Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang
Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang dianugerahi bekal
ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan
pribadi warga negara Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban
dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan
dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman
disiplin. Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu:
Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten, Tugas dan tanggungjawab profesional
pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik, Berperilaku tercela yang merusak martabat dan
kehormatan Apoteker. Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan
Apoteker yang tidakmenaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin Apoteker.
I.2 Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami implementasi disiplin apoteker dalam pekerjaan


kefarmasian di rumah sakit

I.3 Rumusan Masalah

Bagaimana Implementasi pedoman disiplin apoteker dalam pekerjaan kefarmasian di rumah


sakit?

1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian dan Definisi

Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan


menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan
praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin, Penegakan Disiplin
adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan
pelayanan yang harus diikuti oleh Apoteker. (IAI, 2014)

II.2 Bentuk pelanggaran disiplin Apoteker Indonesia (IAI, 2014)

1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.


Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/standar
kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/ mengakibatkan kerusakan,
kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya,
tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau Apoteker pendamping
yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenaga tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan pasien/
masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan up to date dengan cara yang
mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan
dan/ atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional sebagai
Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai
dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin mutu, keamanan, dan
khasiat/manfaat kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan
baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan tidak
terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian kepada pasien.

3
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga berpotensi
menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental
yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-medikasi (self
medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak objektif
kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa alasan yang
layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak benar
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) atau Surat Izin
Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat kompetensi
yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MEDAI
untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.

4
II.3 KODE ETIK APOTEKER (IAI, 2009)

I - KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah / Janji
Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode
Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker
Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam
melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan
kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
II - KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9

5
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan
masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani.
III - KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi
ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama
yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta
mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
IV - KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai danmenghormati sejawat
petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas
kesehatan lain
V - PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik Apoteker
Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
I1.4 Pedoman Praktek Apoteker Indonesia (IAI, 2013)

PENGELOLAAN
Pemilihan
Apoteker membuat prosedur tertulis untuk pemilihan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang tepat.

6
Pemilihan hendaknya didasarkan pada rasio manfaat risiko, rasio manfaat biaya dan kriteria yang
ditetapkan.
Pengadaan
Apoteker menjamin sediaan Farmasi dan alat kesehatan memenuhi standar yang ditetapkan.
Apoteker menjamin pemasok yang memenuhi persyaratan CDOB (Cara Distribusi Obat yang
Baik).
Pelaksanaan pengadaan harus terdokumentasi dengan baik.
Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh suplier hendaknya didokumentasikan dan ditinjau
secara periodik untuk mencegah terjadinya kesalahan ulang.
Proses pengadaan meliputi : perencanaan, pelaksanaan dan penerimaan
Apoteker melakukan perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan menggunakan
metode yang sesuai.
Penerimaan
Apoteker menjamin bahwa penerimaan sediaan farmasi dan alkes sesuai dengan jenis,
spesifikasi, jumlah, nomor batch, tanggal daluwarsa, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak/pesanan.
Apoteker menjamin bahwa penerimaan sedian farmasi dan alkes dilakukan oleh tenaga farmasi
yang diberi kewenangan untuk itu.
Apoteker melakukan verifikasi dengan menggunakan daftar tilik (checklist) yang sudah
disiapkan untuk masing-masing jenis produk.
Penyimpanan
Penyimpanan harus dapat menjamin stabilitas, keamanan dan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
Apoteker perlu melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diterima dan disimpan.
Penyimpanan obat keras harus dilakukan di luar jangkauan pasien.
Obat yang perlu penanganan khusus seperti narkotika, psikotropika, obat yang memerlukan suhu
tertentu, obat yang mudah terbakar, sitostatik dan reagensia disimpan pada tempat yang khusus.
Obat yang expired atau rusak disimpan terpisah dengan obat lainnya
Obat dengan kemasan, nama dan penyebutan yang mirip (look alike, sound alike, LASA) harus
diberi penandaan khusus.
Pendistribusian

7
Pendistribusian dilakukan dengan menyalurkan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari tempat
penyimpanan sampai kepada fasilitas pelayanan.
Pendistribusian dilakukan dengan sistem distribusi yang menjamin kesinambungan penyaluran,
mempertahankan mutu, meminimalkan kehilangan, kerusakan dan kadaluarsa.
Pendistribusian sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan pencatatan yang baik.
Penghapusan dan Pemusnahan
Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat harus dimusnahkan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Penghapusan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari pembukuan sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Pemusnahan obat harus menghindari terjadinya pencemaran lingkungan dan mencegah
penyalahgunaan.
Sediaan Farmasi yang akan dimusnahkan supaya disimpan terpisah dan dibuat daftar yang
mencakup jumlah dan identitas produk.
Penghapusan dan pemusnahan obat harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundangan yang berlaku.
Penarikan kembali sediaan farmasi
Penarikan kembali (recall) dilakukan segera setelah diterima permintaan/instruksi untuk
penarikan kembali.
Untuk penarikan kembali sediaan farmasi yang mengandung risiko besar terhadap kesehatan,
hendaklah dilakukan penarikan sampai tingkat konsumen.
Pelaksanaan penarikan kembali agar didukung oleh sistem dokumentasi yang memadai.

CSSD (Central Steril Supply Department)


Apoteker memilih dan menetapkan metoda sterilisasi, metoda pengemasan, penyimpanan dan
pendistribusian untuk bahan dan alat kesehatan.
Melakukan perencanaan kegiatan sterilisasi sentral dan kebutuhan bahan-bahan dan uji
sterilisasi.
Mejamin bahan atau alat kesehatan yang disterilkan memenuhi standar.
Produksi Skala Terbatas
Proses peracikan dilakukan di area yang khusus untuk peracikan.
Memastikan ruang/tempat kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan.

8
Penyiapan semua produk dengan menggunakan peralatan yang sesuai.
Menggunakan bahan yang memenuhi syarat farmakope dan yang disimpan dalam kondisi yang
direkomendasikan.
Pengemasan Kembali (Re-Packing)
Kegiatan pengemasan kembali harus dapat menjamin bahwa kualitas, stabilitas dan khasiat obat
tidak mengalami perubahan.
Pengemasan kembali harus dilakukan dengan menggunakan bahan yang tidak membahayakan
kesehatan manusia dan tetap menjamin mutu produk.
Pengemasan kembali harus memenuhi persyaratan CPOB
PELAYANAN
Pelayanan Resep (Compounding dan Dispensing)
Apoteker memastikan bahwa pengkajian resep dilakukan sebelum penyiapan/peracikan obat
(compounding).
Apoteker memastikan penyiapan/peracikan obat termasuk pelabelan/ pengetiketan sudah
terlaksana sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.
Apoteker wajib memberikan penjelasan dan penguraian (J-urai) terkait obat pada saat
penyerahan.
Pada setiap tahap pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian
obat (medication error) dengan melaksanakan aktivitas sesuai standar prosedur operasional.
Apoteker menjamin bahwa pasien mengetahui prosedur pelayanan resep.
Untuk Compounding dan Dispensing Sediaan Khusus harus dilakukan untuk menjamin
kompatibilitas, stabilitas obat dan sesuai dengan dosis dan atau sterilitas oleh tenaga kefarmasian
yang terlatih dengan menggunakan perlengkapan sesuai kebutuhan.
Apoteker melakukan analisis farmakoekonomi terhadap setiap obat yang tertera dalam resep.
Apoteker membantu memilihkan obat untuk pasien yang paling cost effectiveness.
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Apoteker berkewajiban melakukan Pelayanan informasi obat yang meliputi kegiatan : menjawab
pertanyaan baik lisan maupun tulisan, membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet,
pemberdayaan masyarakat (penyuluhan), memberikan informasi dan edukasi kepada
pasien/masyarakat, sejawat, tenaga kesehatan lain dan pihak-pihak yang memerlukan.
Konseling
Apoteker berkewajiban melakukan Konseling (diskusi antara apoteker dengan pasien/keluarga
pasien) yang dilakukan secara terstruktur untuk memberikan kesempatan kepada pasien/keluarga

9
pasien mengeksplorasikan diri dan membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan
kesadaran sehingga pasien/keluarga pasien memperoleh keyakinan akan
kemampuannya dalam penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasi sehingga tercapai
efek farmakoterapi yang optimal.
Pemantauan Terapi Obat dan Efek Samping
Apoteker melakukan Pemantauan Terapi Obat (PTO) untuk memastikan terapi obat yang aman,
efektif dan rasional bagi pasien serta meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko
ROTD.
Apoteker mendeteksi adanya kejadian ESO atau ROTD, mengidentifikasi obat dan pasien yang
mempunyai risiko tinggi mengalami ESO atau ROTD, mengevaluasi laporan ESO,
mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO atau ROTD.
Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)
Apoteker bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk melakukan pemantauan kadar obat
dalam darah yaitu merupakan rangkaian kegiatan memeriksa dan menginterpretasikan kadar obat
tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat, atau atas usulan dari apoteker kepada dokter
misalnya pemantauan obat dengan indeks terapi sempit.

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Apoteker melakukan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) secara terstruktur dan berkesinambungan
baik kualitatif maupun kuantitatif dalam rangka kebijakan penggunaan obat.

II.5 Pekerjaan Kefarmasian Di Rumah Sakit (Menkes, 2016)

1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:


a) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b) Pelayanan farmasi klinik.
2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, Meliputi :
a) Pemilihan;
b) Perencanaan kebutuhan;
c) Pengadaan;
d) Penerimaan;
e) Penyimpanan;
f) Pendistribusian;
g) Pemusnahan dan penarikan;
h) Pengendalian; dan
i) Administrasi.

10
3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud meliputi:
a) Pengkajian dan pelayanan Resep;
b) Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c) Rekonsiliasi Obat;
d) Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e) Konseling;
f) Visite;
g) Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h) Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j) Dispensing sediaan steril; dan
k) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan steril sebagaimana
dimaksud pada ayat huruf hanya dapat dilakukan oleh Rumah Sakit yang
mempunyai sarana untuk melakukan produksi sediaan steril

BAB III
PEMBAHASAN

Implementasi Disiplin Apoteker pada Standar Pekerjaa Kefarmasian di Rumah Sakit


meliputi standar :
A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
B. Pelayanan farmasi klinik.

A. Implementasi Disiplin Apoteker pada Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,


dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah sakit, Meliputi :
Pemilihan;
Apoteker membuat prosedur tertulis untuk pemilihan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang tepat.
Pemilihan hendaknya didasarkan pada rasio manfaat risiko, rasio manfaat biaya dan
kriteria yang ditetapkan.
Perencanaan kebutuhan;
Apoteker melakukan perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan
menggunakan metode yang sesuai.
Pengadaan;
Apoteker menjamin sediaan Farmasi dan alat kesehatan memenuhi standar yang
ditetapkan.

11
Apoteker menjamin pemasok yang memenuhi persyaratan CDOB (Cara Distribusi
Obat yang Baik).
Penerimaan;
Apoteker menjamin bahwa penerimaan sediaan farmasi dan alkes sesuai dengan
jenis, spesifikasi, jumlah, nomor batch, tanggal daluwarsa, waktu penyerahan dan
harga yang tertera dalam kontrak/pesanan.
Apoteker menjamin bahwa penerimaan sedian farmasi dan alkes dilakukan oleh
tenaga farmasi yang diberi kewenangan untuk itu.
Apoteker melakukan verifikasi dengan menggunakan daftar tilik (checklist) yang
sudah disiapkan untuk masing-masing jenis produk.
Penyimpanan;
Penyimpanan harus dapat menjamin stabilitas, keamanan dan mutu sediaan farmasi
dan alat kesehatan.

Apoteker perlu melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang diterima dan disimpan.
Pendistribusian;
Pendistribusian dilakukan dengan sistem distribusi yang menjamin kesinambungan
penyaluran, mempertahankan mutu, meminimalkan kehilangan, kerusakan dan
kadaluarsa.
Pemusnahan dan penarikan;
Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat harus dimusnahkan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Penghapusan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari pembukuan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Pengendalian
Administrasi.
Setiap kegiatan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengendalian persediaan,
pengembalian, penghapusan dan pemusnahan sediaan farmasi harus dicatat dan
dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

B. Implementasi Disiplin Apoteker pada Pelayanan farmasi klinik di Rumah sakit


sebagaimana dimaksud meliputi:
Pengkajian dan pelayanan Resep;

12
Apoteker memastikan bahwa pengkajian resep dilakukan sebelum
penyiapan/peracikan obat (compounding).
Apoteker membantu memilihkan obat untuk pasien yang paling cost effectiveness.
Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
Rekonsiliasi Obat;
Pelayanan Informasi Obat (PIO);
Apoteker berkewajiban melakukan Pelayanan informasi obat yang meliputi kegiatan :
menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan, membuat dan menyebarkan
buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan), memberikan
informasi dan edukasi kepada pasien/masyarakat, sejawat, tenaga kesehatan lain dan
pihak-pihak yang memerlukan.
Konseling;
Apoteker berkewajiban melakukan Konseling (diskusi antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien) yang dilakukan secara terstruktur untuk memberikan
kesempatan kepada pasien/keluarga pasien Meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, kesadaran sehingga pasien/keluarga pasien memperoleh keyakinan
akan kemampuannya dalam penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasi
sehingga tercapai efek farmakoterapi yang optimal
Visite;
Kunjungan pasien (Visite) untuk mendapatkan data based pasien, mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung guna mengkaji masalah terkait obat dan
menilai keluaran terapi.
Pemantauan Terapi Obat (PTO);
Apoteker melakukan Pemantauan Terapi Obat (PTO) untuk memastikan terapi
obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien serta meningkatkan efektivitas
terapi dan meminimalkan risiko ROTD.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
Apoteker mendeteksi adanya kejadian ESO atau ROTD, mengidentifikasi obat
dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO atau ROTD,
mengevaluasi laporan ESO, mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO atau
ROTD.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
Apoteker melakukan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) secara terstruktur dan
berkesinambungan baik kualitatif maupun kuantitatif dalam rangka kebijakan
penggunaan obat.
Dispensing sediaan steril; dan

13
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
Apoteker bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk melakukan
pemantauan kadar obat dalam darah yaitu merupakan rangkaian kegiatan
memeriksa dan menginterpretasikan kadar obat tertentu atas permintaan dari
dokter yang merawat, atau atas usulan dari apoteker kepada dokter misalnya
pemantauan obat dengan indeks terapi sempit.
BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
1. Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
peraturan perundangundangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak
ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman disiplin. Pelanggaran disiplin adalah
pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan, yang
pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu: Melaksanakan
praktik Apoteker dengan tidak kompeten, Tugas dan tanggungjawab profesional
pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik, Berperilaku tercela yang merusak
martabat dan kehormatan Apoteker. Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan,
tulisan, atau perbuatan Apoteker yang tidakmenaati kewajiban dan/atau
melanggar larangan ketentuan disiplin Apoteker.
2. Implementasi Disiplin Apoteker dalam pekerjaan di Rumah Sakit, meliputi 2 hal
yakni pada Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Pelayanan farmasi klinik.
Contohnya pada ialah Seorang Apoteker seharusnya melakukan Pemilihan obat
hendaknya didasarkan pada rasio manfaat risiko, rasio manfaat biaya dan kriteria
yang ditetapkan.

14
15
DAFTAR PUSTAKA

IAI, 2009. Keputusan Kongres Nasional, Kode Etik Apoteker Indonesia . Jakarta: Ikatan
Apoteker Indonesia.
IAI, 2014. Surat Keputusan , Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia . Jakarta: Ikatan Apoteker
Indonesia
IAI., 2013. Surat Keputusan, Pedoman Praktek Apoteker Indonesia . Jakarta: Ikatan Apoteker
Indonesia
Menkes RI., 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit . Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

16
IMPLEMENTASI DISIPLIN APOTEKER DALAM PEKERJAAN
DI RUMAH SAKIT
Tugas Khusus Mata Kuliah Undang-Undang & Etika Farmasi
Dosen : Dr. Tiah Rahmatiah, M.Si., Apt

Oleh :
ANGKATAN 33/ KELAS B REGULER/ KELOMPOK 3
1 WAHYU 16340139
.
2 PORMAN N. SIAHAAN 16340140
.
3 UMMI KALSUM 16340141
.
4 ZUKRI YUNAS 16340142
.
5 NURHALIMAH 16340143
.
6 MEGAWATI KATJONG 16340144
.

PROGRAM STUDI APOTEKER

17
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2017
DAFTAR ISI
Halaman

COVER
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Tujuan 1
I.3 Rumusan Masalah 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2


II.1 Pengertian Disiplin Apoteker 2
II.2 Bentuk Pelanggaran Disiplin Apoteker 2
II.3 Kode Etik Apoteker Indonesia 4
II.4 Pedoman Praktek Apoteker Indonesia 5
II.5 Pekerjaan Kefarmasian Di Rumah Sakit 10

BAB III PEMBAHASAN 11

BAB IV PENUTUP 14
KESIMPULAN 14
DAFTAR PUSTAKA

18
ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Undang-Undang & Etika Farmasi pada
semester I, tahun ajaran 2017/2018, yang berjudul Implementasi Disiplin Apoteker dalam
Pekerjaan di Rumah sakit.

Penulis sadar, sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik di masa yang akan
datang. Penulis berharap, semoga makalah sederhana ini, dapat menjadi pengetahuan dan
informasi baru yang dikemas dalam bentuk singkat, padat dan jelas.

Jakarta, Mei 2017

Penulis

19

Anda mungkin juga menyukai