Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN MENGENAI KEBISINGAN BANDAR UDARA

TERHADAP LINGKUNGAN OUTDOOR DI SEKITAR


BANDAR UDARA AHMAD YANI MELALUI METODE
WECPNL

THE ASSESSMENT OF AIRPORT NOISE LEVEL ON


OUTDOOR ENVIRONMENT NEAR AHMAD YANI AIRPORT
USING WECPNL METHOD
Tubagus Verry Snovile Arunda1, Andini Ginawati Gunawan2

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper, Kampus IPB
Dramaga, Bogor, 16680
tubagus.verry@gmail.com1, andiniggunawan@gmail.com2

Abstrak: Pesawat terbang telah menjadi bentuk transportasi yang sangat populer akhir-akhir ini.
Pesawat berpenumpang maupun kargo yang dioperasikan oleh maskapai penerbangan telah
menjadi moda transportasi yang cepat, efisien, dan relatif aman bagi masyarakat dan barang
kargo. Transportasi melalui penerbangan komersial saat ini diakui penting dibandingkan hanya
diinginkan oleh masyarakat. Perubahan ini menimbulkan kebisingan pada lingkungan yang
sebelumnya tenang. Diantara sumber utama kebisingan lingkungan adalah pesawat udara, lokasi
konstruksi, pertambangan dan penggalian, utilitas (seperti pembangkit listrik dan pompa air),
pabrik, lalu lintas, dan tempat-tempat hiburan, pesawat terbang merupakan sumber kebisingan
yang menghasilkan tingkat kebisingan yang tertinggi dibanding dengan sumber lainnya.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menetapkan tingkat kebisingan bandar udara Ahmad Yani,
Semarang melalui metode WECPNL sebagai tolak ukur intensitas kebisingan di sekitar tempat
yang dijadikan sebagai objek kajian tersebut. Nilai tingkat kebisingan yang terukur di sekitar
bandar udara Ahmad Yani, Semarang, yakni sebesar 55.76 dB(A). Tingkat kebisingan tersebut
bila dibandingkan terhadap baku mutu KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat
Kebisingan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 4 Tahun 2004 Tentang Batas-batas
Kawasan Kebisingan Di Sekitar Bandar Udara Juanda Surabaya sebagai Persetujuan dan
Pengesahan Hasil Penelitian Kawasan Kebisingan (BKK) di Sekitar Bandar Udara Oleh
Kementerian Perhubungan, menunjukkan bahwa tingkat kebisingan pada bandar udara tersebut
memenuhi baku mutu.
Kata kunci: Bandar udara Ahmad Yani, Metode WECPNL, Soundproofing, Kebisingan bandar
udara

Abstract: Aircraft has become a very popular form of transportation these days. Passenger and
cargo aircraft operated by the airline has become a mode of transportation that fast, efficient, and
relatively safe for people and cargo. Transport by commercial airlines currently recognized
important than simply desired by the community. These changes has been rising the noise in the
previously calm environment. Among the major sources of environmental noise is an aircraft,
construction sites, mining and quarrying, utilities (such as power generation and water pump),
factories, traffic, and places of entertainment, the aircraft is a source of noise which produces the
highest noise levels compared with other sources. This research has the goal to establish the noise
level of airport Ahmad Yani, Semarang through WECPNL method as a benchmark of noise around
the place of the study. Value measured noise levels around airports Ahmad Yani, Semarang, which
is equal to 55.76 dB (A). The noise level when compared to the quality standard KEP - 48 /
MENLH /11/1996 About Raw Noise and Decree No. KM. 4 Year 2004 on Noise Zone Boundaries
Around Juanda Airport in Surabaya as Approval and Ratification Results Noise Zone (BKK)
Around airport by the Ministry of Transportation, showed that the level of noise at airports they
meet quality standards.
Keywords: Ahmad Yani airport, Airport noise level, Soundproofing, WECPNL method,
PENDAHULUAN
Pesawat terbang telah menjadi bentuk transportasi yang sangat populer akhir-
akhir ini. Pesawat berpenumpang maupun kargo yang dioperasikan oleh maskapai
penerbangan telah menjadi moda transportasi yang cepat, efisien, dan relatif aman
bagi masyarakat dan barang kargo. Transportasi melalui penerbangan komersial
saat ini diakui penting dibandingkan hanya diinginkan oleh masyarakat. Ketika
permintaan terhadap transportasi udara telah meningkat bersama dengan
keseluruhan jumlah penerbangan, koridor penerbangan menuju atau dari suatu
bandar udara telah menjadi sesak (Lyle 1990). Perubahan ini menimbulkan
kebisingan pada lingkungan yang sebelumnya tenang. Diantara sumber utama
kebisingan lingkungan adalah pesawat udara, lokasi konstruksi, pertambangan dan
penggalian, utilitas (seperti pembangkit listrik dan pompa air), pabrik, lalu lintas,
dan tempat-tempat hiburan, pesawat terbang merupakan sumber kebisingan yang
menghasilkan tingkat kebisingan yang tertinggi dibanding dengan sumber lainnya
(Barber 1992).
Kebisingan yang dihasilkan oleh pesawat terbang ketika beroperasi di sekitar
bandar udara dapat menyebabkan masalah sosial, ekologi, teknis, dan ekonomi
(Fisher and Morfey 1982). Kebisingan pesawat udara di sekitar bandar udara telah
menjadi isu sekitar 40 tahun yang lalu ketika pesawat terbang jet berpenumpang
pertama kali beroperasi pada maskapai penerbangan (Lyle 1990). Masyarakat
umum mulai mengeluh dan keluhan ini mulai meningkat. Pada tahun 1966, salah
satu konferensi internasional pertama, London Noise Conference diadakan untuk
membahas perkembangan masalah kebisingan pesawat terbang (South Africa
Department of Transport 1999). Pada tahun 1971, International Civil Aviation
Organisation (lCAO) mengadopsi aturan batas kebisingan sebagai dasar sertifikasi
terhadap pesawat terbang komersial dan sejak itu kebisingan pesawat terbang
pada daerah yang berkembang telah diregulasi (ICAO 1993). Bandar udara besar
telah melakukan inisiatif dan membuat kantor penanggulangan kebisingan, yang
secara teratur menghasilkan laporan terhadap operasi pesawat terbang dan
pengembangan yang telah direncanakan (Airservices Australia 1996).
Di beberapa bagian di dunia, kebisingan pesawat terbang umumnya telah
berkurang. Penurunan ini berasal dari upaya dari internasional yang ketat dan
terkoordinasi untuk menangani masalah tersebut (IATA 1995). Diantara
semuanya, produsen pesawat terbang dan mesin pesawat telah membangun
pesawat yang lebih senyap, pilot dilatih untuk menerbangkan pesawat dengan
lebih senyap, bandar udara bertahan pada aturan operasional, penerapan tata kota
terhadap jalur penerbangan, dan badan-badan internasional seperti ICAO dan
IATA yang telah terlibat dalam mengurangi dampak kebisingan. Polusi kebisingan
merupakan masalah lingkungan yang sering dilupakan dan terus bertambah pada
negara-negara berkembang (Barboza 1995). Setiap hari, ribuan orang mengalami
kebisingan yang berlebihan di lingkungan bandar udara ketika pesawat terbang
sedang lepas landas, mendarat, atau menjalankan mesinnya di darat (World
Airnews 2001).
Polusi kebisingan pesawat terbang telah menjadi masalah utama kesehatan
masyarakat sejak pesawat terbang jet mulai beroperasi. Kajian yang dilakukan
terhadap masyarakat yang bertempat tinggal dekat dengan bandar udara
Heathrow, London menunjukkan bahwa banyak orang menderita penyakit mental
karena paparan kebisingan yang berlebih dibandingan dengan kelompok serupa
dari masyarakat yang hidup di daerah yang tenang dan jauh dari bandar udara
(Lercher 1996). Kerusakan yang diakibatkan oleh kebisingan terhadap manusia
dapat berkisar antara gangguan hingga kegilaan dan kebisingan tersebut dapat
mengganggu komunikasi suara dan mencegah kegiatan kreatif (Goodfriend 1973).
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menetapkan tingkat kebisingan bandar udara
Ahmad Yani, Semarang melalui metode WECPNL sebagai tolak ukur intensitas
kebisingan di sekitar tempat yang dijadikan sebagai objek kajian tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Operasi pesawat terbang telah menjadi sumber perhatian utama dikarenakan
emisi kebisingan pesawat terbang, terutama pada lokasi yang dekat dengan bandar
udara dan di bawah jalur penerbangan pesawat terbang. Kebisingan pesawat
terbang menciptakan gangguan bagi orang-orang yang bertempat tinggal dan
bekerja di sekitar bandar udara. Masalah gangguan yang disebabkan oleh
kebisingan pesawat terbang telah menyebar pada dekade 1950-an dengan
pengenalan pesawat terbang jet terhadap penerbangan sipil (Hothersall 1977).
Masalah kebisingan pesawat terbang diperparah oleh kenyataan bahwa pesawat
terbang jet merupakan pesawat terbang yang paling umum berada pada bandar
udara besar (World Airnews 2001). Pesawat terbang jet yang sedang lepas landas
merupakan salah satu kegiatan pemproduksian kebisingan terbesar dengan tingkat
maksimum dari kebisingan terjadi saat pendaratan, lepas landas, atau
pengoperasian mesin jet saat di darat (World Airnews 2001). Pesawat terbang jet
komersial pertama, British Comet milai beroperasi pada awal dekade 1950-an dan
didukung oleh mesin turbo jet yang sangat bising (Brennan 1991).
Oposisi terhadap kebisingan pesawat terbang semakin menguat dan
berkelanjutan sejak operasi pesawat terbang jet dimulai (Horonjeff 1983). Potter
(1970) mengemukakan kekhawatiran terhadap masalah yang kronis dan semakin
berkembang yang diakibatkan oleh operasi pesawat terbang pada bandar udara
besar. Selain itu menurut Horenjeff (1983), masalah serius yang dihadapi oleh
penerbangan adalah kebisingan pesawat terbang. Reaksi terhadap kebisingan
pesawat terbang bergantung terhadap pengalaman individu terhadap suara yang
tidak diinginkan (Kryter 1985). Kebisingan tidak selalu menghasilkan efek yang
dapat terlihat dan biasanya tidak terdapat pembeda pada hubungan sebab-akibat
antara suatu peristiwa kebisingan dengan efek kesehatan yang merugikan.
Sebagian orang percaya bahwa kebisingan tidak menimbulkan efek yang serius
terhadap kesehatan manusia (Rosano 1991). Namun bukti dari sejumlah
penelitian, terutama pada murid-murid di sekolah menghasilkan bukti yang kuat
bahwa kebisingan dapat membahayakan kesehatan manusia dan mengurangi
kualitas hidup dan kemampuan belajar dari anak-anak (Evans 1995).

METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai penentuan tingkat kebisingan bandar udara Ahmad Yani,
Semarang ini menggunakan metodelogi studi literatur serta analisis terhadap hasil
perhitungan. Baku mutu tingkat kebisingan ini didasarkan pada KEP-
48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan serta Persetujuan dan
Pengesahan Hasil Penelitian Kawasan Kebisingan (BKK) di Sekitar Bandar Udara
Oleh Kementerian Perhubungan. Proses penelitian ini dimulai dengan mentabulasi
data yang didapat dari literatur dan diolah melalui metode WECPNL yang dapat
dilihat di bawah ini.

Penetapan nilai TNEL:

N
EPNL (n) T
TNEL=10 Log antilog 10 +10 Log 0
t
n=1 0

Penetapan nilai ECPNL:

T
ECPNL=TNEL-10 Log
t0

Penetapan nilai N:

N = N2 +3 N2 -10( N1 + N4 )

Penetapan nilai WECPNL:

WECPNL = dB ( A ) +10 Log N-27

Keterangan:

TNEL = Total Noise Exposure Level


T = total periode waktu pengukuran
t0 = 1 detik
T0 = 10 detik
EPNL(n) = Effective Perceived Noise Level untuk pengukuran pada saat ke-n
dB(A) = nilai desibel rata-rata dari puncak kesibukan pesawat dalam 1
hari
N = jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dalam 24 jam
N1 = jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dari pukul 24.00-
07.00
N2 = jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dari pukul 07.00-
19.00
N3 = jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dari pukul 19.00-
22.00
N4 = jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dari pukul 22.00-
24.00

Nilai tingkat kebisingan yang didapatkan dari proses perhitungan kemudian


dibandingkan dengan baku mutu KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat
Kebisingan serta Persetujuan dan Pengesahan Hasil Penelitian Kawasan
Kebisingan (BKK) di Sekitar Bandar Udara Oleh Kementerian Perhubungan.
Melalui pembandingan nilai tingkat kebisingan terhadap baku mutu, kondisi
kebisingan lingkungan dapat ditentukan. Dengan kondisi kebisingan lingkungan
diketahui maka hal tersebut menjadi barometer bagi analisis tindakan yang perlu
dilakukan untuk mereduksi tingkat kebisingan hingga mencapai tingkat yang
aman.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kebisingan bandar udara umumnya disebabkan oleh lalu lintas pesawat yang
melewati bandar udara tersebut. Bandar udara saat ini didominasi oleh pesawat
terbang bermesin jet. Kebisingan yang dihasilkan oleh pesawat terbang tersebut
diakibatkan oleh komponen mesin jet ketika melakukan beberapa fase
penerbangan, seperti pemanasan mesin jet di darat, lepas landas, dan pendaratan
(Nchemanyi 2006). Data tingkat kebisingan di sekitar bandar udara Ahmad Yani,
Semarang didapat melalui literatur. Data tersebut kemudian diolah menggunakan
metode WECPNL dan dibandingkan dengan baku mutu KEP-
48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan serta Persetujuan dan
Pengesahan Hasil Penelitian Kawasan Kebisingan (BKK) di Sekitar Bandar Udara
Oleh Kementerian Perhubungan. Data yang dihimpun dari literatur dapat dilihat
pada tabel 1.

Tabel 1 Data tingkat kebisingan bandar udara Ahmad Yani (Rahmadhania 2012).
Jenis Take Off Flyover Landing
No. Pukul
Pesawat [dB(A)] [dB(A)] [dB(A)]
Garuda B737
1 - - 83 09.00
Seri 800
Wings Air
2 - - 83 09.00
ATR 72
Wings Air
3 83.1 - - 09.20
ATR 72
Lion Air
4 B737 Seri - - 89.7 09.35
900
Garuda B737
5 72.9 - - 09.40
Seri 800
Lion Air
6 B737 Seri 71.1 - - 10.15
900
Merpati
7 - - 70.2 10.20
MA60
Sriwijaya
8 B737 Seri - - 97.6 10.35
200
Garuda B737
9 - - 91 10.55
Seri 800
Sriwijaya
10 B737 Seri - - 97 11.00
200

Data tingkat kebisingan yang berada pada tabel 1 kemudian diolah dengan
menghitung besar nilai TNEL (Total Noise Exposure Level) dan ECPNL
(Equivalent Continuous Perceived Noise Level). Setelah nilai ECPNL ditetapkan,
nilai WECPNL (Weighted Equivalent Continous Perceived Noise Level) dapat
dihitung. Nilai WECPNL dan contoh perhitungan dari tingkat kebisingan bandar
udara Ahmad Yani dapat dilihat pada tabel 2 dan lampiran 3.

Tabel 2 Hasil perhitungan tingkat kebisingan bandar udara Ahmad Yani melalui metode WECPNL.
WECPNL
TNEL [dB(A)] ECPNL [dB(A)] N
[dB(A)]
111.34 72.76 10 55.76

Nilai tingkat kebisingan yang terukur di sekitar bandar udara Ahmad Yani,
Semarang berdasarkan tabel 2, yakni sebesar 55.76 dB(A). Tingkat kebisingan
tersebut bila dibandingkan terhadap baku mutu KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang
Baku Tingkat Kebisingan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 4 Tahun
2004 Tentang Batas-batas Kawasan Kebisingan Di Sekitar Bandar Udara Juanda
Surabaya sebagai Persetujuan dan Pengesahan Hasil Penelitian Kawasan
Kebisingan (BKK) di Sekitar Bandar Udara Oleh Kementerian Perhubungan,
menunjukkan bahwa tingkat kebisingan pada bandar udara tersebut memenuhi
baku mutu. Nilai kebisingan pada bandar udara Ahmad Yani berada di bawah 70
dB(A) untuk baku mutu KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat
Kebisingan dan berada kawasan kebisingan tingkat 1 dengan kebisingan lebih
besar atau sama dengan 70 sampai dengan lebih kecil dari 75 walaupun nilai
tingkat kebisingan berada di bawah rentang tersebut.
Dampak kesehatan manusia terhadap paparan dari kebisingan yang berada di
atas nilai 60 dB pada siang hari dan lebih dari 45 dB pada malam hari akan
meningkatkan kemungkinan munculnya penyakit arterial hypertension. Selain itu,
kebisingan yang berada pada nilai 60 dB akan meningkatkan resiko untuk
mengalami myocardial infarction. Bila tingkat kebisingan mencapai lebih dari 70
dB akan meningkatkan resiko terkena penyakit di atas sebesar 20 % dibandingkan
dengan populasi yang tidak terpapar oleh kebisingan tersebut. Paparan pada siang
hari dengan tingkat kebisingan mencapai di atas 55 dB akan menggangu aktivitas
belajar dan mengajar di sekolah. Mekanisme yang mendorong munculnya
penyakit-penyakit di atas adalah gangguan tidur dan stress secara psikologis
(Babisch 2006).
Bentuk penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kebisingan
bandar udara terhadap komunitas masyarakat yang berada di sekitar bandar udara
adalah pemasangan mesin jet yang rendah tingkat kebisingannya dan pemasangan
lapisan soundproofing terhadap permukiman maupun perkantoran yang berada di
sekitar bandara. Namun bila kedua solusi tersebut masih tidak dapat mengatasi
masalah kebisingan, maka kegiatan perelokasian terhadap permukiman di sekitar
bandar udara dapat dilakukan untuk mengurangi gangguan kesehatan dari
pemukim di sekitar bandar udara. Relokasi tersebut diarahkan menuju daerah
dengan tingkat kebisingan yang berada pada tingkat aman menurut baku mutu
(Berry 1992).

SIMPULAN
Berdasarkan baku mutu KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat
Kebisingan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 4 Tahun 2004 Tentang
Batas-batas Kawasan Kebisingan Di Sekitar Bandar Udara Juanda Surabaya
sebagai Persetujuan dan Pengesahan Hasil Penelitian Kawasan Kebisingan (BKK)
di Sekitar Bandar Udara Oleh Kementerian Perhubungan, tingkat kebisingan pada
bandar udara Ahmad Yani berada pada tingkat yang aman (55.76 dB(A)). Dampak
kesehatan manusia terhadap paparan dari kebisingan yang berada di atas nilai 60
dB pada siang hari dan lebih dari 45 dB pada malam hari akan meningkatkan
kemungkinan munculnya penyakit arterial hypertension. Bentuk penanggulangan
yang dapat dilakukan untuk mengatasi kebisingan bandar udara terhadap
komunitas masyarakat yang berada di sekitar bandar udara adalah pemasangan
mesin jet yang rendah tingkat kebisingannya dan pemasangan lapisan
soundproofing terhadap permukiman maupun perkantoran yang berada di sekitar
bandara.
SARAN
Armada pesawat maskapai penerbangan harusnya menggunakan mesin jet
dengan tingkat kebisingan yang lebih senyap. Hal tersebut dikarenakan mesin jet
berperan terhadap tingkat kebisingan yang terukur pada bandar udara.

DAFTAR PUSTAKA
Airservices Australia. 1996. The Long Term Operating Plan for Sydney Airport
and Associated Airspace. Canberra Airservices: Australia.
Barber A. 1992. Handbook of Noise and Vibration Control (6 th ed.).
Elsevier:Amsterdam.
Barboza M J, Crapenter S P, Roche L E. 1995. Prediction of Traffic Noise: A
Screening Technique. Journal of Air and Waste Management Association: 45, 703-
708.
Berry M. 1992. Graphical Method for Airport Noise Impact Analysis.
MIT:Massachusset.
Brennan P, Orth K, Conner L, Schwartz T. 1991. Airport Community Noise
Regulations - Their Impact on our Industry. Airliner: October - December 6.
Evans G W, Hygge S, BuIlinger M. 1995. Chronic Noise and Psychological
Stress. Psychological Science: 6, 333-338.
Goodfriend L S, Kessler FM. 1973. Industrial Noise Pollution. In: Barrekette, E.
S. (Ed.), Pollution Engineering and Scientific Solutions. Plenum Press:New
York.
Horonjeff H, McKelvey F X. 1983. Planning and Design of Airports. (3'd ed.).
McGraw-Hill:New York.
Hothersall D E, Salter R J. 1977. Transport and the Environment. Granda:London.
International Air Transportation Association. 1995. Environmental Review: 4, 33-
46. Geneva.
International Civil Aviation Organization. 1993: International Standards and
Recommended Practices. Environmental Protection Annex 16 to the
Convention on International Civil Aviation: 1. Geneva.
Kryter K D. 1985. Community Annoyance from Ground and Vehicle Noise.
Journal of the Acoustical Society of America: 72, 1222-1242.
Lercher P. 1996. Environmental Noise and Health: An Integrated Research
Perspective. Environmental International: 22, 117-129.
Lyle C. 1990. The Noise Issue: The Need for Accountability, Planning and
Leadership. ICAO Journal for Airport Policy in the United States: 45,7-14.
Menteri Lingkungan Hidup. 1996. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48
Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan. Kementrian Lingkungan
Hidup:Jakarta.
Menteri Perhubungan. 2004. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 4 Tahun
2004 Tentang Batas-batas Kawasan Kebisingan Di Sekitar Bandar Udara
Juanda Surabaya. Kementerian Perhubungan:Jakarta.
Potter R C. 1970. Transportation Noise Sources. Journal of the Acoustical
Engineering Society of America: 18, 119-127.
Rahmadhania. 2012. Analisis Pengaruh Suhu Udara Terhadap Intensitas
Kebisingan di Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Ahmad Yani
Semarang). Institut Pertanian Bogor:Bogor.
Rosano T G, Swift T A, Hyes L W. 1991. Advance in Catecholamine and
Metabolite Measurements for Diagnoses of Pheochromocytoma. Journal of
the Clinical Chemistry: 39, 10, 1854-1867.
South African Department of Transport. 1999. The Draft National Policy on
Aircraft Noise and Engine Emission. South African Department of
Transport: Pretoria.
World Airnews. 2001. African airlines directory. World Airnews: August 18-50.
LAMPIRAN 1. Baku mutu tingkat kebisingan lingkungan
berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup.

LAMPIRAN I : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA


LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996
TANGGAL : 25 NOPEMBER 1996

BAKU TINGKAT KEBISINGAN

Peruntukan Tingkat
Kawasan/ kebisingan
Lingkungan DB
Kegiatan (A)
a. Peruntukan
kawasan
1. Perumahan dan pemukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
8. Khusus:
- Bandar udara *)
*)
- Stasiun Kereta Api
- Pelabuhan Laut 70
- Cagar Budaya 60

b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. tempat ibadah atau sejenisnya 55

Keterangan :
*)
disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan

LAMPIRAN 2. Baku mutu tingkat kebisingan lingkungan


berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan.

BAB II
TINGKAT KEBISINGAN

Pasal 3

Kawasan Kebisingan di sekiter Bandar Udara terdiri dari :

a. Kawasan kebisingan tingkat 1 mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih


besar atau sama dengan 70 WECPNL sampai dengan lebih kecil 75
WECPNL (70 WECPNL < 75).
b. Kawasan kebisingan tingkat 2 mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih
besar atau sama dengan 75 WECPNL sampai dengan lebih kecil 80
WECPNL (75 WECPNL < 80).
c. Kawasan kebisingan tingkat 3 mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih
besar atau sama dengan 80 WECPNL (WECPNL 80).

LAMPIRAN 3. Contoh perhitungan.

Penetapan nilai TNEL:

N
EPNL (n) T
TNEL=10 Log antilog 10 +10 Log
t
0

n=1 0

83 10
((antilog +10 Log
10 1
10
83 10 83 .1 10 89.7
TNEL=10 Log + (antilog 10 +10 Log 1
+(antilog
10
+10 Log
1
+(antilog
10
+10
n=1

Penetapan nilai ECPNL:

T
ECPNL=TNEL-10 Log
t0

7200
ECPNL= 111.34 -10 Log =72.76 dB(A)
1

Penetapan nilai N:

N = N2 +3 N2 -10( N1 + N4 )

N = 10 +3 x 0 -10( 0 + 0) =10

Penetapan nilai WECPNL:

WECPNL = dB ( A ) +10 Log N-27

WECPNL = 72.76 + 10 Log 10-27 = 55.76 dB(A)

Anda mungkin juga menyukai