi penggunaan oksigen untuk menghasilkan energi. Energi ini
digunakan, antara lain untuk pemecahan kulit biji dalam perkecambahan, dan
aktivitas tumbuhan.

d. Suhu udara

Pertumbuhan dipengaruhi oleh kerja enzim dalam tumbuhan. Sedangkan, kerja


enzim dipengaruhi oleh suhu. Dengan demikian, pertumbuhan tumbuhan sangat
dipengaruhi oleh suhu. Setiap spesies atau varietas mempunyai suhu minimum,
rentang suhu optimum, dan suhu maksimum. Di bawah suhu minimum ini
tumbuhan tidak dapat tumbuh, pada rentang suhu optimum, laju tumbuhnya
paling tinggi, dan di atas suhu maksimum, tumbuhan tidak tumbuh atau bahkan
mati.

e. Kelembapan

Laju transpirasi dipengaruhi oleh kelembapan udara. Jika kelembapan udara


rendah, transpirasi akan meningkat. Hal ini memacu akar untuk menyerap lebih
banyak air dan mineral dari dalam tanah. Meningkatnya penyerapan nutrien oleh
akar akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

E. Tahapan-Tahapan Dalam Kultur Jaringan

1. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan


Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang
pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak.
Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat
dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut
harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau
greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik
serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.

Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan
kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi:
pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida,
bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih
sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi
tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti
memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi
tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan
fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta
penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas
baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur.

Syarat-syarat eksplan yang baik :

a. Berasal dari induk yang sehat dan subur.

b. Berasal dari induk yang diketahui jenisnya.

c. Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik.

d. Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm tingginya ( biasanya ukuran tunas yang


bisa dipakai sebagai eksplan adalah tunas yang berukuran antara 5 10 cm),
bukan tunas yang baru tumbuh atau yang sudah kelewat besar.

e. Contoh pada eksplan pisang, untuk pisang kapok sering tunas perlu digali
lebih dalam dari dalam tanah.

f. Untuk pisang jenis lain baiknya tunas yang kelihatan dari tanah

g. Tunas langsung diproses sesegar mungkin dan bila terpaksa jangan


dimasukkan ke dalam kulkas.

2. Inisiasi Kultur

Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan


dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur
jaringan adalah tunas.

Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur
dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru
(Wetherell, 1976). ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik
berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa
eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan
memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling
kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell,
1976).

Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya
pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan
oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat
pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol
tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat
mematikan jaringan eksplan.

3. Sterilisasi

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan
di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga
steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol
yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril. Tunas hidup di atas tanah sering
banyak tanah yang melekat perlu dibersihkan hal ini karena pada eksplan tunas
khususnya pada pisang mengandung bakteri internal seperti Pseudomonas dan
Erwinia. .

4. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul

Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam


eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari
adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung
reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di
tempat yang steril dengan suhu kamar.
Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang
diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan
tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada
tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya
pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang
terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung
maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase
inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon
dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon
yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari
golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).

Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan


secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama
multiplikasi (Wetherell, 1976). Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak
terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke
media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang
kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu
banyak dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya
penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan
(vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.

5. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya


pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan
mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat
pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi
oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan
gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk
(disebabkan bakteri).

Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang
cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan
in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh
ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk
diaklimatisasikan (Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap
multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk
pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin.
Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok.
Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara
individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan.
Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara
bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro
dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang
umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini
tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.

6. Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi
planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam
produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan
ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen
house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi
adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan
secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media
tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang
siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa
dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan
keberhasilan yang tinggi.

Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca,
rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi
iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih
rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi
daripada kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik
karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi,
aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.

Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala ketidak


normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan
vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak
berfungsinya stomata sebagai mana mestinya. Strutur mesofil berubah, dan
aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan karakteristik seperti itu, palanlet
atau tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan ke kondisi
eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut
diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan kata lain
planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasikan.
BAB III

KESIMPULAN

Kultur jaringan merupakan salah satu jenis pembiakan dengan cara vegetatif.
Pada dasarnya adalah pembudidayaan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman
baru untuk mendapatkan sifat yang sama dengan induknya. Tujuan pokok
penerapan perbanyakan dengan teknik kultur jaringan adalah produksi tanaman
dalam jumlah besar pada waktu singkat, terutama untuk varietas-varietas
unggul yang baru dihasilkan.

Proses genetik tersebut dapat ditunjukkan baik pada sel tumbuhan maupun sel
hewan melalui kultur in vitro. Kultur in vitro adalah penanaman sel atau jaringan
pada suatu medium buatan. Potongan jaringan atau organ (eksplan) secara
aseptik diinkubasi dalam suatu medium padat atau cair hingga mengalami
proliferasi membentuk kalus sampai dengan tanaman kecil (plantlet).
Kemampuan sel tumbuhan untuk tumbuh menjadi individu baru jika diletakkan
pada lingkungan yang sesuai dinamakan totipotensi.

Faktor eksplan yang perlu diperhatikan adalah genotipe/varietas, umur eksplan,


letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat
digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda,
kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll. Kultur jaringan
akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan
meristem.

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur


jaringan adalah:

1. Pembuatan media

2. Inisiasi

3. Sterilisasi

4. Multiplikasi

5. Pengakaran

6. Aklimatisasi

http://pustata.blogspot.com/2011/01/makalah-kultur-jaringan.html

Anda mungkin juga menyukai