Anda di halaman 1dari 21

Struktur

Protein struktural meliputi kapsul protein yang kaya arginine dan lysine, tersusun dari non glucose
protein M, protein yang dibuat dari prekursor glukosilat pada saat akhir maturasi virus. Sebagian besar
struktur selubung protein berperan dalam fungsi utama biologik dari partikel virus seperti menarik sel (cell
tropism), mengkatalisator fusi membran yang asam, menginduksi uji hambatan aglutinasi, menetralisir dan
melindungi terhadap antibodi. Virus DEN relatif labil terhadap suhu dan faktor kimiawi serta masa viremia
yang pendek, sehingga keberhasilan isolasi bergantung kecepatan dan ketepatan pengambilan sampel
(Soegijanto, 2004).
Virus Dengue mempunyai 10,5 kb genom viral panjang yang terdiri dari mRNA positif yang
diorganisasi di dalam single open reading frame (ORF) dengan gen yang mengkode protein struktural E,
prM, C, dan protein non struktural NS 1, NS 2A, NS 2B, NS 3, NS 4A, NS 4B, dan NS 5 (Kitayapon, 1994).
Genom virus tertutup di dalam kapsid yang terdiri dari protein core (C) single. Protein struktural dan non-
struktural yang dapat diidentifikasi dengan celah proteolitik dari poliprotein yang dikode oleh ORF. Protein
struktural dikode oleh 5 sepertiga dari ORF dan sisanya mengkode protein nonstruktural (Beasley, 1994).
Struktur Protein Virus Dengue dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur Protein Virus Dengue

Virus Dengue mempunyai dua macam protein yaitu protein struktural dan protein non-struktural.
Protein struktural terdiri dari protein E, protein M, dan protein C, sedangkan protein non struktural terdiri
dari tujuh protein NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5 (Bumi dkk., 2004). Protein
nonstrukutral tidak mempunyai kaitan dengan berat ringannya demam berdarah Dengue.
Reaksi antigenik pada sel atau molekul protein terletak pada bagian yang langsung kontak dengan
molekul antibodi yang dikenal dengan antigenic determinant atau epitop. Rangsangan terhadap
pembentukan antibodi tiap protein berbeda, dengan urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E, protein
prM, dan C (Soetjipto dkk, 2000). Protein non struktural yang paling berperan dalam menimbulkan antibodi
adalah protein NS 1 (Tung et al., 1995). Pemeriksaan antibodi dengan teknik antigenitas menunjukkan
bahwa antibodi penderita 100% bereaksi dengan protein E, 98,8% dengan protein C, dan prM, 97,0%
dengan protein prM, dan 54,9% dengan protein C (Ngo, Thoe and Ling, 1996).
Virus Dengue mempunyai dua macam protein yaitu protein struktural dan protein non-struktural.
Protein struktural terdiri dari protein E, protein M, dan protein C, sedangkan protein non struktural terdiri
dari tujuh protein NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5 (Bumi dkk., 2004). Protein
nonstrukutral tidak mempunyai kaitan dengan berat ringannya demam berdarah Dengue.

Morfologi

Virus Dengue (DEN) tergolong virus RNA anggota dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, sangat
patogen pada manusia dan cepat menyebar melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
terutama di negara tropis (Soetjipto dkk., 2000). Virus Dengue diklasifikasikan menjadi empat serotipe
(DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4) dengan manifestasi klinik yang sangat bervariasi (Soegijanto, 1997).
Flavivirus berbentuk sferis dengan diameter 40-60 nm. Nukleokapsid berbentuk sferis dengan diameter
30 nm dan dikelilingi oleh lipid bilayer (Rice, 1996). Komposisi virion terdiri dari 6% RNA, 66% protein,
9% karbohidrat, dan 17% lipid. Protein envelope (E) dan protein membran (M) menempel dalam lapisan
lipid pada C-terminal yang hidrofobik (Teo and Wright, 1997). Virion yang dikeluarkan mengandung
sejumlah M prekursor (pr-M). Komposisi nukleokapsid adalah protein kapsid (protein C) dan genom dengan
densitas 1,30-1,31 g/ml, bahan-bahan ini dapat diisolasi setelah envelope disolubilisasi dengan deterjen
nonionik (Kitayapon, 1994). Morfologi virus Dengue untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.

Factor virulensi
Penyakit ini diketahui di-sebabkan oleh 4 tipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
terkait dengan antigenik. Infeksi oleh salah satu serotipe virus tersebut akan memberikan kekebalan seumur
hidup, namun tidak terhadap serotipe yang berbeda.

Siklus hidup

Demam dengue
tidak menular melalui kontak antar manusia, tetapi menular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty atau
Aedes albopictus. Nyamuk Aedes terutama menghisap darah manusia pada sore hingga malam hari, serta
ditemukan pula menghisap darah manusia pada pagi hari.

Setelah menggigit manusia yang terinfeksi virus dengue, maka virus dengue akan masuk ke dalam tubuh
nyamuk Aedes betina dewasa. Setelah itu, mula-mula virus dengue memperbanyak diri di dalam perut (usus)
nyamuk, kemudian memperbanyak diri di dalam kelenjar ludah nyamuk selama 8-12 hari. Apabila nyamuk
tersebut menggigit manusia lain, maka virus dengue akan masuk ke dalam aliran darah manusia tersebut.
Setelah itu virus dengue akan memperbanyak diri lagi di dalam tubuh manusia ini selama 4-7 hari.

Lama waktu yang dibutuhkan mulai dari nyamuk menularkan virus dengue ke tubuh seseorang hingga
timbulnya gejala demam berkisar antara 3-14 hari.

Pathogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes
Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah,
nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-
sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus
dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun
komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses
perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan cross
reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi
sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip
virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada cross

(8,14,15)
protektif terhadap serotip virus yang lain.

Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus;
sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent

(3)
Enhancement.

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan E
(envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.
Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk
proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.
Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai epitop yang
memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini
memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen
virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel
yang terinfeksi virus DEN.
(8)
Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda :

a. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotip spesifik yang dapat mencegah infeksi
virus.
b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan infeksi yang
berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.
Dikutip dari CDC

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang
(teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE ). Teori
infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis
virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang
lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai berikut:

Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibody yang dapat
menetralisasi yang sama (homologous).

Dikutip dari CDC

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain,
maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut:
Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk
kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi virus
baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.

8
Dikutip dari CDC

9
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau virus
lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul antibodi IgG
membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada
sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks
virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi,
internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-
1, IL-6 dan TNF alpha dan juga Platelet Activating Faktor (PAF).
Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi bebas bereplikasi
di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk gambar berikut:

Dikutip dari CDC

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen antibodi
kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan
plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya

(10)
sampai saat ini belum jelas, dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok.

Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen, yang
farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan

(11)
kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan.
Dikutip dari CDC

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN,
dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi Non
Neutralizing Antibodies akibat adanya infeksi yang persisten, sehingga infeksi baru pertama kali sudah
terjadi proses Enhancing yang akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan teraktivasi dan
akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan
mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan

(11,12,13)
kebocoran plasma dan perdarahan.

10
Dikutip dari CDC
Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection, T-cells
enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi terhadap
terjadinya DBD dan SSD

11
Dikutip dari CDC

Singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika terdapat antibodi spesifik
terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila
antibodi yang terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat
menimbulkan penyakit yang berat.
Kinetik dari kelas imunoglobulin spesifik terhadap virus dengue di dalam serum pasien DD, DBD
dan SSD ternyata didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3, sedangkan IgA level tertinggi dijumpai pada fase
akut dari SSD. Dikatakan pula bahwa IgA, IgG1 dan IgG4 dapat digunakan sebagai marker dari risiko
berkembangnya DBD dan SSD, oleh karenanya pengukuran kadar imunoglobulin tersebut sejak awal

(16)
pengobatan dapat membantu mengetahui perkembangan penyakit. Disamping kedua teori tersebut
masih ada teori-teori lain tentang patogenesis dari DBD, diantaranya adalah teori virulensi virus yang
mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4 yang kesemuanya
dapat ditemukan pada kasus-kasus yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain.
Teori antigen-antibodi, dimana pada teori ini berdasarkan kenyataan bahwa pada penderita DBD terjadi
penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4 dan C5.
Disamping itu 48-72% penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus Dengue,
selanjutnya kompleks imun tersebut dapat menempel pada trombosit, sel B, dan sel-sel dalam organ tubuh
lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang
lain. Teori mediator, dimana makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepas berbagai mediator
seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dll. Diperkirakan mediator dan endotoksin bertanggung jawab

(17)
atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang beberapa hari dapat terjadi
infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajad kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan
tidak cukup untuk menjadikan penyebab kematian dari infeksi virus tersebut melainkan lebih disebabkan
oleh gangguan metabolik. Diketahui juga bahwa akibat dari replikasi virus di dalam sel mulai dari
terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik, baik in vitro maupun in vivo. Mekanisme
pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan lokal
(local tissue injury) atau ketidakseimbangan homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain.

Sistem HLA/MHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons imun. Peran
dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen, yang berlanjut pada proses aktivasi sistem
imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul HLA/MHC kelas I (lokus A,B,C) dan
kelas II (lokus D/DR,DQ,DP). Penelitian oleh Azaredo EL dkk, 2001 membuktikan bahwa patogenesis
DBD/SSD umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik. Monosit/makrofag yang terinfeksi
virus Dengue akan mensekresi monokin yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis
DBD/SSD.
Pada penelitian invitro oleh Ho LJ dkk 2001, ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue
dapat mengekspresi antigen HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b dan CD83. Anehnya DC yang terinfeksi
virus dengue ini sanggup memproduksi TNF- dan IFN-, namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12.
Oberholzer dkk, 2002, menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T.Jadi IL-10 sebagai
sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai limfosit Th1, yang
dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya.

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai subsetnya
CD4+ dan CD8+. Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear baik terhadap
rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue, sebaliknya pada fase konvalesen respon proliferatif
kembali normal. Terjadi peningkatan konsentrasi IFN-, TNF-, IL-10 dan reseptor TNF terlarut di
dalam plasma pasien DBD/SSD. Peningkatan TNF- berkorelasi dengan manifestasi hemoragik,
sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan dengan platelet decay. Disimpulkan bahwa pada infeksi virus
Dengue fase akut terjadi penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T, sedangkan sitokin
proinflamasi TNF- berperan penting dalam severity dan patogenesis DBD/SSD, begitu juga
meningkatnya IL-10 akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit.
Hipotesis tentang patogenesis DBD/SSD seperti antibody-dependent enhancement, virus virulence,
dan imunopatogenesis yang diprakarsai oleh IFN-/TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab
terjadinya trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBD/SSD. Menurut Lei HY dkk, 2001, infeksi
virus dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4/CD8, overproduksi
dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat terjadinya apoptosis serta
disfungsi dari sel-sel tersebut. Begitu juga sistem koagulasi dan fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi
virus dengue. Gangguan terhadap respon imun tidak hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus
dari dalam tubuh, akan tetapi over produksi sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel, monosit dan
hepatosit. Kerusakan trombosit akibat dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit, karena overproduksi
IL-6 yang berperan besar dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel, serta
meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi.
Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada pasien DBD dan SSD
disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari aktivasi komplemen, induksi kemokin dan

(18)
kematian sel apoptotik. Dihipotesiskan bahwa peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting
dalam terjadinya kebocoran plasma pada pasien DBD dan SSD. Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien
DBD/DSS berat terjadi peningkatan level IL-8, dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002)
melalui kultur primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2, terjadi peningkatan
level IL-8 dalam supernatan kultur, yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari NF-
kappaB. Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

13
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah, hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit.

Gejala

Gejala penyakit Demam Dengue umumnya adalah demam, nyeri kepala, rasa nyeri di belakang
mata, nyeri otot atau sendi dan kadang perdarahan berupa bintik-bintik merah di bawah kulit.
Perdarahan ini disebabkan oleh kebocoran pembuluh darah atau gangguan pembekuan darah.
Dapat pula terjadi perasaan nyeri perut, mual dan muntah. Biasanya gejala demam hanya
berlangsung selama 2-7 hari. Setelah hari ke-7 demam, seseorang biasanya akan sembuh dengan
sendirinya apabila kekurangan cairan dapat diatasi.

Gejala-gejala perdarahan biasanya tampak pada hari ke-3 sampai ke-7 sejak mulai demam.
Biasanya pada masa ini akan terjadi penurunan sel-sel pembekuan darah (trombosit).
Gambar: Diagram yang menggambarkan fase-fase penyakit demam berdarah dengue
mulai dari timbulnya demam hingga masa penyembuhan. Keterangan: hematocrit =
persentase sel-sel darah merah di dalam pembuluh darah; viraemia = virus (dengue)
memperbanyak diri dan bersirkulasi di dalam aliran darah; IgG/IgM = antibodi yang
terbentuk di dalam tubuh.

Demam Dengue dapat berkembang menjadi Demam Berdarah Dengue (DHF = Dengue
Haemorrhagic Fever) apabila perdarahan yang terjadi cenderung menjadi berat disertai
penurunan sel-sel pembekuan darah (trombosit). Gejala-gejala perdarahan yang terjadi ini dapat
berupa bintik-bintik merah pada kulit, muntah darah, darah pada tinja, gusi berdarah atau
mimisan. Beberapa orang bahkan dapat mengalami syok dengan tanda-tanda tangan-kaki dingin,
denyut nadi lemah dan sekitar mulut menjadi kebiruan. Semua ini merupakan akibat dari
bocornya pembuluh darah dan perdarahan tidak dapat diatasi. Demam dengue yang disertai
dengan gejala syok disebut dengan dengue shock syndrome (DSS).
DEN virus mempunyai empat serotipe (DEN-1 , DEN-2 , DEN-3 , DEN-4).
Meskipun saat ini tidak tersedianya vaksin yang memberikan perlindungan terhadap
empat serotipe virus. Beberapa vaksin sedang dalam tahap pengembangan agar bisa
memberikan proteksi jangka panjang terhadap empat jenis serotipe virus5. Infeksi dari
salah satu serotipe virus pada kebanyakan kasus terkadang tidak menimbulkan gejala.
Namun bisa juga menimbulkan gejala klinis seperti flue yang biasa disebut demam
dengue [DF], dengan gejala klinis yang lebih berat , biasa disebut demam berdarah
[DHF]. Dengan karakteristik terjadi koagulopati dan peningkatan kekakuan dan
permeabilitas pembuluh darah. DHF bisa berkembang menjadi syok hipovolemik
3
yang biasa disebut dengue syok sindrom [DSS]. Organisasi kesehatan dunia (WHO)
mengklasifikasi DHF dalam 4 kelas (I dan IV). DHF kelas I dan II
mempresentasikan gejala klinis yang sedang tanpa adanya syok. Kelas III dan IV
mempresentasikan gejala klinis yang berat dibarengi dengan syok. Karakteristik DHF
adalah kumpulan gejala DF yang dibarengi dengan gejala pendarahan ( tourniquet tes
positif atau pendarahan spontan) , trombositopenia , peningkatan permeabilitas
vaskular (peningkatan hemokonsentrasi atau efusi cairan pada dada dan ruang
abdomen ). DSS awalnya ditandai dengan nadi yang cepat , lemah ( 20 mm Hg) dan
hipotensi disertai ekstremitas yang dingin. Jika pasien tidak mendapatkan penanganan
yang baik. Maka akan timbul gejala dimana nadi dan tekanan darah tidak dapat
dideteksi (kelas IV ) yang bisa menimbulkan kematian dalam waktu 12 sampai 36
jam setelah syok terjadi 6.

Pemeriksaan lab

jurnal

pengobatan

Oleh karena demam dengue atau demam berdarah berdarah dengue disebabkan oleh virus maka
sebenarnya penyakit ini adalah jenis penyakit yang dapat sembuh sendiri meskipun tidak diobati
(self limiting disease). Tidak ada pengobatan khusus untuk mengobati penyakit demam berdarah.
Pengobatan yang diberikan hanya bertujuan untuk menghilangkan gejala penyakit, misalnya
menurunkan demam dan mencegah kekurangan cairan agar tidak terjadi syok.

Apabila seseorang dicurigai mengalami demam dengue maka harus minum sebanyak-banyaknya
agar tidak kekurangan cairan dan harus segera dibawa ke dokter. Apalagi bila terjadi perdarahan
seperti bintik-bintik merah pada kulit atau mimisan, atau pasien sangat lemah dan tidak dapat
makan atau minum, maka harus segera diperiksa ke dokter. Dokter biasanya akan memberikan
obat penurun panas dan menyarankan agar pasien banyak minum serta banyak istirahat. Selain
itu dokter kemungkinan juga akan memeriksa kadar trombosit dan hematokrit darah pasien.

Pasien yang tidak dapat makan atau minum lewat mulut karena selalu muntah maka harus
dirawat di Rumah Sakit agar dapat diberikan cairan melalu infus sehingga dapat dicegah
terjadinya syok. Selain itu pasien yang mengalami gejala perdarahan, penurunan kadar trombosit
atau peningkatan hematokrit darah, maka harus dirawat di Rumah Sakit agar perdarahannya
dapat dikontrol serta terjadinya kekurangan cairan (dehidrasi) dapat dicegah.

Anda mungkin juga menyukai