Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu propinsi yang menjadi bagian
dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ibukota propinsi ini terletak
di Kota Makassar. Secara astronomis, letak propinsi berada di koordinat 00 12-
80 Lintang Selatan dan antara 1160 48-1220 36 Bujur Timur. Luas wilayah Propinsi
Sulawesi Selatan adalah sekitar 46.717,48 km2. Provinsi Sulawesi Selatan
dipengaruhi oleh iklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan 289 mm per tahun.
Rata-rata suhu udara di Provinsi Sulawesi Selatan adalah 26,8C dan kelembaban
udara adalah 81,9%.
Kabupaten Gowa yang merupakan salah satu dari kabupaten di Sulawesi
Selatan. Kabupaten Gowa berada pada 1238.16' Bujur Timur dari Jakarta dan 533.6'
Bujur Timur dari Kutub Utara. Sedangkan letak wilayah administrasinya antara
1233.19' hingga 1315.17' Bujur Timur dan 55' hingga 534.7' Lintang Selatan dari
Jakarta. Seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia, di Kabupaten Gowa hanya
dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Biasanya musim
kemarau dimulai pada bulan Juni hingga September, sedangkan musim hujan dimulai
pada bulan Desember hingga Maret. Keadaan seperti itu berganti setiap setengah
tahun setelah melewati masa peralihan, yaitu bulan April-Mei dan Oktober-
Nopember. Curah hujan di Kabupaten Gowa yaitu 237,75 mm dengan suhu
27,125C. Curah hujan tertinggi yang dipantau oleh beberapa stasiun/pos pengamatan
terjadi pada bulan Desember yang mencapai rata-rata 676 mm, sedangkan curah
hujan terendah pada bulan Juli - September yang bisa dikatakan hampir tidak ada
hujan.
Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi
sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol seperti embun
dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan.
Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika
jatuh melalui udara kering.
Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah dari tahun ke
tahun. Sehingga sangat penting bahwa setiap analisis iklim pertanian harus selalu
mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas nilai rata-rata.
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) diatas permukaan horizontal.
Schmidth-Fergusson dan Oldeman merupakan seorang ahli yang
mengkalasifikasikan iklim di Indonesia. Klasifikasi iklim ini sering kali dinyatakan
sebagai tipe hujan, karena data yang dianalisisnya adalah data curah hujan. Untuk
penentuan klasifikasi ini telah disepakati datanya harus tersedia paling sedikit 10
tahun yang diperoleh dari satu stasiun klimatologi atau hasil rata-rata dari beberapa
stasiun yang tercakup didaerah yang akan ditentukan tipe iklimnya. Data tersebut
merupakan data bulanan.
Iklim merupakan rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup
lama, minimal 30 tahun yang sifatnya tetap. Iklim juga merupakan kebiasaan alam
yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur, yaitu radiasi matahari, temperatur,
kelembaban, awan, prespitasi (hujan), evaporasi, tekanan udara, dan angin. Iklim
beserta unsurnya adalah hal yang penting untuk diperhatikan dan dipelajari dengan
sebaik-baiknya, karena pengaruhnya sering menimbulkan masalah yang berat bagi
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Berdasarkan uraian diatas maka dilaksanakanlah praktikum ini untuk
mengetahuai bagaimana tipe iklim di Kabupaten Gowa khususnya di Desa Manjalling
Kecamatan Bajeng, mengtahui tingkat curah hujannya serta memperidiksi hujan yang
kan terjadi paa tahun yang akan datang.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya praktikum curah hujan dan klasifikasi iklim yaitu
untuk mengetahui data curah hujan di desa Manjalling Kec. Bajeng Kab. Gowa, serta
untuk menentukan tipe iklim menurut Schmidt-Fergusson dan Oldeman.
Kegunaan dari praktikum ini yaitu sebagai bahan informasi dan bahan
perbandingan antara materi yang didapatkan di kelas dengan materi yang didapatkan
di laboratorium.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Data Kabupaten


Kabupaten Gowa berada pada 119.3773 Bujur Barat dan 120.0317 Bujur
Timur, 5.0829342862 Lintang Utara dan 5.577305437 Lintang Selatan. Kabupaten
yang berada di daerah selatan dari Selawesi Selatan merupakan daerah otonom ini, di
sebelah Utara berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Maros. Di sebelah
Timur berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng. Di sebelah
Selatan berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan Jeneponto sedangkan di bagian
Baratnya dengan Kota Makassar dan Takalar (Anonim1, 2014).
Seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia, di Kabupaten Gowa hanya
dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Biasanya musim
kemarau dimulai pada Bulan Juni hingga September, sedangkan musim hujan dimulai
pada Bulan Desember hingga Maret. Keadaan seperti itu berganti setiap setengah
tahun setelah melewati masa peralihan, yaitu Bulan April-Mei dan Oktober-
Nopember. Curah hujan di Kabupaten Gowa yaitu 237,75 mm dengan suhu
27,125C. Curah hujan tertinggi yang dipantau oleh beberapa stasiun/pos pengamatan
terjadi pada Bulan Desember yang mencapai rata-rata 676 mm, sedangkan curah
hujan terendah pada Bulan Juli - September yang bisa dikatakan hampir tidak ada
hujan atau tidak terjadi hujan (Anonim2, 2012).
Kabupaten Gowa memiliki iklim yang cukup bervariasi, terutama dilihat dari
suhu. Ini dimungkinkan karena variasi ketinggian tempat wilayah kabupaten ini,
berkisar dari 0 sampai 2.853 m dari permukaan laut. Tipe iklim (Oldeman dan
Sjarifuddin, 1977) diwilayah Kabupaten Gowa termasuk C2, C3, D3 dan D4. Curah
hujan di Kabupaten Gowa yaitu 237,75 mm dengan suhu 27,125C. Curah hujan
tertinggi yang dipantau oleh beberapa stasiun/pos pengamatan terjadi pada Bulan
Desember yang mencapai rata-rata 676 mm, sedangkan curah hujan terendah pada
Bulan Juli - September yang bisa dikatakan hampir tidak ada hujan (Anonim1, 2014).
2.2 Curah Hujan Kabupaten 5 Tahun Terakhir
Data curah hujan kabupaten Gowa 5 tahun terakhir
Tahun
Bln Dkd
2010 2011 2012 2013 2014
1 253 70 267 552 241
2 466 392 93 167 186
Jan
3 318 56 124 192 276
Jum 1037 518 484 911 703
1 193 308 176 21 58
2 244 55 54 258 88
Feb
3 79 234 10 106 219
Jum 516 597 240 385 365
1 146 129 161 195 146
2 77 150 305 110 56
Mar
3 244 388 103 0 15
Jum 467 667 569 305 217
1 150 281 0 122 215
2 115 89 12 128 17
Apr
3 65 37 74 0 11
Jum 330 407 86 250 243
1 51 23 160 210 15
2 33 0 31 106 16
Mei
3 192 31 0 8 19
Jum 276 54 191 324 50
1 105 0 0 27 0
2 70 0 62 130 9
Jun
3 103 10 0 5 6
Jum 173 10 62 135 15
1 112 0 0 52 0
2 74 0 8 11 0
Jul
3 91 0 0 0 21
Jum 277 0 8 63 21
1 80 0 0 0 0
2 12 0 0 5 0
Ags
3 73 0 0 0 0
Jum 165 0 0 5 0
Sep 1 211 0 0 0 0
2 81 0 1 0 0
3 166 0 0 0 0
Jum 458 0 1 0 0
1 184 3 0 0 0
2 0 1 8 0 0
Okt
3 181 32 0 13 0
Jum 365 36 8 13 0
1 102 55 50 0 0
No 2 34 30 63 20 0
p 3 22 51 14 85 11
Jum 158 136 127 105 11
1 315 133 87 59 330
2 191 198 66 245 46
Des
3 305 396 99 414 172
Jum 811 727 252 718 548
Sumber: Data Setelah Diolah, 2016

2.3 Hujan Spesfik


Hujan adalah bentuk presipitasi yang berbentuk cairan yang turun sampai ke
bumi. Presipitasi adalah proses pengembunan di atmosfer. Jadi, proses terjadinya air
hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang turun sampai ke bumi.
Hujan terbentuk apabila titik-titik air yang terpisah dari awan jatuh ke bumi. Sebelum
terjadinya hujan, pasti ada awan karena awan adalah penampung uap air dari
permukaan bumi. Air yang ada di permukaan bumi baik laut, sungai atau danau
menguap karena panas dari sinar matahari. Uap air ini akan naik dan menjadi awan.
Awan yang mengandung uap air ini akan terkumpul menjadi awan yang mendung.
Pada suhu tertentu di atmosfer, uap air ini akan mengembun dan
turun menjadi hujan (Tuminar, 2014).
Pengaruh hujan terhadap penentuan bentuk tanah bersifat kimiawi dan
sebagian bersifat mekanis. Bersifat kimiawi karena air hujan bukan air murni. Di
atmosfer air hujan menyerap gas-gas atmosfer, yaitu gas oksigen, gas nitrogen, dan
karbon dioksida. Disamping gas-gas ini, air hujan menyerap sejumlah asam nitrat,
asam belerang, garam-garam, mikroorganisme, dan debu (Ance G, 2008).
Menurut Novita (2011), jenis-jenis hujan yaitu:
a. Hujan Salju
Hujan salju adalah air yang jatuh dari awan yang telah membeku menjadi
padat seperti hujan. Salju terbentuk dari kepingan es yang sangat kecil.
b. Hujan Es
Hujan es adalah hasil pengembunan yang berupa butiran-butiran es biasanya
terjadi karena uap air memasuki area diatas freezing (pembekuan) level. Hal ini
menyebabkan uap air membeku dan mengeras. Karena terlalu keras, maka saat
memasuki daerah yang lebih hangat es ini tidak mencair seluruhnya.
c. Hujan Asam
Hujan sebenarnya secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6, karena
karbondioksida dengan uap air di udara membentuk asam lemah yang bermanfaat
untuk melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan tumbuhan dan hewan).
Namun polutan udara dapat meningkatkan keasaman air hujan sehingga disebut hujan
asam.
Hujan asam didefinisikan sebagai hujan dengan pH dibawah 5,6. Polutan yang
menyebabkan hujan asam adalah nitrogen oksida dan sulfur oksida. Zat-zat ini di
atmosfer akan bereaksi dengan uap air untuk membentuk asam sulfat, asam nitrat,
dan asam nitrit yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang
asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan.
Secara alami, hujan asam biasanya terjadi karena letusan gunung berapi. Tapi
seiring dengan kemajuan industri, hujan asam juga disebabkan oleh meningkatnya
polusi udara dari pabrik, mobil, dan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan
bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara. Pembangkit listrik yang menggunakan
batu bara juga penyumbang terjadinya hujan asam.
d. Hujan Siklonal
Hujan siklonal terjadi karena suhu permukaan bumi yang tidak stabil sehingga
menjadi lembab yang diikuti angin yang berputar ke atas. Biasanya hujan ini
memiliki intensitas yang cepat berubah dan melanda area yang tidak terlalu luas
dalam waktu yang relatif singkat.
e. Hujan Zenithal
Hujan zenithal adalah hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator,
akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian
angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator
yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan. Angin pasat yaitu udara yang
mengalir di atas permukaan karena udara bergerak naik dari wilayah lautan yang
lebih hangat dan bergerak turun di wilayah yang dingin.
f. Hujan Orografis
Hujan orografis adalah hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap
air bergerak horizontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi
dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadi hujan disekitar pegunungan. Hujan ini
mengakibatkan terjadinya daerah bayangan hujan (salah satu sisi dari pegunungan
yang tidak terkena hujan orografis).
g. Hujan Muson
Hujan muson adalah hujan musiman yang disebabkan oleh angin muson. Di
Indonesia, hujan muson timur terjadi pada bulan Oktober hingga April selama musim
penghujan. Angin Muson timur bergerak dari benua Australia menuju Asia. Angin ini
membawa serta awan yang mengandung curah hujan yang tinggi karena di Australia
sedang musim dingin. Angin musim terjadi karena suhu darat lebih tinggi dari suhu di
air sehingga tekanan di darat lebih rendah daripada di laut mengakibatkan aliran
udara yang tetap kearah daratan.
h. Hujan Frontal
Hujan frontal adalah hujan yang terjadi karena bertemunya angin musim
panas yang membawa uap air yang lembab dengan udara dingin bersuhu rendah. Ini
menyebabkan terjadinya pengembunan di udara yang akhirnya menurunkan hujan.
Daerah bertemunya angin musim panas dan udara dingin disebut dengan bidang
front. Bila suatu daerah berada di bidang front hal ini biasanya berbahaya karena
biasanya akan terjadi badai.
i. Hujan Buatan
Hujan buatan adalah usaha manusia untuk meningkatkan curah hujan saat
kebutuhan air secara alami tidak dapat dipenuhi. Untuk membuat hujan buatan
diperlukan awan yang memiliki kandungan air yang cukup sehingga dapat terjadi
hujan yang sampai ke tanah. Untuk membuat hujan buatan diperlukan juga bahan
semai yang dapat menarik uap air atau membentuk es. Hujan yang tidak sampai ke
tanah atau menguap sebelum sampai ke tanah disebut virga. Biasanya hujan semacam
ini membuat udara menjadi jenuh. Hujan buatan umumnya diciptakan dengan tujuan
untuk membantu daerah yang sangat kering akibat sudah lama tidak turun hujan
sehingga dapat mengganggu kehidupan di darat mulai dari sawah kering, gagal
panen, sumur kering, sungai/danau kering, tanah retak-retak, kesulitan air bersih
hewan dan tumbuhan pada mati dan lain sebagainya.
2.4 Iklim Spesifik
Iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama.
Untuk memahami sifat iklim diperlukan kegiatan penelitian lebih banyak, lebih dari
sekedar kumpulan data statistik. Data statistik memang penting, akan tetapi hanya
merupakan bahan mentah dengan pengertian harus mendapatkan pengolahan lebih
lanjut agar benar-benar dapat mendekati pengertian iklim yang sebenarnya.
Pengertian yang demikian ini hanya akan timbul dari penyelidikan yang teliti
terhadap data tersebut, yang selanjutnya dari perumusan hipotesis dapat menerangkan
hasil pengamatan. Selanjutnya mengadakan pengujian terhadap hpotesis tadi dengan
menyelidiki data-data lama dan mengumpulkan data-data baru. Semuanya merupakan
suatu pemeriksaan eksperimental dalam suatu rangkaian yang terus-menerus. Pada
akhirnya akan timbul suatu gambarn yang memadai yang berlainan dari
kumpulan angka belaka (Ance G, 2008).
Keadaan iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh letak geografis dan
topografi. Indonesia terletak di daerah ekuator (7 LU - 11LS) dan diapit oleh Benua
Asia dan Benua Australia. Benua Asia dan Australia memiliki moonson foci yang
menyebabkan adanya dua periode musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Persebaran curah hujan di Indonesia yang tidak merata disebabkan oleh sebaran pulau
dan gunung yang banyak. Dengan melihat keadaan iklim yang khas itu, maka untuk
menentukan tipe iklim di Indonesia, diperlukan metode iklim tersendiri. Iklim
disusun oleh unsur-unsur yang sama dengan penyusun cuaca (Anonim2, 2012).
2.5 Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Fergusson dan Oldeman
2.5.1 Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson
Menurut Ance G (2008), klasifikasi iklim menurut Schmidt-Fergusson
didasarkan pada perbandingan antara Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB).
Kriteria BK dan BB yang digunakan dalam klasifikasi Schmidt-Fergusson sama
dengan kriteria BK dan BB Mohr, namun perbedaannya dalam cara perhitungan BK
dan BB akhir selama jangka waktu data curah hujan itu dihitung. Ketentuan
penetapan bulan basah dan bulan kering mengkuti aturan sebagai berikut:
Bulan Kering : bulan dengan curah hujan < 60 mm
Bulan Lembab: bulan dengan curah hujan antara 60-100 mm
Bulan Kering : bulan dengan curah hujan > 100 mm
Bulan lembab dalam penggolongan ini tidak dihitung. Persamaan yang
dikemukakan oleh Schmidt yaitu:
jumlah ratarata curah hujanbulan kering
Q= x 100
jumlah ratarata curah hujan bulanbasah
Sistem klasifikasi Schmidt-Fergusson cukup luas dipergunakan khususnya
untuk tanaman keras/tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan. Hal ini kiranya
cukup beralasan karena dengan sistem ini orang kurang tahu sebenarnya kapan bulan
kering atau bulan basah terjadi. Apakah berurutan atau berselang seling (Dewi, 2005).
2.5.2 Klasifikasi iklim Menurut Oldeman
Menurut Ance G (2008), Klasifikasi iklim yang dibuat oleh Oldeman
didasarkan untuk kepelua pertanian di Indonesia. Dasar yang digunakan adalah
adanya bulan basah yang berturut-turut dan bulan kering yang berturut-turut pula.
Kedua bulan ini dihbungkan dengan kebutuhan tanaman padi di sawah serta palawija
terhadap air. Dalam penentuan blan basah dan bulan kering agak berbeda dengan
penentuan yang dilakukan oleh Mohr. Menurut Oldeman yaitu :
a) Bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih dari 200 mm
b) Bulan kering adalah bulan dengan curah hujan dibawah 100 mm
c) Bulan lembab adalah bulan dengan curah hujan berada diantara 200-100.
Sebagaimana telah disebutkan diawal bahwa system ini diarahkan untuk tanaman
pangan dan palawija. Dibandingkan dengan cara sebelumnya, cara ini sudah lebih
maju karena secara tidak langsung sekaligus mempertimbangkan unsure cuaca yang
lain seperti radiasi matahari dikaitkan dengan kebutuhan air tanaman (Dewi, 2005).
2.6 Kenapa Menghitung
Menurut saya kenapa kita harus menghitung data curah hujan ini karena
dalam menentukan iklim disuatu daerah harus diperlukan kegiatan penelitian lebih
banyak, lebih dari sekedar kumpulan data statistik. Data statistik memang penting,
akan tetapi hanya merupakan bahan mentah dengan pengertian harus mendapatkan
pengolahan lebih lanjut agar benar-benar dapat mendekati pengertian iklim yang
sebenarnya. Hal sesuai dengan pendapat Ance G (2008), bahwa iklim adalah rata-rata
keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama. Sehingga untuk memahami
sifat iklim diperlukan kegiatan penelitian lebih banyak, lebih dari sekedar kumpulan
data statistik.

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu danTempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 14, 21,28 Maret 2016
pada pukul 09.50 WITA sampai selesai di laboratorium Agrokmatologi dan Statistika
di Universitas Hasanuddin.
3.2 Bahan danAlat
Alat yang digunakan yaitu Laptop, LCD (proyektor), alat tulis menulis, dan
buku sumber. Sedangkan bahan yang digunakan adalah data iklim dan curah hujan
pada kecamatan masing-masing kelompok selama 10 tahun terakhir.
3.3 Prosedur Praktikum
3.3.1.Cara PenentuanTipe iklim menurut Oldeman
Prosedur penentuan tipe iklim menurut Oldeman yaitu :
1 Menyiapkan data mentah 15 tahun terakhir pada kecamatan tertentu yang ingin
diolah datanya
2 Menentukan jumlah curah hujan dan rata-ratanya yang terjadi dalam waktu per
hari, kemudian per bulan, lalu per tahun
3 Menggabungkan data dengan teman satu kelompok yang mengerjakan pada
tahun yang lain (jangka 15 tahun terakhir)
4 Menghitung jumlah bobot curah hujan dengan rumus =30/31*C5 dengan
30 merupakan angka rata-rata hari dalam satu bulan, 31 merupakan jumlah
hari dalam bulan yang diamati dan C5 merupakan cells curah hujan yang
terjadi pada bulan tersebut (dalam tahun tertentu).
5 Menghitung dan memilah jumlah bobot hujan yang ada dengan ketetapan
Oldeman, yaitu jika ia termasuk :
Bulan Basah (BB) .> 200mm/bulan
Bulan Lembab (BL) 100-200 mm/bulan
Bulan kering (BK) < 100 mm/bulan
6 Memasukkan kedalam tipe utama (Huruf) dan sub tipe (angka), sehingga akan
diperoleh tipe iklim.
3.3.2. Cara Penentuan Tipe Iklim Menurut Scmidt dan Fergusson
1 Pengolahan datanya sama dengan klasifikasi Oldeman akan tetapi jumlah
bobotnya yang berbeda
2 Menghitung dan memilah jumlah bobot hujan yang ada dengan ketetapan
Oldeman, yaitu jika ia termasuk :
Bulan Basah (BB) .> 100mm/bulan
Bulan Lembab (BL) 60 100 mm/bulan
Bulan kering (BK) < 60 mm/bulan
3 Menghitung jumlah Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK) yang terjadi
dalam bobot curah hujan yang ada, sehingga dapat menentukan pada bulan
berapa sebaiknya dilakukan pola penanaman yang sesuai.
4 Menghitung nilai Q, yaitu banyak bulan kering/banyak bulan basah x 100%
5 Memasukkan nilai Q yang ada kedalam 8 pembagian tipe iklim menurut sifatnya
(Oldeman)
3.3.2. Cara Penentuan Peluang
1 Menyiapkan data mentah 15 tahun terakhir pada kecamatan tertentu yang ingin
diolah datanya.
2 Menentukan jumlah rata-rata curah hujan, peluang 40 %, 50 % dan 60%. rata-
ratanya yang terjadi dalam waktu per hari, per bulan dan per tahun.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 2.1 Data Curah Hujan Desa Manjalling Kec. Bajeng Kab. Gowa Selama
16 Tahun

Sumber: Data Setelah Diolah, 2016

Tabel 2.2 Data Curah Hujan yang Telah Diboboti


Sumber: Data Setelah Diolah, 2016

Tabel 2.3 Data yang Telah Dirangking


Sumber: Data Setelah Diolah, 2016

Tabel 2.4 Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Fergusson


Sumber: Data Setelah Diolah, 2016

Tabel 2.5 Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman

Sumber: Data Setelah Diolah, 2016

Grafik 2.1 Peluang 40%


Grafik Peluang 40%
800
700
600
500
400
Axis Title
300
200
100
0

Sumber: Data Setelah Diolah, 2016


Grafik 2.2 Peluang 50%

Grafik Peluang 50%


600

500

400

300
Axis Title
200

100

Sumber: Data Setelah Diolah, 2016

Grafik 2.3 Peluang 60%


Grafik Peluang 60%
600

500

400

300
Axis Title
200

100

Sumber: Data Setelah Diolah, 2016


Grafik 2.4 Peluang 40%, 50% dan 60%

Grafik Peluang 40%, 50% dan 60%


800
700
600
500
400
Axis Title 300
200
100
0

Sumber: Data Setelah Diolah, 2016

4.2 Pembahasan
Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari Desa Manjalling Kec.
Bajeng Kab. Gowa selama 16 tahun terakhir dapat dilihat bahwa curah hujan yang
terjadi didaerah tersebut berbeda-beda setiap tahunnya. Berdasarkan data diatas,
penentuan tipe iklim Schmidt-Fergusson dapat diketahuai bahwa bulan basah terdapat
99 sedangkan bulan kering terdapat 32. Sehingga dengan rumus :
BK
Q= x 100
BB
32
= x 100
99
= 0.323
Itu artinya bahwa tipe iklim di daerah tersebut berdasarkan penggolongan tipe iklim
Schmidt-Fergusson yaitu tipe iklim B yang meruapakan tipe iklim basah. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ance G (2008), bahwa bila 0.143< Q < 0.333 artinya wilayah
tersebut tergolong dalam tipe iklim B yaitu tipe iklim basah.
Sedangkan berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman tipe iklimnya
dapat diketahui bahwa bulan basah berturut-turut terjadi 10 kali yaitu pada bulan
Januari-April kemudian pada bulan November-April. Sedangkan bulan kering
berturut-turut terjadi sebanyak 5 kali yaitu pada bulan Juni-Oktober. Sehingga
menurut klasifikasi tipe iklm Oldeman, daerah ini termasuk kedalam tipe iklim A,
dimana bulan basahnya tejadi lebih dari 9 kali berturut-turut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ance G (2008), bahwa bila bulan basah terjadi lebih dari 9 kali berturut-
turut maka tipe iklimnya termasuk dalam tipe iklim zona A.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh dalam pengolahan data curah hujan di Desa
Manjalling Kec. Bajeng Kab. Gowa selama 16 tahun terakhir dapat disimpulkan
bahwa:
1 Berdasarkan data yang diperoleh, penentuan tipe iklim Schmidt-Fergusson dapat
diketahuai bahwa bulan basah terdapat 99 sedangkan bulan kering terdapat 32.

BK
Kemudian dengan rumus Q= x 100 diperoleh hasil 0.323. Itu artinya
BB
bahwa tipe iklim di daerah tersebut berdasarkan penggolongan tipe iklim
Schmidt-Fergusson yaitu tipe iklim B yang meruapakan tipe iklim basah.
2 berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman tipe iklimnya dapat diketahui
bahwa bulan basah berturut-turut terjadi 10 kali yaitu pada bulan Januari-April
kemudian pada bulan November-April. Sedangkan bulan kering berturut-turut
terjadi sebanyak 5 kali yaitu pada bulan Juni-Oktober. Sehingga menurut
klasifikasi tipe iklm Oldeman, daerah ini termasuk kedalam tipe iklim A, dimana
bulan basahnya tejadi lebih dari 9 kali berturut-turut.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum ini menggunakan ketelitian dan kecermatan yang
tinggi untuk menghasilkan data yang akurat sehingga tujuan dari praktikum ini dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim2. 2012. http://gowakab.bps.go.id/frontend/Subjek/view/id/153


Anonim3. 2012. http://arisetiadi11911.blogspot.co.id/2012/02/laporan-praktikum-dasar-
dasar_27.html
1
Anonim . 2014. pertanian.go.id/assets/file/2014/Kajian%2520LP2B%2520 Kab.%
2520Gowa-Sulsel-2014.pdf
Dewi, Nur Kusuma. 2005. Kesesuaian Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman.
http://publikasiilmiah.unwahas.ac.id
Kartasapoetra, A G. 2008. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap
Tanah dan Tanaman. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Novita. 2011. http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=165404
Tuminar, T K. 2014. Klimatologi Dasar. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai