Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat dan rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga makalah tentang
MEMBEDAKAN BERBAGAI RESIKO DAN HAZARD K3 PADA PASIEN
DAN HAZARD PERAWAT DALAM SETIAP TAHAP PEMBERIAN
ASUHAN PERAWATAN (K4) ini dapat terselesaikan.
Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan
bahasa yang sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para
pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Maka
kami berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan
dimasa yang akan mendatang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.....................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................1
B. TUJUAN.............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
A. PRINSIP DAN KONSEP KESELAMATAN PASIEN..............................4
B. PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN MANUSIA PADA
KESELAMATAN PASIEN.........................................................................22
C. CARA UNTUK MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN.............25
D. EVIDENCE BASE PPRACTICE UNTUK MENINGKATKAN
KESELAMATAN PASIEN........................................................................26
E. MENERAPKAN BUDAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT..27
F. PENYEBAB TERJADINYA ADVERSE EVENTS TERKAIT
PROSEDUR INVASIF.............................................................................29
G. K3 DALAM KEPERAWATAN : PENTINGNYA, TUJUAN, MANFAAT,
DAN ETIKA.............................................................................................30
BAB III PENUNTUP...................................................................................33
A. KESIMPULAN....................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko.
Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah
pasien dan staff Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang
potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999). Kesalahan yang terjadi dalam proses
asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/K TD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu
kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi
tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya
sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak
diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan
karena “underlying disease” atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut
bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak
bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti
kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode
1
penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan
asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi
provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal
teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau
system yang lain. Dalam kenyataannya masalah medical error dalam
sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es,
yang hanya terlihat sedikit dibagian puncaknya namun besar diakarnya
Gerakan "Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah menjadi
spirit dalam pelayanan rumah sakit di seluruh dunia. Tidak hanya rumah
sakit di negara maju yang menerapkan Keselamatan Pasien untuk
menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di negara
berkembang, seperti Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi tonggak utama operasionalisasi
Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia. Banyak rumah
sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan
Keselamatan Pasien, namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan
pemahaman manajemen terhadap Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri
ini memberikan panduan bagi manajemen rumah sakit agar dapat
menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara utuh.
Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu
sistem di rumah sakit yang menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi
lebih aman, oleh karena dilaksanakannya: asesmen resiko, identifikasi
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya,
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
tindakan medis atau tidak dilakukannya tindakan medis yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut merupakan sistem yang seharusnya dilaksanakan
secara normatif.
Melihat lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien
dalam PMK tersebut, maka, jika diterapkan oleh manajemen rumah
2
sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis rumah sakit dapat
meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error,
nursing error, dan lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin.
B. TUJUAN
1. Menjelaskan Prinsip Dan Konsep Keselamatan Pasien
2. Menjelaskan Pengaruh Faktor Lingkungan Dan Manusia Pada
Keselamatan Pasien
3. Menjelaskan Cara Untuk Meningkatkan Keselamatan Pasien
4. Menjelaskan Ebp Untuk Meningkatkan Keselamatan Pasien
5. Menjelaskan Menerapkan Budaya Patient Safety Di Rumah Sakit
6. Menjelaskan Penyebab Terjadinya Adverse Events Terkait Prosedur
Invasif
7. Menjelaskan K3 Dalam Keperawatan : Pentingnya, Tujuan,
Manfaat, Dan Etika
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Cooper et al (2000) telah mendefenisikan bahwa “patient
safety as the avoidance, prevention, and amelioration of adverse
outcomes or injuries stemming from the processes of healthcare.”
Pengertian ini maksudnya bahwa patient safety merupakan
penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak
diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan
kesehatan.
Patient safety melibatkan sistem operasional dan sistem
pelayanan yang meminimalkan kemungkinan kejadian adverse
event/ error dan memaksimalkan langkah-langkah penanganan
bila error telah terjadi. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yg
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tdk mengambil tindakan yang seharusnya diambil (KKP-
RS(Solusi live-saving keselamatan pasien rumah sakit).
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
resiko (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes
R.I. 2006).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman,
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden,
tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko
(Depkes 2008).
5
b. Tujuan
Tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
2. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
3. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang
efektif)
4. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan
keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
5. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure
surgery(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan
pasien, kesalahan prosedur operasi)
6. Reduce the risk of health care-associated infections
(mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan
7. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien
terluka karena jatuh
6
a. Kesalahan Medis (Medical Error)
Suatu kegagalan tindakan medis yang telah
direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan
(yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah
untuk mencapai suatu tujuan (yaitu, kesalahan perencanaan).
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien.
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse Event
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak
diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)
atau karena tidak bertindak (ommision), dan bukan karena
“underlying disease” atau kondisi pasien (KKP-RS).
c. Nyaris Cedera (NC)/ Near Miss
Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi
cedera serius tidak terjadi, karena :
Keberuntungan, misalnya: pasien menerima suatu obat
kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat.
Pencegahan, suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya
sebelum obat diberikan.
Peringanan, suatu obat dengan over dosis lethal diberikan,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya.(KKP-RS)
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam
sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung
es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang
lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput
dari perhatian kita semua.
7
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit
untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik
terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha
mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya
terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient
Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang
ada.
8
Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan
pasien adalah sebagai berikut:
UU Tentang Kesehatan dan UU Tentang Rumah Sakit
1) Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a) Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
b) Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
c) Pasal 58 UU No.36/2009
i. “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan
yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.”
ii. “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang
melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.”
2) Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a) Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
Rumah Sakit.”
b) Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap
semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
9
c) Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
10
5) Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
Pasal 43 UU No.44/2009
a) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan
insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
c) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite
yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh
menteri
d) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara
anonym dan ditujukan untuk mengoreksi system dalam
rangka meningkatkan keselamatan pasien.
11
2) Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada
“Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan
oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:
1) Hak pasien
Standarnya adalah Pasien & keluarganya mempunyai
hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah sebagai berikut
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat
rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan
keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya KTD
12
c) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
13
c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis
14
berkaitan dengan insiden
f) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis
insiden
g) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara
sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
h) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang
dibutuhkan
i) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi
efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien
15
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien
Standarnya adalah
a) RS merencanakan & mendesain proses manajemen
informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal & eksternal.
b) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat
Kriterianya adalah sebagai berikut
a) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan
mendesain proses manajemen untuk memperoleh data
dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan
pasien.
b) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada
16
b) Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus
yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP
Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi “Penggerak”
(champion) KP
Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen
Masukkan KP dlm semua program latihan staf
Bagi Tim:
Ada “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP
Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden
17
d) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg
mudah dpt melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur
pelaporan kpd KKP-RS”
Bagi Rumah sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden,
ke dlm maupun ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS –
PERSI
Bagi Tim:
Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden
yg telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan
pelajaran yg penting
18
Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1) Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah
sakit-rumah sakit di wilayahnya
2) Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya
dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan
pasien rumah sakit.
3) Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan
pasien rumah sakit
Di Pusat
1) Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit
dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
2) Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
3) Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan
pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI
Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring
pendidikan.
4) Mengembangkan laboratorium uji coba program
keselamatan pasien.
19
didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam
membangun dan mempertahankan fokus patient safety di
dalam RS.
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi
pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak
kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan
membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan
memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang
salah adalah pengalaman yang berharga.
Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat
budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-
tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya
dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan
pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang
terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk
mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari
waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan
perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan
manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab
individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem
pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan
didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan
dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika
pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh
20
kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang
terjadi hanya akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk
mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan
implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah
jalannya program disini memegang peranan kunci. Di
Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum
kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah
lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya
kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient
safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif.
Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus
berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum
dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk
kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana
pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan
berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang
tidak boleh kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem
untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong
budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan
melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu
hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan
kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi
dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus
bekerja dengan konsultan leadership untuk
21
mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan
komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-
masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda
bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui
kolaborasi yang erat.
22
cahaya yang terlalu terang juga dapat mengganggu penglihatan
(Santosa, 2006).
Kebisingan
Salah satu bentuk polusi adalah kebisingan (noise) yang tidak
dikehendaki oleh telinga kita. Kebisingan tidak dikehendaki
karena dalam jangka panjang dapat mengganggu ketenangan.
Ada 3 aspek yang menentukan kualitas bunyi yang dapat
menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu :
a) Lama bunyi itu terdengar. Bila terlalu lama dapat menyebabkan
ketulian (deafness).
b) Intensitas biasanya diukur dengan satuan desibel (dB),
menunjukkan besarnya arus energi per satuan luar.
c) Frekuensi suara (Hz), menunjukkan jumlah gelombang suara
yang sampai ke telinga kita per detiknya
Suhu Udara
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan kondisi
normal sistem tubuh dengan menyesuaikan diri terhadap
perubahanperubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur ruang
adalah jika perubahan temperatur luar tubuh tidak melebihi 20%
untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin. Tubuh manusia
bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan
proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi
kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya.
Siklus Udara (Ventilation)
Udara disekitar kita mengandung sekitar 21% oksigen, 0,03%
karbondioksida, dan 0,9% campuran gas-gas lain. Kotornya
udara disekitar kita dapat mempengaruhi kesehatan tubuh dan
mempercepat proses kelelahan. Sirkulasi udara akan
menggantikan udara kotor dengan udara yang bersih. Agar
sirkulasi terjaga dengan baik, dapat ditempuh dengan memberi
ventilasi yang cukup (lewat jendela), dapat juga dengan
23
meletakkan tanaman untuk menyediakan kebutuhan akan
oksigen yang cukup (Wignjosoebroto,1995,hal.85).
Bau-Bauan
Adanya bau-bauan yang dipertimbangkan sebagai “polusi” akan
dapat mengganggu konsentrasi pekerja. Temperatur dan
kelembaban adalah dua faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian air conditioning
yang tepat adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menghilangkan bau-bauan yang mengganggu sekitar tempat
kerja. (Wignjosoebroto, 1995)
Getaran Mekanis
Getaran mekanis merupakan getaran–getaran yang ditimbulkan
oleh peralatan mekanis yang sebagian dari getaran tersebut
sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat– akibat yang
tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini
ditentukan oleh intensitas, frekuensi getaran dan lamanya
getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia
juga memiliki frekuensi alami apabila frekuensi ini beresonansi
dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan.
Gangguan–gangguan tersebut diantaranya, mempengaruhi
konsentrasi, mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota
tubuh. (Wignjosoebroto,1995, hal 87)
24
individu di tempat kerja, tugas yang dibebankan untuk individu
tersebut, dan tempat kerjanya.
Hubungan Antara Human Factor Dengan Keslamatan Pasien
Dua factor dengan dampak paling banyak adalah kelelahan dan
stress. Ada bukti ilmiah kuat yang menghubungkan kelelahan
dan penurunan kinerja sehingga menjadikan factor resiko dalam
keselamatan pasien.
25
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien,
menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah
Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit yang terdiri dari:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
26
E. MENERAPKAN BUDAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT
Pentingnya mengembangkan budaya patient safety juga ditekankan
dalam salah satu laporan Institute of Medicine “To Err Is Human” yang
menyebutkan bahwa organisasi pelayanan kesehatan harus mengembangkan
budaya keselamatan sedemikian sehingga organisasi tersebut berfokus pada
peningkatan reliabilitas dan keselamatan pelayanan pasien”.[4] Hal ini
ditekankan lagi oleh Nieva dan Sorra dalam penelitiannya yang menyebutkan
bahwa budaya keselamatan yang buruk merupakan faktor resiko penting yang
bisa mengancam keselamatan pasien.[5] Vincent (2005) dalam bukunya
bahkan menyebutkan bahwa ancaman terhadap keselamatan pasien
tersebut tidak dapat diubah, jika budaya patient safety dalam organisasi
tidak diubah.[6]
Budaya patient safety adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi,
dan pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style
dan kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program
patient safety. Jika suatu organisasi pelayanan kesehatan tidak mempunyai
budaya patient safety maka kecelakaan bisa terjadi akibat dari kesalahan
laten, gangguan psikologis dan physiologis pada staf, penurunan
produktifitas, berkurangnya kepuasan pasien, dan bisa menimbulkan konflik
interpersonal.
27
Tabel 2. Pergeseran paradigma dalam patient safety
Paradigma lama Paradigma baru
Siapa yang melakukannya? Mengapa bisa terjadi?
Berfokus pada bad events Top Berfokus pada near miss
down Bottom up
Yang salah dihukum Memperbaiki sistem supaya tidak
terulang
28
F. PENYEBAB TERJADINYA ADVERSE EVENTS TERKAIT PROSEDUR
INVASIF
1. Petugas kesehatan
Tidak memahami teknik yang baik untuk mencegah
penularan/penyebaran kuman pathogen.
Tidak menyadari tindakan yang dilakukan berpotensi untuk
mengkontaminasi kuman.
Tidak memperhatikan personal hygiene.
Menderita/menularkan penyakitnya pada klien.
Tidak melaksanakan teknik aseptik dengan baik.
Bekerja ceroboh atau kurang hati-hati.
Tidak mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan
klien.
2. Alat-alat kesehatan/ equipment
Alat-alat yang digunakan dalam keadaan kotor, tidak steril
atau korosif.
Cara penyimpanan tidak baik.
Digunakan berulang kali tanpa di disinfeksi lagi.
Kadaluarsa.
3. Kondisi Pasien
Hygiene personal buruk.
Status gizi buruk/malnutrisi.
Menderita penyakit kronis, penyakit infeksi, penyakit
menular.
Mengkonsumsi obat-obatan Imunosupresif (menekan system
imun tubuh).
4. Lingkungan
Ventilasi yang tidak adekuat.
Penerangan/sinar matahari yang kurang.
Ruangan yang lembab dan kotor.
Ada air tergenang dan banyak serangga.
5. Diagnosa
tidak menerapkan pemeriksaan yang tidak sesuai
Pemeriksaan
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau
bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi
6. pemberiaan obat
kesalahan sdpada procedure pengobatan
29
pelakasanaan terapi yang salah
metode penggunaan obat yang salah
keterlambatan dalam merespon hasil pemeriksaan asuhan yang
tidak layak
3) Tujuan
a) Tujuan umum
Adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
b) Tujuan Hyperkes
Tujuan Hyperkes dapat dirinci sebagai berikut :
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada ditempat kerja
selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
30
b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan
secara lancar tanpa adanya hambatan
4) Manfaat
Berikut ini yaitu 4 manfaat audit keselamatan dan kesehatan kerja
(K3)
a) Menejemen mengetahui kekurangan unsur sistem operasi
sebelum munculnya masalah operasi, insiden atau kecelakaan
yang merugikan sehingga kerugian dapat ditekan dan keandalan
dan efisiensi dapat ditingkatkan
b) Didapat deskripsi yang pasti dan komplit mengenai status mutu
proses keselamatan dan kesehatan kerja yang ada saat minim
tujuan apa yang ingin diraih dimasa yang akan datang dan
tingkat pemenuhan pada ketentuan perundang-undangan
keslamatan dan kesehatan kerja yang berlaku
c) Didapat penambahan pengetahuan, kemantangan dan kesadaran
mengenai K3 untuk perawat yang ikut serta dalam proses audit
keselamatan dan kesehatan kerja
d) Peningkatan citra perusahaan
5) Etika
Banyak profesi memiliki kode etik praktik yang memang
membantu, (Elwes dan simnelt) menyarankan beberapa
pertimbangan sebagai gerakan menuju kode etik praktik bagi
kesehatan.
Hubungan dengan klien
1. Lebih baik berkonsultasi dengan klien ketika merencanakan dan
31
mengevaluasi kegiatan promosi kesehatan, jika mungkin
2. Promosi harga diri dan otonomi diatara kelompok-
kelompok klien harus merupakan prinsip mendasar dari
semua praktik promosi kesehatan
3. Semua praktik promosi
BAB III
PENUNTUP
A. KESIMPULAN
Keselamatan pasien (patient safety) adalah hal terpenting yang
perlu diperhatikan oleh perawat yang terlibat dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien.Tindakan pelayanan, peralatan
32
kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang
keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut.Oleh karena itu,
perawat harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta
mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat
menjaga keselamatan diri pasien serta menjadikan komunikasi sebagai
kunci utama untuk dapat memberikan kenyamanan dan keselamatan
bagi pasien.
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
sudah sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan
kerugian bagi pasien.Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki
standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien.Standar
tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima
pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga
kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
33
Internasional Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The
Pacific Manila Philippines
Rivai,H. Veithzal., dan Ella Jauvani Sagala, 2011. Manajemen Sumber
Daya Manusia untuk perusahaan, Edisi Kedua, (Jakarta: Rajawali
Pers).
Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.
Schuler, Randall. S., dan Susan E. Jackson, 1999. Manajemen Sumber
Daya Manusia, Edisi Keenam, Jilid Dua, (Jakarta: Erlangga).
Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan.
Jakarta: Gunung Agung.
Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan,
Keselamatan, & Kesehatan Kerja. Sukabumi: Yudhistira.
http://www.sanggarkesehatan.com/2015/06/makalah-kesehatan-dan-
keselamatan-kerja.html
34