Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH SUPLEMENTASI GLISIN TERHADAP KADAR SERUM

TRANSFERRIN RECEPTOR (sTfR) DAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb)

Dian Ayu Zahraini, Natalia Desy Putriningtyas, Banundari Rachmawati, Darmono


Dosen Biologi Universitas PGRI Semarang, Dosen Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta
Dosen Universitas Diponegoro Semarang
natalia.desy12@gmail.com

Abstrak
Pendahuluan: Remaja putri merupakan kelompok yang memiliki risiko tinggi terjadinya
Anemia Defisiensi Besi (ADB) dikarenakan ketidakseimbangan asupan zat besi makanan
dengan kebutuhan zat besi yang meningkat akibat masa pertumbuhan dan mentruasi.
Tujuan: Membuktikan pengaruh suplementasi glisin terhadap kadar sTfR dan kadar Hb
pada remaja putri ADB yang disuplementasi besi.
Metode: Penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan rancangan pre post test
control group design. Kelompok perlakuan sebanyak 25 remaja putri ADB yang
mendapat suplementasi besi 60 mg dan glisin 1 g selama 4 minggu (1x/hari) dan
kelompok kontrol sebanyak 23 remaja putri ADB yang mendapat suplementasi besi 60
mg selama 4 minggu (1x/hari). Pemeriksaan sTfR dengan metode ELISA dan Hb dengan
metode cyanmethemoglobin. Analisis data menggunakan paired t test.
Hasil: Ada perbedaan signifikan kadar Hb pada pengukuran awal dan akhir intervensi
pada kedua kelompok (p<0,05). Ada perbedaan yang signifikan kadar sTfR pre test
dengan post test pada kelompok perlakuan.
Kesimpulan: Pemberian suplementasi glisin dapat menurunkan kadar sTfR dan
menaikkan kadar Hb pada remaja putri yang ADB.
Kata Kunci : sTfR, Hb, Glisin, Anemia.

1
Remaja putri di panti asuhan rentan
PENDAHULUAN
mengalami malnutrisi yang dapat memicu
Prevalensi ADB pada remaja putri terjadinya defisiensi besi. Kondisi
menurut laporan WHO 2008 di Afrika defisiensi besi ini tidak terjadi secara akut
sebanyak 47,5%, di Asia Tenggara 35,7%, tetapi melalui beberapa tahapan (Tong,
di Amerika 17,8% dan di Indonesia 2001). Tahapan ini dimulai dengan
sebanyak 27,1% (Azwar, 2004). Hasil perubahan besi pada simpanan, transportasi
pemeriksaan oleh seksi pembinaan gizi dan fungsi metabolik (Brandao, 2005)
masyarakat oleh dinas kesehatan kota Tahap pertama defisiensi besi terjadi
Semarang terhadap remaja putri (siswi ketika tubuh hampir atau tidak mempunyai
SMP dan SMA) pada tahun 2008 di kota simpanan besi yang menyebabkan
Semarang didapatkan prevalensi 40,13% terjadinya iron deficient erythropoiesis.
(DKK Semarang, 2008). Pada tahap ini kadar Hb mulai turun yang
Remaja putri merupakan kelompok menandakan terjadinya anemia ringan,
yang memiliki risiko tinggi terjadi ADB. rendahnya serum besi, menurunnya
ADM ini disebabkan adanya transferrin saturation dan tingginya serum
ketidakseimbangan antara asupan zat besi transferrin receptor (sTfR). Tahap ketiga
dari makanan dengan kebutuhan zat besi dan paling parah yaitu tahap anemia
yang meningkat akibat masa pertumbuhan defisiensi besi (ADB) yang ditunjukkan
pesat dan menstruasi (Suandi, 2004). oleh menurunnya konsentrasi Hb dan Ht
Permasalahan ini dapat mengakibatkan (Cook, 2001).
terganggunya proses pertumbuhan, Penggunaan sTfR sebagai indikator
menurunkan kecerdasan, dan ketersediaan besi dalam tubuh mempunyai
perkembangan mental, menurunkan daya beberapa keuntungan antara lain tidak
tahan tubuh serta pada akhirnya dipengaruhi oleh adanya infeksi dan
menurunkan kualitas remaja putri dalam inflamasi, dapat memberikan informasi
masa reproduksi untuk mempersiapkan ketersediaan besi tubuh dan hanya
kehamilan dan persalinan di masa membutuhkan sampel serum dalam jumlah
mendatang (Alton, 2005). sedikit. sTfR juga merupakan indikator
Kondisi remaja putri di panti asuhan yang paling cepat memberikan respon saat
yang merupakan salah satu suplementasi besi dibandingkan indikator
penyelenggaraan makanan besar yang biasa dipakai saat ini (Cook, 2005).
dipengaruhi oleh keterbatasan dana, ADB terjadi selain akibat dari
fasilitas, dan ketenagaan di panti asuhan. kurangnya asupan besi juga bisa
Kondisi ini dapat mempengaruhi dipengaruhi oleh gangguan bioavailabilitas
pemenuhan zat gizi dan status gizi remaja.
besi dalam tubuh yang terjadi karena Penelitian ini merupakan quasi
asupan makanan yang mengganggu experiment dengan rancangan pre-post test
absorpsi besi dan kurangnya asupan asam control group design (Alatas, 2004).
amino glisin yang membantu absorpsi besi Rancangan ini berupaya untuk
(Brandao, 2005). Hasil penelitian mengungkapkan hubungan sebab
menunjukkan bahwa preparat ferrous akibat dengan cara melibatkan kelompok
bisglycinate yaitu campuran antara zat besi kontrol disamping kelompok perlakuan.
dan asam amino glisin diabsorpsi lebih Penelitian diawali dengan melakukan
baik daripada ferrosulfat sehingga skrining pemeriksaan kadar Hb seluruh
ketersediaan hayati (bioavailabilitas) di remaja putri di panti asuhan putri Ar
dalam darah menjadi lebih baik (Bovell- Rodiyah dan panti asuhan Ikhlasul Amal
Benjamin, 2000). Semarang selama bulan Desember 2014-
Preparat iron bisglycine yaitu Januari 2015. Pengambilan sampel
senyawa besi glisin chelate dapat dilakukan secara purposive sampling
menghasilkan konfigurasi cincin dengan kriteria inklusi yaitu usia 12 18
heterosiklik ganda yang dapat melindungi tahun, menderita anemia defisiensi besi
besi dari faktor penghambat besi dan yang mempunyai kadar Hb < 12 mg/dl dan
berbagai interaksi di usus halus, sehingga kadar sTfR > 18,4 nmol/L, tidak menderita
preparat ini memiliki ketersediaan hayati TBC, bersedia berpartisipasi dengan
dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan menandatangani informed consent, dan
ferrosulfat (Olivares, 2000). kriteria eksklusi remaja putri sedang
Salah satu upaya yang banyak mengalami menstruasi. Pembagian
dilakukan untuk menanggulangi masalah kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan
ADB adalah dengan pemberian secara simple random sampling.
suplementasi besi oleh karena efektif, Penelitian menggunakan dua
murah dan aman, tetapi respon terhadap kelompok yaitu kelompok perlakuan
terapi belum menunjukkan hasil yang adalah remaja putri ADB yang mendapat
optimal, oleh karena itu, masih perlu dicari suplementasi 60 mg besi dan 1 g glisin
pengembangan dari suplementasi besi yang selama 4 minggu, kelompok kontrol adalah
lebih efektif dan efisien, dimana pemberian remaja putri ADB yang mendapat
glisin sebagai tambahan suplementasi besi suplementasi 60 mg besi saja selama 4
diharapkan dapat meningkatkan minggu. Selanjutnya pada remaja putri
keberhasilan terapi ADB (WHO, 2001). tersebut dilakukan pengukuran kadar Hb
METODE dan kadar sTfR sebelum dan setelah
intervensi pada kelompok perlakuan dan Lokasi penelitian dilakukan di panti
kelompok kontrol. asuhan Ar Rodiyah Semarang dan panti
Pengukuran kadar Hb menggunakan asuhan Ikhlasul Amal Semarang. Panti
metode cyanmethemoglobin yang asuhan Ar Rodiyah Semarang beralamat di
dilakukan oleh petugas Laboratorium Sambiroto Tembalang dan merupakan
swasta (Laboratorium Ideal) di Semarang panti asuhan anak yang menampung 86
dengan standarisasi Program Nasional santri sejak usia SD hingga SMA.
Pemantapan Mutu Eksternal (PNPME) Panti asuhan Ikhlasul Amal memiliki
hematologi dan kalibrasi. Pengambilan enam asrama yang beralamat di Batursari
darah dilakukan sebelum dan sesudah Sawah Besar, Ketileng Indah, Parang
intervensi. Sarpo, Mlaten Trenggulun dan Jalan Raya
Pemeriksaan sTfR dilakukan dengan Pati Tayu.
metode Enzyme Linked Immunosorbent Penelitian dilakukan di panti asuhan
Assay (ELISA) dengan membutuhkan 0,5 dikarenakan remaja putri pada kedua panti
1 ml serum, dilakukan oleh petugas asuhan tersebut berasal dari sosial ekonomi
Laboratorium GAKI FK UNDIP rendah sehingga dikhawatirkan adanya
Semarang. Pengambilan darah dilakukan kejadian anemia. Pembagian kelompok
sebelum dan sesudah intervensi. berdasarkan panti asuhan dikarenakan
Data kepatuhan minum tablet besi tidak memungkinkan dalam satu panti
dan glisin dilakukan setiap hari oleh asuhan terdapat responden yang menjadi
peneliti dan enumerator. Responden perlakuan sedangkan temannya menjadi
dikatakan patuh jika diminum 80% dan kontrol.
tidak patuh jika < 80%. Responden penelitian ini sebanyak
Analisis data untuk menguji 50 orang remaja putri yang ada di dua
pengaruh perbedaan kadar Hb dan sTfR panti asuhan di Semarang. Responden
sebelum dan sesudah perlakuan pada penelitian terbagi menjadi dua kelompok
masing masing kelompok dengan Paired yakni kelompok perlakuan sebanyak 25
t test. orang dengan pemberian suplementasi besi
Etik penelitian ini mendapatkan 60 mg sekaligus glisin 1 gram dan
persetujuandari komisi etik penelitian kelompok kontrol sebanyak 25 orang
kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran dengan pemberian suplementasi besi 60
Universitas Diponegoro Semarang dengan mg saja. Pada akhir penelitian terdapat
nomor surat:650/EC/FK-RSDK/2014. dua orang remaja dari kelompok kontrol
HASIL DAN PEMBAHASAN yang drop out dikarenakan responden
mengkonsumsi tablet besi kurang dari 80%
sehingga total responden sampai akhir KESIMPULAN
penelitian sebanyak 48 orang. Hasil analisis statistik uji independent t test
Karakteristik responden dapat dilihat. pada kedua kelompok diperoleh nilai p
Tabel 1.Karakteristik responden sebelum pada asupan zat besi, vitamin A dan
intervensi vitamin C masing- masing p= 0,73; p=

Perlaku 0,20; p= 0,00. Hasil analisis asupan energi


Karakter Kontrol
istik an (n= dan protein pada kelompok kontrol lebih
(n= 23)
25) p
responde Rerata Rerata tinggi daripada kelompok perlakuan serta
n SD SD
memiliki nilai p masing- masing p=0,46;
Umur 15,84 15,911,
0,332*
(tahun) 1,43 76 p=0,35. Hasil analisis statistik ini dapat
Berat
46,40 46,223, disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
badan 0,283*
5,27 89
(kg) yang bermakna asupan energi, protein,
Tinggi
152,40 152,13 vitamin A dan zat besi pada kedua
badan 0,136*
4,09 3,27
(cm) kelompok (p>0,05).
IMT 19,93 19,98
0,524* Tingkat konsumsi vitamin A perlu
(kg/m2) 1,65 1,75
p* test of homogeneity of variance diperhatikan karena menurut Thurlow et al
Hasil analisis statistik menunjukkan vitamin A dalam tubuh berinteraksi dengan
tidak terdapat perbedaan umur, berat besi dalam proses pembentukan
badan, tinggi badan dan indeks massa hemoglobin. Status vitamin A yang rendah
tubuh (IMT) pada saatawal perlakuan dapat mengurangi mobilisasi besi dalam
(p>0,05). Hal ini berarti bahwa kedua tubuh. Vitamin A dapat membantu
kelompok berasal dari populasi yang penyerapan besi. Kekurangan vitamin A
memiliki ragam sama. memberikan efek anemia dimana transport
Karakteristik responden berdasarkan besi dan sintesis besi terganggu (Thurlow,
asupan zat gizi selama penelitian dapat 2005). Hasil penelitian Yip menunjukkan
dilihat pada tabel 2. bahwa defisiensi vitamin A dapat
Tabel 2. Asupan selama penelitian menurunkan kadar Hb (Yip, 2000).
Kelompok Tingkat konsumsi vitamin C
Perlakuan penting karena vitamin C mempunyai
Variabel Kontrol (n= 23) p
(n= 25) banyak fungsi di dalam tubuh, baik sebagai

Rerata SD Rerata SD koenzim atau kofaktor. Proses absorpsi dan


metabolisme besi, vitamin C mereduksi
Asupan
besi ferri menjadi ferro dalam usus halus
E (Kal) 1.319,80 232,6 1.371,40 246,0 0,46
4 4 sehingga mudah diabsorpsi. Vitamin C
P (gram) 39,78 13,99 43,22 11,15 0,35 menghambat pembentukan hemosiderin
Vit A 840,71 243,7 721,97 372,6 0,20
(g) 0 2

Vit C 22,05 9,25 11,45 8,11 0,00


(mg)

Fe (mg) 7,36 2,67 7,64 2,89 0,73


yang sukar dimobilisasi untuk menunjukkan penurunan kadar Hb darah
membebaskan besi saaat diperlukan. dan peningkatan kadar sTfR memiliki
Absorpsi besi dalam bentuk non hem potensi terjadinya ADB. Hb dapat
meningkat empat kali lipat bila ada vitamin dijadikan screening awal kejadian anemia
C. Vitamin C berperan dalam pada suatu populasi. Responden akan
memindahkan besi dari transferrin di diperiksa kadar Hb dan kadar sTfR pada
dalam plasma ke ferritin hati. Kekurangan awal penelitian dan sesudah empat minggu
vitamin C dapat menghambat proses perlakuan. Pemeriksaan kadar Hb dan
absorpsi besi sehingga lebih mudah terjadi kadar sTfR pada penelitian ini bertujuan
anemia (Almatsier, 2001). untuk memantau perkembangan kejadian
Zat gizi yang dapat menghasilkan ADB selama intervensi berlangsung.
energi diperoleh dari karbohidrat, protein Penelitian ini menggunakan besi
dan lemak. Fungsi utama karbohidrat 60 mg pada kelompok kontrol dan besi 60
adalah sebagai sumber energi, disamping mg ditambah glisin 1 gram pada kelompok
membantu pengaturan metabolisme perlakuan. Dosis zat besi ditetapkan 60 mg
protein. Kecukupan karbohidrat di dalam karena review berbagai studi dengan dosis
diet akan mencegah penggunaan protein 60 mg dapat meningkatkan kadar Hb,
sebagai sumber energi, sehingga fungsi penelitian oleh Tee et al menunjukkan
protein dalam proses pengangkutan zat gizi bahwa penggunaan dosis Fe 60 mg
termasuk besi ke dalam sel sel tidak dibanding 120 mg dapat menurunkan
terganggu (Zimmermann, 2006). keluhan efek samping dan meningkatkan
Protein berfungsi sebagai penerimaan suplemen, namun masih
pembentuk ikatan esensial dalam tubuh. memberikan efikasi yang sama terhadap
Hemoglobin merupakan ikatan protein. peningkatan Hb (Stoltzfus RJ, 2001).
Protein juga berperan dalam proses Dosis glisin 1 gram sesuai dengan
pengangkutan zat gizi, termasuk besi dari dosis harian glisin sehingga diharapkan
saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke terjadi perbaikan kadar Hb dan sTfR pada
jaringan, dan dari membran sel ke dalam remaja yang menderita ADB. Pemberian
sel, sehingga jika kekurangan protein akan glisin pada suplementasi besi dapat
menyebabkan gangguan pada absorpsi dan meningkatkan kadar Hb karena diabsorpsi
transportasi zat gizi, termasuk besi. lebih baik daripada ferrosulfat saja,
Kadar Hb dan kadar sTfR sehingga ketersediaan hayati
merupakan salah satu parameter defisiensi (bioavailabilitas) di dalam darah menjadi
besi. Remaja yang memiliki kadar Hb < lebih baik (Christie, 2001).
12mg/dl dan kadar sTfR > 18,4 nmol/L
Beberapa penelitian sebelumnya Tabel 3 menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa preparat iron rerata kadar Hb di awal penelitian lebih
bisglycine chelate yaitu senyawa besi rendah dibandingkan dengan rerata di akhir
glisin chelate dapat menghasilkan penelitian, hal ini terjadi pada dua
konfigurasi cincin heterosiklik ganda yang kelompok penelitian. Hasil uji paired t-
dapat melindungi besi dari faktor test pada kelompok kontrol dan kelompok
penghambat besi dan berbagai interaksi di perlakuan diperoleh kadar Hb sebelum
usus halus, sehingga preparat ini memiliki intervensi (pre test) dengan sesudah
ketersediaan hayati dua kali lebih tinggi intervensi (post test) menunjukkan nilai p
dibandingkan dengan ferrosulfat (Bovell- masing- masing p= 0,037 dan p= 0,002.
Benjamin, 2000). Hasil ini dapat disimpulkan bahwa ada
Glisin merupakan asam amino perbedaan yang signifikan kadar Hb pada
yang terlibat dalam biosintesis Hb. Hb pengukuran awal dan akhir intervensi pada
membentuk sekitar 95% dari protein kedua kelompok (p<0,05).
intrasel pada eritrosit, sehingga pemberian Hasil ini menunjukkan bahwa
glisin dapat membantu proses produksi pemberian besi dengan dosis 60 mg
eritrosit. Glisin juga membentuk maupun besi 60 mg yang ditambah glisin 1
antioksidan glutation yang dapat gram selama empat minggu sama- sama
mempertahankan besi diet dalam bentuk memberikan pengaruh dalam
ferro, sehingga absorpsi besi dapat meningkatkan kadar Hb remaja ADB.
ditingkatkan dan ketersediaan hayati besi Perubahan kadar Hb pada
dalam tubuh dapat ditingkatkan pula kelompok perlakuan lebih tinggi
(Olivares, 2000). dibandingkan kelompok kontrol. Hasil uji
Rata- rata kadar Hb responden selama statistik menunjukkan p = 0,002 sehingga
penelitian. dapat disimpulkan bahwa ada perubahan
Tabel 3. Rata- rata Hb selama penelitian yang signifikan antara kadar Hb awal dan

Kadar Hb darah
akhir. Pemberian suplementasi glisin
(mg/dl) terbukti memberikan hasil yang signifikan
Kelomp
post p
ok pre terhadap kenaikan kadar Hb pada remaja
(SD)
(SD)
putri yang ADB, hasil penelitian ini sejalan
Perlakua
10,71 11,50
n 0,002* dengan hasil penelitian Jin YS dan Pineda,
1,24 0,96
(n= 25)
Kontrol 11,27 11,50 bahwa pemberian suplementasi besi glisin
0,037*
(n= 23) 0,36 0,59 chelate meningkatkan kadar Hb, plasma
ferritin serta menurunkan FEP (Jin, 2005).
p* uji paired t test, signifikan
Hasil pemeriksaan sTfR dapat menjadi bentuk sederhana sehingga mudah
dilihat pada tabel 4. dicerna dan diserap (Miguel, 2000).
Tabel 4. Rata- rata sTfR penelitian KESIMPULAN
Kadar sTfR (nmol/L) p Pemberian suplementasi glisin dapat
Kelompok Pre Post
(SD) (SD) menurunkan kadar sTfR dan menaikkan
Perlakuan 35.131,36 28.207,76
0,002* kadar Hb pada remaja putri yang ADB.
(n= 25) 17.026,44 10.739,51
Kontrol 25.131,87 25.941,52 DAFTAR PUSTAKA
0,673
(n= 23) 7.889,97 5.963,11
Alatas H, Karyomanggolo WT, Musa
p*uji paired t test, signifikan DA, Boediarso A, Oesman IN.
(2004) Desain penelitian. In:
Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil
Sastroasmoro S and Ismael S,
uji paired t test pada kelompok kontrol
editors. Dasar- dasar metodologi
didapatkan nilai p=0,673 yang berarti tidak
penelitian klinis. 4nd edn.
ada perbedaan signifikan rerata kadar sTfR
Jakarta: Sagung Seto.
sebelum intervensi (pre test) dengan
Almatsier (2001). Prinsip Dasar Ilmu
sesudah intervensi (post test) pada
Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
kelompok kontrol (p>0,05).
Utama.
Hasil uji paired t test pada
Alton I. (2005). Iron Deficiency Anemia.
kelompok perlakuan didapatkan nilai
In: Guidelines for Adolescent
p=0,002. Hasil ini menunjukkan bahwa
Nutrition Services. WHO. 101-118.
ada perbedaan yang signifikan kadar sTfR
Azwar A. (2004). Kecenderungan
sebelum intervensi (pre test) dengan
Masalah Gizi dan Tantangan di
sesudah intervensi (post test) pada
Masa Mendatang. Pertemuan
kelompok perlakuan (p<0,05).
Advokasi Program Perbaikan Gizi
Hasil penelitian ini membuktikan
Menuju Keluarga Sadar Gizi.
bahwa pemberian suplementasi glisin
Jakarta.
memberikan hasil yang signifikan terhadap
Bovell- Benjamin AC (2000). Iron
penurunan kadar sTfR pada remaja putri
Absorption From Ferrous
yang ADB. Hasil ini menunjukkan bahwa
Bisglycinate and Ferric Triglycinate
pemberian glisin dapat meningkatkan
in Whole Maize is Regulated by
bioavailabilitas zat besi. Nilai
Iron Status. Am J Clin Nutr, 71,
bioavailabilitas yang tinggi menunjukkan
1563-1569.
nilai cerna yang tinggi karena adanya
Brandao M. (2005). The Soluble
aktifitas mikroorganisme yang
Transferrin Receptor as A Marker
mendegradasi senyawa makro molekul
of Iron Homeostatis in Normal
Subjects and in HFE Related With Iron In Hemoglobin and
Hemochromatosis. Haematologica, Ferritin Concentration in Children
90(1), 31-37. in Piaui Brazil. Am J Nutr,
Christie GR, Jahoor F, Ware L, Jackson 23(7),1547-1552.
AA. (2001). Glycine Supply to Stoltzfus RJ, Dreyfuss ML. (2001).
Human Enterocytesmediated by Guidelines for The Use of Iron
High Affinity Basolateral GLYI. Supplements to Prevent and
Gastroenterol J, 120, 439- 448.
Treat Iron Deficiency Anemia.
Cook JD, et all. (2001). Effect of Ascorbic
Washington DC: International
Acid Intake on Non Heme Iron
Life Sciences Institute.
Absorption From A Complete Diet.
Suandi IKG. (2004). Gizi Pada Masa
Am J Clin Nutr, 73(1), 93-98.
Remaja. Dalam: Soetjiningsih,
Cook J (2005). Diagnosis and
Buku ajar Tumbuh Kembang
Management of Iron Deficiency
Remaja dan Permasalahannya.
Anaemia. Best Pract Res Clin
Jakarta: Sagung Seto.
Haematol, 18(2),319-322.
Thurlow RA, et al. (2005). Only a
DKK Semarang. (2008). Profil Kesehatan
Small Proportion of Anemia in
Kota Semarang Tahun 2008.
Semarang: DKK Semarang. Northeast Thai Scoolchildren in
Jin YS. Evaluation on Glycine Chelate Associated With Iron
Iron (II) in Improving Nutritional Deficiency. Am J Clin Nutr,
Anemic Children. Journal of 82(2), 380-387.
Hygiene Research, 34(3), 344-346. Tong EM, Niessenson AR. (2001).
Miguel L, Solano L, Llovera D, Baron A. Erythropoetin and Anemia. Semin
Iron Bioavailability in Humans Nephrol, 21, 190-203.
From Breakfast Enriched With Iron Yip R. (2000). Significance of an
Bis Glycine Chelate, Phytates, and Abnormally Low or High
Polyphenols. J Nutr, 130 (9), 2195-
Hemoglobin Concentration
2199.
During Pregnancy: Special
Oliver M. (2000). Milk inhibits and
Consideration of Iron Nutrition.
Ascorbic Acid Fevors Ferrous Bis-
Am J Clin Nutr, 72 (1. Suppl),
Glycine Chelate Bioavailability in
Humans. Am J Nutr, 71, 1563-1569.
272S-279S.

Santos DMM. (2007). Effectiveness of Zimmermann MB. (2006). Vitamin A

Different Intervention Strategies Supplementation in Children With


Poor Vitamin A and Iron Status
Increases Erythropoetin and
Hemoglobin Concentrations
Without Changing Total Body Iron.
Am J Clin Nutr, 84(3),580-588.

Anda mungkin juga menyukai