Michael Steven
102013186
Email : Michael_steven_aja@yahoo.com
Pendahuluan
Darah adalah suatu suspense partikel dalam suatu larutan koloid cair yang mengandung
elektrolit. Darah berperan sebagai medium pertukaran antara sel yang terfiksasi dalam tubuh dan
lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif terhadap organisme dan khususnya terhadap darah
sendiri. Komponen cair darah yang disebut plasma teridiri dari 91-92% air yang berperan sebagai
medium transport, dan 8-9% zat padat. Zat padat tersebut antara lain protein-protein seperti
albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan, dan enzim; unsur organic seperti zat nitrogen
nonprotein (urea, asam urat, xantin, kreatinin, asam amino), lemak netral, fosfolipid kolesterol,
dan glukosa, dan unsure anorganik berupa natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, kalium,
magnesium, fosfor, besi, dan iodium. Walaupun semua unsure memainkan peranan penting
dalam homeostasis, tetapi peranan protein plasma sering terlibat dalam diskrasia darah.1
Unsur sel darah terdiri dari sel darah merah, (eritrosit), beberapa sel darah putih
(leukosit), dan fragmen sel yang disebut trombosit. Eritrosit berfungsi sebagai transfor atau
pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2), leukosit berfungsi untuk mengatasi infeksi,
dan trombosit untuk hemostatis. Sel-sel ini mempunyai umur yang terbatas, sehungga diperlukan
pembentukan optimal yang konstan untuk mempertahan jumlah yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan jaringan. Pembentukan ini, yang disebut hematopoiesis (pemebentukan
dan pematangan sel darah) terjadi dalam sumsum tulang tengkorak, vertebra, pelvis, sternum,
iga-iga, dan epifisis proksimal tulang-tulang panjang. Apabila kebutuhan meningkat, misalnya
1
pada pendarahan atau penghancuran sel (hemolisis), maka dapat terjadi pembentukan lagi dalam
seluruh tulang panjang, seperti yang terjadi pada anak-anak.1
Anamnesis
Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa
Keluhan utama
2
jangka waktunya, status sosioekonomi (malnutrisi), status menstruasi
(pada wanita, sering pada premenopause).2,3
Penyakit yang dialami sekarang seperti perdarahan saluran makanan,
perdarahan genitourinarius, hemosiderosis paru, dan hemolisis
intravascular serta tempuh lamanya penyakit tersebut.2,3
Pemeriksaan Fisik
3
Gambar 2
Pemeriksaan Penunjang
4
dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik, tetapi sekarang
RDW pada kedua jenis ini hasilnya sering tumpang tindih.
Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memaki angka <80fl, tapi pada penilitian ADB di
Bagian Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa titik pemilah <78fl memberi
sensitivitas dan sfesifisitas paling baik. Dijumpai juga bahwa penggabungan MCV,MCH,MCHC
dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit selalu dapat
mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.
Konsentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat. TIBC
menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin
dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diganosis ADB, kadar besi
serum menurun <50g/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350g/dl, dan saturasi
transferin <15%. Ada juga memakai saturasi transferin <16%, atau <18%. Harus diingat bahwa
besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar dengan kadar puncak pada jam 8
sampai 10 pagi.
Ferritin serum
Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik kecuali pada keadaan
inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cutt off point) untuk feritin aserum pada ADB
diapakai angka <12g/l, tetapi ada juga yang memakai <15g/l. untuk daerah tropik di mana
5
angka infeksi dan inflamasi masih tinggi, titik pemilah yang diajukan oleh negara barat
tampaknya haris dikoreksi. Pada satu penilitian pada pasien anemia di rumah sakit di Bali
pemakaian feritin serum <12g/l dan <20/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masing-
masing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. Sensitivtas tertinggi (84%) justru dicapai pada
pemakaian feritin serum <40mg/l, tanpa mengurangi spesifisitas terlalu banyak (92%). Hercberg
untuk daerah tropik menganjurkan memakai angka feritin serum <20mg/l sebagai kriteria
diagnosis ADB. Jika terdapat inflamasi atau infeksi yang jelas seperti artritis reumatoid, maka
feritin serum 50-60g/l masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum
merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis ADB yang paling kuat oleh karena itu
banyak dipakai baik di klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun
tidak terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya
defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi
besi.2
Protoporfirin
Protoporfirin merupakan bahan antara dalam pembentukan heme. Apabila sintesis heme
terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit.
Angka normal adalah kurang dari momg/dl. Untuk defisiensi besi, protoporfirin bebas adalah
lebih dari 100mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia akibat penyakit kronik
dan keracunan timah hitam.2
Kadar reseptor transerin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal dengan
cara immunologi adalah 4-9g/L. Pengukuran reseptor transferin terutama digunakan untuk
membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik lagi bila dipakai rasio
reseptor teransferin dengan log feritin serum. Ratio >1,5 menunjukkan ADB dan rasio <1,5
sangat mungkin anemia karena penyakit kronik2
6
sebagai micronormoblast. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain)
menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-
60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblast
negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas (gold
standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih oleh
pemeriksaan ferritin serum yang lebih paraktis.2
Studi ferokinetik
Studi tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif. Ada dua
jenis studi ferokinetik yaitu Plasma iron transport rate (PIT) yang mengukur kecepatan besi
meninggalkan plasma, dan erithrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur peredaran besi
dari sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar. Secara praktis kedua pemeriksaan ini tidak
banyak digunakan, hanya dipakai untuk tujuan penilitian.2
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi. Antara lain
pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif
misalnya teknik Kato-katz, pemeriksaan darah samar feses, endoskopi, barium intake atau
barium inloop, dan lain-lain tergantung dari dugaan penyebab defisiensi tersebut.2
Manifestasi klinis
Pucat merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Sklera berwarna biru juga
sering, meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal. Pada defisiensi ringan sampai sedang
(Hb 6-10 g/dL) mekanisme kompensasi, seperti kenaikan 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG) dan
pergeseran kurva disosiasi oksigen, mungkin demikian efektif sehingga sedikit saja keluhan
anemia timbul, meskipun mungkin ada kenaikan iritabilitas. Pagofagia, yaitu keinginan untuk
makan bahan yang tidak biasa seperti es atau tanah, mungkin ada. Pada beberapa anak, memakan
bahan yang mengandung timah hitam dapat menyebabkan plumbisme bersamaan. Bila Hb
menurun sampai dibawah 5 g/dL, iritabilitas dan anoreksia mencolok. Takikardia dan dilatasi
7
jantung terjadi, dan bising sitolik sering ada. Limpa teraba membesar pada 10-15% penderita.
Pada kasus menahun, dapat terjadi pelebaran diploe tulang tengkorak yang mirip dengan yang
terlihat pada anemia hemolitik kongenital. Perubahan ini membaik dengan perlahan-lahan
bersama terapi substitusi. Anak dengan defisiensi besi mungkin gemuk atau kurang berat, dengan
tanmda lain kurang gizi. Iritabilitas dan anoreksia yang khas untuk kasus lanjut mungkin
merupakan gambaran defisiensi besi jaringan, karena dengan terapi besi perbaikan yang nyata
dalam perilaku sering terjadi sebelum terjadi perbaikan hematologis yang nyata.
Defisiensi besi dapat mempengaruhi fungsi neurologis dan intelektual. Sejumlah laporan
menduga bahwa anemia defisiensi besi, dan bahkan defisiensi besi tanpa anemia yang berarti,
mempengaruhi lama tahan menaruh perhatian, kewaspadaan, dan belajar bayi maupun remaja,
tetapi itu tidak tegas benar apakah defisiensi besi merupakan penyebab atau apakah ia sekedar
membantu mengidentifikasi bayi-bayi yang berperilaku suboptimal atas dasar lain. Juga tidak
jelas apakah defek yang teramati akan menetap setelah terapi yang adekuat, karena hasil dari
penelitian terkendali berbeda-beda.
Monoamin oksidase (MAO), suatu enzim tergantung besi, memainkan peran penting
dalam reaksi neurokimiawi di susunan saraf pusat. Defisiensi besi menyebabkan penurunan
dalam aktivitas enzim seperti katalase, dan sitokrom. Katalase dan peroksidase mengandung
besi, tetapi kepentingan biologiknya belum diketahui benar. Tidak mungkin untuk mengukur besi
in vivo dalam kompartemen itu dengan mudah dan tepat, meskipun ini merupakan area vital
dalam metabolisme besi.5
8
Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti tanah liat, es, lem, dan
lain-lain.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga Sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala
yang terdiri dari anemia hipokrom mikrosikter, atrofi papil lidah, dan disfagia.2,4
Diagnosis kerja
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap
diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung criteria yang dipilih, apakah
kriteria WHO atau criteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya def besi, sedangkan
tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu atau
dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al)
sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC
<31% dengan salah satu dari a, b, c, atau d.2
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi.
Tahap ini sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan
9
tetapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun
dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.2
Diagnosis banding
Thalassemia minor. Thalassemia dan thalassemia minor adalah penyebab tersering mikrositosis,
baik dengan ataupun tanpa anemia mikrositik hipokromm ringan. Individu keturunan Asia berisiko
memiliki delesi tiga atau empat gen , mengakibatkan penyakit hemoglobin H (4) atau hidrop fetalis
dengan hanya hemoglobin Bart (4).3
Anemia akibat inflamasi. Anemia adalah komponen yang sering terjadi pada penyakit inflamasi kronik.
Hepsidin, protein yang diproduksi di hati, memainkan peranan kunci dalam homeostasis zat besi.
Inflamasi menyebabkan peningkatan produksi hepsidin yang menginterupsi proses pelepasan zat besi oleh
makrofag dan juga menginterupsi penyerapan zat besi dari usus yang mengakibatkan anemia. Anemia
akibat inflamasi dapat bersifat normositik atau, yang lebih jarang, mikrositik. Pada saat tertentu, situasi
ini memiliki tantangan klinis, yaitu saat anak dengan penyakit inflamasi yang berhubungan dengan
perdarahan (inflammatory bowel disease) mengalami anemia mikrositik. Pada situasi ini, satu-satunya uji
diagnostik spesifik yang dapat membedakan dua entitas ini secara jelas adalah aspirasi sumsum tulang
dengan pewarnaan sampel untuk zat besi. Kadar feritin yang rendah mengindikasikan adanya defisiensi
besi yang terjadi bersamaan. Uji coba terapi zat besi tidak terindikasi tanpa diagnosis spesifik pada anak
yang tampak sakit sistemik.3
10
Cadangan besi Rendah atau tidak ada Normal atau tinggi Normal atau tinggi
sumsum tulang
Sideroblas sumsum Menurun atau tidak ada Normal atau Normal atau meningkat
tulang meningkat
Protoporfirin eritrosit Tinggi Normal atau sedikit Tinggi
bebas meningkat
Hemoglobin A2 atau F Normal Tinggi thalassemia ; Normal
normal thalassemia
Red blood cell Tinggi Normal/meningkat Normal/meningkat
distribution width
Etiologi
Remaja putri yang mengalami menstruasi tanpa mendapatkan suplementasi besi beresiko
tinggi untuk mengalami defisiensi besi. Anemia defisiensi besi karena diet paling sering terjadi
pada orang yang mengkonsumsi dan mendapatkan protein dalam jumlah besar serta sedikit
mengkonsumsi bahan makanan yang tinggi zat besi. Anemia defisiensi besi juga dapat
ditemukan pada anak dengan penyakit inflamasi kronik sekalipun, tanpa perdarahan kronik.5
Reaksi gastrointestinal ini tidak berkaitan dengan abnormalitas enzim dalam mukosa,
seperti defisiensi lactase, atau alergi susu yang khas. Khas, bayi yang mengalami anemia yang
lebih berat dan terjadi lebih awal daripada yang diharapkan hanya akibat ketidakcukupan
masukan besi.5 Kelainan histologis pada mukosa saluran gastrointestinal seperti menjadi
tumpulnya vili, yang terlihat pada anemia defisiensi lanjut dan dapat menyebabkan kebocoran
darah serta menurunkan absorbsi besi, lebih memperburuk masalah.5
Epidemiologi
Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada
anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian anemia defisiensi besi pada anak usia
sekolah (5-8 tahun ) di kota sekitar 5,5% anak praremaja 2,6 % dan gadis remaja yang hamil
26%. Di Amerika serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, 3%
menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika serikat kekurangan besi dan 2%
11
menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang
saat pubertas.
Prevalensi Anemia defisiensi besi lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit
putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam lebih
rendah.7
Patofisiologi
Penatalaksanaan
Medika mentosa
Terapi besi oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah, dan aman.
Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat pilihan
pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg
12
sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3x200 mg
mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari ang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai
tiga kali normal.2
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous succinate.
Sediaan ini harganya lebih mahal, tapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas
ferosus. Terdapat juga sediaan enteric coated yang dianggap memberikan efek samping yang
lebih rendah, tapi dapat mengurangi absorbsi besi. Preparat besi oral sebainya diberikan saat
lambung kososng, tapi efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah
makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau
setelah makan.2
Efek samping utama besi peroral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15
sampai 20%, yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntah,
serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping, besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi
menjadi 3x100 mg.2
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12
bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan
yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia
sering kambuh kembali. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat
vitammin C, tapi dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang
banyak mengandung besi.2
13
Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh
pemberian oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic telengiectasia
Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehemilan trimester tiga atau
sebelum operasi
Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoeitin pada anemia gagal ginjal
kronik atau anemia akibat penyakit kronik
Preparat yang tersedia ialah iron dextra complex (mengandung 50mg besi/ml), iron sorbital
citric acid complex dan yang terbaru iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman.
Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena perlahan.
Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit.
Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis meskipun jarang (0,6%). Efek samping
lain adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop.2
Terapi besi parenteral bertujuan mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar
500 sampai 1000 mg. dosis yang dibserikan dapat dihitung menggunakan dosis:
Pengobatan lain
Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal
dari protein hewani.
Vitamin c diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi
Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi
darah pada anemia kekurangan besi adalah:
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
- Anemia yang sangat simptomatil, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat
menyolok.
- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada
kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed reds cell) untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.2
14
Respons terhadap terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons
baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal
lagi setelah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15g/hari atau 2g/dl setelah 3-4 minggu.
Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka
perlu dipikirkan:
Pasien tidak patuh minum obat
Dosis besi kurang
Masih ada perdarahan cukup banyak
Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat
yang sama ada defisiensi asam folat
Diagnosis defisiensi besi salah.
Jika dijumpai keadaan seperti ini. Harus dilakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang
sewajarnya.2
Komplikasi
Anemia kekurangan zat besi mengurangi kinerja dengan memaksa otot tergantung,
pada tingkat yang lebih besar dari pada orang sehat, setelah metabolisme
15
anaerobik. Hal ini diyakini terjadi karena kekurangan zat besi yang mengandung
enzim pernafasan sebagai penyebab lebih utama daripada anemia.8
Anemia yang parah dapat menghasilkan hipoksemia dan meningkatkan terjadinya
insufisiensi koroner dan iskemia miokard. Demikian pula, dapat memperburuk
status paru pasien dengan penyakit paru kronis.8
Kerusakan struktur dan fungsi jaringan epitel dapat diamati pada pasien kekurangan
zat besi. Kuku menjadi rapuh atau longitudinal bergerigi dengan perkembangan
koilonychia (kuku sendok). Lidah dapat menunjukkan atrofi papila lingual dan
kelihatan mengkilap. Angular stomatitis dapat terjadi dengan celah di sudut
mulut. Disfagia mungkin terjadi bila memakan makanan padat, dengan anyaman
(webbing) dari mukosa pada persimpangan hipofaring dan esofagus (Plummer-
Vinson sindrom); ini telah dikaitkan dengan karsinoma sel skuamosa daerah
esofagus. Atrophic gastritis terjadi pada defisiensi zat besi dengan kehilangan
progresif sekresi asam, pepsin, dan faktor intrinsik dan pembentukan antibodi
terhadap sel parietal lambung. Vili usus kecil menjadi tumpul.8
Itoleransi terhadap dingin berkembang pada satu dari lima pasien dengan anemia
kekurangan zat besi kronis dengan manifestasi gangguan vasomotor, nyeri
neurologik, atau mati rasa dan kesemutan.8
Gangguan fungsi kekebalan dilaporkan pada pasien yang kekurangan zat besi, dan
ada laporan bahwa pasien rentan terhadap infeksi, namun bukti bahwa ini adalah
langsung disebabkan oleh kekurangan zat besi tidak meyakinkan karena adanya
faktor lain.8,9
Masalah jantung. Anemia kekurangan zat besi dapat menyebabkan detak jantung
yang cepat atau tidak teratur. Jantung harus memompa darah lebih banyak untuk
mengkompensasi kekurangan oksigen yang dibawa oleh darah. Hal ini
dapat menyebabkan pembesaran jantung atau gagal jantung.9
Masalah selama kehamilan. Pada wanita hamil, anemia defisiensi besi dikaitkan
dengan kelahiran prematur dan bayi berat badan lahir rendah. Tetapi kondisi ini
mudah dicegah pada wanita hamil yeng menerima suplemen zat besi sebagai bagian
dari perawatan pralahir mereka.9
Pencegahan
16
Mengingat tingginya prevalensi anemia efisiensi besi di masyarakat maka diperlukan
suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa:2
Pendidikan kesehatan :
- Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan
kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing
tambang.
- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi.2
Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling yang
sering dijumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan
dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.2
Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilkasis pada segmen penduduk yang rentan,
seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak
balita memakai pil besi dan folat.2
Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
Negara Barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan
besi. 2
Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi umumnya baik. ADB merupakan satu gejala yang
mudah diobati dengan hasil yang sangat baik. Namun prognosis ADB yang baik dan diperburuk
oleh karena kondisi penyakit yang mendasarinya (underlying disease) seperti neoplasia.
Demikian pula prognosis dapat diubah oleh suatu kondisi penyerta seperti penyakit arteri
koroner.8
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dibahas diatas didapatkan bahwa hipotesis telah diterima
yaitu anak perempuan pada kasus tersebt menderita anemia defisiensi besi. Anemia Defisiensi
besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi
hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah
akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah .
17
Daftar Pustaka
1. Baldy CM. Komposisi darah dan sistem makrofag-monosit. Dalam : Price SA, Wilson
LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC; 2005.
h.247-9
2. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Pendekatan terhadap pasien anemia, Anemia
defisiensi besi. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 5. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h.1127-36
3. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
Loscalzo J. Iron deficiency anemia. Harrison's principles of internal
medicine. 17th ed. McGraw Hill 2008: p 1919-21
4. Hoffbrand AV, Pettit JE, Vyes P. Hypochromic Anemias dalam Atlas of Clinical
Hematology. Elsavier 4th ed 2010: p 75-80
5. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson.15th ed (1). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. h. 1688-712
6. Windiastuti E. Anemia defisiensi besi. UKK hematologi-onkologi IDAI; 2009.Telah
diunduh dari : http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=20125795911. 30 April
2017
7. Permono B, Sutaryo, Ugrasena. Anemia defisiensi besi. Dalam : Buku ajar hematology
oncology. Jakarta : Badan penerbit IDAI; 2005. h.30-42.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Anemia defisiensi zat besi dan anemia pada penyakit
kronik. Dalam : Buku ajar patologi Robbins. Jakarta : EGC; 2007.h.459-461
9. Conrad ME, Besa EC. Iron deficiency anemia. August 2009. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com, 30 April 2017.
18