Anda di halaman 1dari 69

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

1. KONSEP MEDIS

a. Definisi Infark Miokard Akut (IMA)

Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang

disebabkan oleh karena sumbatan pada arteri koroner.

Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada

dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke

jaringan otot jantung (M. Black, Joyce, 2014). Infark Miokard

Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot

jantung terganggu (M. Black, Joyce, 2014: 343).

b. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab IMA paling sering adalah oklusi lengkap atau

hampir lengkap dari arteri coroner, biasanya dipicu oleh ruptur

plak arterosklerosis yang rentan dan diikuti oleh pembentukan

trombus. Ruptur plak dapat dipicu oleh faktor-faktor internal

maupun eksternal. (M.Black, Joyce, 2014 : 343).

Faktor internal antara lain karakteristik plak, seperti ukuran

dan konsistensi dari inti lipid dan ketebalan lapisan fibrosa ,

serta kondisi bagaimana plak tersebut terpapar, seperti status

koagulasi dan derajat vasokontriksi arteri. Plak yang rentan

paling sering terjadi pada area dengan stenosis kurang dari

70% dan ditandai dengan bentuk yang eksentrik dengan batas


tidak teratur; inti lipid yang besar dan tipis ; dan pelapis fibrosa

yang tipis (M. Black, Joyce, 2014).

Faktor eksternal berasal dari aktivitas klien atau kondisi

eksternal yang memengaruhi klien. Aktivitas fisik berat dan

stress emosional berat, seperti kemarahan, serta peningkatan

respon sistem saraf simpatis dapat menyebabkan rupture plak.

Pada waktu yang sama, respon system saraf simpatis akan

meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Peneliti telah

melaporkan bahwa faktor eksternal, seperti paparan dingin

dan waktu tertentu dalam satu hari, juga dapat memengaruhi

rupture plak. Kejadian coroner akut terjadi lebih sering dengan

paparan terhadap dingin dan pada waktu waktu pagi hari.

Peneliti memperkirakan bahwa peningkatan respon system

saraf simpatis yang tiba-tiba dan berhubungan dengan faktor-

faktor ini dapat berperan terhadap ruptur plak.

Peran inflamasi dalam memicu ruptur plak masih dalam

penelitian. (M. Black, Joyce, 2014). Apapun penyebabnya,

ruptur plak aterosklerosis akan menyebabkan (1) paparan aliran

darah terhadap inti plak yang kaya lipid, (2) masuknya darah

ke dalam plak, menyebabkan plak membesar, (3) memicu

pembentukan trombus, dan (4) oklusi parsial atau komplet dari

arteri coroner.(M.Black, Joyce, 2014).

Angina tak stabil berhubungan dengan oklusi parsial

jangka pendek dari arteri coroner, sementara IMA berasal


dari oklusi lengkap atau signifikan dari arteri coroner yang

berlangsung lebih dari 1 jam. Ketika aliran darah berhenti

mendadak, jaringan miokardium yang disuplai oleh arteri

tersebut akan mati. Spasme arteri coroner juga dapat

menyebabkan oklusi akut. Faktor risiko yang memicu serangan

jantung pada klien sama untuk semua tipe PJK. (M.Black,

Joyce, 2014).

c. Patofisiologi

IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak

seperti iskemia sementara yang terjadi dengan angina, iskemia

jangka panjang yang tidak berkurang akan menyebabkan

kerusakan ireversibel terhadap miokardium. Sel-sel jantung

dapat bertahan dari iskemia selama 15 menit sebelum akhirnya

mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga 10 detik

setelah aliran darah turun karena miokardium aktif secara

metabolik. Ketika jantung tidak mendapatkan darah dan

oksigen, sel jantung akan menggunakan metabolisme

anaerobic, menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat (ATP)

dan lebih banyak asam laktat sebagai hasil sampingannya. Sel

miokardium sangat sensitif terhadap perubahan pH dan

fungsinya akan menurun. Asidosis akan menyebabkan

miokarium menjadi lebih rentan terhadap efek dari enzim

lisosom dalam sel. Asidosis menyebabkan gangguan sistem

konduksi dan terjadi disritmia.


Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan

kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Sel miokardium

mengalami nekrosis, enzim intraselular akan dilepaskan ke

dalam aliran darah, yang kemudian dapat dideteksi dengan

pengujian laboratorium (M.Black, Joyce, 2014).

Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang

dalam suatu proses yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini

didorong juga oleh aktivasi neurohormonal yang terjadi pada

IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan aktivasi

dari sistem renin-angiotensin akan meningkatkan preload

selama IMA untuk menjaga curah jantung. Infark transmural

akan sembuh dengan menyisakan pembentukan jaringan parut

di ventrikel kiri, yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus

berlanjut hingga enam minggu setelah IMA dan disertai oleh

penipisan progresif serta perluasan dari area infark dan non

infark. Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang mengalami

perombakan akan berubah, yang menyebabkan perubahan

structural permanen ke jantung. Jaringan yang mengalami

remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan dapat berakibat

pada gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi ventrikel

kiri, serta peningkatan volume serta tekanan ventrikel.

Remodeling dapat berlangsung bertahun-tahun setelah IMA

(M.Black, Joyce,2014).

Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel


kiri di dekat apeks, yang terjadi akibat trombosis dari cabang

desenden arteri coroner kiri. Lokasi umum lainnya adalah (1)

dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat dasar dan di

belakang daun katup/ kuspis posterior dari katup mitral dan (2)

permukaan inferior (diafragmantik) jantung. Infark pada ventrikel

kiri posterior terjadi akibat oklusi arteri coroner kanan atau

cabang sirkumfleksi arteri coroner kiri. Infark inferior terjadi

saat arteri coroner kanan mengalami oklusi. Pada sekitar 25

% dari IMA dinding inferior, ventrikel kanan merupakan lokasi

infark. Infark atrium terjadi pada kurang dari 5%. Peta konsep

menjelaskan efek selular yang terjadi selama infark miokard.

(M.Black, Joyce, 2014).

d. Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut (IMA)

Manifestasi klinis yang berhubungan dengan IMA berasal

dari iskemia otot jantung dan penurunan fungsi serta asidosis

yang terjadi. Manifestasi klinis utama dari IMA adalah nyeri

dada yang serupa dengan angina pectoris tetapi lebih parah

dan tidak berkurang dengan nitrogliserin. Nyeri dapat menjalar

ke leher, rahang, bahu, punggung atau lengan kiri. Nyeri juga

dapat ditemukan di dekat epigastrium, menyerupai nyeri

pencernaan. IMA juga dapat berhubungan dengan manifestasi

klinis yang jarang terjadi berikut ini: (M.Black, Joyce, 2014)

1) Nyeri dada, perut, punggung, atau lambung yang tidak khas.

2) Mual atau pusing


3) Sesak napas dan kesulitan bernapas.

4) Kecemasan, kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat

dijelaskan

5) Palpitasi, kringat dingin, pucat

Wanita yang mengalami IMA sering kali datang dengan satu

atau lebih manifestasi yang jarang terjadi di atas. (M.Black,

Joyce, 2014).

e. Klasifikasi Infark Miokard Akut (IMA)

1) Infark Miokard Subendokardial

Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah

subendokardial yang relatif menurun dalam waktu yang lama

sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri

koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti

hipotensi, perdarahan dan hipoksia (Rendy & Margareth,

2012).

2) Infark Miokard Transmural

Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural

berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis sering

terjadi di daerah yang mengalami penyempitan

arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan

(Rendy & Margareth, 2012).

f. Komplikasi Infark Miokard Akut (IMA)


Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai

IMA. Oleh karena itu, tujuan kolaborasi utama antara lain

pencegahan komplikasi yang mengancam jiwa atau paling

tidak mengenalinya. (M.Black, Joyce, 2014).Disritmia. Disritmia

merupakan penyebab dari 40 % hingga 50 % kematian setelah

IMA. Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas dari

jaringan miokardium yang iskemik dan mengalami cedera

parah. Miokardium yang rusak juga dapat mengganggu

sistem konduksi, menyebabkan disosiasi atrium dan ventrikel

(blok jantung). Supraventrikel takikardia (SVT) kadang kala

terjadi sebagai akibat gagal jantung. Reperfusi spontan atau

dengan farmakologis dari area yang sebelumnya iskemik juga

dapat memicu terjadinya ventrikel disritmia. (M.Black, Joyce,

2014 ; 347).

Syok kardiogenik. Syok kardiogenik berperan hanya pada

9% kematian akibat IMA, tetapi lebih dari 70 % klien syok

meninggal karena sebab ini. Penyebabnya antara lain (1)

penurunan kontraksi miokardium dengan penurunan curah

jantung, (2) disritmia tak terdeteksi, dan (3) sepsis. (M.Black,

Joyce, 2014 :347). Gagal jantung dan edema paru. Penyebab

kematian paling sering pada klien rawat inap dengan

gangguan jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung

melumpuhkan 22 % klien laki-laki dan 46 % wanita yang

mengalami IMA serta bertanggung jawab pada sepertiga


kematian setelah IMA. (M.Black, Joyce, 2014 :347). Emboli

paru. Emboli paru (PE) dapat terjadi karena flebitis dari vena

kaki panggul (trombosis vena) atau karena atrial flutter atau

fibrilasi. Emboli paru terjadi pada 10 % hingga 20 % klien pada

suatu waktu tertentu, saat serangan akut atau pada periode

konvalensi. (M.Black, Joyce, 2014: 347). Infark miokardum

berulang. Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18 % laki-laki

dan 35 % wanita dapat mengalami IMA berulang. Penyebab

yang mungkin adalah olahraga berlebih, embolisasi, dan oklusi

trombotik lanjutan pada arteri coroner oleh atheroma.

(M.Black, Joyce, 2014 : 347). Komplikasi yang disebabkan oleh

nekrosis miokardium. Komplikasi yang terjadi karena nekrosis

dari miokardium antara lain aneurisme ventrikel, ruptur jantung

(ruptur miokardium), defek septal ventrikel (VSD), dan otot

papiler yang ruptur. Komplikasi ini jarang tetapi serius,

biasanya terjadi sekitar 5 hingga 7 ahri setelah MI. Jaringan

miokardium nekrotik yang lemah dan rapuh akan

meningkatkan kerentanan terkena komplikasi ini. (M.Black,

Joyce, 2014 : 347). Perikarditis. Sekitar 28 % klien dengan MI

akut transmural akan mengalami pericarditis dini (dalam 2

hingga 4 hari). Area yang mengalami infark akan bergesekan

dengan permukaan pericardium dan menyebabkan hilangnya

cairan pelumas. Gesekan friksi pericardium dapat didengar di

area prekardial. Klien mengeluh bahwa nyeri dada memburuk


dengan gerakan, inspirasi dalam, dan batuk. Nyeri pericarditis

akan mereda dengan duduk dan condong ke depan. (M.Black,

Joyce, 2014 : 348). Sindrom dressler (perikarditis akut).

Sindrom dressler, suatu bentuk pericarditis, dapat terjadi paling

akhir enam minggu hingga beberapa bulan setelah IMA.

Walaupun agen penyebabnya tidak diketahui, diduga terjadi

karena faktor autoimun.

Klien biasanya datang dengan demam berlangsung satu

minggu atau lebih, nyeri dadaperikardium, gesekan friksi

pericardium, dan kadang kala pleuritis dengan efusi pleura. Ini

merupakan fenomena yang akan sembuh sendiri dan tidak

ada pengobatan yang telah diketahui. Terapi meliputi aspirin,

prednisone, dan analgesic opioid untuk nyeri. Terapi

antikoagulasi dapt memicu tamponade kordis dan harus

dihindari pada klien ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 348).

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1) Identitas

Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku,

agama, nomor register, pendidikan, tanggal MRS, serta

pekerjaan yang berhubungan dengan stress atau sebab

dari lingkungan yang tidak menyenangkan. Identitas

tersebut digunakan untuk membedakan antara pasien yang

satu dengan yang lain dan untuk mementukan resiko


penyakit jantung koroner yaitu laki-laki umur di atas 35

tahun dan wanita lebih dari 50 tahun (William C

Shoemarker, 2011 : 143)

b. Alasan Masuk Rumah Sakit

Penderita dengan infark miokard akut mengalami nyeri

dada, perut, punggung, atau lambung yang tidak khas, mual

atau pusing, sesak napas dan kesulitan bernapas. (Ni Luh

Gede Y, 2011 : 94)

c. Keluhan Utama

Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada

substernal, yang rasanya tajam dan menekan sangat nyeri,

terus menerus dan dangkal. Nyeri dapat menyebar ke

belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher,

rahang, atau bahu kiri. Nyeri miokard kadang-kadang sulit

dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit

tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin

(Ni Luh Gede Y,2011 : 94)

d. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada

bagian dada yang dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat

menyebar samapi lengan kiri, rahang dan bahu yang

disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan pusing. (Ni

Luh Gede Y, 2011 : 94)

e. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah

mempunyai riwayat diabetes mellitus, karena diabetes

mellitus terjadi hilangnya sel endotel vaskuler berakibat

berkurangnya produksi nitri oksida sehingga terjadi spasme

otot polos dinding pembuluh darah. Hipersenti yang

sebagian diakibatkan dengan adanya penyempitan pada

arteri renalis dan hipo perfusi ginjal dan kedua hal ini

disebabkan lesi arteri oleh arteroma dan memberikan

komplikasi trombo emboli (J.C.E Underwood, 2012 : 130)

f. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus,

peningkatan kolesterol darah, kegemukan, hipertensi, yang

beresiko diturunkan secara genetik berdasarkan kebiasaan

keluarganya. (Ni Luh Gede Y, 2011 : 94)

g. Riwayat Psikososial

Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang

sering muncul pada klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena

rasa sakit, yang dirasakan oelh klien. Peubhan psikologis

tersebut juga muncul akibat kurangnya pengetahuan

terhadap penyebab, proses dan penanganan penyakit infark

miokard akut. Hal ini terjadi dikarenakan klien kurang

kooperatif dengan perawat. (Ni Luh Gede Y, 2011 : 94)

h. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum

Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien

IMA biasanya baik atau compos mentis (CM) dan

akan berubah sesuai tingkatan gangguan yang

melibatkan perfusi sistem saraf pusat. (Muttaqin,

2010:78)

2. Tanda-Tanda Vital

Didapatkan tanda-tanda vital, suhu tubuh meningkat

dan menurun, nadi meningkat lebih dari 20x/menit.

(Huda Nurarif, Kusuma, 2015 : 25)

3. Pemeriksaan Fisik Persistem

a. Sistem Persyarafan

Kesadaran pasien kompos mentis, pusing, berdenyut,

sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi. (Bararah

dan Jauhar, 2013 : 123)

b. Sistem Penglihatan

Pada pasien infark miokard akut penglihatan

terganggu dan terjadi perubahan pupil. (Bararah dan

Jauhar, 2013 : 123)

c. Sistem Pernafasan

Biasanya pasien infark miokard akut mengalami

penyakit paru kronis, napas pendek, batuk,

perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan, bunyi

napas tambahan (krekels, ronki, mengi), mungkin


menunjukkan komplikasi pernapasan seperti pada

gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena

romboembolitik pulmonal, hemoptysis. (Bararah dan

Jauhar, 2013 : 123)

d. Sistem Pendengaran

Tidak ditemukan gangguan pada system

pendengaran (Bararah dan Jauhar,2013 : 123)

e. Sistem Pencernaan

Pasien biasanya hilang nafsu makan, anoreksia, tidak

toleran terhadap makanan, mual muntah,perubahan

berat badan, perubahan kelembaban kulit. (Bararah

dan Jauhar, 2013 : 123)

f. Sistem Perkemihan

Pasien biasanya oliguria, haluaran urine menurun bila

curah jantung menurun berat. (Bararah dan Jauhar,

2013 : 123)

g. Sistem Kardiovaskuler

Biasanya bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi

ekstra, denyut menurun. (Bararah dan Jauhar, 2013 :

123)

h. Sistem Endokrin

Pasien infark miokard akut biasanya tidak terdapat

gangguan pada system endokrin. (Bararah dan

Jauhar, 2013 : 123)


i. Sistem Muskuluskeletal

Biasanya pada pasien infark miokard akut terjadi

nyeri, pergerakan ekstremitas menurun dan tonus

otot menurun. (Huda Nurarif dan Kusuma,2015:25)

j. Sistem Integumen

Pada pasien infark miokard akut turgor kulit

menurun, kulit pucat, sianosis. (Bararah dan

Jauhar, 2013 : 123)

k. Sistem Reproduksi

Tidak ditemukan gangguan pada sistem

pendengaran (Bararah dan Jauhar, 2013 : 124).

4. Pada pemeriksaan EKG

a. Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)

Elevasi yang curam dari segmen ST Gelombang T yang

tinggi dan lebar VAT memanjang Gelombang Q tampak

b. Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)

Gelombang Q patologis Elevasi segmen ST yang cembung

ke atas Gelombang T yang terbalik (arrowhead)

c. Fase resolusi (beberapa minggu / bulan kemudian)

Gelombang Q patologis tetap ada Segmen ST mungkin

sudah kembali iseolektris Gelombang T mungkin sudah

menjadi normal Pada pemeriksaan darah (enzim jantung

CK & LDH)

a. CKMB berupa serum creatinine kinase (CK) dan fraksi


MB merupakan indicator penting dari nekrosis miokard

creatinine kinase (CK) meninngkat pada 6-8 jam setelah

awitan infark dan memuncak antara 24 & 28 jam pertama.

Pada 2-4 hari setelah awitan AMI normal

b. Dehidrogenase laktat (LDH) mulai tampak pada serum

setelah 24 jam pertama setelah awitan dan akan selama 7-

10 hari

c. Petanda biokimia seperti troponin l (Tnl) dan troponin T

(TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebihh baik dari pada

CKMB. Troponin C, Tnl dan TnT berkaitan dengan

konstraksi dari sel miokard. (Huda Nurarif dan Kusuma,

2015 : 25)

5. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan aliran

darah koroner untuk mnyelamatkan jantung dari infark

miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan

mempertahankan fungsi jantung. Pada prinsipnya, terapi

pada kasus ini di tujukan untuk mengatasi nyeri angina

dengan cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia

serta terjadinya infark miokard akut dan kematian

mendadak. Oleh karena setiap kasus berbeda derajat

keparahan atau rriwayat penyakitnya, maka cara terapi yang

baik adalah individualisasi dan bertahap, dimulai dengan

masuk rumah sakit (ICCU) dan istirahat total (bed rest).


(Huda Nurarif dan Kusuma, 2015 : 25)

B. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard akibat

oklusi arteri koroner dengan hilang atau terbatasnya aliran

darah ke arah miokardium dan nekrosis dari miokardium.

Definisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang

actual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan

sedemikian rupa (International Association for the study of

Pain) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan

hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.

Batasan Karakteristik : Perubahan selera makan, perubahan

tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan

frekuensi pernapasan, laporan isyarat, diaphoresis, perilaku

distraksi (mis, berjalan mondarmandir mencari orang lain dan

atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang), mengekspresikan

perilaku (mis. Gelisah, merengek, menangis), masker wajah

(mis. Mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata

berpencar atau tetap pada satu focus meringis), sikap

melindungi area nyeri, focus menyempit (mis. gangguan

persepsi nyeri, hambatan proses berfikir, penurunan interaksi

dengan orang dan lingkungan), indikasi nyeri yang dapat

diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap tubuh


melindungi, dilatasi pupil, melaporkan nyeri secara verbal,

gangguan tidur. Faktor yang Berhubungan : Agen cedera (mis.

biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

c. Penurunan curah jantung b.d perubahan initropik negative pada

jantung karena iskemia, cedera, atau infark pada miokardium,

dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kelemahan,

puisng, hilangnya nadi perifer, suara jantung abnormal,

gangguan hemodinamik, dan henti jantung paru. Definisi :

Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk

memenuhi kebutuhan metabolic tubuh

Batasan Karakteristik : Perubahan frekuensi/irama jantung :

aritmia, bradikardi, takikardi, perubahan EKG, palpitasi.

Perubahan preload : penurunan tekanan vena sentral (central

venous pressure, CVP), penurunan tekanan arteri paru

(pulmonary artery wedge pressure, PAWP), edema, keletihan,

peningkatan CVP, peningkatan PAWP, distensi vena jugular,

murmur, peningkatan berat badan


Perubahan afterload : kulit lembab, penurunan nadi perifer, penurunan

resistansi vascular paru (pulmonary vascular resistence, PVR),

penurunan resistansivaskular sistemik (sistemik vascular resistence,

SVR), dyspnea, peningkatan PVR, peningkataSVR. Oliguria, pengisian

kapiler memanjang, perubahan warna kulit, variasi pada pembacaan

tekanan darah. Perubahan kontraktilitas : batuk, crackle, penurunan

indeks jantung, penurunan fraksi ejeksi, ortopnea, dyspnea paroksimal

nocturnal, penurunan LVSWI (left ventricular stroke work index),

penurunan stroke volume index (SVI), bunyi S3, Bunyi S4

Perilaku/emosi : ansietas, gelisah faktor yang Berhubungan: Perubahan

afterload, perubahan kontraktilitas, perubahan frekuensi

jantung,perubahan preload, perubahan irama, perubahan volume

sekuncup

c. Gangguan pertukaran gas yang b.d penurunan curah jantung yang

ditunjukkan oleh sianosis, pengisian kapiler yang terganggu, penurunan

tekanan oksigen arteri (PaO2), dan dyspnea. Definisi : kelebihan atau

deficit pada oksigenasi dan atau eliminasi karbon dioksida pada

membrane alveolar kapiler. Batasan Karakteristik : pH darah arteri

abnormal, pH arteri abnormal, pernapasan abnormal (mis. kecepatan,

irama, kedalaman), warna kulit abnormal (msi. Pucat, kehitaman), konfusi,

sianosis (pada neonatus saja), penurunan karbon dioksida, diaforesis,

dyspnea, sakit kepala saat bangun, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia,

iritabilitas, napas cuping hidung, gelisah, samnolen, takikardi, gangguan

penglihatan.

Faktor yang berhubungan :


Perubahan membrane alveolar kapiler, ventilasi perfusi

d. Ketakutan

Definisi :

respon terhadap persepsi ancaman yang secara sadar dikenali

sebagai sebuah bahaya.

Batasan Karakteristik :

Melaporkan isyarat/peringatan, melaporkan kegelisahan, melaporkan

rasa takut, melaporkan penurunan kepercayaan diri, melaporkan

ansietas, melaporkan kegembiraan, melaporkan peningkatan

ketegangan, melaporkan kepanikan, melaporkan teror.

Kognitif : penurunan kemampuan belajar, penurunan kemampuan

memecahkan masalah, penurunan produktivitas, mengidentifikasikan

objek ketakutan, stimulasi

diyakini merupakan ancaman.

Perilaku : perilaku menyerang, perilaku menghindar, impulsive,

peningkatan kewaspadaan, focus menyempit pada sumber-sumber

ketakutan.

Fisiologis : anoreksia, diare, mulut kering, dyspnea, letih, peningkatan

keringat, peningkatan denyut nadi, peningkatan frekuensi napas,

peningkatan tekanan darah sistolik, kaku otot, mual, muntah, pucat,

dilatasi pupil.

Faktor yang Berhubungan : Berasal dari luar (mis. kebisingan tiba-

tiba, ketinggian, nyeri, penurunan dukungan fisik), Berasal dari dalam

(neurotransmitter), kendala bebas, respon belajar (mis. conditioning,

mencontoh dari atau identifikasi dengan orang lain), stimulus fobik,


gangguan sensorik, berpisah dari sistem pendukung dalam situasi

yang berpotensi menimbulkan stress (mis. rawat inap, prosedur rumah

sakit), tidak familiar dengan pengalaman lingkungan.

e. Konstipasi

Definisi : penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh

kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses atau pengeluaran

feses yang kering, keras dan banyak.

Batasan Karakteristik :

Nyeri abdomen, nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot,

anoreksia, penampilan tidak khas pada lansia (mis. perubahan pada

status metal, inkontinensia

urinarius, jatuh yang tidak penyebabnya, peningkatan suhu tubuh),

borbogirigmi, darah merah pada feses, perubahan pada pola defekasi,

penurunan frekuensi, penurunan volume feses, distensi abdomen,

rasa rektal penuh, rasa tekanan rektal, keletihan umum, feses keras

dan berbentuk, sakit kepala, bising usus hiperaktif, bising usus

hipoaktif, peningkatan tekanan abdomen, tidak dapat makan, mual,

rembesan feses cair, nyeri pada saat defekasi, massa abdomen yang

dapat diraba, adanya feses lunak seperti pasta di dalam rectum,

perkusi abdomen pekak, sering flatus, mngejan pada saat defekasi,

tidak dapat mengeluarkan feses, muntah. Faktor yang Berhubungan :

Fungsional : kelemahan otot abdomen, kebiasaan mengabaikan

dorongan defekasi, ketidakadekuatan toileting (mis. batasan waktu,

posisi untuk defekasi, privasi), kurang

aktivitas fisik, kebiasaan defekasi tidak teratur, perubahan lingkungan


saat ini.

Psikologis : depresi, stress emosi, konfusi mental

Farmakologis : antasida mengandung aluminium, atikolinergik,

antikonvulsan, antidepresan, agens antilipemik, garam bismuth,

kasium karbonat, penyekat saluran kalsium, diuretic, garam besi,

penyalahgunaan laksatif, agen antiinflamasi non steroid, opiate,

fenotiazid, sedative, simpatomimemik

Mekanis : ketidakseimbangan elektrolit, kemoroid, penyakit

hirschprung, gangguan neurologis, obesitas, opstruksi pasca bedah,

kehamilan, pembesaran prostat, abses

rektal, fisura anak rektal, struktur anak rektal, prolaps rektal, ulkus

rektal, rektokel,tumor

Fisiologis : perubahan pola makan, perubahan makanan, penurunan

motilitas traktus gastrointestinal, dehidrasi, ketidakadekuatan gigi

geligi, ketidakadekuatan hygiene

oral, asupan serat tidak cukup, asupan cairan tidak cukup, kebiasaan

makan buruk (Huda Nurarif, Kusuma, 2013 dan Bararah, Jauhar, 2013

: 245)

C. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri akut

Tujuan :

1. Memperlihatkan pengendalian nyeri

2. Menunjukkan tingkat nyeri

Noc

1. Tingkat Kenyamanan : Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan


fisik dan psikologis

2. Pengendalian nyeri :Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri

3. Tingkat nyeri : Keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan

Kriteria hasil

1. Menunjukkan nyeri

2. Menunjukkan tingkat nyeri

Intervensi NIC :

Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk

mengumpulkan informasi pengkajian.

2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala

0 sampai 10 (0 = tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10 = nyeri

hebat)

3. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh

analgesic dan kemungkinan efek sampingnya.

4. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan

terhadap nyeri dan respons pasien.

5. Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai

usia dan tingkatan perkembangan pasien.

6. Manajemen Nyeri (NIC) :

Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,

karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau

keparahan nyeri, dan factor presipitasinya. Observasi isyarat non

verbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu


berkomunikasi efektif.

Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga

1. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang

harus diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,

kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi

obat tersebut (misalnya, pembatasan aktivitas, fisik, pembatasan diet),

dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri

membandel.

2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika

peredaan nyeri tidak dapat dicapai.

3. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat

meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan.

4. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opioid

(misalnya risiko ketergantungan atau overdosis)

5. Manajemen Nyeri (NIC) : Berikan informasi tentang nyeri, seperti

penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi

ketidaknyamanan akibat prosedur.

6. Manajemen Nyeri (NIC) :

Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya, umpan

balik biologis, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS),

hypnosis, relaksasi, imajinasi

terbimbing, terapi music, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas,

akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase) sebelum,

setelah, dan, jika memungkinkan selama aktivitas yang

menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau meningkat dan


bersama penggunaan tindakan peredaan nyeri yang lain.

Aktivitas Kolaboratif

1. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang

terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA

2. Manajemen Nyeri (NIC) :

Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih

berat Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika

keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari

pengalaman nyeri apsien di masa lalu.

Aktivitas Lain

1. Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri

dan efek samping

2. Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif

di masa lalu seperti, distraksi, relaksasi, atau kompres hangat/dingin

3. Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman

dan aktivitas lain untuk membantu relaksasi, meliputi tindakan sebagai

berikut: Lakukan perubahan posisi, masase punggung, dan relaksasi

Ganti linen tempat tidur, bila diperlukan Berikan perawatan dengan

tidak terburu-buru, dengan sikap yang mendukung Libatkan pasien

dalam pengambilan keputusan yang menyangkut aktivitas perawatan

4. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri

dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui

televisi, radio, tape, dan interaksi

dengan pengunjung

5. Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respons


pasien terhadap analgesik (misalnya Obat ini akan mengurangi

nyeri Anda)

6. Eksplorasi perasaan takut ketagihan. Untuk meyakinakan pasien,

tanyakan jika tidak mengalami nyeri, apakah anda tetap

membutuhkan obat ini ?

7. Manfaat Nyeri (NIC) :

Libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri, jika

memungkinkan Kendalikan faktor lingkungan yang dapat

memengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (misalnya

suhu ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan)

Pastikan pemberian analgesia terapi atau strategi nonfarmakologis

sebelum melakukan prosedur yang menimbulkan nyeri

b. Penurunan curah jantung b.d perubahan initropik negative pada

jantung karena iskemia, cedera, atau infark pada miokardium,

dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kelemahan, puisng,

hilangnya nadi perifer, suara jantung abnormal, gangguan

hemodinamik, dan henti jantung paru.

Tujuan :

1. Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh

efektivitas pompa jantung

2. Menunjukkan status sirkulasi, dibuktikan oleh indicator sebagai

berikut : gangguan ekstrem berat, sedang, ringan atau tidak

mengalami gangguan

Noc

1. Tingkat keparahan kehilangan darah


2. Efektivitas pompa jantung

3. Status sirkulasi

4. Perfusi jaringan : organ abdomen

5. Status tanda vital

Kriteria hasil

1. Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan dengan

keefektifan pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ

abdomen), dan perfusi jaringan (perifer)

2. Menunjukkan status sirkulasi, dibuktikan denan indicator

kegawatan.

Intervensi NIC

1. Reduksi perdrahan : membatasi kehilangan volume darah selama

episode perdarahan

2. Perawatan jantung : membatasi komplikasi akibat ketidak

seeimbangan antara suplai dan kbutuhan oksigen miokard pada

pasien yang mengalami gejala kerusakan fungsi jantung.

3. Perawatan jantung, akut : membatasi komplikasi untuk pasien yang

sedang mengalami episode ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen miokard yang mengakibaatkan kerusakan

fungsi jantung .

4. Promosi perfusi serebral : menngkatkan perfusi yang adekuat dan

membatasi komplikassi untuk pasien yang mengalami atau

beresiko mengalami ketidak adekuatan perfusi serebral.

5. Perawatan sirkulasi : insufisiensi arteri : meningkatkan sirkulasi

arteri.
6. Perawatan sirkulasi : alat bantu mekanis : memberi dukungan

temporer sirkulasi melalui penggunaan alat atau pompa mekanis.

7. Perawatan sirkulasi : insuvisensi vena : meningkatkan sirkulasi vena

8. Perawatan embolus : paru : membatasi komplikasi untuk pasien

yang mengalami, atau beresiko mengalami sumbatan sirkulasi paru.

9. Regulasi hemodinamik : mengoptimalkan frekuensi jantung, preload

afterload, dan kontraktilitas. Akivitas keperawatan Pada umumnya

tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfokus pada

pemantauan tanda tanda vital dan gejala penurunan curah

jantung, pengkajian peyebab yang mendasari mis, hipovolemia,

disritmia, pelksanaan protokol atau program dokter

untuk mengatasi penurunan curah jantung, dan pelaksanaan

tindakan dukungan, seperti perubahan posisi dan hidrasi.

Pengkajian

1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sinosis, status

pernfasan, dan status mental.

2. Pantau tanda kelebihan cairan (misalnya, edema dependen,

kenaika berat badan)

3. Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memerhatikan adanya

awitan nafas pendek, nyeri, palpitasi atau limbung

4. Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen

5. Kaji kerusakan kognitif

6. Regulasi hemodinamik (NIC) : Pantau fungsi pacemaker jika

perlu Pentau denyut perifer, pengisian ulang kapiler, dan suhu

serta warna ektsremitas Pantau asupan dan haluaran, haluaran


urine dan berat badan pasien jika perlu Pantau resistensi

vaskuler sistemik dan paru, jika perlu Auskultasi suara paru

terhadap bunyi crakle atau suara napas tambahan lainnya

Pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung, irama dan nadi

Penyuluhan untuk pasien / keluarga

1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen per nasal kanul atau

sungkup

2. Instruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan

haluaran

3. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat

4. Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan

palpitasi dan nyeri, durasi, faktor pencetus, daerah, kualitas, dan

intensitas

5. Instruksikan pasien dan keluarga dalam perencaan untuk

perawatan di rumah, meliputi pembatasan aktifitas pembatasan

diet, dan penggunaan alat terapeutik

6. Berikan informasi tentang teknik penurunan stres, seperti

biofeedback, relaksasi otot progresif, meditasi dan latihan fisik

7. Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari

Aktivitas kolaboratif

1. Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian

atau penghentian obat tekanan darah

2. Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik,

nitrogliserin,dan fasodilator untuk memprtahankan

kontraktilitas,preload dan afterload sesuai dengan


program medis atau protocol

3. Berikan anti koagulan untuk mencegah pembentukan trombus

perifer, sesuai dengan program atau protocol

4. Tingkatkan penurunan afterload (misalnya, dengan pompa balon

intra aorta ) sesuai dengan program medis / protokol

5. Lakukan perujukan ke perawat ke petugas sosial, manajer

kasus, atau layanan kesehatan komunitas dan layanan

kesehatan di rumah

6. Lakukan perujukan ke petugas sosial untuk mengevaluasi

kemampuan membayar obat yang di resepkan

7. Lakukan perujukan ke pusat rehabiitasi jantung jika di perlukan

Aktivitas lain

1. Ubah posisi klien ke posisi datar atau Trendelenburg ketika

tekanan darah pasien berada pada rentang lebih rendah

dibandingkan dengan yang biasanya

2. Untuk hipotensi yang tiba tiba, berat atau lama, pasang akses

intravena untuk pemberian cairan intravena atau obat untuk

meningkatkan tekanan darah

3. Hubungkan efek nilai laboratorium, oksigen, obat, aktivitas,

ansietas dan / atau nyeri pada disritmia

4. Jangan mengukur suhu dari rektum

5. Ubah posisi pasien setiap dua jam atau pertahankan aktifitas

lain yang sesuai di butuhkan atau di butuhkan untuk

menurunkan stasis sirkulasi perifer

6. Regulasi hemodinamik (NIC)


7. Minimalkan atau hilangkan stresor lingkungan

Pasang kateter urine,jika di perlukan.

c. Gangguan pertukaran gas yang b.d penurunan curah jantung yang

ditunjukkan oleh sianosis, pengisian kapiler yang terganggu, penurunan

tekanan oksigen arteri (PaO2), dan dyspnea.

Tujuan :

1. Gangguan pertukaran gas akan berkurang

2. Status penapasan : pertukaran gas tidak akan terganggu yang

dibuktikan oleh indicator gangguan

3. Status pernapasan : ventilasi tidak akan terganggu yang dibuktikan

oleh indicator gangguan

Noc

1. Respons Alergi : Sistemik : keparahan respon hipersensitivitas imun

sistemik terhadap antigen lingkungan tertentu

2. Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa : keseimbangan elektrolit

dan non elektrolit dalam kompartemen intrasel dan ekstrasel tubuh

3. Respon Ventilasi Mekanis : Orang Dewasa : Pertukaran alveolar

dan perfusi jaringan yang disokong oleh ventilasi mekanis

4. Status Pernapasan : Pertukaran Gas : Pertukaran CO2 atau O2 di

alveoli untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri

Kriteria hasil

1. Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan

status pernapasan

2. Status pernapasan : pertukaaran gas tidak akan terganggu

dibuktikan dengan indicator gangguan.


Intervensi NIC

Manajemen Asam Basa: Meningkatkan keseimbangan asam basa

dan mencegah komplikasi akibat ketidakseimbangan asam basa.

Manajemen Asam Basa : Asidosis Respiratori : Meningkatkan

keseimbangan asam basa dan mencegah komplikasi akibat kadar

pCO2 serum yang lebih tinggi dari yang diharapkan Manajemen Jalan

Napas : Memfasilitasi kepatenan jalan napas

Manajemen anafilaksis : Meningkatkan keadekuatan ventilasi dan

perfusi ringan untuk individu yang mengalami reaksi alergi (antigen-

antibodi) berat Manajemen Asma : Mengidentifikasi, mengatasi, dan

mencegah reaksi terhadap

inflamasi/konstriksi di jalan napas Manajemen elektrolit : Meningkatkan

keseimbangan elektrolit dan mencegah

komplikasi akibat kadar elektrolit serum yang tidak normal atau di luar

harapan

Pemantauan Tanda Vital : Mengumpulkan dan menganalisis data

kardiovaskular, pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan dan

mencegah komplikasi

Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

1. Kaji suara paru, frekuensi napas, kedalaman dan usaha napas dan

produksi sputum sebagai indicator keefektifan penggunaan alat

penunjang

2. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi

3. Pantau hasil gas darah (misalnya kadar PaO2 yang rendah, dan
PaCO2 yang tinggi menunjukkan perburukan pernapasan)

4. Pantau kadar elektrolit

5. Pantau status mental (misalnya tingkat kesadaran, gelisah dan

konfusi)

6. Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak

somnolen

7. Observasi terhadap sianosis terutama membrane mukosa mulut

Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga

1. Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan

(oksigen,pengisap, spirometer)

2. Ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi

3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen

dan tindakan lainnya

Aktivitas Kolaboratif

1. Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan gas

darah arteri (GDA) dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan

sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien.

2. Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (misalnya

sensorium pasien, suara napas, pola napas, analisis gas darah,

efek obat)

3. Berikan obat yang diresepkan (misalnya natrium bikarbonat) untuk

mempertahankan keseimbangan asam basa

4. Persiapkan pasien untuk ventilasi mekanis, bila perlu

5. Pengaturan hemodinamik (NIC) : Berikan obat antiaritmia, jika

perlu
Aktivitas Lain

1. Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur

untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali

2. Beri penenangan kepada pasien selama periode gangguan atau

kecemasan

3. Lakukan hygiene oral secara teratur

4. Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen (misalnya

pengendalian demam dan nyeri, mengurangi ansietas)

5. Apabila oksigen diprogramkan bagi pasien yang memiliki masalah

pernapasan kronis, pantau aliran oksigen dan pernapasan secara

hati-hati karena adanya risiko depresi pernapasan akibat oksigen

d. Ketakutan

Tujuan :

1. Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan

2. Menghindari sumber ketakutan bila mungkin

3. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan ketakutan

4. Memantau penurunan durasi episode

Noc

1. Tingkat ketakutan : Keparahan manifestasi rasa takut, ketegangan,

atau kegelisahan yang berasal dari sumber yang dapat dikenali

2. Tingkat Ketakutan : Anak-anak : Keparahan manifestasi rasa takut,

ketegangan, atau kegelisahan yang berasal dari sumber yang

dapat dikenali pada anak-anakdari usia 1 tahun sampai 17 tahun

3. Pengendalian Diri Terhadap ketakutan : Tindakan individu untuk

mengurangi atau menurunkan perasaan tidak mampu akibat rasa


takut ketegangan atau

kegelisahan yang berasal dari sumber yang dapat dikenali

Kriteria hasil

1. Mencari informasi untuk mengurangi ketakutan

2. Menghindari sumber ketakutan bila mungkin

3. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan ketakutan

4. Mempertahankan control terhadap kehidupan

Intervensi NIC

Pengurangan Ansietas : Meminimalkan rasa cemas, nyeri, firasat atau

kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan sumber bahaya yang

tidak teridentifikasi

Teknik Penenangan : Menurunkan ansietas pada pasien yang

mengalami distress akut

Peningkatan Koping : Membantu pasien beradaptasi dengan persepsi

stressor, perubahan atau ancaman yang mengganggu pemenuhan

tuntutan hidup dan peran

Kehadiran : Bersama dengan yang lain, baik secara fisik maupun

psikologis selama dibutuhkan

Peningkatan Keamanan : Meningkatkan perasaan aman fisik dan

psikologis pasien

Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

1. Kaji respon takut subjektif dan objektif pasien

2. Peningkatan koping (NIC) : Nilai pemahaman pasien terhadap

proses penyakitnya Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga


1. Jelaskan semua pemeriksaan dan pengobatan kepada

pasien/keluarga

2. Bantu klien membedakan antara ketakutan rsional dan yang tidak

rasional

3. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menggunakan imajinasi

terbimbing ketika mereka merasa ketakutan

Aktivitas Kolaboratif

1. Kaji kebutuhan untuk layanan sosialatau intervensi psikiatrik

2. Dorong diskusi antara pasien dan dokter tentang ketakutan pasien

3. Adakan konferensi perawatan multidisiplin untuk membuat rencana

perawatan

Aktivitas lain

1. Sering berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan

perilaku yang dapat menurunkan atau mengurangi rasa takut

2. Tetap bersama pasien selama menghadapi situasi baru atau ketika

pasien merasa sangat ketakutan

3. Jauhkan sumber ketakutan pasien apabila memungkinkan

4. Sampaikan penerimaan terhadap persepsi ketakutan pasien untuk

mendukung komunikasi terbuka mengenai sumber ketakutan

5. Berikan perawatan yang berkelanjutan melalui penugasan dan

penggunaan rencana perawatan

6. Sering berikan penguatan verbal dan non verbal yang dapat

membantu menurunkan ketakutan pasien

e. Konstipasi

Tujuan :
1. Konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi

Pola eliminasi Feses lemak dan berbentuk Mengeluarkan feses

tanpa bantuan

2. Konstipasi menurun yang dibuktikan oleh defekasi

Darah di dalam feses Nyeri saat defekasi

Noc

1. Defekasi : pembentukan dan pengeluaran feses

2. Hidrasi : kecukupan air di dalam kompartemen intrasel dan

ekstrasel tubuh

3. Pengendalian gejala: tindakan personal untuk meminimalkan

persepsi perubahan negative pada fungsi fisik dan emosi

Kriteria hasil

Konstipasi tidak ada yang diindikasikan dengan gangguan eliminasi

defekasi

Intervensi NIC

Manajemen Defekasi : Membentuk dan mempertahankan pola

eliminasi defekasi yang teratur Manajemen Konstipasi/Impaksi :

Mencegah dan mengatasi konstipasi/impaksi

Manajemen Cairan : Meningkatkan keseimbangan cairan dan

mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal atau tidak

diinginkan

Manajemen Cairan/Elektrolit : Mengatur dan mencegah komplikasi

akibat perubahan kadar cairan dan atau elektrolit

Aktivitas Keperawatan Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk

diagnosis ini berfokus pada pengkajian


untuk dan mengatasi penyebab konstipasi, dan seringkali mencakup

kebiasaan eliminasi yang rutin, hidrasi, latihan fisik atau mobilitas dan

diet tinggi serat.

Pengkajian

1. Dapatkan data dasar mengenai program defekasi, aktivitas,

pengobatan, dan pola kebiasaan pasien

2. Kaji dan dokumentasikan

Warna dan konsistensi feses pertama pascaoperasi

Frekuensi, warna dan konsistensi feses Keluarnya flatus

Adanya impaksi Ada atau tidak ada bising usus dan distensi

abdomen pada keempat kuadran abdomen

3. Manajemen Konstipasi/Impaksi (NIC)

Pantau tanda dan gejala rupture usus atau peritonitis

Identifikasi faktor (misalnya, pengobatan, tirah baring, dan diet)

yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap konstipasi

Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga

1. Informasikan kepada pasien kemungkinan konstipasi akibat obat

2. Instrusikan pasien mengenai bantuan eliminasi defekasi yang

dapat meningkatkan pola defekasi yang optimal di rumah

3. Ajarkan kepada pasien tentang efek diet (misalnya cairan dan

serat) pada eliminasi

4. Instruksikan pasien tentang konsekuensi penggunaan laksatif

jangka panjang

Aktivitas Kolaboratif

1. Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan


dalam diet

2. Minta program dari dokter untuk memberikan bantuan eliminasi,

seperti diet tinggi serat, pelunak feses, enema, dan laksatif

Aktivitas Lain

1. Anjurkan pasien untuk meminta obat nyeri sebelum defekasi untuk

memfasilitasi

pengeluaran feses tanpa nyeri

2. Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang eliminasi defekasi

pasien

3. Berikan privasi dan keamanan untuk pasien selama eliminasi

defekasi

4. Berikan perawatan dalam sikap yang menerima, tidak menghakimi

5. Sediakan cairan sesuai dengan pilihan pasien


DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Jauhar. 2013. ASUHAN KEPERAWATAN Panduan Lengkap

Menjadi Perawat

Profesional. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.

Huda Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis

dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction Publishing.

Wilkinson, 2010. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC.

M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Prabowo, Pranata. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem

Perkemihan.Yogyakarta : Nuha

Medika.
KONSEP PENYAKIT JANTUNG KORONER

A. KONSEP MEDIS
2.1 Pengertian Penyakit Jantung Koroner
American heart association (AHA), mendefinisikan penyakit jantung
koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat
menyebabkan serangan jantung.penumpukan plak pada arteri koroner ini disebut
dengan aterosklerosis. (AHA, 2012 hal:14) Penyakit jantung koroner (PJK)
merupakan keadaan dimana terjadi penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal
ini menyebabkan arteri koroner menyempit atau tersumbat.arteri koroner
merupakan arteri yang menyuplai darah otot jantung dengan membawa oksigen
yang banyak.terdapat eberapa factor memicu penyakit ini, yaitu: gaya hidup,
factor genetik, usia dan penyakit pentyerta yang lain. (Norhasimah,2010: hal 48)

2.2 Etiologi Penyakit Jantung Koroner


Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot
jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan
jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak sistem pengontrol
irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian. (Hermawatirisa,2014:hal
2). Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner disebabkan zat lemak kolesterol
dan trigliserida yang semakin lama semakin banyak dan menumpuk di bawah
lapisan terdalam endothelium dari dinding pembuluh arteri. Hal ini dapat
menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi berkurang ataupun berhenti,
sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari
jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan nutrient ke jantung karena aliran
darah ke jantung berkurang. Pembentukan plak lemak dalam arteri memengaruhi
pembentukan bekuan aliran darah yang akan mendorong terjadinya serangan
jantung. proses pembentukan plak yang menyebabkan pergeseran arteri tersebut
dinamakan arteriosklerosis. (Hermawatirisa, 2014:hal 2) Awalnya penyakit jantung
di monopoli oleh orang tua. Namun, saat ini ada kecenderungan penyakit ini juga
diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini biasa terjadi karena adanya
pergeseran gaya hidup, kondisi lingkungan dan profesi masyarakat yang
memunculkan tren penyakitbaru yang bersifat degnaratif. Sejumlah prilaku dan
gaya hidup yang ditemui pada masyarakat perkotaan antara lain mengonsumsi
makanan siap saji yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok,
minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga, dan stress.
(Hermawatirisa,201:hal 2)

2.3 Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner


Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil
yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan
makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan selendotel), dan akhirnya
ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah
arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. (Ariesty,011:hal 6).Langkah
pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan
endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel
atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas
terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida,
sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak
menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak
pembuluh darah. (Ariesty, 2011:hal 6). Cedera pada sel endotel dapat
mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel darah putih,
terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera, sel darah
putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk
situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi,
menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan
senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang
mengaktifkan siklus inflamasi,
pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera, sal darah putih akan
menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro
sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah putih, pada saat menempel di
lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel endotel
keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag
dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi.
Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan
sel otot polos tumbuh di tunika intima. (Ariesty, 2011:hal 6). Selain itu kolesterol dan
lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel
meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri.
Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan
mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan
jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir
adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut,
pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot polos
sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekakuan ini
dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi
iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam
laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan
dengan angina pectoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot
jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka terjadilah
kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark. Patofisiologi Penyakit
Jantung Koroner zat masuk arteri Arteri Proinflamatori Permeabelitas Reaksi
inflamasi Cedera sel endotel Sel darah putih menempel di arteri imigrasi keruang
interstisial pembuluh kaku & sempit Aliran darah Pembentukan Trombus monosit
akrofag Lapisan lemak sel otot polos tumbuh Nyeri Asam laktat terbentuk MCI
Kematian. (Ariesty, 2011:hal 6)
.

Patwhay
Perjalanan Makan-
AteroskeleroVosokontriksi stress Latihan fisik
makanan berat
si
spasme - Adrenalin Keb.O2 Aliran O2
pembuluh meningkat jantung meningkat ke
darah meningkat mesentrikus

Aliran O2
koronia Aliran O2 jantung
menurun menrun
Jantung
kekurangan O2

Iskemia otot jantung

Kontraksi
jantung Nyeri akut
Perlu menghindari
menurun
komplikasi
Nyeri b/d Takut mati
Curah iskhemia
jantung Diperlukan
cemas pengetahuan tinggi
menurun

Cemas b/d Kurang pengetahuan b/d


kematian devicit knowledge

2.4 Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Koroner


Menurut, Hermawatirisa 2014 : hal 3,Gejala penyakit jantung koroner
1. Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)
2. Sesak nafas (Dispnea)
3. Keanehan pada iram denyut jantung
4. Pusing
5. Rasa lelah berkepanjangan
6. Sakit perut, mual dan muntah
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang
berbeda-beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu
melakukan
pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita,
riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat
istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan
subset
klinis PJK.

2.5 Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner


Faktor risiko terjadinya penyakit jantung antara lain ;
Hiperlipidemi, Hipertensi, Merokok, Diabetes mellitus, kurang aktifitas
fisik,
Stress, Jenis Kelamin, Obesitas dan Genetik. Menurut,
( Putra S, dkk, 2013: hal 4) Klasifikasi PJK :
1. Angina Pektoris Stabil/Stable Angina Pectoris
Penyakit Iskemik disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan
suplai oksigen miokard. Di tandai oleh rasa nyeri yang terjadi jika
kebutuhan oksigen miokardium melebihi suplainya. Iskemia Miokard
dapat bersifat asimtomatis (Iskemia Sunyi/Silent Ischemia), terutama
pada
pasien diabetes.8 Penyakit ini sindrom klinis episodik karena Iskemia
Mi
okard transien. Laki-laki merupakan 70% dari pasien dengan Angina
Pektoris dan bahkan sebagian besar menyerang pada laki-laki 50
tahun
dan wanita 60 tahun.
2. Angina Pektoris Tidak Stabil/Unstable Angina Pectoris
Sindroma klinis nyeri dada yang sebagian besar disebabkan oleh
disrupsi
plak ateroskelrotik dan diikuti kaskade proses patologis yang
menurunkan
aliran darah koroner, ditandai dengan peningkatan frekuensi,
intensitas
atau lama nyeri, Angina timbul pada saat melakukan aktivitas ringan
atau
istirahat, tanpa terbukti adanya nekrosis Miokard.
a. Terjadi saat istirahat (dengan tenaga minimal) biasanya berlangsung>
10 menit.
b. Sudah parah dan onset baru (dalam 4-6 minggu sebelumnya), dan
c. Terjadi dengan pola crescendo (jelas lebih berat, berkepanjangan, atau
sering dari sebelumnya).
3. Angina Varian Prinzmetal
Arteri koroner bisa menjadi kejang, yang mengganggu aliran darah ke otot
jantung (Iskemia). Ini terjadi pada orang tanpa penyakit arteri koroner
yang signifikan, Namun dua pertiga dari orang dengan Angina Varian
mempunyai penyakit parah dalam paling sedikit satu pembuluh, dan
kekejangan terjadi pada tempat penyumbatan. Tipe Angina ini tidak umum
dan hampir selalu terjadi bila seorang beristirahat - sewaktu tidur. Anda
mempunyai risiko meningkat untuk kejang koroner jika anda mempunyai :
penyakit arteri koroner yang mendasari, merokok, atau menggunakan obat
perangsang atau obat terlarang (seperti kokain). Jika kejang arteri menjadi
parah dan terjadi untuk jangka waktu panjang, serangan jantung bisa
terjadi.
4. Infark Miokard Akut/Acute Myocardial Infarction
Nekrosis Miokard Akut akibat gangguan aliran darah arteri koronaria yang
bermakna, sebagai akibat oklusi arteri koronaria karena trombus atau
spasme hebat yang berlangsung lama. Infark Miokard terbagi 2 :
a. Non ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI)
b. ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI)

2.6 Komplikasi Penyakit Jantung Koroner


Menurut, (Karikaturijo, 2010: hal 11 ) Komplikasi PJK Adapun komplikasi
PJK adalah:
1. Disfungsi ventricular
2. Aritmia pasca STEMI
3. Gangguan hemodinamik
4. Ekstrasistol ventrikel Sindroma Koroner Akut Elevasi ST Tanpa
Elevasi ST Infark miokard Angina tak stabil
5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
6. Syok kardiogenik
7. Gagal jantung kongestif
8. Perikarditis
9. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010: hal 11 ).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis. (Wantiyah,2010:
hal 17)
2. Keluhan utama
Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan
skala nyeri 0-10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengakajian nyeri
secara mendalam menggunakan pendekatan PQRST, meliputi prepitasi
dan penyembuh, kualitas dan kuatitas, intensitas, durasi,
lokasi, radiasi/penyebaran.onset.(Wantiyah,2010: hal 18)
3. Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain
apakah klien pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark
miokard atau penyakit jantung koroner itu sendiri sebelumnya. Serta
ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya. (Wantiyah,2010: hal 17)
4. Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk
membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya secara lengkap.
Pada klien PJK umumnya mengalami nyeri dada. (Wantiyah,2010: hal 18)
5. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita
penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi juga
faktor-faktor risiko lainnya, seperti abnormal kadar kolestrol, dan
peningkatan tekanan darah. (A.Fauzi Yahya 2010: hal 28)

7
6. Riwayat psikososial
Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit jantung
koroner adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah, ketergantungan,
depresi dan penerimaan realistis. (Wantiyah,2010: hal 18)
7. Pola aktivitas dan latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit jantung
koroner untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan
aktivitas. Pasien penyakit jantung koroner mengalami penurunan
kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.(Panthee & Kritpracha,
2011:hal 15)
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien
dilanjutkan mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga diamati
apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma.
Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak
sakit.
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah
180/110 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20
kali/menit, suhu 36,2 C. (Gordon, 2015: hal 22)
c. Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem persyarafan, meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan
seluruh ekstermitas dan kemampuan menanggapi respon verbal
maupun non verbal. (Aziza, 2010: hal 13)
2) Sistem penglihatan, pada klien PJK mata mengalami pandangan
kabur.(Gordon, 2015: hal 22)
3) Sistem pendengaran, pada klien PJK pada istem pendengaran
telinga , tidak mengalami gangguan. (Gordon, 2015:hal 22)
4) Sistem abdomen, bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati.
(Gordon, 2015:hal 22)
5) Sistem respirasi, pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara
dinit tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan
oksigenasi. Pengkajian meliputi persentase fraksi oksigen,
volume tidal,frekuensi pernapasan dan modus yang digunakan
untuk bernapas. Pastikan posisi ETT tepat pada tempatnya,
pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit untuk mendeteksi
hipoksemia. (Aziza, 2010:
hal 13)
6) Sistem kardiovaskuler, pengkajian dengan tekhnik inspeksi,
auskultrasi, palpasi, dan perkusi perawat melakukan pengukuran
tekanan darah; suhu; denyut jantung dan iramanya; pulsasi prifer;
dan tempratur kulit. Auskultrasi bunyi jantung dapat menghasilkan
bunyi gallop S3 sebagai indikasi gagal jantung atau adanya bunyi
gallop S4 tanda hipertensi sebagai komplikasi. Peningkatan irama
napas merupakan salah satu tanda cemas atau takut
(Wantiyah,2010: hal 18)
7) Sistem gastrointestinal, pengkajian pada gastrointestinal meliputi
auskultrasi bising usus, palpasi abdomen (nyeri, distensi).
(Aziza,2010: hal 13)
8) Sistem muskuluskeletal, pada klien PJK adanya kelemahan dan
kelelahan otot sehinggah timbul ketidak mampuan melakukan
aktifitas yang diharapkan atau aktifitas yang biasanya dilakukan.
(Aziza,2010: hal 13)
9) Sistem endokrin, biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah.
(Aziza,2010: hal 13)
10) Sistem Integumen, pada klien PJK akral terasa hangat, turgor baik.
(Gordon, 2015:hal 22)
11) Sistem perkemihan, kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri
pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen
bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang
jenis cairan yang keluar. (Aziza,2010: hal 13)
9. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan
penunjang diantaranya:
a. EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran
diagnosis dari EKG adalah :

1. Depresi segmen ST > 0,05 mV

Sumber: Debarus.wordpress.com (2013)


2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang
T yang simetris di sandapan prekordial.

Sumber: Ekgindonesia.blogspot.com: (2015)


Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB)
dan aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat
jika ditemukan adanya perubahan segmen ST, namun EKG yang
normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.
Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat
mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial
untuk evaluasi lebih lanjut dengan berbagai ciri dan katagori:
1. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu
nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
2. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
dalam (Kulick, 2014: hal 42).
Sumber: www.medicinesia.com: (2015)
b. Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya
kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif) atau aneurisma
ventrikiler (Kulick, 2014: hal 42).
c. Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak
digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak
jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau, jika
arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan
maka ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014:
hal 42).
d. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah
semua bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam
aktivitas memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak
selama serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini
mungkin menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012 hal
43).
e. Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif
minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui
pembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi
jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan
khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai angiogram,
tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan
sekaligus sebagai tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan
(Mayo Clinik, 2012: hal 43).
f. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)
Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi
Koroner adalah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
membantu memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna
kontras disuntikkan melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat
menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast
CT scan yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam deposito
lemak yang mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium
ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik, 2012:
hal 43).
g. Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan
dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk
mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun
pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung (Mayo
Clinik, 2012: hal 44).
10. Penatalaksaan
Penatalaksanaan Menurut, Hermawatirisa,2014: hal 12
a. Hindari makanan kandungan kolesterol yang tinggi
Kolesterol jahat LDL di kenal sebgai penyebab utana terjadinya proses
aterosklerosis, yaitu proses pengerasan dinding pembuluh darah,
terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata.
b. Konsumsi makanan yang berserat tinggi
c. Hindari mengonsumsi alcohol.
d. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok
e. Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki
kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi, olahraga bermanfaat
karena
f. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
g. Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih
berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL kolesterol
h. Menurunkan tekanan darah
i. Meningkatkan kesegaran jasmani

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan
dengan istilah seperti (internasional asosiation for the study of pain) ;
awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat
dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya
kurang dari 6 bulan. Batasankarakteristik :
a. Mengungkapakan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
b. Posisi untuk menghindari nyeri
c. perubahan tonus otot
d. perubahan tekanan darah, pernafasan, atau nadi, dilatasi pupil
e. perubahan selera makan
f. perilaku distrasi
g. perilaku ekspresif
h. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
i. fokus menyempit
j. bukti nyeri yang dapat diamati
k. berfokus pada diri sendiri
l. gangguan tidur
Faktor yang berhubungan :
Agens-agens penyebab cedera misalnya: biologis, kimia, fisik, dan
psikologis.
2. Penurunan curah jantung
Definisi: ketidakadekuatan pompa darah oleh jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
a. Gangguan Frekuensi dan Irama Jantung
b. Gangguan Preload
c. Gangguan Afterload
d. Gangguan kontraktilitas
e. Perilaku/Emosi
Faktor yang berhubungan :
a. Gangguan frekuensi atau irama jantung
b. Gangguan volume sekuncup
c. Gangguan preload
d. Gangguan aferload
e. Gangguan kontraktifitas
3. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidak cukupan energi fisiologis atau psikologisuntuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus
dilakukan.
Batasan karakteristik :
a. Ketidak nyamanan atau dispnea saat beraktivitas melaporkan keletihan
atau kelemahan secara verbal.
b. Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon
terhadap aktivitas
c. Perubahan EKG yang menunjukkan artitmia atau iskemia
Faktor yang berhubungan :
a. Tirah dan baring dan imobilitas.
b. Kelemahan umum
c. Ketidak seimbangan anatara suplai dan kebetuhan okisgen
d. Gaya hidup yang kurang gerak
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut
Tujuan:
a. Memperlihatkan pengendalian nyeri,yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau
selalu:
1) Mengenali awitan nyeri
2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Melaporkan nyeri dapat dilakukan
b. Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
indikator berikut (sebutkan 1-5; sangat berat, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada):
1) Ekpresi nyeri pada wajah
2) Gelisah atau ketegangan otot
3) Durasi episode nyeri
4) Merintih dan menangis
5) Gelisah
Kriteria Hasil NOC :
a. Tingkat Kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan
fisik dan psikologis
b. Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
c. Tingkat nyeri keparahan yang dapat di amati atau dilaporkan
Intervensi NIC :
a. Pemberian Analgesik
b. Manajemen medikasi
c. Manajemen nyeri
d. Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien
e. Manajemen sedasi
Aktivitas Keperawatan
a. Pengkajian
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
2) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala
0 sampai 10 (0=tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10=nyeri
hebat)
3) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh
analgesik dan kemungkinan efek sampingnya
4) Kaji dampak agama, budaya, kepercyaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan repons pasien
5) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata kata sesuai usia dan
tingkat perkembanagan pasien
6) Manajemen nyeri NIC :
(a) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi dan kualitas dan
intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya
(b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yag tidak mampu berkomunikasi efektif
b. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1) Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
di minum, frekuensi pemberian, kemungkinan efeksamping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat
mengkonsumsi oabat tersebut (misalnya, pembatasan aktivitas
fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.
2) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai
3) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan
4) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opiod
(misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis
5) Manajemen nyeri (NIC): berikan informasi tenteng nye , seperti
penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisispasi
ketidaknyamanan akibat prosedur
6) Majemen nyeri (NIC): Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis (misalnyaa, umpan balik biologis, transcutaneus
elektrical nerve stimulation (tens) hipnosis relaksasi, imajinasi
terbimbing, terapai musik, distraksi, terapai bermain, terapi
aktivitas, akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase
sebelum atau setelah, dan jika memungkinkan selama aktivitas
yang menimbulkan nyeri ; sebelum nyeri terjadi atau meningkat;
dan berama penggunaan tindakan peredaran nyeri yang lain.
c. Aktivitas kolaboratif
1) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang
terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
2) Manajement nyeri NIC :
(a) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi
lebih berat
(b) Laporkan kepada dokter jika tindakan berhasil
(c) Laporkan kepada dokter jika tindakn tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri pasien di maa lalu.
d. Aktivitas lain
1) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri
dan efek samping
2) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyaman yang efektif di
masa lalu sepert ,distraksi,relaksasi ,atau kompers hangat dingin
3) Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman
2. Penurunan curah jantung
Tujuan: penurunan curah jantung tidak sensitif terhadap isu keperawatan.
Oleh sebab itu, perawat sebaiknya tidak bertindak secara mandiri untuk
melakukannya; upaya kolaboratif perlu dan penting dilakukan.
Kriteria Hasil NOC :
a. Tingkat keparahan kehilangan darah : tingkat keparahan
pendarahan/hemoragi internal atau eksternal
b. Efektivitas Pompa Jantung : keadekuatan, volume darah yang
diejeksikan dari ventrikel kiri untuk mendukung tekanan perfusi
sistemik
c. Status sirkulasi : tingkat pengaliran darah yang tidak terhambat, satu
arah, dan pada tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah besar
aliran sistemik dan pulmonal.
d. Perfuisi jaringan : organ abdomen : keadekuatan aliran darah melewati
pembuluh darah kecil visera abdomen untuk mempertahankan fungsi
organ.
e. Perfusi jaringan: jantung: keadekuatan aliran darah yang melewati
vaskulatur koroner untuk mempertahankan fungsi organ jantung
f. Perfusi jaringan: serebral : keadekuatan aliran darah yang melewati
vaskulatur serebral untuk mempertahankan fungsi otak
g. Perfusi jaringan: Perifer: keadekutan aliran darah yang melalui
pembuluh darah kecil ekstremitas untuk mempertahankan fungsi
jaringan
h. Perfusi jaringan: pulmonal: keadekutan aliran darah yang melewati
vaskulatur pulmonal untuk memerfusi unit alveoli/kapiler
i. Status tanda vital: tingkat suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah
dalam rentang normal.
Intervensi NIC :
a. Reduksi perdarahan
b. Perawatan jantung
c. Perawatan jantung, Akut
d. Promosi Perfusi Serebral
e. Perawatan Sirkulasi: insufisiensi arteri
f. Perawatan Sirkulasi : Alat Bantu Mekanis
g. Perawatan Sirkulasi: Insufisiensi Vena
h. Perawatan Embolus: Perifer
i. Perawatan Embolus: Paru
j. Regulasi Hemodinamik
k. Pengendalian Hemoragi
l. Terapi Intravena (IV)
m. Pemantauan Neurologis
n. Manajemen syok: Jantung
o. Manajemen syok: Volume
p. Pemantauan Tanda Vital
Aktivitas Keperawatan
Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfokus pada
pemantauan tanda-tanda vital dan gejala penurunan curah jantung, pengkajian
penyebab yang mendasari (mis, hipovolemia, disritmia),pelaksanaan protokol atau
program dokter untuk mengatasi penurunan curah jantung, dan pelaksanaan
tindakan dukungan, seperti perubahan posisi dan hidrasi.
a. Pengkajian
1) Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status
pernapasan, dan status mental
2) Pantau tanda kelebihan cairan (misalnya, edema dependen,
kenaikan berat badan)
3) Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan
napas pendek, nyeri, palpitasi, atau limbung
4) Evaluasi respons pasien terhadap terapi oksigen
5) Kaji keruskan kognitif
6) Regulasi hemodinamik (NIC)
a) Pantau fungsi pacemaker, jika perlu
b) Pantau denyut perifer, pengisian ulang kapiler, dan suhu serta warna
ekstremitas
c) Pantau asupan dan haluaran, haluaran urine, dan berat badan pasien, jika
perlu
d) Pantau resistensi vaskular sistemik dan paru, jika perlu Auskultasi suara
paru terhadap bunyi crackle atau suara napas tambahan lainnya Pantau
dan dokumentasikan frekuensi jantung, irama, dan nadi
b. Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
1) Jelaskan tujuan pemberian oksigen perkanula nasal atau sungkup
2) Instruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan
haluaran
3) Ajarkan pengguanaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
4) Jarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan
nyeri, durasi, faktor pencetus, daerah, kualitas, dan intensitas
5) Instruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk
perawatan di rumah, meliputi pembatasan aktivitas, pembatasan
diet, dan penggunaan alat terapeutik
6) Berikan informasi tentang teknik penurunan stres, seperti
biofeedback, relaksasi otot progesif, meditasi dan latihan fisik
7) Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari.
c. Aktifitas Kolaboratif
1) Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian
atau penghentian obat tekanan darah
2) Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin, dan
vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas, preload, dan
afterload sesuai dengan program medis atau protokol
3) Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus
perifer, sesuai dengan program atau protokol
4) Tingkatkan penurunan afterload (misalnya, dengan pompa balon
inta-aorta) sesuai dengan program medis atau protokol
5) Lakukan perujukan ke perawat praktisi lanjutan untuk tindak-
lanjut, jika diperlukan
6) Pertimbangkan perujukan ke petugas sosial, manajer kasus atau
layanan kesehatan komunitas dan layanan kesehatan di rumah
7) Lakukan perujukan ke petugas sosisal untuk mengevaluasi
kemampuan membayar obat yang diresepkan
8) Lakukan perujukan ke pusat rehabilitasi jantung jika diperlukan

d. Aktifitas Lain

1. Ubah posisi pasien ke posisi datar atau Trendelenburg


ketika tekanan darah pasie berada pada rentang lebih
rendah dibandingkan dengan yang biasanya
2. Untuk hipotensi yang tiba-tiba, berat atau lama, pasang
Akses intravena untuk pemberian cairan intravena atau
obat untuk meningkatkan tekanan darah
3. Hubungkan efek nilai laboratorium, oksigen, obat, aktivitas,
ansietas, dan/atau nyeri pada disritmia
4. Jangan mengukur suhu dari rektum
5. Ubah posisi pasien setiap dua jam atau pertahankan
aktivitas lain yang sesuai atau dibutuhkan untuk menurunkan
stasis sirkulasi perifer
6. Regulasi Hemodinamik (NIC) :
a) Minimalkan atau hilangkan stresor lingkungan
b) Pasang kateter urine, jika diperlukan

3. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidak cukupan energi fisiologis atau psikologisuntuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus
dilakukan.
Tujuan:
a. Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energy, kebugaran fisik,
energi psikomotorik, dan perawatan diri: aktivitas kehidpan sehari hari
(AKSI)
b. Menujukkan aktivitas toleransi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut seberat, disebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atau tidak mengalami gangguan :
1) saturasi oksigen saat aktivitas
2) frekuensi pernapsan saat beraktivitas
3) kemampuan untuk berbicara saat beraktivitas fisik
c. Mendemonstrasikan penghematan energi, yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-15:tidak pernah, jarang, kadang
kadang, sering atau selalu ditampilkan) :
1) Meyadari keterbasan energi
2) Menyeimbangkan aktivtas dan istirahat
3) Mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energy
Kriteria Hasil NOC :
a. Tolereransi aktivitas:respons fisiologis terhadap geraka yang memakan
energi dalam aktivitas sehari-hari.
b. Ketahanan: kapasitas unutuk menyelesaikan aktivitas
c. Peng hemat energi: tindakan individu untuk mengola energi untuk
memulai dan menyelesaikan aktiviatas.
d. Kebugaran fisik: pelaksanaan aktivitas fisik yang penuh fitalitas
e. Energi psikomotorik: dorongan dan energy idividu untuk
mempertahankan aktivitas hidup sehari-hari, nutrisi dan keamanan
personal
f. Perwatan diri: ativitas kehidupa sehari-hari (aksi): kemampuan untuk
melalukan tugasa-tugas fisik yang paling dasar dan aktivitas perwatan
pribadi secara mandiri denga atau tanpa alat bantu.
g. Perawatan diri aktivitas kehidupan sehari hari instrumental(AKSI)
:kemmpuan untuk melakukuan aktvitas yang dibutuhkan dalam fungsi
dirumah atau komunitas secara amandiri dengan atau tampa alat bantu.
Intervensi NIC :
a. Terapi aktivitas:memberi anjuran tentang dan aktivitas fisik, kognitif,
sosial, dan spritual, yang spesifik untuk meningkatkan tentang,
frekuensi, atau durasi aktivitas individu (atau kelompok)
b. Menejemen energi: mengsur engunan energi untuk mengatasi atau
mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
c. Menejemen lingkungan: memanipulasi lingkungan sekitr pasien untuk
memperoleh manfaat terapeotik, sekimulasi sensorik, dan
pesejahteraan psikilogis
d. Terapi latian fisik: mobilitas sendi : menggunakan geakan tubuh aktif
atau pasief umtuk memerthankan atau memperbaiki fleksi bilitas sendi.
e. Terapai latian fisik: pengendalian otot: mengunakan aktivitas atau
protokol latihan yang spesifik untuk meningkatkan atau memulihkan
gerakan tubuh yang terkontrol
f. Promosi latian fisik: latian kekuatan: mefasilitasi latian otot resistif
secara rutin untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot
g. Bantuan pemeliharaan rumah: membantu apsien dan kluarga untuk
menjaga rumah sebagai tempat tinggal yang besih,aman dan,
menyenangkan
h. Menejemen alam perasaan: memberi rasa keamanan, stabilitasi
pemulihan, dan pemeliharaan pasien yang mengalami disfunsi alam
perasaan baik depresi namun peningkatan alam perasaan
i. Bantuan perawatan diri: membantu individu untuk melakukan AKS
j. Bantuan perawtan diri aksi: membantu dan mengarahkan individu
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari hari instrumental (AKSI)
yang diperlukan untuk berfungsi dirumah atu dikomunitas
Aktivitas keperawatan
a. Pengkajian.
1) Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur,
berdiri,ambulasi,dan melakukan aks dan aksi
2) Kaji respon emosi,sosial,dan spiritual terhadap aktivitas
3) Evaluasi motifasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan
aktifitas
4) Menejemen energi (NIC)
(a) Tentukan penyebeb keletihan (misalnya,perawat,nyeri,dan
pegobatan).
(b) Pantau respon kardioresparitori terhadap aktivitas (misalnya,
takikardia,disritmia lain lain,dispnea,diaforesis,pucat,tekanan
hemodinamik,dan frekuensi pernapasan).
(c) Pantau respon oksigen pasien (misalnya,denyut nadi,irama
jantung, dan frekuensi pernapasan) terhadap aktivitas
perawatan diri atau aktivitas keperawatan.
(d) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi
yag adekuat.
(e) Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya
waktu tidur dalam jam
b. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Instruksi kepada pasien dan keluarga dalam:
1) Pengunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
2) Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi
yang perlu dilaporkan kepada dokter
3) Pentingnya nutrisi yang baik
4) Penggunaan peralatan,s eperti oksigen, selama aktivitas
5) Penggunaan teknik relaksasi (misalnya, distraksi, visualisasi)
selama aktivitas
6) Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam
keluarga dan tempat
7) Tindakan untuk menghemat energi, sebagai contoh: menyimpan
alat atau benda yang sering digunakan di tempat yang mudah di
jangkau
8) Menejemen energi (NIC)
(a) Ajarkan kepada pasien dan orang terdekat tentang teknik
perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen
(misalnya,pemantaun mandiri dan teknik langkah untuk
melakukan AKS)
(b) Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik menejemen
waktu untuk mencegah kelelahan
c. Aktivitas kolaboratif
1) Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri
merupakan salah satu faktor penyebab
2) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi,fisik (misalnaya, untuk
latihan ketahanan), atau rekreasi untuk merecanakan dan mematau
program aktivitas,jika perlu.
3) Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan
kesehatan jiwa di rumah
4) Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan
pelayanan bantuan perawatan rumah, jika perlu
5) Rujuk pasien ke ahli gizi untuk pencernaan diet guna
meningkatkan asupan makanan yang kaya energi
6) Rujuk pasien ke pusat rehabilitas jantung jika keletihan
berhubungan dengan penyakit jantung
d. Aktivitas lain
1) Hindari menjadwalkan pelaksaan aktivitas perawat selama periode
istirahat
2) Bantu pasien untuk mengubah posisi secar berkala,
bersandar,duduk,berdiri,dan ambulasi, sesuai toleransi
3) Pantau tanda tanda vital sebelum,selama,dan setelah aktivitas;
hentikan aktivitas jika tanda tanda vital tidak dalam rentang normal
bagi pasien atau jika anda tanda tanda bahwa aktivitas tidak dapat
ditoleransi (misalnya, nyeri, dada, pucat, vertigo, dispnea)
4) Rencanakan aktivitas bersama pasien dan keluarga yang
meningkatkan kemandirian dan ketahanan,sebagai contoh:
(a) Anjuran periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian
(b) Buat tujuan yang sederhana, realitas, dan dapat dicapai oleh
pasien yang dapat meningkatkan kemandirian dan harga diri
5) Manajemen energi (NIC)
(a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
(b) Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien memiliki energi
paling banyak
(c) Bantu dengan akttivitas fisik teratur misalnaya: ambulasi,
berpindah, mengubah posisi, dan perawatan personal), jika
perlu
(d) Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan
kebisingan)
(e) Untuk mengfasilitasi relaksasi
(f) Batu pasien untuk melakukan pemantauan mandiri denag
membuat dokumentasi tertulis yang mencatat asupan
kalori dan
energi, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Risa Hermawati, Haris Candra Dewi.2014. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta:


Kandas media (Imprint agromedia pustaka).
Annisa dan anjar.Jurnal GASTER Vol. 10 No. 1 /Februari 2013
Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Ed 9.Jakarta: EGC
Putra S, Panda L, Rotty. 2013. Profil penyakit jantung koroner. Manado: fakultas
kedokteran.
Rochmayanti, 2011. Analis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien
dengan penyakit jantun koroner. Jakarta: fakultas ilmu keperawatan
A.Fauzi Yahya.2010.Penaklukan No.1: Mencegah dan mengatasi penyakit jantung
koroner.Bandung:Qanita

Anda mungkin juga menyukai